Zhao Yuan Shao tidak lekas menjawab pertanyaan Yaksha, dia malah melirik ke samping. Tempat dimana Zhu Shen Mei berdiri, dia menatap wajah perempuan itu sekilas. Lalu tersenyum dengan sangat tulus. “Aku hanya pergi dengan seseorang yang bisa ku jadikan tempat bersandar,” ucapnya tenang. Kalimat itu bukan sepenuhnya digunakan untuk menjawab pertanyaan Yaksha, melainkan sebuah ungkapan perasaan yang dalam untuk Zhu Shen Mei. “Rupanya cinta seorang siluman harimau mudah berpindah tempat,” sindir Yaksha dengan senyuman sinis.Kemudian Zhao Yuan Shao kembali menoleh kearahnya. Raut wajahnya kembali tegas, rahangnya mengeras dan tatapan berubah tajam. Berbeda saat tadi dia menatap Zhu Shen Mei dengan hangat. “Perasaan ku bukan sesuatu yang perlu diketahui banyak orang! Aku datang bukan untuk basa-basi seperti ini,” ketus Zhao Yuan Shao. “Baik, katakanlah apa yang kau inginkan hingga jauh-jauh datang ke Gunung Langfeng?” todong Yaksha. “Kami ingin akar bunga giok hitam yang tumb
Zhao Yuan Shao mengamati sekeliling, telinganya yang tajam menangkap suara langkah kaki yang samar. Yaksha memang telah melarikan diri, tapi bukan berarti mereka bisa lengah. Zhu Shen Mei, di sisi lain, sibuk meneliti sebuah celah batu yang tertutup lumut hitam. Tempat dimana dia melihat bunga giok hitam tumbuh. "Harusnya ada di sekitar sini," gumamnya.Zhao Yuan Shao mendekat, matanya mengikuti arah pandang Zhu Shen Mei. Di dalam celah itu, samar-samar tampak kilauan gelap—akar bunga giok hitam. Tumbuhan langka yang konon hanya tumbuh di tempat yang dipenuhi energi yin. Bunga giok hitam tumbuh dengan baik ditempat itu, kelopaknya berkilau terkena cahaya. Namun akar-akarnya menghitam, seolah menyerap seluruh kegelapan dunia. "Aku akan mengambilnya," kata Zhao Yuan Shao, menggerakkan tangannya yang masih berlumur darah Yaksha selepas pertarungan tadi. Namun Zhu Shen Mei mengangkat tangannya, menghentikan langkahnya. "Jangan gegabah. Akar ini memiliki pelindung alami. Jika kau menyen
Langit sudah mulai memerah saat Zhao Yuan Shao dan Zhu Shen Mei meninggalkan Gunung Langfeng. Matahari sore menggantung rendah, menyorotkan sinarnya yang hangat di antara pepohonan yang bergoyang lembut ditiup angin pegunungan. Zhao Yuan Shao berjalan dengan langkah santai di depan, sesekali mengayunkan Huo Jian yang kini tersarung di pinggangnya. Zhu Shen Mei berada beberapa langkah di belakang, memeriksa kembali akar bunga giok hitam yang kini tersimpan rapi dalam kotak kayu kecil. "Kau terus menatap benda itu seperti ibu yang baru punya anak," komentar Zhao Yuan Shao tanpa menoleh. Zhu Shen Mei menutup kotak kayu itu dengan helaan napas pendek. "Aku hanya memastikan tidak ada yang rusak. Kau sendiri tahu betapa sulitnya mendapatkannya." Zhao Yuan Shao mendengus. "Tentu saja. Kita hampir kehilangan nyawa hanya demi sepotong akar busuk itu." Zhu Shen Mei memutar bola matanya. "Ini bukan akar busuk! Ini bahan obat yang sangat langka! lagi pula, kita mencari akar ini demi kesem
Perjalanan pulang ke Kota Changsa ditempuh dengan hati yang penuh kegembiaraan oleh Zhu Shen Mei dan kelegaan dihati Zhao Yuan Shao. Namun ketika memasuki bangunan biro penangkap siluman, kecemasan kembali merayapi hati perempuan anggun itu. Seketika tangannya jauh terasa lebih dingin dari sebelumnya.Zhao Yuan Shao yang memang menggenggam tangannya pun lekas menoleh, memperhatikan raut wajah Zhu Shen Mei yang jelas tengah khawatir.“Shen Mei, ada apa dengan mu?” tanyanya pelan sambil terus berjalan.“Aku… aku hanya takut.” Zhu Shen Mei menjawabnya jujur.“Takut, pada apa?”Zhu Shen Mei langsung berhenti, dia kemudian menoleh ruangan yang digunakan oleh Zhao Yunshi. Perempuan siluman harimau putih itu tengah terkulai lemas disana.“Zhao Yunshi, adik mu.” Ada jeda dalam kalimat Zhu Shen Mei, kali ini dia lebih pelan mengatakan kelanjutannya. “Aku takut tidak bisa membantu banyak dalam pengobatan adik mu,” imbuhnya.“Hei! Jangan mengatakan hal-hal seperti itu, kita sudah melakukan yang
Malam semakin larut, tapi Zhu Shen Mei belum juga tidur. Ia duduk di teras kamarnya, tubuhnya disandarkan pada tiang kayu, sementara tatapannya mengarah ke langit malam yang dipenuhi bintang. Angin berhembus lembut, menggoyangkan ujung jubahnya yang masih berdebu setelah perjalanan panjang ke Gunung Langfeng.Ia seharusnya merasa lega setelah Zhao Yunshi sadar. Tapi ada sesuatu yang masih mengganjal di hatinya—entah itu firasat buruk atau sekadar kelelahan yang menumpuk, ia tidak bisa membedakannya.Langkah kaki mendekat tanpa suara. Zhu Shen Mei tetap diam, mengira hanya hembusan angin atau mungkin seorang penjaga yang sedang berpatroli. Namun, suara familiar segera terdengar di belakangnya.“Kau tahu, biasanya orang akan tidur setelah perjalanan panjang dan melelahkan.”Zhao Yuan Shao muncul dari bayangan, berdiri dengan tangan bersedekap, menatapnya dengan senyum miring khasnya. Rambutnya sedikit berantakan, jelas menandakan bahwa ia baru saja bangun atau mungkin baru saja memastik
Cahaya pagi yang hangat menembus jendela kamar Zhao Yunshi, menerangi ruangan dengan sinar lembut. Aroma ramuan herbal masih samar tercium, bercampur dengan udara pagi yang segar. Di atas dipan, Zhao Yunshi mulai membuka matanya perlahan. “Ah, kau akhirnya bangun juga,” suara akrab itu terdengar sebelum matanya benar-benar fokus. Zhao Yuan Shao duduk di kursi di samping tempat tidur, satu kakinya disilangkan dengan santai, sementara tangannya memegang cangkir teh. Tatapan hangat bercampur keisengan khasnya terpancar dari matanya. “Kak.” suara Zhao Yunshi masih serak, tapi lebih kuat dari sebelumnya. Ia mencoba bangkit, tapi Zhao Yuan Shao segera menahan bahunya dengan lembut. “Pelan-pelan. Kau belum sepenuhnya pulih.” Zhao Yunshi menghela napas dan mengangguk. “Aku merasa jauh lebih baik. Itu berarti… obatnya berhasil?” tanyanya. Zhao Yuan Shao mengangguk, tapi senyum di wajahnya sedikit meredup. “Ya, tapi bukan hanya karena akar bunga giok hitam dari Gunung Langfeng.” Z
Langit mulai gelap ketika suasana di biro penangkap siluman terasa lebih sunyi dari biasanya. Di serambi yang sama, Zhu Shen Mei dan Zhao Yuan Shao masih duduk berdua, namun kali ini tanpa candaan. “Kau melihatnya juga, kan?” suara Zhu Shen Mei terdengar pelan, tapi tegas. Zhao Yuan Shao mengangkat alis. “Maksudmu darah Zhang Fei?” Zhu Shen Mei mengangguk, sorot matanya tajam. “Itu bukan darah manusia biasa… bahkan bukan darah manusia sama sekali.” Zhao Yuan Shao mendecak, ekspresi wajahnya berubah serius. “Aku juga memperhatikannya. Luka di lengannya saat dia hendak memberikan darahnya untuk Bai Hu, darahnya menghitam terlalu cepat. Seperti… darah siluman.” Hening sesaat. Angin malam berhembus, membawa hawa dingin yang membuat bulu kuduk berdiri. “Kau yakin dia manusia?” tanya Zhu Shen Mei pelan. Zhao Yuan Shao menggertakkan giginya. “Zhang Fei sudah bertahun-tahun berada di biro. Jika dia bukan manusia, pasti seseorang sudah menyadarinya sejak dulu. Tapi…” “Tapi darahnya tid
Aroma obat herbal dan dupa pembersih masih samar tercium dari bangsal penyembuhan. Akan tetapi Zhao Yunshi sudah berdiri dengan anggun, rambut peraknya dikuncir separuh, jubah putih gadingnya berkibar pelan saat angin sore menerpa. Bekas luka serangan siluman wabah Hui telah hilang dari kulitnya, namun sisa-sisa kelelahan masih tampak di sorot matanya. Di sebelahnya, sang kakak, Zhao Yuan Shao, tampak lebih tenang dari biasanya, meski jelas tak sepenuhnya lega. Tubuhnya tegap dalam jubah penangkap siluman berwarna gelap, namun sorot mata itu—yang hanya muncul saat menatap adiknya—terlihat teduh, penuh perhatian. "Aku ingin kembali ke Desa Liuyang kak," ucap Zhao Yunshi dengan tenang. Meski ini juga terdengar sebagai permintaan yang mendadak. “Kau yakin ingin kembali sekarang?” tanya Zhao Yuan Shao, suaranya rendah namun mengandung nada khawatir. “Tubuhmu mungkin sudah pulih, tapi luka akibat siluman wabah Hui tak semudah itu untuk sembuh," imbuhnya. Zhao Yunshi menatap jau
Matahari pagi menyusup perlahan di antara celah kabut Desa Liuyang. Embun masih menggantung di rerumputan, dan aroma tanah yang lembap bercampur dengan wangi bunga plum yang mulai bermekaran. Setelah pertarungan semalam dan penutupan celah formasi yang nyaris menelan desa, pagi ini terasa jauh lebih damai.Zhao Yuan Shao berjalan di depan dengan santai, tangan di belakang kepala, dan langkah ringan seperti biasa. Di belakangnya, Zhu Shen Mei menggandeng Xiao Ren yang memeluk boneka kain usang di pelukannya. Anak itu tampak gugup, tapi matanya berbinar, sesekali menatap Zhu Shen Mei dengan rasa percaya yang polos.Zhao Yunshi berjalan pelan di sisi mereka, ekspresi tetap datar dan dingin seperti biasanya, tapi sekali-dua kali menoleh untuk memastikan Xiao Ren tidak tersandung.“Kakak, kau yakin ini rumahnya?” tanya Zhao Yunshi datar.Zhao Yuan Shao menoleh sambil tersenyum lebar, “Tenang saja, aku hanya tersesat dua kali. Itu sudah jauh lebih baik dari biasanya!”Zhu Shen Mei meliriknya
Dari dahi Zhu Shen Mei, sebuah pola angin berwarna perak keemasan menyala, berbentuk seperti pusaran angin dengan titik cahaya di tengahnya. Matanya memutih sesaat, dan tubuhnya bersinar lembut.Siluman serigala membeku di udara.Zhao Yuan Shao yang terjatuh, mendongak dengan mata terbelalak. Ia mengenali tanda itu.“Li Shan... Niangniang?” tanyanya dalam gumam rendah, masih tak percaya apa yang baru saja dia lihat dengan mata kepalanya sendiri.Zhu Shen Mei tidak bicara, matanya tajam menatap musuh. Sorot mata tajam yang sebelumnya tidak pernah perempuan itu miliki.Saat dia mengangkat tangannya, seluruh udara sekitar menjadi padat. Pepohonan merunduk, daun beterbangan, dan cahaya giok menyelimuti tangannya yang memegang kipas.“Kembalilah ke Utara. Atau kau akan kehilangan lebih dari sekadar kebanggaanmu sebagai siluman!”Suara Zhu Shen Mei bergema aneh—seolah dua suara bersamaan, satu miliknya, satu lagi... suara yang lebih tua, lebih megah dan agung.Siluman serigala menggeram mar
Bahkan sebelum tengah hari, mereka bertiga sudah tiba di bagian utara Desa Liuyang yang sepi, tepatnya di kuil tua yang dimaksud oleh Zhao Yuan Shao. Kuil itu sudah sanat berdebu, tampaknya sudah ditinggalkan jauh sebelum para penduduk menghilang.“Kau yakin tempat ini pernah dijadikan tempat ritual penyeimbang aura?” tanya Zhao Yunshi pada sang kakak.Zhao Yuan Shao pun mengangguk, kemudian berdiri sejajar dengan sang adik. Pria siluman itu memandang ke arah pintu masuk kuil. “Aku ingat dulu ayah dan ibu pun ikut dalam ritual itu,” balasnnya.Kuil tua itu berdiri muram di bawah langit kelabu. Bangunannya sebagian sudah ditelan lumut, genting-gentingnya jatuh, dan di bagian barat aula doa, pohon beringin raksasa tumbuh menembus atap, akarnya menjalar seperti tangan makhluk purba yang tertidur. Angin yang bertiup dari arah utara membawa bau amis samar yang membuat bulu kuduk berdiri.Begitu mereka melangkah masuk ke aula utama, langkah mereka terhenti.“Ada darah,” lirih Zhu Shen Mei s
Ruang makan keluarga Zhao tak besar, namun nyaman. Dindingnya dihiasi lukisan tinta bergambar gunung bersalju dan harimau putih melompat di antara pinus—lukisan lama yang dibuat oleh ayah mereka bertahun-tahun lalu. Di tengah, sebuah meja kayu bundar telah ditata rapi dengan bubur panas, sayur asin, telur rebus, dan teh hangat.Zhao Yuan Shao duduk dengan santai, satu kaki dinaikkan ke lutut satunya. Ia sedang membagi telur rebus dengan sumpitnya—dan entah kenapa, telur itu malah terbang terpental ke piring Shen Mei.“Ups! Maaf tapi sepertinya itu tanda dari langit, mungkin.” Zhao Yuan Shao berlagak dramatis. “Tanda apa?” tanya Zhu Shen Mei dengan kening yang berkerut. “Itu artinya kau dan aku… sudah berjodoh sampai sebutir telur pun, langsung tertuju ke arah mu. Seluruh alam semesta tahu perasaanku.”Lagi-lagi Zhao Yuan Shao membual, tentu saja itu membuat Zhao Yunshi, yang duduk di sebelah kiri Zhu Shen Mei, menghela napas panjang.“Kau pasti melewatkan pelajaran logika sela
Mendengar rintihan Zhu Shen Mei dalam tidur, membuat hati pria siluman itu terasa sesak. Meski Zhu Shen Mei tidak akan ingat apa yang dia impikan dalam tidur. Tapi kesedihannya akan dirasakan sampai esok hari, dan Zhao Yuan Shao tidak menyukai itu.“Hou Qi,” lirih Zhu Shen Mi lagi, kali ini air mata mulai jatuh dari kelopak matanya yang indah. Zhao Yuan Shao bangkit dari duduknya dan dengan ragu-ragu mulai mendekati tempat tidur Zhu Shen Mei.Gadis itu menggeliat, wajahnya memucat, dahi berkeringat serta tangan yang menggenggam erat selimutnya. Bibirnya terus menggumam nama yang sama, nama Hou Qi siluman Zhao Yuan Shao. Namun Zhu Shen Mei memanggilnya dengan suara begitu pilu seakan memanggil dari masa ratusan tahun lalu.Zhao Yuan Shao menunduk, jantungnya berdetak pelan. Dia duduk di tepi ranjang, memandang wajah Zhu Shen Mei dalam-dalam, meski tidak menyentuhnya sama sekali.“Aku di sini, Shen Mei. Aku di sini bersama mu.”Zhu Shen Mei bergumam lirih, matanya tetap terpejam, tapi
Langit sudah gelap sempurna saat Zhao Yuan Shao, Zhao Yunshi, dan Zhu Shen Mei semakin masuk ke dalam desa. Mereka pun akhirnya memilih untuk beristirahat di kediaman Zhao, karena hanya tempat itu saja yang tidak tercemar oleh aura roh perantara.Zhao Yunshi masuk terlebih dahulu, seketika lentera-lentera yang ada di kediaman menyala dengan sendirinya. Sementara Zhu Shen Mei masih berdiri di halaamn kediaman sambil menatap jauh ke jalan berbatu yang baru saja mereka lewati.“Shen Mei, ada apa?” tanya Zhao Yuan Shao yang memang hendak menaiki tangga. Dai menoleh ketika tidak mendengar langkah kaki sang arsiparis mengekori dirinya.Zhu Shen Mei menoleh, lalu tersenyum hambar berusaha menyembunyikan rasa khawatir. “Tidak ada, ayo kita masuk!” ajaknya.Mereka pun masuk ke kediaman dengan Zhu Shen Mei yang terus mendorong Zhao Yuan Shao. Menghalangi pria siluman itu untuk melihat apa yang ada di luar kediaman.Zhao Yuan Shao menyalakan lentera gantung di ruang utama. Cahaya hangat menyeba
Setelah pertarungan usai dan kabut memudar, ketiganya duduk sejenak di beranda sebuah rumah kosong. Zhao Yunshi bersandar di tiang kayu, matanya terpejam, masih mengumpulkan kekuatan. Sementara itu, Zhu Shen Mei berdiri di halaman, membuka gulungan catatan roh miliknya, menulis cepat di permukaan kertas dengan kuas kecil yang mengeluarkan cahaya giok.“Kau mencatat pertarungan kita?” tanya Zhao Yuan Shao sambil mengikat kembali sarung pedangnya.Zhu Shen Mei menoleh sebentar. “Tidak. Aku menulis surat wasiat. Kalau nanti mati dibantai siluman, kau tahu di mana harta karun milik ku, iya kan?”Zhao Yuan Shao mengangguk mantap sembari bersidekap, berlagak serius. “Tentu. Di balik rak buku, di belakang lukisan burung bangau, tiga langkah ke kanan, lantai kayu keempat bisa dicungkil.”Zhu Shen Mei mematung, sangat terkejut dengan jawaban pria siluman itu. "Kau mengintip kamarku?” todongnya dengan mata terbelalak sempurna. “Bukan mengintip, tapi memastikan tempat persembunyian calon istri
Zhao Yuan Shao menatap sekeliling, lalu mengangkat tangannya pelan. Ia membentuk mudra, mengalirkan sedikit energi spiritual ke udara. "Ada resonansi.” Wajahnya menegang. “Sesuatu menyerap roh di sekitar sini. Perlahan... dan sangat hati-hati. Bahkan roh tanaman dan hewan tak terasa.” Zhao Yunshi menyipitkan mata. “Ini kerja siluman tingkat tinggi. Tapi aneh... kalau ini niat jahat, kenapa meninggalkan bangunan utuh? Kenapa tidak menghancurkan, membakar, atau mencemari?” Zhu Shen Mei menjawab perlahan, “Mungkin karena siluman ini tidak datang untuk menghancurkan… tapi untuk berdiam.” Mereka bertiga saling bertukar pandang. Sebuah pengertian tak terucapkan mulai tumbuh: apa pun yang mengambil alih desa ini, itu tidak sedang bersembunyi. Ia menunggu. Tiba-tiba, dari rumah tua di ujung jalan, terdengar suara pintu berderit. Zhao Yuan Shao langsung berdiri di depan Zhu Shen Mei, satu tangan terangkat membentuk perisai energi kecil di antara mereka. “Tetap di belakangku,” katanya da
Aroma obat herbal dan dupa pembersih masih samar tercium dari bangsal penyembuhan. Akan tetapi Zhao Yunshi sudah berdiri dengan anggun, rambut peraknya dikuncir separuh, jubah putih gadingnya berkibar pelan saat angin sore menerpa. Bekas luka serangan siluman wabah Hui telah hilang dari kulitnya, namun sisa-sisa kelelahan masih tampak di sorot matanya. Di sebelahnya, sang kakak, Zhao Yuan Shao, tampak lebih tenang dari biasanya, meski jelas tak sepenuhnya lega. Tubuhnya tegap dalam jubah penangkap siluman berwarna gelap, namun sorot mata itu—yang hanya muncul saat menatap adiknya—terlihat teduh, penuh perhatian. "Aku ingin kembali ke Desa Liuyang kak," ucap Zhao Yunshi dengan tenang. Meski ini juga terdengar sebagai permintaan yang mendadak. “Kau yakin ingin kembali sekarang?” tanya Zhao Yuan Shao, suaranya rendah namun mengandung nada khawatir. “Tubuhmu mungkin sudah pulih, tapi luka akibat siluman wabah Hui tak semudah itu untuk sembuh," imbuhnya. Zhao Yunshi menatap jau