Jelita buru-buru pamit dari kediaman William Green sebelum hari semakin gelap.
Ia pun terpaksa menolak tawaran Heaven untuk makan malam bersama di rumahnya, karena rindu dan ingin cepat bertemu anak-anaknya setelah malam kemarin sama sekali tidak pulang ke rumah.Baru saja Jelita mengemudikan mobilnya keluar dari kompleks perumahan kalangan atas itu menuju ke jalan raya, tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah memotong jalan dan menghadang di depannya.Jelita segera menginjak rem dengan mendadak sambil mengumpat kesal.Tadinya ia bermaksud untuk keluar dari mobilnya untuk melabrak si sedan Maserati yang dengan kurang ajar telah memblokir jalannya, namun gerakannya sontak terhenti ketika melihat sesosok lelaki berpostur tinggi atletis yang keluar dari pintu penumpang.Cih. Ternyata dia!Ia menatap Dexter yang sedang berjalan dengan langkah pasti menuju ke arah mobilnya.Sepertinya lelaki itu sengaja meninggalkan jasnyaJelita memutar kedua matanya dan berdecak malas mendengar penjelasan Dexter barusan yang terdengar tidak masuk akal baginya. "Kamu pasti berbohong, kan? Dexter, aku benar-benar kecewa padamu!" lugasnya dengan mata memicing penuh kesal."Aku berkata yang sejujurnya. Silahkan tanyakan pada Dionne jika kamu tidak percaya," timpal Dexter sambil melirik Jelita sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya. Jelita mendengus gusar, namun mau tak mau ia pun memikirkan kemungkinan itu. Benarkah janin dalam kandungan Dionne bukan anak dari Dexter? Lalu anak siapa? Tapi bukankah menurut Heaven mereka berdua berpacaran selama di Australia?"Kami berdua sepakat untuk menganut open relationship," tukas Dexter tiba-tiba, membuat lamunan Jelita pun seketika buyar dan melongo karena kaget.WHAT THE~~Fokus Jelita sekarang benar-benar hanya tertuju ke wajah Dexter, mencari tahu apakah lelaki ini benar-benar serius atau cuma be
"Aku mau cuti."Dexter mengerutkan keningnya sambil menatap Jelita bingung. "Cuti?" ulangnya. "Bukankah soal itu seharusnya kamu tanyakan kepada Jason selaku atasan langsung?" Jelita berdecih sambil memalingkan wajahnya ke samping. "Jason akan mengijinkan jika kamu juga mengijinkan," sahut Jelita sambil cemberut.Ia tahu pria bule atasannya itu sebenarnya keberatan Jelita cuti di saat pekerjaan sedang begitu banyaknya. Namun sekaligus juga tak tega menolak karena beberapa minggu belakangan ini pekerjaan memang begitu berat. Maka Jason pun sengaja melemparkan permintaan Jelita itu kepada Dexter, mungkin ia berharap CEO Alpha Green itu akan tega menolaknya dengan tegas.Dexter mengetuk-ketukkan pulpennya di atas surat ijin cuti milik Jelita yang membutuhkan tanda tangannya. "Tiga hari? Memangnya apa yang akan kamu lakukan selama tiga hari itu?"'Dasar bos kepo,' batin Jelita kesal. "Mmh... belum tahu juga
Sesampainya di rumah, Aireen menyambut Jelita dengan riang gembira. Hujan ciuman bertubi-tubi dialamatkan anak perempuannya itu di wajah Jelita, karena terlalu bahagia melihat mamanya yang tumben-tumbenan sudah pulang pukul dua siang "Aireen kok nggak bobo siang?" tanya Jelita sambil terkikik menahan geli karena sekarang anaknya itu malah ndusel-ndusel manja di ketiaknya. "Baru mau bobo, terus denger suara mobil mama," sahut anak itu sambil menggelayut di gendongan Jelita. "Axel nakal, ma. Tadi manjat-manjat pohon mangga di belakang rumah! Terus kecapean akhirnya bobo duluan!" cebiknya mengadu. Kepala anak itu sekarang sudah rebah di bahu Jelita."Ma, bobo sama Aireen, ya?" "Mama mau mandi dulu, Sayang. Aireen bobo sama mbak Dara aja, ya?" bujuk Jelita. Aireen manyun, namun tidak membantah. Segera ia pun turun dari gendongan Jelita dan merentangkan tangannya kepada pengasuhnya. "Mbak Dara, gendong!" Jelita hanya te
Jelita masih mengatur napasnya yang berhembus tak beraturan setelah dua kali pelepasannya yang dahsyat. Dexter benar-benar melahap dan menghirup tubuhnya.Bahkan baru kali ini Jelita merasakan orgasme dari ketinggian beberapa ribu kaki, di dalam helikopter, dan bersama anak-anaknya yang duduk di barisan depan! Untung saja mereka terlalu sibuk mengamati pemandangan di sekitar, sehingga tidak ada yang menoleh ke belakang melihat Jelita dan Dexter yang sedang berbuat tidak senonoh.Setelah merapikan bajunya dan menghapus jejak-jejak pelepasan panasnya, Jelita mendelik serta memukul bahu keras Dexter sesaat sebelum helikopter mereka mendarat di Nusa Lembongan. Ia sangat jengkel kepada Dexter. Lelaki itu benar-benar tidak tahu tempat!Dexter hanya terkekeh pelan, merasa sangat puas karena Jelita yang tak mampu menolak sentuhannya. "Ini baru permulaan, cherry pie. Aku akan terus merayumu di tempat-tempat yang tidak akan pernah kamu
