Pagi ini Jelita terbangun dari tidurnya dalam kondisi fisik dan mental yang seakan telah habis terkuras. Rasanya hari ini ia masih ingin sekali bergelung santai di atas kasurnya yang nyaman. Pasti asyik sekali bermalas-malasan sambil memeluk dan menghirup aroma tubuh kedua anaknya yang wangi, namun mau tak mau ia harus bekerja setelah tiga hari dinas ke luar kota. Sambil menguap lebar, Jelita pun bangkit dari tempat tidur dan menyeret langkah malasnya menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh.Ia mengerang kesal saat membuka night gown putih berenda dan menemukan belasan kiss mark memenuhi dada, perut dan punggungnya. 'Ah, sialan! Kenapa masih saja terlihat?'Semalam ketika mereka sedang berada di penthouse--saat Aireen dan Axel berkeliling dan asik berkejar-kejaran dengan Dara--tiba-tiba saja Jelita merasa tangannya ditarik dan dibawa ke sebuah ruangan yang sepertinya sebuah master bedroom. Dexter menutup pintu itu dan mendorong tubuh Jelita hingga punggungnya menabrak pintu ya
Untuk beberapa saat, Jelita hanya terdiam dan membelalakkan matanya karena kaget. "K-kamu... tahu darimana?" Ah, apa yang Jelita pikirkan? Tak masalah Dexter tahu dari mana, yang jadi masalah adalah ucapannya yang arogan itu, yang mau menghancurkan hidup seseorang semaunya! Wajah Jelita yang tadinya sedikit pias karena terkejut pun perlahan berubah kembali menjadi datar. "Jangan gila, Dexter! Kamu bukan Tuhan yang bisa seenaknya mengubah kehidupan seseorang!" Kecamnya muak.Sudut bibir pink pucat milik Dexter perlahan naik menyeringai, diikuti dengan kedua bahu bidangnya yang mengedik malas. "Aku mungkin bukan Tuhan, tapi kalau hanya sekedar menghancurkan karir seorang pengacara seperti Jason Pierce itu sangat mudah, Jelita. Percayalah," tukasnya santai namun kesan tajam terpancar kuat dari dalamnya. "Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari karena kekeraskepalaanmu itu, Jason akan kehilangan profesi pengacaranya."Jelita mendesah lelah. Berdebat dengan Dexter hanya akan m
Heaven kembali mendehem. "Dexter, apa kamu sudah memikirkan konsep untuk charity gala night minggu depan?" Wanita itu pun mulai mengutarakan niatnya untuk malam penggalangan dana yang setiap tahun selalu diadakan oleh Alpha Green Company."Soal itu sudah kuserahkan ke tim terkait, Mom. Mungkin proposal acaranya baru kuterima besok. Ada apa memangnya?"Heaven melirik Dionne yang dari tadi diam saja. "Sayang, ayo bicarakanlah pada Dexter mengenai idemu tadi," ucap Heaven sambil menyentuh lembut lengan Dionne."Ide?" Dexter menatap Dionne penuh rasa ingin tahu. "Ide apa?"Dionne tersenyum, merasa senang karena akhirnya Dexter fokus menatanya. "Aku bermaksud untuk mendirikan rumah singgah untuk anak-anak putus sekolah di pedalaman Papua. Dan karena Alpha Green akan mengadakan charity night gala, apakah Urban Dictionary bisa ikut berpartisipasi juga di acara itu?" Urban Dictionary adalah label pakaian milik Dionne yang merupakan desainer kenamaan.Wow. Meskipun Jelita sama sekali tidak d
Tak berapa lama kemudian, Heaven dan Dionne pun pamit untuk pulang. Heaven mau menyiapkan malam untuk suaminya, sementara Dionne mau memenuhi janji temu dengan kliennya. Setelah basa-basi dan mengantarkan kedua wanita itu sampai ke basement gedung, Dexter pun segera meraih ponselnya untuk menghubungi Jelita yang dari tadi tidak kembali setelah ijin untuk menerima telepon. "Kamu di mana? Kenapa tidak kembali lagi?" Ketus Dexter kesal tanpa basa-basi saat sambungan teleponnya itu diangkat oleh Jelita. "Oh? Maaf... Papa Dirga tadi meneleponku dan meminta jemput di bandara. Pesawat beliau baru saja mendarat dari Jogja," sahut Jelita santai. "Tadi aku terburu-buru karena tidak mau beliau terlalu lama menunggu di bandara. Lagipula, rasanya tidak ada hal lain yang perlu dibicarakan lagi, kan?"Dexter memejamkan mata, lalu dengan geram memukul dinding di sampingnya. "Dengar ya, Jelita! Aku akan memberikan toleransi satu kali untukmu dan Jason berkencan. Ingat, hanya satu kali! Itu pun de
Sherla tersenyum lebar saat Nero memberinya pesan.[Mr. Green sangat puas dengan hasil kerjamu, La. Bersiaplah menerima bonus yang besar. Jangan lupa traktir]Cih. Padahal kemarin sepupunya itu sempat merasa kesal dan keberatan karena Sherla mengutarakan improvisasi nakal untuk mengerjai Jason, eh... giiran sekarang malah minta ditraktir! Tak berapa lama kemudian kembali terdengar denting pesan yang berisi penambahan saldo rekening Sherla dengan jumlah yang sangat fantastis. Wanita itu pun tertawa gembira sambil mengecup ponselnya. Sangat menyenangkan bekerja dengan Yang Mulia Tuan Dexter Green! CEO itu benar-benar tidak pernah perhitungan saat memberi bonus, apalagi pekerjaan kali ini juga sangat dinikmati oleh Sherla.Uuuhh... badannya masih terasa meremang mengingat percintaan panasnya dengan Jason semalam. Sex drop yang diberikannya di gelas minum untuk Jason membuat lelaki itu menggila, dan tidak berhenti bertukar peluh selama beberapa jam yang menggairahkan. Jason sangat be
Bab 21+***"Jadi sebenarnya pertemuan penting untuk membahas klausul Cakrabuana itu adalah akal-akalanmu, ya?" Tanya Jelita dengan tertawa hambar, lalu menghempaskan tubuhnya di atas karpet berbulu putih di sebelah Dexter."Wow. Siapa yang akan menyangka seorang Dexter Green rela menipu hanya demi untuk berkencan dengan seorang wanita?" ledek Jelita, sambil menerima segelas minuman berwarna emas yang disodorkan Dexter."Ini adalah hadiah untukmu, cherry pie. Karena sudah menjadi gadis baik-baik yang sudah beberapa hari ini menghindari minuman keras serta menggoda laki-laki," tukas Dexter sambil menjulurkan tangan untuk mengelus bibir Jelita dengan ibu jarinya. "Maaf soal kemarin. Kamu pasti kesal karena tidak diperdulikan, bukan?" Ucapnya lembut, mengacu pada saat Heaven dan Dionne datang menginterupsi pertemuannya dengan Jelita."It's okay. Aku mengerti bagaimana perasaan Dionne dan juga Heaven. Justru aku sangat-sangat bersyukur karena tidak ditampar dan dijambak oleh calon istrim
"Jangan menatapnya!" Bentak Dexter kepada Nero, yang tanpa sengaja melirik sekilas pada Jelita yang tertidur pulas di atas karpet berbulu putih. Pundak putihnya yang telah dipenuhi kiss mark sedikit mengintip menggoda, karena selimut hitam itu tak menutupi tubuh bagian atasnya dengan sempurna.Nero pun cepat-cepat menundukkan pandangannya. "Maafkan saya, Mr. Green."Dexter hanya diam menatap tajam Nero sambil mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Namun sejurus kemudian ia pun membuka suara."Sekali lagi kau memandangi wanitaku seperti tadi, aku benar-benar akan menghajarmu, Nero.""Saya tidak akan pernah berani melakukannya lagi, Mr. Green," sahut Nero sambil tetap menunduk.Dexter mengangguk perlahan, lalu mengalihkan tatapannya pada beberapa dokumen yang harus ia tanda tangani. Beberapa menit yang lalu Nero menelepon untuk meminta ijin menemuinya dengan membawa dokumen penting yang membutuhkan persetujuan serta tanda tangan CEO, maka Dexter pun menyuruh ajudannya itu untuk menemuinya
Dexter melempar kasar seluruh benda yang ada di atas meja kerjanya, membuat kertas-kertas, bolpoint, bahkan komputer jatuh berhamburan di lantai. Ia benar-benar murka."APA UCAPANKU KEMARIN BELUM JELAS, NERO?!" Bentak Dexter dengan napasnya yang tersengal dan memburu. Nero hanya bisa menunduk dalam. "Maafkan saya, Mr. Green," hanya itu yang bisa ia ucapkan. Kesalahannya kali ini memang cukup fatal. Dexter sudah memerintahkannya untuk menjauhkan Jason agar tidak menyentuh Jelita, namun Nero malah kecolongan. Ia sudah mengawasi Jelita, dan hendak bertindak saat melihat Jason yang mulai mendekati wajah wanita itu di dalam mobilnya. Namun tiba-tiba saja seorang mata-mata dari pihak Heaven yang bernama Rico menghadang langkahnya, sehingga membuat Nero tidak berkutik. Tidak mungkin ia sengaja mengganggu kemesraan Jelita dan Jason di depan Rico, karena itu akan membuat kecurigaan Heaven jika ia sampai tahu.Ibunda Dexter itu akan semakin yakin bahwa anaknya masih memiliki perasaan kep
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf