Gurat otot di wajahnya, menyingkirkan gambaran Lelaki Salih yang selama ini menyandang dirinya.________Sebuah langkah dalam kesunyian dan remang-remang Balairung Emas. Suasana sepi malam itu, tampak seorang lelaki yang tertinggal di dalam ruangan yang megah.Laki-laki Mayapadhi berpakaian jubah putih sutra sampai batas mata kaki. Rambutnya tergerai panjang, terikat pula gulungan rambut di atas kepala. Seikat pita perak dengan simbol berlian, mengikat dahinya.Ia bergerak perlahan, melewati lontar-lontar berjatuhan di sekitar lantai, kemudian memungut seikat lontar tergeletak di lantai.Lontar Cinta bertuliskan ungkapan singkat.'Wahai, Macanku yang Nakal.Bersiap-siaplah!Aku akan menangkapmu'- Sekar Wening -Cukup lama ia mengamati lontar di tangannya dan membaca berulangkali dalam benaknya. Mengingat kembali bagaimana ungkapan itu dibacakan di depan semua orang saat siang tadi."Itu milik Raojhin," sebuah suara mengalihkan perhatian laki-laki itu. Ternyata, suara itu berasal dari
"Menyembunyikan pohon Berri Ranum seolah-olah tak tampak oleh lawan, cara curang tapi bisa saja itu sah."________"Taja ...!"Lorr En memanggil.Ia habis kesabarannya. Sejak kemarin, Taja tak mau mengatakan apapun."Apa yang sudah dia lakukan terhadapmu semalam?" desak Lorr En, bukan pertama kali menanyakan itu. Namun sekian kalinya, Taja tak menjelaskan apa-apa perihal kejadian semalam ketika bersama Shiji Wungsu."Apa dia melukaimu?" Raojhin ganti bertanya."Sudahlah, aku tidak ingin memperpanjang masalah ini," Taja enggan menjawab. Wajahnya pucat menandakan bekas kesakitan."Jika kamu tetap bungkam, aku akan menanyakan langsung padanya," sedikit menggertak, Lorr En hampir beranjak."Tunggu!" ujar Taja menahannya.Kali ini tak ada pilihan lain. Taja duduk di sebuah batu besar. Jalur menuju Hutan Buah terbuka lebar. Ke arah sana, orang-orang Perjamuan Besar sudah lebih dulu pergi.Tertinggal mereka bertiga yang paling terakhir menuju ke sana."Dia hanya menunjukkan Pedang Jantung Hat
"Pita mahkota perak milikku, adalah penawar Pedang Jantung Hati."__________"Berri ...!"Pekik Raojhin sumringah."Banyak sekali!" pekik Lorr En pun berbinar senang. Mereka bertiga tak lagi merasa bersaing. Segera dipetiknya buah-buah itu tumbuh rimbun merambat di batang-batang pohon yang tidak terlalu tinggi. Sangat terjangkau dengan tangan.Raojhin dan Lorr En cepat-cepat memetik sebanyak mungkin sampai penuh keranjang masing-masing."Kamu yakin ini Berri Ranum?" tiba-tiba Taja merasakan sesuatu yang janggal."Tidak salah lagi, inilah buah berri!" kata Raojhin meyakinkan."Berri ini juga yang biasa dijadikan manisan istana. Aku sering melihatnya di dapur," tambah Raojhin."Maksudku ... kenapa disebut Berri Ranum?" pikir Taja memutar otak, perihal sesuatu yang mengganjal pikiran."Aku juga pernah mendapatkan Manisan Berri, tapi ini terlihat sedikit berbeda," kata Taja tersimpul bibirnya."Ini masih mentah," kata Taja lebih mengamati buah-buah berri itu."Benar," gumam Raojhin, "Bedan
"Buah-buahan yang kalian makan, sudah terjamah serangga dan ulat. Sebagian besar mereka menaruh telur dan racun pada buah-buah itu masuk ke dalam perut!"__________"Apa yang sedang dia lakukan?" tanya Lorr En pada Taja. Memperhatikan Raojhin dari kejauhan."Entahlah," ujar Taja juga memperhatikan ke arah Raojhin mulai duduk bersila di atas sebuah batu di tepi telaga, "Biarkan dia menenangkan diri.""Tidak mengapa, kita saja yang mengambil buah-buah berri di atas sana," ajak Taja pada Lorr En.Menggunakan selembar pakaian yang dikenakan Lorr En dan menjadikannya sebagai kantung, keduanya memetik buah-buah berri sebanyak mungkin."Siapa yang akan menyerahkan ini nanti?" tanya Lorr En sembari sibuk memetik."Kamu saja yang maju untuk menyerahkan buah berri, bagaimana?" pinta Taja."Kamu juga ikut memetik," kata Lorr En."Kita tidak sedang bersaing, bukan? Lawan kita, kubu Shiji Wungsu" kata Taja. Sebentar kemudian, perhatian keduanya beralih pada Raojhin."Lalu dia bagaimana? Belum tentu
"Dia ... sebenarnya wanita."__________"Dia mengancam kita?"Raojhin memperhatikan punggung Shiji Wungsu bergerak menjauh."Rambutnya panjang tergerai sebagus itu, tak tahan rasanya ingin aku jambak!" tampak kesal di raut muka Raojhin."Tapi ... bagaimana caranya agar rambutku seindah rambutnya seperti sutra?" gumam Raojhin cukup terdengar Lorr En di sebelahnya. Raojhin terus mengamati gerakan sosok Shiji Wungsu melangkah."Rao, kamu memuji atau memaki?" Lorr En melirik ke arah Raojhin di sampingnya."Ah!" tersadar Raojhin akan ucapannya. Terlontar dari mulutnya begitu saja.Tanpa terasa sudah lewat tengah hari. Persaingan Jelajah Hutan Buah antara dua kubu berlangsung sengit. Intrik yang terselubung. Meskipun hanya permainan, di antara keduanya memicu marah, emosi dan daya saing."Raojhin, apa yang sudah kau lakukan pada kami?" Brajasetta merintih, menahan sakit di perutnya. Begitupun sekelompok orang-orang pengikutnya.Karitta terkulai lemas di semak-semak. Nafasnya naik turun. Peru
"Waktunya 'kaupanggil aji-aji Gattor. Undang para kubung untuk mengumpulkan Berri Ranum!"_________"Maafkan aku, Tuan ...."Brajasetta memohon dengan sungguh-sungguh."Kami tidak bermaksud menyembunyikan hal ini padamu, itu semua karena ...," Brajasetta tak melanjutkan kalimatnya. Ia sangat terpaksa mengatakan kebenaran itu.Shiji Wungsu hampir tak percaya apa yang diungkapkan Brajasetta. Teringat semua kebersamaan mereka bertiga, makan, minum, seperjuangan, seperjalanan, sampai mandi bersama di telaga. Dan ternyata ....'Karitta adalah wanita?'Semua orang terkejut dalam pikiran masing-masing. Melihat ke satu arah yaitu Karitta, seseorang dengan tubuh agak kekar dan jenis suara berat seperti lelaki. Bertingkah dan berpakaian layaknya laki-laki. Tak satupun menyangka bahwa ternyata dia adalah wanita. Raojhin pun ternganga lebar. Tak percaya akan hal itu."Raojhin, lepaskan dia dari aji-aji, maafkan kami ...," pinta Brajasetta.Tak mampu berkata lagi terhadap Karitta, akhirnya Raojhin
"Jika diperam dalam racikan tepung, maka Berri Matang akan menjadi Berri Ranum."__________"Di mana yang lain?"Paduka Raghapati memperhatikan seluruh tamu di Balairung Emas. Mendapati jumlah orang yang hadir sore itu, ternyata lebih sedikit daripada sebelumnya."Hanya separuh orang yang berkumpul?" lanjut Paduka bertanya sambil pandangan matanya tertuju pada Shiji Wungsu sebagai pimpinan kelompok."Dari anak buahku, sebagian dari mereka sedang mendapatkan perawatan," jawab Shiji Wungsu seraya menghaturkan sikap hormat pada Paduka Raghapati."Apa yang terjadi?" tanya Paduka Raghapati pada Shiji Wungsu."Hanya keracunan buah," kata Shiji Wungsu singkat saja."Tidak perlu dipermasalahkan, sekarang kondisi mereka sudah membaik. Hanya perlu istirahat lebih awal," jawaban Shiji Wungsu seperti tak ingin mengadukan kejadian yang sebenarnya.Kemudian pandangan Paduka Raghapati beralih pada Praja Emas tengah berdiri sebaris menghadapnya.Taja, Raojhin dan Lorr En agak tertunduk. Terutama Raojh
"Tepat 100 tahun lalu, wabah besar terjadi di Jawata. Tidak ada satupun daerah luput dari wabah penyakit yang menyebabkan pagebluk*. Kematian besar-besaran dalam kurun waktu bertahun-tahun melanda. Banyak tabib dan ahli pengobatan tak mumpuni memberikan obat atas wabah kala itu."Paduka Raghapati mulai membuka kisah kelam yang pernah diceritakan turun-temurun, namun sedikit orang saja yang menolak lupa akan peristiwa kematian masal menimpa negeri Jawata akibat sebuah wabah mematikan dalam waktu bertahun-tahun lamanya."Sampai akhirnya, datanglah seorang pengelana sederhana, sesekali dia dikenal sebagai musisi kecapi jalanan. Sangat sedikit orang tahu tentang nama dan asal usul Sang Pengelana itu," lanjut Paduka Raghapati menuturkan kisah itu.Semua orang mendengarkan dengan seksama, terbawa kisah Sang Pengelana dari tutur Paduka Raghapati."Secara sukarela dan cuma-cuma, Sang Pengelana menyebarkan Berri Ranum kepada semua orang," kata Paduka Raghapati."Buah yang sama namun berbeda man
Jantungku adalah jantungmu! Jika aku menusuk jantungku. Itu pula yang terjadi pada jantungmu!" ________ "Aku menyerah!" Suara lantang memecah ketegangan. Samar-samar Ketua Sujinsha berjalan selangkah demi selangkah, memasuki area perkumpulan musuh. Jumlah mereka ratusan orang-orang pembantai, termasuk belasan pimpinan Lowak Ruyo. Senyum sungging Puan Ra menyambut lelaki itu datang. Ketua Sujinsha berhenti tepat di hadapan Puan Ra. Orang-orang pembantai mengelilingi dengan wajah-wajah beringas. Puan Ra berdiri di hadapan Ketua Sujinsha mengangkat kedua lengan pertanda menyerah. "Lepaskan praja itu! Sebagai gantinya kalian mendapatkan aku!" seru Ketua Sujinsha. Kedua tangan bersilang di belakang tengkuk. "Cuih! Akal bulus apa kiranya strategimu, Pengelana jalanan! Kau sama sekali tidak berguna!" Puan Ra menjawab sengit. "Tentu aku berguna jika menjadi tawananmu! Lepaskan praja itu!" seru Ketua Sujinsha lagi. Mata berbalas mata. Permusuhan lama antara pemimpin Para Pembant
Pagi menyingsing bersama embun menyelimuti. Sang Surya bersemu jingga, mengintip dari balik ufuk timur. Wajahnya malu-malu perlahan mulai tampak."Jangan libatkan mereka."Seseorang menyampaikan pesan itu dari mulut Lorr En, dan sekarang diucapkan kembali oleh seorang pemantau. Ia menuturkan laporannya pada Ketua Sujinsha."Dia bertekuk lutut. Kedua kaki dan tangan terikat. Kedua matanya tertutup kain. Ia mengatakan itu kepada pimpinan musuh sehingga melepaskan kami untuk menyampaikan hal ini kepada Tuan."Pemantau dari sekumpulan Pasukan Bayangan. Sekembalinya dari penyisiran sekitar perbatasan, sempat bertemu musuh. Ia ditangkap, kemudian sengaja dilepaskan untuk menyampaikan pesan itu kepada Ketua Sujinsha. Tujuannya agar Pasukan Bayangan menyerahkan diri dan mengembalikan Raojhin kepada pihak musuh.Pemantau itu melaporkan informasi sepenuhnya kepada Ketua Sujinsha tentang tertangkapnya Lorr En, tentu membuat cemas Pasukan Bayangan.Ketua Sujinsha tertegun sebentar. Tegang dalam p
Satu orang kembali. Justru satu lagi menghilang. Seakan hanya bertukar saja.________"Jaga gudang mayat!"Teriakan penjaga menjadi petunjuk tempat Raojhin disembunyikan. Orang-orang saling melempar tugas. Hiruk pikuk situasi di kawasan pangkalan Pasukan Pembantai. Masing-masing pemimpin sibuk mengumpulkan sejumlah pasukan untuk dikerahkan ke luar pangkalan.Sesosok makhluk dari tanah, tersembul ke permukaan dan meluncur dalam pusaran pasir. Kemudian gesit wujudnya menjelma gumpalan tanah pasir menggelinding."Hup!" tubuh itu menggelinding sampai ke sisi bayang-bayang tenda dan terhenti.Rupanya manusia yang meringkuk dari gumpalan tanah pasir. Tak lain adalah Taja. Selimut tanah pasir, luruh dari tubuhnya. Sembari kebas seluruh baju, Taja memasang waspada, tatap matanya sekeliling arah. Tampak lenggang keadaan sekitar.Di tengah-tengah situasi tak menentu, akibat makhluk pasir bekerja secara efektif. Berhasil mengalihkan seisi pangkalan pembantai dan mengacaukan suasana. Taja berhasi
Hantu Pasir. Penghuni gaib Perbatasan Tengkorak. Makhluk penghisap siapapun yang hidup di permukaan tanah.________Deru pasir debu menyatu.Langit malam kian larut. Kantuk mengendap dalam penat orang-orang sedang berjaga-jaga di setiap titik kawasan pangkalan. Sejengkal pun tidak ada yang luput dari pengawasan mata regu pemantau, sibuk mengawasi penjuru arah dari tiang-tiang tinggi.Pangkalan pembantai tak pernah mengenal tidur. Kawasan merah dengan rona kobaran api. Sejauh mata menangkap kegelapan, titik-titik bara bersumber api unggun. Udara menerbangkan abu pijar dari bara meredup.Barisan regu giliran jaga malam bertukar tugas. Pasukan Pembantai dalam naungan gelap malam, tampak lebih waspada dan sangar wajah mereka.Pemimpin-pemimpinnya memasang erat penutup kepala bertanduk. Gading-gading gajah dipasang tegak lurus ujung lancipnya menghadap ke atas. Pertanda pemimpin baling berkuasa sedang berada di antara pasukan berkumpul.Beberapa orang tampak lalu lalang, tergesa-gesa dalam
Makhluk pasir dan tanah? Apa sungguhan itu makhluk yang terbentuk dari pasir dan tanah?________"Lorr."Taja menepuk pundak Lorr En. Ia pun siap menyambut Taja memberikan perintah."Kerahkan Pasukan Tawon! Alihkan musuh!" Taja berapi-api, tersulut ambisi bersiap-siap penuh."Aku akan mengobrak-abrik sarang pembantai," kata Taja sembari bangkit tegap, menyingsingkan kepalan tangan erat-erat.Ketua Sujinsha ternganga. Kiranya manusia seperti apa yang memiliki keyakinan sebesar itu untuk menyerbu pangkalan musuh sekelas Pasukan Pembantai. Ia sendiri bahkan tidak terpikir strategi sejauh itu. Butuh keberanian dan kekuatan pasukan besar dan persiapan matang."Tuan, serahkan padaku! Malam ini, aku akan menyerbu Pangkalan Pasukan Pembantai," tegas dan penuh percaya diri, Taja mengatakannya."Malam ini?!" ujar Ketua Sujinsha terkaget-kaget. Tak segera mengambil keputusan. Ia dan semua orang bawahannya banyak terluka dan belum pulih dari letih kesakitan. Pertarungan sebelumnya, melawan Pasuka
"Tempat ini seperti tersembunyi? Seolah musuh tidak menyadari keberadaan kita?"________Malam berlarut.Tampak langit gelap dari celah-celah rongga bebatuan tempat persembunyian. Pertahanan magis energi Taja dan Lorr En bersatu, diperkirakan dapat bertahan sampai fajar menyingsing untuk melindungi diri bersama Pasukan Bayangan.Sementara itu, terdengar suara-suara meraung dari luar, pertanda banyak sekali orang-orang pembantai berdatangan sekitar tempat itu, melalui udara dan darat. Gonggongan anjing-anjing pelacak, menelusuri jalur lereng dan rongga-rongga sekitar. Kuat tajam penciuman anjing-anjing itu mengendus-endus setiap jengkal permukaan tanah dan batu. Mencari jejak Pasukan Bayangan yang sedang bersembunyi bersama Taja. Untuk sementara, mereka aman dari deteksi musuh."Perisai Alhirri hanya bertahan sebelum pagi menyingsing," kata Taja meresahkan hal itu. Kiranya sampai fajar, tetapi musuh masih patroli sekitar lokasi persembunyian."Aku akan mengalihkan perhatian mereka," uj
Gemuruh angin hitam mengiringi dua sosok berjalan. Kedatangannya disertai kerumunan angin hitam, ternyata koloni serangga. ________ "Siapa kalian?!" Orang-orang Pasukan Bayangan menghunus kembali pedang masing-masing. Mengantisipasi serangan yang mungkin datang dari dua sosok itu. "Apakah kalian baik-baik saja?!" suara lantang pemuda, seiring kemunculan dua sosok berjalan dari balik kabut malam di bawah cahaya purnama. Semua terdiam, menyambut penasaran siapa gerangan yang datang. Tampak samar-samar, dua sosok pemuda. Gemuruh angin hitam mereda, mengiringi dua sosok itu mendekat. Mundur penuh hati-hati, orang-orang Pasukan Bayangan, berkumpul dalam formasi barisan, memasang pagar diri seraya menghunuskan pedang masing-masing. Tampaklah dua wajah pemuda yang datang itu. Pasukan Bayangan, seketika menurunkan senjata dan bernafas lega. Dua pemuda yang datang itu, ternyata sangat dikenal dengan baik. Suara-suara riuh mendengung, rupanya berasal dari kerumunan serangga menyertai ked
Amukan badai angin hitam, ternyata koloni serangga tak terkira banyaknya. Menyerang sekelompok manusia jubah hitam beserta elang-elang tunggangannya.________Jerit raung manusia-manusia berjubah hitam, bersamaan elang-elang hitam meronta terbakar di tanah, bergumul debu kerikil. Teriakan manusia jubah mengamuk, namun masih hidup dalam kobaran api melahap tubuh.Tahu jenis apa elang Pembantai tak mati dalam api, harus dipenggal kepala, maka tak menyia-nyiakan kesempatan, segera regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba, menebas kepala manusia berjubah dari tubuhnya. Juga elang tunggangannya. Hujan mulai berjatuhan ke tanah. Semakin deras membasahi tak terhitung tubuh-tubuh bergelimpangan. Regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba tanpa henti mengayunkan jurus-jurus pedang, menghabisi siapapun musuh yang masih bergerak, elang hitam dan manusia berjubah hitam bersimbah darah bergelimpangan.Krrroaaagh!!!Tiba-tiba dari awan gelap, seekor elang hitam sangat besar, melintas sekejap mata dan meny
Batu menjerit dan bergerak. Wujud semula bongkahan, ternyata jubah kamuflase menyerupai batu, menyingkap sesuatu tersembunyi di baliknya.________Elang Pembantai.Jenis pasukan terbang pembantai. Semakin banyak jumlahnya, berdatangan ke tempat itu. Menggantikan pasukan pembantai berkuda yang sudah kalah telak.Hujan rantai besi sambar menyambar dari langit-langit gelap. Kemunculan Elang Pembantai memaksa Pasukan Bayangan sesegera mungkin bergerak mundur."Sembunyi!" pekik Ketua Sujinsha, diikuti sekawanan orang-orangnya bergerak cepat, menepi di antara celah-celah bebatuan. Namun belum semuanya bersembunyi, beberapa orang Tameng Cakra terkena sambaran rantai besi, tubuhnya ditarik dan terpelanting ke udara. "Aargh!!!" terbanting di sisi lereng berbatu. Anggota lainnya tak sempat memberikan pertolongan.Para pembantai dengan tunggangan elang hitam raksasa, beterbangan seiring riuh suara Terompet Raung mengangkasa. Tangan-tangan mereka sibuk melempar rantai-rantai besi. Penglihatan ta