"Jadi bagaimana, apa kamu mau menjadi istriku?" tanya Dexter lembut. Dekapannya yang semakin terasa erat mengungkung tubuh Jelita dan membuat wanita itu mengernyit."Tak perlu sampai begitu, Dexter. Hubungan kita sudah terlalu rumit, sudah terlalu banyak hati yang tersakiti selama ini," tukas Jelita pelan sambil menelan ludah."Kamu menyakitiku karena berselingkuh dengan Wiona, lalu aku pun telah membuatmu hancur dengan menikahi Zikri. Dan sekarang kita akan membuat Dionne makin menderita jika bersama. Lagipula... sejujurnya hingga detik ini aku masih belum bisa melupakan Zikri." Jelita berusaha mengucapkan semua itu dengan santai, namun getaran di dalam suaranya tak pelak mencerminkan betapa hebatnya emosi yang sedang berkecamuk di dalam hatinya.Dexter masih belum melepaskan pelukannya dari tubuh Jelita, namun wanita itu bisa merasakan desahan berat napasnya yang seakan memikul begitu banyak beban. "Jadi kita akan terus sepe
Bab 21+***Axel dan Aireen sedang duduk di atas pasir lembut keemasan. Mereka berteduh di bawah payung besar yang dibawa oleh Dara sambil sibuk menikmati es krim.Sementara Dexter dan Jelita memutuskan untuk jalan-jalan santai di sepanjang garis pantai sambil mengobrol. Namun kenyataannya, sudah beberapa menit berjalan dan tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka. Hanya debur ombak dan desau angin semilir yang terdengar, namun Jelita justru sangat menikmati keheningan ini. Suara alam yang hadir menemani mereka membuat batinnya terasa damai.Dexter mendehem pelan dan melirik Jelita yang terlihat masih asyik dengan lamunannya. Wajah cantiknya terus menunduk, seakan menekuri pasir coklat keemasan yang membuat kaki tanpa alas itu sedikit terbenam.Senyum Dexter terkembang perlahan saat ia meraih tangan Jelita dan menggenggamnya erat. Sejenak wanita itu terlihat kaget, namun detik selanjutnya ia hanya menatap Dexter sambi
"Kenapa dengan mataku?"Sudah satu jam Dionne tidak dapat fokus mengerjakan sketsa desainnya, padahal ia harus menyelesaikan belasan desain untuk fashion show tunggal label butiknya Urban Dictionary di Singapore enam bulan lagi. Dan enam bulan bukanlah waktu yang lama, karena Dionne Graham adalah seorang desainer yang terkenal sangat perfeksionis, untuk satu desain saja bisa menghabiskan waktu satu bulan agar benar-benar bisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginannya. Aneh sekali. Saat ia sedang konsentrasi dan fokus menggambar desain, tiba-tiba saja pandangannya mendadak buram dan tidak jelas. Berulangkali ia mengucek-ucek matanya, namun masih saja buram. 'Apa karena aku kelelahan? Tidak juga... aku tidak merasa lelah ataupun pusing. Mungkin sepertinya aku harus ke dokter mata untuk memeriksakannya.'Dionne akhirnya memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya menggambar sketsa dan segera meraih ponselnya. Ia bermaksud me
Malam harinya, Dexter mengajak Jelita bersenang-senang ke private night club di Nusa Penida. Karena jarak yang lumayan jika ditempuh dari Nusa Lembongan, maka Dexter kembali menggunakan helikopter menuju ke sana.Jelita terkekeh pelan melihat tempat yang mereka tuju saat ini. Dexter tahu sekali tempat favoritnya! Minuman keras yang berjejer dan suasana yang eksklusif serta penerangan yang syahdu membuat Jelita gembira. Dia sangat menyukai night club atau bar atau semua tempat untuk bersenang-senang yang menyediakan minuman keras."Thanks, Sayang! Kamu tahu aja kalau aku ingin bersenang-senang di club!" bisik Jelita pelan sambil mengecup rahang tegas Dexter, yang dipenuhi titik-titik cambang yang semakin membuatnya terlihat maskulin.Dexter melingkarkan lengannya di pinggang ramping untuk menahan tubuh Jelita yang hendak menjauh. "Hei, kurasa paling tidak aku berhak mendapatkan french kiss for this, right?" ucapnya, dan lelaki
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf