Share

23. The Chaotic

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Zikri bosan sekali dengan acara ini. Tak ada teman seusianya yang bisa diajak ngobrol.

Well, kecuali Kevin dan cewek entah siapa itu sih, tapi jujur saja Zikri juga malas bertemu dengan sahabat Jelita yang menyebalkan itu.

Haahh, sebaiknya ia pulang saja. Lagipula Jelita entah berada di mana sekarang.

Padahal satu-satunya alasan ia bersedia diajak papanya ke sini adalah karena ia ingin bertemu Jelita, tak peduli meski ia sudah bertunangan dengan Dexter laknat itu.

Zikri pun langsung pergi begitu saja tanpa pamit dengan papanya ataupun pemilik rumah. Tak ada juga yang akan peduli dengannya.

Untung saja tadi dia menolak untuk satu mobil dengan papanya, dan memilih untuk mengendarai mobil sendiri.

Di dalam mini cooper-nya, Zikri langsung melepas dasi tuxedo yang serasa mencekik lehernya. Ia menatap Audemars Piguet yang melingkar di pergelangan tangannya.

Hmm... masih jam delapan malam. Sekarang ke club mana sebaiknya ia akan menghabiskan malam?

Sambil menyunggingkan senyum samar, ia pun mulai menjalankan mobilnya menjauh dari kediaman Dexter Green.

Zikri memang masih berusia enam belas tahun, belum masuk usia yang bisa memasuki club malam karena belum memiliki KTP.

Namun ia bisa dengan mudah keluar-masuk club mana pun, karena tak ada yang tak bisa diselesaikan dengan uang.

Tapi ia bosan setengah mati dengan hiruk-pikuk dunia malam itu. Dengan alkohol, asap rokok, wanita-wanita dewasa yang akan menghiburnya... cih.

Zikri bosan dengan hal-hal yang telah akrab dengannya sejak usianya tiga belas tahun itu.

Ia inginkan sekarang adalah kedamaian.

Seperti duduk di balkon rumah sambil menikmati angin semilir yang berhembus lembut, atau bermain di pantai yang hening dengan debur ombak yang menenangkan, atau camping di gunung sambil mendengarkan suara alam.

Dan ia ingin bersama seseorang.

Seseorang yang cerdas dan bermulut tajam, cantik dan polos, namun juga sangat seksi di saat yang bersamaan.

Seseorang seperti...

"Jelita?" Zikri mengernyit menatap punggung seorang perempuan yang sedang berlari di pinggir jalan. Ia pun berusaha mempertajam penglihatannya, dan semakin yakin kalau itu benar-benar Jelita.

Zikri menghentikan mobilnya tepat ketika gadis itu terjatuh, lalu dengan sigap ia membuka pintu mobil dan berjalan ke arah Jelita yang masih terduduk di jalan.

Zikri berjongkok di depannya, menatap gadis yang menunduk sambil terisak itu dalam diam.

Jelita yang masih terlalu larut dalam kesedihannya, belum menyadari kehadiran Zikri di situ. Ia memekik kaget saat tiba-tiba seseorang menggendongnya.

Mata bening beriris hitam yang berurai air mata itu pun membelalak kaget menatap Zikri yang membawanya masuk ke dalam Mini Cooper miliknya.

Namun Jelita diam tak berkata apa pun saat Zikri mendudukkannya di kursi penumpang di samping pengemudi, dan memasangkan seat belt untuknya.

Zikri berjalan memutari mobilnya, lalu ia masuk ke dalam dan menjalankan kembali mobilnya entah kemana.

***

Dexter benar-benar menyesali perbuatan bodohnya.

Damned it!! Kenapa ia masih saja tidak bisa menolak Wiona?! Apa yang ia pikirkan saat mengiyakan ajakan bercinta penuh cumbu rayu wanita berbisa itu?

Dan Jelita melihatnya. Ya Tuhan. Jelita melihatnya!!

Rasanya ia ingin sekali menabrakkan dirinya ke truk yang melaju kencang di jalanan agar perasaan hancur di hatinya ini sekalian saja juga menghancurkan tubuhnya.

Dexter berlari seperti kesetanan saat pintu lift telah terbuka di lantai bawah, dengan cepat ia pun menuju ke tempat mobilnya terparkir untuk mencari Jelita, ketika seseorang tiba-tiba menarik tangannya dengan kasar.

"Kenapa Jelita berlari sambil menangis?!" hardik Kevin dengan mata melotot kepada Dexter.

'Oh shit. Anak kecil ini mengganggu saja!!'

"Bukan urusanmu! Minggir!" bentak Dexter kasar, sambil kembali meraih handle pintu Maserati-nya.

Dengan keras, Kevin menyentak pintu mobil yang terbuka itu hingga kembali menutup, membuat Dexter membalikkan badannya menatap Kevin dengan meradang.

"KUBILANG MINGGIR! AKU MAU MENCARI JELITA, BRENGSEK!!"

Sekonyong-konyong Kevin memukul wajah Dexter sekuat tenaga, membuat pria itu limbung dan punggungnya menabrak mobil karena ia tak siap.

"Kurang ajar! Apa yang kau lakukan pada Jelita, hah??!!! Kenapa kau sampai HARUS MENCARINYA??!" Kevin menarik kerah Dexter dan hendak melayangkan pukulan lagi di wajah tunangan Jelita itu, namun Tania yang baru melihatnya pun tiba-tiba berteriak kencang memanggil nama Kevin.

Suara teriakan Tania itu otomatis menarik perhatian beberapa orang, dan Kevin pun akhirnya melepaskan kerah Dexter.

Mereka hanya saling bertatapan penuh permusuhan, namun untuk kali ini Dexter tidak akan membalas pukulan Kevin.

To be honest, ia memang pantas mendapatkannya karena telah menyakiti Jelita. Tidak, Dexter bukan hanya menyakiti tunangannya itu, tapi juga menghancurkannya.

Dexter kembali meraih handle pintu mobilnya, dan kali ini Kevin membiarkannya. Lagi pula Kevin juga harus mencari Jelita.

Ia yakin pasti ada sesuatu yang sangat buruk telah terjadi, jika melihat ekspresi remuk redam wajah Jelita tadi serta baju acak-acakan yang dikenakan Dexter.

'Sialan!!!. Sialaaan!!!!'

'Dimana kau, Jelitaaa???!!!'

***

Sepeninggal Dexter yang pergi dengan tergesa-gesa ke arah lift untuk mengejar Jelita, dan sekarang yang tersisa di kamar bekas dua sejoli berbuat mesum itu hanyalah Wiona yang masih meringuk di dalam selimut, serta Heaven yang menatapnya tajam.

"WIONA..." Heaven sengaja mengucapkan nama itu dengan lambat dan penuh penekanan. Ia melangkah perlahan menuju ke kursi yang tadi dilemparnya kepada Dexter, dan mengambil patahan kaki kursi dari kayu tersebut.

"WIIIOOONAAA..." ulang Heaven lagi dengan nada yang jauh lebih lambat, serta jauh lebih mengerikan. Ia membawa kaki kursi yang patah itu dengan satu tangan, sementara tangan yang satunya mengelus-elus permukaan halus kayu itu.

"Selama ini sebenarnya aku ingin sekali menghajar tubuh binalmu itu... sayang sekali, Dexter selalu saja melindungi wanita laknat dan beracun seperti kau."

Wiona pun gemetar ketakutan. "Mrs. Green... tolong jangan memukulku! Dexter yang menginginkan ini semua, bukan aku!" serunya dengan mata membelalak dan berkaca-kaca.

Heaven tertawa sinis. "Apa kau tahu? Kali ini kau bukan saja kembali menghancurkan Dexter, tapi juga membuatku kehilangan seorang anak yang begitu kucintai selain Dexter dan Destiny!"

"Mrs. Dexter..."

"Iblis. Matilah kau dan masuklah ke neraka!" lalu Heaven pun mengayunkan kayu itu untuk memukuli tubuh Wiona dengan membabi-buta.

***

Di dalam mobil Zikri, Jelita masih terdiam. Ia tidak tahu dan tidak peduli kemana lelaki itu akan membawanya pergi, selama ia bisa sejauh mungkin dari rumah Dexter.

Seandainya bisa, Jelita ingin sekali menghilangkan Dexter dan wanita jahanam itu dari ingatannya, lalu membuangnya jauh-jauh. Ia ingin melupakan pemandangan menjijikkan tadi.

Ia ingin melupakan Dexter.

Ia ingin melupakan bahwa ada seorang lelaki bernama Dexter Green yang pernah ia cintai.

Jelita ingin kembali ke masa ketika pertama kali Dexter bertemu dengannya, namun kali ini ia akan berlari sejauh-jauhnya dari lelaki bernama Dexter Green yang telah membuat seluruh dunianya jungkir balik.

Jelita merasa terkoyak, hancur lebur, pecah berkeping-keping. Di hari pertunangan yang seharusnya bahagia ini, Dexter telah mengkhianatinya.

Dexter telah merusaknya. Meremukkan hatinya.

"Zikri..." Jelita akhirnya membuka suara tercekat setelah keheningan yang begitu menyesakkan dada.

"Ya? Ada apa, Jelita?"

Jelita menarik napas pelan dan menguatkan dirinya sebelum berkata, "aku mau jadi pacarmu."

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ranie Yanti
up up kk gajeeeee
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • The Seductive Revenge   24. I'll Give You A Hundred Kisses

    "Tunggu di mobil ya. Aku mau ambil kuncinya dulu," ucap Zikri kepada Jelita. Ia pun membuka pintu mobilnya lalu keluar. Zikri akhirnya memutuskan untuk membawa Jelita ke villa keluarganya di Bogor yang memang kosong tak ada yang menempati, hanya ada Pak Narwo--penjaga yang tidur di paviliun samping villa sekaligus yang setiap hari membersihkan tempat itu.Biasanya Pak Narwo akan membuka pintu gerbangnya jika ada salah satu keluarga Sutomiharjo yang datang. Namun karena Zikri tidak memberitahu sebelumnya, maka pria paruh baya itu tidak berjaga di pos satpam. Mungkin dia sedang berada di paviliunnya.Zikri menekan bel di tiang pintu gerbang. Setelah dua kali, ia melihat seseorang berjalan tergesa-gesa ke arahnya."Ya ampun, Mas Zikri?!" seru kaget seorang lelaki berusia sekitar enam puluhan yang mengenakan celana panjang hitam dan kaus hijau. "Sebentar Mas, saya bukakan dulu pintunya," ucapnya sambil mengeluarkan serenceng kunci dari saku."Maaf datang malam-malam dan tidak memberitahu

  • The Seductive Revenge   25. Breathtaking Night

    Dexter memukuli setir mobilnya berkali-kali saat lampu lalu lintas berubah merah. "Aaaaarrrghhhh!!! Brengseeeekkkk!!!"Ia berteriak sambil menjambak rambut dengan kedua tangannya sekuat tenaga, berharap rasa sakit yang ia rasakan bisa melebihi rasa sakit di hatinya karena kepergian Jelita.Jelita. Jelita...Nama yang terus terngiang di dalam benaknya, diikuti oleh bayangan sosok perempuan indah nan sempurna yang dengan bodohnya telah ia sia-siakan.Jika saat ini ada pistol di hadapan Dexter, maka sudah pasti akan ia gunakan untuk meledakkan otaknya yang bodoh ini. Dexter menumpukan kepalanya yang pusing di atas setir, mengabaikan bunyi bising klakson mobil di belakangnya yang bersahut-sahutan. Lampu lalin telah berubah menjadi hijau, namun lelaki itu seakan tidak memiliki tenaga lagi untuk sekedar menjalankan mobilnya. Dexter pun masih terdiam saat mendengar suara makian dari mobil-mobil yang melewatinya. Tubuhnya ber

  • The Seductive Revenge   26. Goodbye is the Saddest Word

    Saat ini waktu telah menunjukkan jam 1 dini hari. Dexter baru saja sampai di depan villa milik keluarga Sutomiharjo di daerah Bogor. Menurut Putra, villa tersebut adalah properti milik keluarga Zikri yang posisinya paling dekat dari Jakarta. Jadi besar kemungkinan Zikri membawa Jelita ke tempat itu.Dexter pun keluar dari mobilnya, dan berjalan ke arah pagar tinggi yang ditumbuhi tanaman menjalar dengan bunga kecil yang berwarna kuning.Pagar itu terkunci. Tidak heran juga sih, sekarang memang sudah jauh lewat dari tengah malam. Apalagi suasana di sekitar villa juga sangat sepi. Dexter melihat bel di tiang pagar dan langsung saja memencetnya tanpa ragu. Ia yakin sekali Jelita sedang berada di dalam villa ini. Ia harus bertemu dengan gadis itu, dan membawanya pulang ke Jakarta sekarang juga. Bagaimana pun caranya.***Udara Bogor yang dingin membuat Jelita tiba-tiba bersin dan terbangun. Sambil menggosok-gosok hidungnya, ia pun berusaha memicingkan mata karena merasakan kulit dingin

  • The Seductive Revenge   27. Take Me To Your Heart

    Zikri membawa Jelita ke pantai ancol yang sudah pasti sangat sepi di siang terik seperti ini, terutama karena hari ini bukan weekend.Sebelumnya ia mampir dulu ke toko terdekat untuk membeli topi lebar bundar agar Jelita tidak terlalu kepanasan, dan membeli minuman ringan dingin serta beberapa es krim untuk Jelita.Gadis itu sebenarnya kaget saat mengetahui kalau Zikri mengajaknya ke pantai, yang merupakan salah satu landscape faforit Jelita selain gunung.Meskipun siang ini sangat panas, namun Jelita tak peduli. Dengan riang, ia bermain air sambil berlari-larian. Ia jadi teringat, terakhir kalinya ke pantai adalah saat ia membolos sekolah bersama Kevin. Dan alasan ia bolos karena kesal kepada Zikri yang tiba-tiba saja menciumnya tanpa permisi.Uh. Siapa sangka jika sekarang ia ke pantai justru bersama Zikri!Jelita melirik Zikri yang sedang tidur telentang di atas kain yang dibentangkan di pasir, kaca mata hitam bertengger di h

  • The Seductive Revenge   28. Best Lawyer In Town

    Selesai sarapan, dengan terburu-buru Jelita menggendong anak-anaknya dan mendudukkan mereka di dalam carseat mobil. Hanya tersisa sedikit waktu untuk mengantarkan anak-anaknya ke daycare lalu berangkat ke kantor. Semoga saja tidak macet di perjalanan. Namun sesampainya di daycare, entah kenapa tiba-tiba saja Aireen menangis dan tidak mau berpisah dengan Jelita. Dengan terpaksa wanita itu mengajaknya bermain-main dan bercanda selama lima belas menit, hingga anak perempuannya itu lebih tenang. Fiuuh... untung saja Axel anteng bermain sendiri dan tidak ikut-ikutan rewel seperti adiknya!Dari daycare, Jelita lanjut membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi mengalahkan pembalap yang kesetanan menuju kantor. Ia sudah terlambat! Karyawan baru yang belum ada seminggu bekerja dan sudah berani-beraninya terlambat??!!Oh God. Sudah terbayang punishment yang akan ia terima. Dari yang ringan seperti teguran, sindiran, hingga makian. Huuuh... semoga saja tidak sampai di pilihan yang terakhir.Ses

  • The Seductive Revenge   29. Alpha Green's Corporate Lawyer

    "Miss Kanaya, anda sudah ditunggu Mr. Pierce di dalam ruangannya," ucap Stefi, sekretaris Jason Pierce melalui sambungan telepon. "Okay, Stef. Thanks ya!" Jelita langsung bangkit dari kursi kerjanya untuk berjalan menuju ruang Jason. Sesampainya di sana ia pun mengetuk pintu ruang kerja pimpinan tertinggi di Firma Hukum ini dengan perlahan, dan mendengar sayup suara yang menyuruhnya masuk. Jason duduk di kursi kerjanya yang tinggi dan sedang serius membaca sebuah dokumen tebal. Wajahnya sedikit terangkat ketika melihat Jelita yang masuk ke dalam ruangannya.Jelita langsung ikut duduk di sofa panjang saat melihat lelaki itu berdiri dari kursi kerja untuk duduk di sofa single."Aku sudah menerima e-mail tentang revisi kontrak kerja sama PT Lintas Megah darimu," Jason membuka pembicaraan setelah melihat Jelita duduk tenang di sofa."Lumayan juga untuk lawyer yang biasa menangani konflik rumah tangga," cetusnya lagi dengan senyum yang terpantul dari mata birunya yang memikat.Jelita pun

  • The Seductive Revenge   30. Jelita's Mental Disorder

    Warning : Jelita adalah karakter wanita paling gila, binal, ngaco, dan paling sinting yang pernah aku tulis. Tolong jangan takjub ya, wkwkwk.***"Cheers!!" Jelita terbahak-bahak melihat dua lelaki asing yang ia ajak adu minum mulai terkulai lemas dan menjatuhkan wajahnya dengan keras di atas meja.Kevin yang dari tadi hanya mengawasi Jelita dan kelakuannya yang absdurd serta agak gila itu pun, hanya bisa mendengus kesal. Sahabat perempuannya itu tiba-tiba datang ke bar miliknya dengan wajah kusut dan mendung, berkata bahwa ia ada masalah di kantor barunya dan meminta minuman keras yang Kevin punya untuk mengobati rasa kesalnya.Kebiasaan. Kalau saja Jelita bukanlah sahabatnya selama sebelas tahun pertemanan mereka, mungkin sudah ia usir dan blacklist nama Jelita Kanaya Sutomiharjo dari bar ini untuk selamanya. Dia itu pelanggan yang paling menyusahkan!"Vin! More Hennessy, please!" teriak Jelita sambil melambaikan tangannya kepada Kevin yang menatapnya dengan wajah jutek. Lelaki i

  • The Seductive Revenge   31. What If They Meet Each Other?

    "Terus kalau nanti ketemu lagi sama Dexter gimana, Ta?"Jelita hanya mengedikkan bahunya tak peduli. "Kalau ketemu Dexter ya?" ulangnya lagi sambil berpikir."Yaa... mau gimana lagi. Mungkin aku cuma akan say hai, mungkin juga aku langsung menampar wajahnya, atau malah mungkin menyeret tubuhnya ke atas ranjang dan bercinta dengan gila-gilaan," sahutnya bercanda sambil nyengir.Tania yang mengira sahabatnya itu berucap serius, sontak langsung melotot. "Jangan gila kamu, Ta! Dexter itu sudah bertunangan loh."Seketika Jelita pun tersedak dan terbatuk-batuk saat sedang menghisap vapenya. Ia lalu menatap Tania lurus-lurus dengan sorot tajam. "Dexter? Bertunangan?" ulangnya tak percaya setelah meneguk air yang diberikan Kevin.Kevin pun berdecih mendengarnya. "Kenapa? Kamu pikir dia akan terpuruk selamanya setelah kamu tinggalin, gitu? Dih, pede!!""Uhm... iya sih. Jujur aku memang berharapnya begitu," tukas Jelita sambil me

Latest chapter

  • The Seductive Revenge   154. End Of The Journey

    "Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes

  • The Seductive Revenge   153. The Unity Of Love

    Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di

  • The Seductive Revenge   152. The Beloved Returns

    Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b

  • The Seductive Revenge   151. The Sight of You

    Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina

  • The Seductive Revenge   150. The Unhealed Wounds

    Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta

  • The Seductive Revenge   149. The Alpha Of Black Wolf

    Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me

  • The Seductive Revenge   148. The Ultimate Rival

    Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau

  • The Seductive Revenge   147. The Law Of Sowing And Reaping

    Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan

  • The Seductive Revenge   146. The Salvation

    "DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf

DMCA.com Protection Status