Bab 21+
***Axel dan Aireen sedang duduk di atas pasir lembut keemasan. Mereka berteduh di bawah payung besar yang dibawa oleh Dara sambil sibuk menikmati es krim.Sementara Dexter dan Jelita memutuskan untuk jalan-jalan santai di sepanjang garis pantai sambil mengobrol. Namun kenyataannya, sudah beberapa menit berjalan dan tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka.Hanya debur ombak dan desau angin semilir yang terdengar, namun Jelita justru sangat menikmati keheningan ini. Suara alam yang hadir menemani mereka membuat batinnya terasa damai.Dexter mendehem pelan dan melirik Jelita yang terlihat masih asyik dengan lamunannya. Wajah cantiknya terus menunduk, seakan menekuri pasir coklat keemasan yang membuat kaki tanpa alas itu sedikit terbenam.Senyum Dexter terkembang perlahan saat ia meraih tangan Jelita dan menggenggamnya erat. Sejenak wanita itu terlihat kaget, namun detik selanjutnya ia hanya menatap Dexter sambi"Kenapa dengan mataku?"Sudah satu jam Dionne tidak dapat fokus mengerjakan sketsa desainnya, padahal ia harus menyelesaikan belasan desain untuk fashion show tunggal label butiknya Urban Dictionary di Singapore enam bulan lagi. Dan enam bulan bukanlah waktu yang lama, karena Dionne Graham adalah seorang desainer yang terkenal sangat perfeksionis, untuk satu desain saja bisa menghabiskan waktu satu bulan agar benar-benar bisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginannya. Aneh sekali. Saat ia sedang konsentrasi dan fokus menggambar desain, tiba-tiba saja pandangannya mendadak buram dan tidak jelas. Berulangkali ia mengucek-ucek matanya, namun masih saja buram. 'Apa karena aku kelelahan? Tidak juga... aku tidak merasa lelah ataupun pusing. Mungkin sepertinya aku harus ke dokter mata untuk memeriksakannya.'Dionne akhirnya memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya menggambar sketsa dan segera meraih ponselnya. Ia bermaksud me
Malam harinya, Dexter mengajak Jelita bersenang-senang ke private night club di Nusa Penida. Karena jarak yang lumayan jika ditempuh dari Nusa Lembongan, maka Dexter kembali menggunakan helikopter menuju ke sana.Jelita terkekeh pelan melihat tempat yang mereka tuju saat ini. Dexter tahu sekali tempat favoritnya! Minuman keras yang berjejer dan suasana yang eksklusif serta penerangan yang syahdu membuat Jelita gembira. Dia sangat menyukai night club atau bar atau semua tempat untuk bersenang-senang yang menyediakan minuman keras."Thanks, Sayang! Kamu tahu aja kalau aku ingin bersenang-senang di club!" bisik Jelita pelan sambil mengecup rahang tegas Dexter, yang dipenuhi titik-titik cambang yang semakin membuatnya terlihat maskulin.Dexter melingkarkan lengannya di pinggang ramping untuk menahan tubuh Jelita yang hendak menjauh. "Hei, kurasa paling tidak aku berhak mendapatkan french kiss for this, right?" ucapnya, dan lelaki
Dexter terdiam sesaat karena terkejut mendengar hal yang diluar dugaannya. "Apa maksudmu, Mom? Dionne tidak bisa melihat? Tidak mungkin. Terakhir kali aku bertemu dengannya, dia baik-baik saja!"Heaven berdecih. "Terakhir kali bertemu?" tawa pelan namun sumbang keluar dari mulut Heaven. "Kapankah itu tepatnya, Dexter? Apa kemarin? Atau dua hari yang lalu? Atau... ah ya... kalian bertemu satu bulan yang lalu bukan? Waktu aku mengundang kalian untuk makan malam di rumah?" Dexter menghela napas mendengar sindiran yang berkali-kali ditujukan kepadanya, yang menyiratkan bahwa Dexter tidak menemui Dionne bila tidak ada perlunya. Dan itu memang benar sekali."Mom, tolong jangan seperti ini. Kalian tahu bagaimana perasaanku yang sesungguhnya. Aku hanya mencintai Jelita, Mom." Dexter berusaha memberikan pengertian kepada Heaven."Tapi kamu sudah berjanji untuk menikahi Dionne!" sergah Heaven. "Demi Tuhan, Dexter! Dia adalah ibu dari an
"Nero? Selidiki semua hal tentang Hardika Corp. terutama soal pajak, aku dengar mereka suka mempermainkan jumlahnya," perintah Dexter melalui telepon. "Kirimkan semua hasil penyelidikanmu besok pagi," tambahnya lagi sebelum mengakhiri sambungan teleponnya.Dengusan geram terlontar keluar dari mulutnya, sembari melemparkan ponsel itu sembarangan ke atas nakas di samping ranjang. Padahal sebelumnya ia menahan diri untuk tidak menghajar dua lelaki itu karena menggoda wanitanya, tapi apa yang sudah mereka perbuat sudah diluar batas!Dexter tidak menyangka Yessa dan Banu berani mendekati Jelita, padahal bartender sudah memperingatkan mereka bahwa wanita itu adalah pasangannya, dan malah memberikan sex drop di dalam minuman Jelita. Brengsek! Dia bahkan tidak menghargai seorang Green. Kali ini Hardika Corp. akan dia hancurkan! Dexter menolehkan kepalanya ke samping ranjang, menatap seraut sosok sempurna yang sedang terlelap dalam mimpi indahn
