Bab 21+***"Jadi sebenarnya pertemuan penting untuk membahas klausul Cakrabuana itu adalah akal-akalanmu, ya?" Tanya Jelita dengan tertawa hambar, lalu menghempaskan tubuhnya di atas karpet berbulu putih di sebelah Dexter."Wow. Siapa yang akan menyangka seorang Dexter Green rela menipu hanya demi untuk berkencan dengan seorang wanita?" ledek Jelita, sambil menerima segelas minuman berwarna emas yang disodorkan Dexter."Ini adalah hadiah untukmu, cherry pie. Karena sudah menjadi gadis baik-baik yang sudah beberapa hari ini menghindari minuman keras serta menggoda laki-laki," tukas Dexter sambil menjulurkan tangan untuk mengelus bibir Jelita dengan ibu jarinya. "Maaf soal kemarin. Kamu pasti kesal karena tidak diperdulikan, bukan?" Ucapnya lembut, mengacu pada saat Heaven dan Dionne datang menginterupsi pertemuannya dengan Jelita."It's okay. Aku mengerti bagaimana perasaan Dionne dan juga Heaven. Justru aku sangat-sangat bersyukur karena tidak ditampar dan dijambak oleh calon istrim
"Jangan menatapnya!" Bentak Dexter kepada Nero, yang tanpa sengaja melirik sekilas pada Jelita yang tertidur pulas di atas karpet berbulu putih. Pundak putihnya yang telah dipenuhi kiss mark sedikit mengintip menggoda, karena selimut hitam itu tak menutupi tubuh bagian atasnya dengan sempurna.Nero pun cepat-cepat menundukkan pandangannya. "Maafkan saya, Mr. Green."Dexter hanya diam menatap tajam Nero sambil mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Namun sejurus kemudian ia pun membuka suara."Sekali lagi kau memandangi wanitaku seperti tadi, aku benar-benar akan menghajarmu, Nero.""Saya tidak akan pernah berani melakukannya lagi, Mr. Green," sahut Nero sambil tetap menunduk.Dexter mengangguk perlahan, lalu mengalihkan tatapannya pada beberapa dokumen yang harus ia tanda tangani. Beberapa menit yang lalu Nero menelepon untuk meminta ijin menemuinya dengan membawa dokumen penting yang membutuhkan persetujuan serta tanda tangan CEO, maka Dexter pun menyuruh ajudannya itu untuk menemuinya
Dexter melempar kasar seluruh benda yang ada di atas meja kerjanya, membuat kertas-kertas, bolpoint, bahkan komputer jatuh berhamburan di lantai. Ia benar-benar murka."APA UCAPANKU KEMARIN BELUM JELAS, NERO?!" Bentak Dexter dengan napasnya yang tersengal dan memburu. Nero hanya bisa menunduk dalam. "Maafkan saya, Mr. Green," hanya itu yang bisa ia ucapkan. Kesalahannya kali ini memang cukup fatal. Dexter sudah memerintahkannya untuk menjauhkan Jason agar tidak menyentuh Jelita, namun Nero malah kecolongan. Ia sudah mengawasi Jelita, dan hendak bertindak saat melihat Jason yang mulai mendekati wajah wanita itu di dalam mobilnya. Namun tiba-tiba saja seorang mata-mata dari pihak Heaven yang bernama Rico menghadang langkahnya, sehingga membuat Nero tidak berkutik. Tidak mungkin ia sengaja mengganggu kemesraan Jelita dan Jason di depan Rico, karena itu akan membuat kecurigaan Heaven jika ia sampai tahu.Ibunda Dexter itu akan semakin yakin bahwa anaknya masih memiliki perasaan kep
"JELITA??" Sherla ikut menoleh pada arah pandang Jason yang terpaku pada satu titik. Dan titik itu ternyata seorang wanita yang berdiri tak jauh dari mereka berdua. Wanita dengan rambut hitam lurus panjang yang dikuncir satu di atas kepala, membiarkan helai-helai halus jatuh dengan lembut membingkai wajahnya yang luar biasa menawan.'Oh, rupanya dia yang sudah membuat big boss Yang Mulia Mr. Dexter Green marah besar,' batin Sherla sambil tersenyum kecil. 'Pantas saja Mr. Green sampai tergila-gila. Wanita ini memang sangat cantik.'"Siapa dia, Jason?" Tanya Sherla berpura-pura dengan mata besarnya yang polos menatap Jelita, sambil menggamit mesra lengan kekar Jason."Sherla, lepas." Jason menepis tangan Sherla dengan wajah dingin. "Maaf, tapi aku sudah ada janji. Pergilah." Jason tidak bermaksud kasar, namun sejujurnya ia mencurigai Sherla. Nalurinya sebagai pengacara mendeteksi bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh wanita ini, dan sepertinya ia sama sekali tidak sepolos yang t
Jason terpaku menatap sebuah bolpoint hitam menancap di pintu di depannya--yang hanya sedikit lagi akan menggores lehernya. Seketika tubuhnya pun membeku, dengan satu tangannya yang berada di pegangan pintu.Jason membalikkan badannya dan menatap Dexter dengan nyalang, hanya untuk menemukan pria itu yang sedang menyeringai padanya."Maaf, barusan tanganku licin," ucap Dexter sinis, tanpa terbersit sedikit pun penyesalan pada raut wajahnya."Apa Anda berniat untuk membunuhku, Mr. Green?" Desis Jason berang sambil memicingkan mata. Kedua tangannya telah terkepal menahan geram. Berani sekali orang ini melakukan hal itu!Dexter pun mengeluarkan tawa sumbang. "MEMBUNUHMU? Jika aku berniat membunuhmu, maka bolpoint itu tidak akan pernah meleset, Jason. Percayalah," tukasnya dengan senyum tipis. "Di Aussie aku adalah pelempar kunai yang cukup diandalkan dalam klub ninja."**Kunai : sejenis pisau berwarna hitam dengan ujung runcing dan ekor seperti cincin, biasa digunakan sebagai senjata bagi
'JELITA?! Apa ya g ia lakukan di atas panggung sana?!'Dexter yang duduk di spot kursi VIP hanya bisa mencengkram erat sandaran tangan hingga buku jarinya pun memutih, ketika baru menyadari bahwa Jelita merupakan salah satu dari teman kencan yang akan dilelang malam ini! Damned it!Dia benar-benar murka melihat wanitanya yang sedang berada di atas panggung, tersenyum dan berdansa dengan Jason dan juga Samuel, sambil memamerkan lekuk tubuhnya yang seksi menggiurkan. Bahkan gerakan dansa Jelita pun begitu sensual, membuat mata para lelaki terpana menatap sosoknya.Tidak, ini tidak bisa dibiarkan!Pria itu pun buru-buru meraih ponselnya lalu mengetikkan sesuatu di sana."Bukankah ini hebat? Charity Night Gala tahun ini sepertinya jauh lebih meriah dibandingkan tahun lalu!" Seru gembira sebuah suara yang sangat akrab di telinganya. Itu adalah suara Heaven yang sedang berbincang dengan Dionne. William Green, Heaven Green, Dionne Graham dan Dexter Green saat ini memang berada dalam satu
Saat pelelangan untuk Jelita dimulai, suasananya pun seketika menjadi chaos. Harga awal yang ditawarkan adalah 500 USD, namun seseorang yang mengajukan penawaran selanjutnya malah langsung ke angka 2000 USD, lalu 50.000, 100.000 dan makin terus naik dengan loncatan angka yang begitu signifikan. Bahkan sang MC pun terlihat bingung dengan begitu banyaknya penawaran yang mengajukan harga baru terlalu jauh dari harga sebelumnya, hingga hanya dalam kurun waktu dua menit, harga untuk kencan makan malam dengan Jelita telah menjadi 300.000 dollar!Dexter tidak bisa menerimanya. Ini terlalu berlebihan untuk emosinya yang sudah mau meledak sejak melihat Jelita yang berdiri di atas panggung dan berada di barisan teman kencan yang akan dilelang.Tidak. Tidak seperti ini proposal charity night gala yang dia setujui sebelumnya, karena tidak ada nama Jelita Kanaya di sana!Dexter hanya bisa diam terpaku saat melihat para lelaki yang mengajukan penawaran harga untuk Jelita, mengamati betapa bernafsu
Murka.Itulah yang dirasakan oleh Jason Pierce saat melihat kekasihnya dibawa oleh pria brengsek itu. Kedua tangannya mengepal kuat, begitu siap untuk segera dihantamkan ke wajah Dexter Green, jika saja ia tipe orang yang impulsif.Namun Jason berusaha sekuat tenaganya untuk menahan diri, karena ia tidak ingin memancing keributan. Meskipun begitu, ia sudah merasa diambang batas kesabaran. Kali ini, ia akan bertindak. Jason tidak akan membiarkan Dexter Green mendominasi Jelita seenaknya seperti ini lagi. Ia akan menyudahi kerjasama firma hukumnya dengan Alpha Green, dan memutus mata rantai hubungan antara Dexter dan Jelita.Ya, Jason bisa melihat ada sesuatu yang terasa janggal di antara mereka berdua. Entah apa hubungan kekasihnya itu dengan Dexter Green, yang pasti Jason tidak bisa mengabaikan sorot yang terpancar dari tatapan mereka berdua barusan.Apalagi tadi pagi, Dexter berniat ingin mencelakainya dengan sengaja melemparkan bolpoin ke arahnya, meskipun meleset. Ugh!!Jason be
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf