"Achilio, lo gak mau masuk?" tanya Calvin."Lo mikirin apa sih, Achilio?" Sera melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku."Di tempat inilah portal itu terbuka. Tapi, kenapa gak ada satu pun bekas peperangan di sini? Bukankah itu hal yang aneh?" Aku mengernyitkan dahi, lalu berjalan mondar-mandir di depan Restoran RLWF (Resto Life With Food) itu.Sera menggandeng tanganku dengan cepat. "Jangan membuang waktu!"Kami memasuki lift yang ada di bagian kanan pintu masuk. Tidak ada orang yang kutemui sepanjang jalan. Ya, ruangan utama tampak kosong, dan tidak ada resepsionis, ataupun robot yang menyambut kedatangan kami.Aku semakin dibuat gelisah, ketika lift terbuka di lantai tiga. Beberapa orang dari pekerja kantoran itu, menatapku seakan penuh kebencian. Beberapa menit setelahnya, pintu lift terbuka di lantai paling atas—lantai tujuh."Selamat datang di RLWY. Semoga hari Anda menyenangkan." Seorang pelayan wanita menyambut kami.Aku membatin, "Pelayanan di sini benar-benar buruk. Bag
Hujan yang turun semakin menderas. Cuaca ekstrem yang melanda Scramble siang itu, sebenarnya membuatku malas untuk keluar dari rumah sakit. Jika bukan karena ingin membeli makanan cepat saji, aku tidak mungkin akan menembus badai.Jalanan begitu licin, dan terlihat mengkilap dari bawah sana. Aku mengaktifkan mode auto pilot, untuk mempermudah perjalanan. Mengingat aturan Scramble begitu ketat, aku pun memakai sabuk pengaman.Terbang dengan jarak empat meter dari tanah, membuatku bergidik ngeri. Aku takut untuk terbang lebih tinggi, karena belum terlalu mahir menggunakan kendaraan modern itu. Beberapa pesawat mini jet di depanku melintas begitu cepat, sehingga air yang tergenang memercik ke arahku."Apa-apaan ini? Apa mereka tidak punya attitude? Shit, harusnya aku menutup kaca tadi." Aku menekan tombol drying pada layar di dekat flight control. Sebuah alat scan—semacam penghilang noda pada pakaian, dengan cepat membersihkan air.Aku memberhentikan laju jet, di depan sebuah toko bunga.
Aku berjalan dengan cepat, dan tidak menghiraukan siapa pun, saat itu. Para perawat, dan tenaga medis kulalui tanpa sapaan hangat seperti biasanya. Air mata kian menderas di pipi. Matahari hampir tenggelam. Cahaya sang surya nampak semakin meredup, dan awan jingga mulai terlihat.Bangku taman yang terlihat usang itu, menjadi tempat melampiaskan kekecewaan. Kenapa harus Rion? Aku meratap, dan menenangkan diri dengan terus menyakinkan, bahwa bahagia akan segera datang. Takdir sepertinya memang kejam bagiku, yang mungkin tidak akan pernah mendapatkan keadilan.Kenangan masa lalu perlahan-lahan muncul, dan memeluk diri dalam nostalgia. Satu per satu orang yang menyayangiku telah pergi. Aku bahkan tidak bisa melindungi mereka. Kenapa Dewa Naga berkepala tujuh memberikan tugas, yang seakan hanya untuk menyengsarakanku?Aku masih ingat peristiwa berdarah yang merenggut segalanya. Di dalam hati yang paling dalam, kebencian itu semakin besar. Jika saja portal itu tidak terbuka, mungkin aku sud
Hamparan lautan berwarna biru gradiasi hijau itu, seakan memberikan vibes bahagia. Aku ikut menari di atas kapal pesiar mewah sebelas tingkat itu. Dua puluh penari wanita yang ada di depanku, menampilkan tarian khas Kota Riqueza.Aku sangat bangga, karena penduduk di sana, masih sangat mengedepankan unsur-unsur budaya. Sera dan Calvin yang memakai pakaian couple hari itu, menebar senyum ke setiap tamu. "Kejadian yang sama tapi dengan orang yang berbeda. Apakah kamu melihat ini Nona Alea?" Aku berkata dengan pelan, hingga hampir tak terdengar.Rata-rata orang yang menjadi wisatawan di sana, memiliki selera yang tinggi di bidang fashion style. Hal itu terbukti, ketika kami melakukan penyelidikan lebih lanjut di Riqueza. Terkadang, aku sering merasa tidak percaya diri dengan penampilan. Menurut undang-undang Kota Riqueza sendiri, cara berpakaian, dan sikap menjadi tolak ukur pertama yang menentukan kelayakan."Kita buka lembaran baru, dan lupain aja kenangan buruk yang terjadi kemarin.
Bug!Sera melayangkan tinjunya ke arah ikan raksasa itu. Ikan axolotl berukuran lapangan kasti itu terjatuh keras ke lantai. Tanah bergetar hebat seakan gempa sedang melanda Pulau Sacrificio.Aku mengatur napas yang terasa naik turun. Kemudian, menghampiri Sera yang masih mengepalkan tangan kanan di depan dada. "Makasih, Ra.""Cuma sekali tinju udah kepental aja tuh ikan. Teman kita yang satu ini memang bisa diandalkan." Calvin bertepuk tangan sambil menyengirkan giginya."Kalian terlalu berlebihan, Achilio, Calvin. Sebaiknya kita cepat, soalnya satuan keamanan keknya bakal ke sini bentar lagi." Sera berjalan ke arah ikan yang terlihat sekarat itu."Gue bakal ngeblok akses jalan masuk mereka dari sini." Calvin mengeluarkan ponsel dari saku kiri celananya. Untunglah, kemampuan hacker Calvin dapat diandalkan."Kami datang baik-baik, dan punya tujuan baik. Kenapa kamu malah menyerang kami?" Aku bertanya dengan tatapan tajam pada ikan besar itu. Di dalam jiwa, aku merasakan amarah yang mu
Meja kayu dan lima buah kursi itu terlihat sangat kuno. Ukiran-ukiran seperti pada zaman pemerintahan Alea, tertoreh di pinggiran meja itu. Ruangan itu hanya berisi tempat makan, dan lukisan anggota keluarga Kerajaan Middleside. Di sana terdapat pula lukisan wajah Alea, di tengah para pemimpin lainnya, yang terlihat sangat anggun dan memesona."Aku akan mulai bercerita sekarang. Jadi, jangan memotong pembicaraan sebelum aku mengizinkan!" Yuna memperingatkan kami.Wajah gadis itu tampak lebih menyeramkan ketika dia marah. Akhirnya, aku pun mengangguk; begitu juga dengan Sera dan Calvin.*Malam itu saat hujan petir melanda lautan, aku—Yuna, menemukan Alea terombang-ambing di dalam gulungan ombak. Tanpa pikir panjang, aku pun membawa sahabatku itu ke pinggir pantai. Luka bekas tusukan benda tajam di jantungnya, membuatku putus asa. Karena darah yang keluar sudah cukup banyak, dia mungkin tidak bisa diselamatkan lagi.Aku berusaha melawan takdir kematiannya, dengan terus mengalirkan keku
Aku mondar-mandir di depan pintu otomatis. Sesekali aku menjambak rambut dengan kesal. Air mata yang terus berjatuhan, mengiringi pikiran yang kalut. Bagaimana jika hal buruk terjadi pada Tuan Daniel—Ayah Calvin? Aku sangat panik."Achilio, Calvin memintamu untuk masuk ke dalam," ucap Sera dari pintu yang telah terbuka. Aku mengangguk, lalu kami pun memasuki ruangan mewah itu bersama.Saat masuk, aku melihat Calvin menangisi seorang pria tua, yang terbaring dengan mata terpejam di atas kasur. Kamar itu terdapat barang-barang berharga, yang tersusun rapi pada lemari kaca di dekat meja. Ruangan yang luasnya hampir menyaingi Kuil Axolotl itu, memiliki banyak pajangan miniatur robot.Di samping pria tua itu terdapat lampu berbentuk jamur payung. Cahayanya terang seperti gemerlap rembulan, pada saat malam tiba. Calvin terus menangis, dan aku benar-benar ketakutan. Lima orang bodyguard berpakaian formal mencoba menenangkannya. Namun, sahabatku itu seakan tidak ingin beranjak dari sana."Tu
Seorang pria yang berwajah tampan, berhidung mancung, dan berkulit putih tampak berdiri menghadang jalan kami. Di belakangnya, terdapat sekelompok geng motor, yang membawa ribuan bunga anyelir merah gradiasi ungu."Mereka harus diberikan pelajaran, karena nggak menaati aturan lalu lintas." Aku melepaskan sabuk pengaman, berniat untuk menegur komplotan geng motor itu."Jangan turun dari jet, Achilio! Ketua geng motor itu adalah saudaraku. Dia bukan musuh kita." Calvin mengunci pintu keluar melalui sistem di layar.Aku berdecak kesal sambil mengerucutkan bibir. "Terserah apa katamu, Vin!""Achilio!" Calvin tiba-tiba berteriak, sehingga membuatku tersentak kaget.Aku pun memasang kembali sabuk pengaman, agar tidak memperpanjang masalah. Terkadang, lebih baik mengalah, daripada terus-menerus menciptakan konflik baru."Kayaknya kita ambil jalan pintas aja deh, Vin. Mereka gak akan pergi kalo kita gak ngalah," ucap Sera menyarankan argumennya, pada pria blonde di sampingnya.Tidak lama sete
Aku tersenyum manis, terpesona pada keahlian memasaknya. "Bagaimana kalo kita jalan-jalan minggu depan?" tawarku pada wanita yang sibuk menghitung takaran gula, di depan sana."Tumben ngajak jalan." Eunoia–yang mengenakan daster merah muda, tampak sibuk menyiapkan secangkir kopi hangat untukku. Toples kopi terlihat berantakan karenanya. Ya, namanya juga baru belajar masak, makanya seperti itu. Aku cukup memaklumi kondisinya–latar belakang sebagai orang kaya membuatnya manja.Kami berada di dapur berukuran luas, berdesain ala-ala restoran mahal. Sepertinya arsitek yang kurental tidak lagi memikirkan desainnya. Mereka selalu membuat ruangan luas di rumahku, dan itu bukan yang pertama kalinya. Untunglah, aku hanya perlu membayar, dan menikmati hasilnya. Lagian, menasehati mereka hanya membuang tenaga."Kamu nggak sibuk, kan? Lagian, jalan-jalannya di hari Minggu kok. Apa iya, kamu nggak bisa juga?" Aku menghentikan suapan nasi ke mulut. "Refreshing dong sekali-sekali juga." "Iya, boleh
Sebuah meja makan yang di atasnya terdapat berbagai macam hidangan, tampak menggiurkan perut kosongku. Aku berdiri di antara orang-orang yang sibuk dengan santapannya. Memperhatikan mereka dengan tajam, sepertinya membuat Degree meningkatkan kewaspadaannya.Lampu kristal yang tergantung, di atas langit-langit ruangan interior klasik, terlihat begitu indah. Ada dua jenis kursi, yaitu sofa dengan bantalan empuk, dan kursi kayu berdesain batik. Lantai yang terbuat dari keramik mahal, membuat bibirku tak berhenti mengucapkan ketakjuban.Pandanganku berpindah ke sana kemari. Ya, ada seseorang yang ingin sekali kutemui. Sudah lama rasanya, semenjak peristiwa kehancuran alter ego. Rasa rindu ingin bertemu, dan bercengkerama memang ingin kulakukan, setelah lepas dari kesibukan menjadi seorang kepala negara.Masa jabatan yang baru setahun kujalani, dan masih terlalu cepat untuk lengser. Lagi pula, penduduk sudah memilih, dan mengembankan tugas penting itu padaku. Suatu amanah harus dilakukan,
Apa yang telah berlalu, dijadikan sebagai pelajaran berharga. Aku menghirup udara segar Kota Scramble. Seluruh penduduk telah dibuat amnesia tentang kejadian di masa lalu. Biarlah, apa yang menjadi rahasia dunia, tetap seperti itu.Aku melepaskan jas hitam formal. Kemudian, meletakkannya di dekat meja kerja. Dokumen yang telah menumpuk seperti gunung kecil, kubiarkan saja. Menjadi pekerja keras, dan pemimpin Negara Erreala sungguh berat.Secangkir teh hangat dengan daun pandan yang dibentuk segi empat, kuminum perlahan. Menyeruput segelas teh adalah ketenangan yang sangat kurindukan. Di balik kaca, para karyawan muda tampak berlalu-lalang. Beberapa di antaranya saling bertegur sapa. Menu sarapan di pagi hari itu adalah telur dadar buatan Eunoia. Makanan yang dia buat sudah mampu menyaingi chef ternama, tetapi tidak dengan Sera.Hidup dengan bayangan masa lalu tidak akan habisnya. Aku mencoba untuk menjalani semuanya, tanpa adanya Aoi lagi. Kebisingan di istana kepresidenan sudah menj
"ini demi kebaikan semua orang, dan untuk dunia yang akan kembali utuh. Tolong aku, Saudaraku! Aku berjanji akan memberikan peluang padamu." Aku berlari cepat ke arah Dewa Naga berkepala tujuh. "Tidak. Jangan lakukan hal sebodoh itu, Yang Mulia!"Pantulan bayangan hitam yang menyerupai Naga Neraka–dalam sejarah Sorcgard disebut alter ego negatif (kepribadian ganda bersifat jahat), mendekat, lalu melahap Dewa Ergonza. Aku gemetar, tetapi tetap melangkah maju.Pedang di tangan kanan, dan tameng pelindung di tangan kiri. Aku menendang cermin perjanjian itu dengan tendangan maut. Berharap akan menjadi lebih baik. Namun, malah sebaliknya. Ya, semuanya telah terlambat.Dinding kebaikan antara jiwa-jiwa orang hidup, dan mati tengah mengalami kehancuran. Semua catatan batas kematian berterbangan ke mana-mana. Bola-bola kristal kematian pecah. Kekacauan di ruangan tanpa atap itu membuat telingaku berdenging. Berisik sekali. Gendang telingaku rasanya ingin pecah. Di hadapan, Dewa Naga telah b
Sebuah kerajaan yang dibangun bertingkat-tingkat tampak berantakan. Semua pasukan Aksa–para ksatria titisan anak Dewa, berkumpul memadati api pengorbanan. Kejadian serupa pernah terjadi juga di masa lalu. Entah apa yang membuat mereka se-naif itu.Aku memerintahkan Nona Filia, untuk mendaratkan pesawat lima belas meter dari pusat istana. Mengingat kegentingan tengah terjadi, aku membagi tim menjadi dua kelompok.Satu kelompok terbagi menjadi lima anggota, kecuali tim dua. Ya, Harvey tidak mungkin berpisah denganku. Mereka–anggota Tim D yang lainnya, takut Harvey malah berkhianat di tengah jalan. Oleh karena itulah, aku selaku kapten memutuskan sendiri pembagian tim.Benteng besar dengan tumpukan bebatuan dari permata, menjulang tinggi bak gunung terbesar di Scramble–Gunung Zu. Pintu gerbang yang telah terbuka, memungkinkan kami masuk, tanpa harus memecahkan sandi.Peradaban kuno masih terikat dengan dinding-dinding Kerajaan Aksa. Tiga patung besar di masa Azo telah dihancurkan. Dulu,
"Ya, bisa dibilang, aku dapat berubah wujud menjadi apa saja, dan menyamarkan identitasku sebagai Dewi Phoenix."Kalimat itu memenuhi alam pikiranku. Setelah Degree memberitahukan segalanya padaku, barulah kesadaran mencintai dengan tulus itu timbul. Penyesalan memang selalu di akhir, itulah yang mereka katakan padaku.Dia yang sudah pergi meninggalkan, mungkinkah 'kan kembali? Dewi Phoenix ingin mewujudkan dunia yang adil, dan penuh dengan kebahagiaan. Namun, akulah yang menghanguskan segala asanya itu.Abu yang sudah tertiup angin, melayang entah ke mana. Aku kehilangan belahan jiwa, yang selama ini tidak pernah mengecap kata, "dihargai". Mencintainya adalah keterlambatan yang paling disesalkan.Kusandarkan kepala ke sebuah dinding beton–penghalang antara daratan dan lautan, yang ada di dekat tempat terakhir kepergiannya. Aku lelah menghadapi segala hal, yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Kewajiban yang telah kuambil, terucap sumpah, hingga jiwa menjadi saksinya, berat. Kejadia
Perjuanganku selama ini tidak ada gunanya lagi. Aku menghancurkan semua benda yang ada di sekitar sana. Kemarahanku sudah tak bisa ditampung. Dalam satu kali semburan api, aku membakar seluruh sisi lapangan.Harvey mencoba menghentikan, tetapi kekuatanku jauh lebih besar. Hanya menggunakan satu persen magis, anak Dewa Naga itu tak kuasa menahannya. Portal pelindung tingkat tinggi yang dia bangun, kuhancurkan dengan satu kali pukulan.Magis sempurnaku telah bangkit kembali. Kekuatan keseimbangan alam yang bercampur, dengan kristal phoenix telah menguasai seluruh universe. Jentikan jariku bisa mengalahkan siapa pun. Aku tidak takut tewas, karena keabadian telah menjadi milik.Kehancuran akibat magis tingkat tinggiku, menghantarkan Tim Treize ke lokasi. Aku menerbangkan diri menggunakan sayap guardian. Kemudian, memasang garis pembatas, agar mereka tidak terlibat.Degree bersama Bibi Naya mencoba untuk menghancurkan dinding tebal itu. Namun, tentu saja tidak akan bisa. Kekuatan rendahan
Kristal phoenix berhasil ditemukan. Nenek itu sangat baik hati, karena menyerahkan benda itu padaku. Aku bersama dengan Calvin berhasil mempersingkat kultivasi sempurna, hanya dalam dua hari. Kemajuan yang sangat luar biasa, bukan?Keberangkatan kami menuju Kota Linear membutuhkan waktu sekitar lima jam. Perjalanan termakan lama, lantaran macet di ibu kota. Setelah diceramahi oleh Calvin, aku kembali sadar tentang satu hal, yaitu bukan tentang bagaimana menjadi seorang guardian sejati, tetapi proses perjuangan selama ini.Aku membuka layar ponsel. Pesan di SC tampak menumpuk. Ada sekitar lima ribu chat dari gabungan grub, dan chatting personal. Tidak. Bukan itu yang kucari. Beberapa hari sebelumnya, sebuah nomor yang tidak dikenal memberikanku pesan bertuliskan,"Temui aku sendirian, Azo. Mari selesaikan ini tanpa menggunakan kekuatan sedikit pun. Aku berjanji tidak akan bertarung dengan curang. Kali ini, jika aku menang, maka kau harus bersumpah untuk membunuh dirimu sendiri. Tapi ji
Sudah tiga hari aku gelisah. Tubuhku panas dingin. Kepalaku ingin pecah dari tempurung tengkorak. Sebuah pedang yang menancap di atas televisi, tidak bisa ditarik. Berat."Sebenarnya, apa sih, isi kotak kayu itu? Kok pedangku nggak bisa menembusnya, ya?" gumamku seorang diri, sambil memutari televisi yang sudah gosong itu. Di malam sebelum kejadian itu, aku sibuk menonton acara kesayangan—film romantis. Film yang berjudul, "Onze hope for your enemy", karya sutradara terkenal di Linear, memang patut diberi rate seribu dari per sepuluh. Film yang bercerita tentang kehidupan asmara Ceyda–seorang gadis remaja broken home, menuai banyak respon positif dari fansnya. Pertemuan Ceyda dengan seorang pria dingin–Atan, adalah kisah paling unik sepanjang sejarah. Tisuku habis hanya untuk menyeka air mata yang jatuh, ketika menyaksikan film itu di layar televisi.Dua jam setelahnya, aku memutuskan untuk tidur. Lamaran pekerjaanku menjadi asisten lab telah disetujui Tuan Clay—kepala laboratorium