Mereka akhirnya pulang ke Nusa Lembongan dari Nusa Penida pukul dua dini hari dengan menggunakan helikopter, seperti pada saat datang. Tubuh Jelita benar-benar remuk karena tak tahan dengan siksaan cinta yang bertubi-tubi dari Dexter, sehingga tanpa sadar ia pun keluar dari kamar hotel dan masuk ke dalam helikopter dalam keadaan tertidur di dalam gendongan Dexter. Erga, sang pilot yang menerbangkan helikopter mereka malam ini, hanya bisa tersenyum simpul melihat bosnya membopong seorang wanita cantik yang sedang tertidur pulas seperti Sleeping Beauty.Dengan hati-hati, Dexter mendudukkan Jelita di kursi dan memasangkan seat beltnya, membuat wanita itu pun seketika terbangun. "Kita dimana?" tanya Jelita dengan mata sayu karena masih sangat mengantuk. Dexter tersenyum dan mengecup pelan bibir penuhnya. "Kita mau pulang ke villa, Sayang. Tidurlah. Nanti biar kamu kugendong ke kamar kita." Jelita ingin protes saat Dexter mengata
Jelita dan anak-anaknya turun dari lantai dua sambil bercanda dan tertawa riang. Mereka hendak sarapan bersama di ruang makan di lantai bawah. "Om Dexter!" sapa riang Aireen dan Axel, girang melihat Dexter yang sudah lebih dulu duduk di meja makan. Seraut wajah tampan itu tersenyum sangat manis kepada anak-anaknya, membuat Jelita tidak suka. Apalagi saat Axel dan Aireen berebut untuk duduk di pangkuan lelaki itu, yang akhirnya membuat Dexter sama-sama mendudukkan keduanya di pahanya agar mereka tidak bertengkar."Aireen dipangku sama mama saja sini, kasian Om Dexter jadi berat," ucap Jelita saat melihat Dexter yang kerepotan memangku dua anak."Nggak berat, kok," sanggah Dexter. "Malah kalian ini rasanya terlalu ringan. Jadi mulai sekarang sarapannya harus dihabiskan ya? Makan yang banyak dan nggak boleh ada yang tersisa!" titah Dexter saat koki menghidangkan dua piring penuh berisi telur goreng, sosis jumbo, dan dua tangkup roti bakar
Dari mulai bab ini, Dexter akan berubah menjadi monster gaess... kuatkan hati ya***"Apa bedanya diriku dengan wanita simpanan? Kamu menyimpanku untuk melampiaskan nafsumu dan menutup keberadaan diriku dari keluargamu. Lalu apa bedanya, Dexter?""Tentu saja berbeda! Bedanya adalah, aku akan mencari segala cara untuk menjadikan kalian bagian dari hidupku, dan diriku sebagai bagian dari kalian!"***"Aku mau pulang sekarang," putus Jelita akhirnya, setelah ia dan Dexter saling beradu tatap beberapa lama. "Dan aku akan menggunakan pesawat komersil biasa, jadi kamu tidak usah repot lagi." Saat Jelita membalikkan badan hendak melangkah menuju kamar, Dexter tiba-tiba mencengkram lengannya dan menghentikan langkahnya. "Apa belum jelas ucapanku tadi? Kalian tidak akan kemana-mana. Dan jika nanti saatnya kalian akan pulang, hanya akan menggunakan private jet milikku bukan pesawat komersil biasa!" tegas Dexter."Kenapa? Apa
Berjuta makian dan doa terburuk pun dialamatkan Jelita untuk Dexter Green, dengan harapan paling tidak salah satu dari doa itu akan terwujud. Kalau perlu semuanya, biar tahu rasa si Dexter! Jelita berteriak kesal saat tidak menemukan satu pun baju yang bisa ia kenakan untuk menutupi tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Kamar yang memang tidak terlalu luas itu benar-benar tidak memiliki lemari. Hanya ada tempat tidur, sofa besar berwarna merah, tiang striptease dan cermin besar yang menempel di dinding.Sementara baju yang ia kenakan tadi telah habis dirobek oleh makhluk tampan namun sangat mengerikan bernama Dexter Green itu. Jelita menghentakkan kakinya yang dirantai ke ranjang dengan kokoh. Ia bahkan tidak bisa mencapai pintu keluar dengan rantai ini! Seakan sudah diukur dengan begitu cermat, rantai di kakinya itu hanya bisa mencapai kamar mandi dan tiang striptease. Baiklah, kalau begitu terpaksa Jelita
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf