Viera yang awalnya sangat kuat, mencoba melawan pria yang sudah menguasai tubuhnya. Namun, lama-kelamaan ia sudah kehabisan tenaga, karena kekuatannya tidak sebanding dengan tubuh kekar yang sudah bergerak sangat liar di atasnya.
Bulir bening air mata sudah menganak sungai di wajah pucatnya saat mendapat perlakuan beringas dari pria yang sudah 1 tahun menjadi kekasihnya tersebut. Ketidakberdayaan yang dirasakan, membuat ia hanya bisa pasrah saat sebuah kehancuran datang bertubi-tubi padanya hari ini.
Seharusnya ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang nantinya akan menjadi suaminya, tetapi sama sekali tidak pernah menyangka jika harga diri yang selama ini dijaga sudah hilang dan hancur dalam semalam. Tidak ada lagi yang bisa ia banggakan di dalam dirinya, sehingga ia berniat untuk mengakhiri hidupnya saat pria yang terlihat menatapnya dengan kilatan penuh hasrat menggelora itu sudah menegang saat mencapai klimaks dan melenguh panjang
Suasana hening di presidential suite room sebuah hotel mewah, sangat hening. Seolah menegaskan bahwa penghuni ruangan kamar hotel tersebut sedang larut dalam alam bawah sadarnya. Hingga 2 jam kemudian, tepatnya pukul 23.15 WIB, sebuah pergerakan dari seorang pria yang mempunyai badan sixpack terlihat menggerakkan tangannya untuk mengusap ranjang, seperti tengah mencari keberadaan seseorang yang tadinya ada di sampingnya.Pria yang tak lain adalah Faqih itu refleks langsung membuka kelopak matanya untuk memastikan ketakutannya."Viera ...." Faqih yang baru saja mengumpulkan kesadarannya, mulai mengedarkan pandangannya ke segala arah. Tentu saja saat ini, ia tengah mencari sosok wanita yang baru diperkosanya akibat dari obat perangsang yang diberikan oleh Aliando dan Alisa. Sehingga ia sampai melupakan semua norma-norma dan melakukan perbuatan terlarang demi bisa menyalurkan hasratnya yang sudah membakar habis dirinya.Tub
Viera mengerjapkan kedua matanya saat perlahan membuka mata dan mengamati suasana di sekitar yang terlihat sangat asing. Yakni, ruangan tertutup yang di sebelah kanannya ada korden berwarna putih dan ia bisa melihat beberapa alat medis di sekitarnya. Sementara tangannya sudah dipasang infus.Ia berusaha mencoba mencari tahu apa yang terjadi padanya dan mulai mengingat hal buruk yang dialaminya. Terakhir adalah saat ia menutup wajahnya ketika melihat mobil melaju ke arahnya. Hingga rasa syok dirasakannya ketika selesai mengingat hal yang yang baru saja diingatnya tersebut. Mendadak kepalanya merasa pusing dan membuatnya merintih kesakitan. Sehingga saat ini ia memegangi kepalanya yang sudah terbalut perban."Aarrh ... pusing," lirih Viera yang sudah tertahan dengan mengerjapkan mata dan sudut bibir terangkat ke atas."Kamu sudah sadar."Viera memicingkan kedua matanya saat meli
Aliando dan Fatih kini berada di depan kontrakan wanita yang sama-sama mereka puja. Tentu saja untuk mencari tahu apakah Viera sudah kembali ke kontrakan atau belum. Dengan sama-sama mengetuk pintu berwarna kecoklatan di depannya, mereka menunggu beberapa saat. Hingga pintu terbuka, dilihatnya sosok wanita yang saat ini tengah memakai piyama tidur berwarna merah.Aisyah yang dari tadi tidak bisa tidur memikirkan keadaan sahabatnya, hanya sibuk mondar-mandir di dalam kamar. Begitu indera pendengarannya menangkap suara pintu yang diketuk, buru-buru ia keluar kamar dan menuju ke arah depan dengan berpikir bahwa yang datang adalah Viera.“Itu pasti Viera.”Namun, begitu melihat yang ada di depan pintu adalah dua pria tampan yang diketahuinya sama-sama menncintai sahabatnya, membuat ia merasa kebingungan untuk menghadapi atasannya yang tak lain adalah Aliando dan rekan kerjanya Faqih.“Viera belum juga kembali. Apakah kalian berdua mencarinya
Setelah pria yang dianggap dewa penolongnya pergi, kini Viera tengah mengamati sekeliling ruangan. Merasa sangat sesak begitu berada di ruangan tersebut sendiri, tanpa bisa ditahannya lagi, bulir bening sudah menganak sungai di wajah pucatnya. Tidak hanya itu, suara tangisan menyayat hati memenuhi ruangan di tengah keheningan malam. Entah sudah berapa menit ia menangis tersedu-sedu, hingga suaranya yang lirih mulai terdengar."Kenapa semua ini terjadi padaku, Tuhan. Kenapa hidupku hancur dalam semalam di tangan dua pria yang sama-sama tidak mempunyai hati itu? Kenapa takdir sekejam ini padaku? Kenapa aku bertemu dengan mereka?"Viera yang saat ini menyembunyikan wajahnya di bawah bantal, semakin menangis tersedu-sedu saat merasa hancur berkeping-keping dan tidak mempunyai masa depan saat tidak ada lagi yang bisa dibanggakan.Sesaat ia mengingat akan pertemuan pertamanya dengan Aliando di perusahaan dan juga awal mu
Viera sudah buru-buru berjalan keluar dari ruangan kerja pria yang sangat tidak disukainya sambil sibuk mengumpat dan merengut di dalam hati."Pria itu pasti menganggap aku adalah wanita murahan, hingga berkata seperti itu padaku. Apakah penampilanku terlihat seperti aku adalah seorang wanita gampangan?" batin Viera dengan bersungut-sungut sambil mengerucutkan bibirnya.Baru saja ia berhenti mengumpat, langkah kakinya terhenti saat tangannya lagi dan lagi sudah ditahan dari belakang. Tanpa berniat untuk menoleh ke arah belakang, Viera sama sekali tidak memperdulikan pertanyaan dari sosok pria yang menahannya. Sebenarnya ia sangat ingin sekali segera pergi dari tempat tersebut, karena bisa dilihatnya ruangan yang sangat sepi tersebut bisa membahayakan dirinya."Astaga, sebenarnya apa mau pria ini? Ruangan ini kenapa tidak ada satu orang pun yang berada di sini? Sepertinya pria ini lebih suka berhadapan dengan
Aliando tidak berkedip menatap wajah cantik Viera saat menunggu jawaban dari wanita tersebut. Tidak hanya itu saja, ia sibuk bergumam di dalam hati untuk mengungkapkan kekesalannya saat melihat wanita itu sangat lama berpikir untuk mengambil keputusan, padahal itu sangat menguntungkan menurut versinya.“Baru kali ini aku harus bersabar di hadapan seorang wanita, padahal biasanya para wanita yang selalu bersabar menghadapiku karena sangat tergila-gila padaku. Berbeda dengan wanita langka ini. Sabar Aliando, ini demi harga diriku agar tidak Rafli dan para temanmu tidak mengejekmu.”“Bagaimana, Viera?”Viera yang tadinya masih merasa ragu untuk menerima tawaran dari pria di depannya, hanya bisa menghitung antara orang orang tua atau harga dirinya yang sangat ia banggakan.“Orang tua ... harga diri ... orang tua ... harga diri ... orang tua ....”Viera yang menghitung sampai lima dan berhenti pada k
Karena merasa sangat malu, Viera berniat untuk segera pergi setelah Rafli keluar dari ruangan kerja Aliando. Apalagi dia tidak ingin lama-lama berduaan dengan pria yang diketahuinya adalah raja wanita tersebut. Buru-buru ia merapikan bajunya yang sedikit kusut saat duduk."Aku harus segara pergi untuk bersiap untuk bekerja besok, Tuan." Dengan sangat kikuk Viera membungkuk hormat untuk mengucapkan terima kasih telah diberikan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tersebut. Namun, raut wajah penuh kekecewaan terpancar dari wajahnya begitu mendengar perintah dari Aliando."Aku sudah memesan makanan untukmu, jadi makanlah terlebih dahulu sebelum kamu pergi. Sebentar, apa yang dikatakan Rafli tadi benar? Kamu belum makan dari tadi pagi?" Aliando menatap menelisik wajah sosok wanita yang memang baru disadarinya terlihat sangat pucat.Karena tidak mendapatkan jawaban saat Viera hanya diam saja dan tidak mau menjaw
Viera sudah berjalan keluar dari perusahaan yang akan menjadi tempatnya mengais rezeki di Jakarta. Sebuah harapan baru untuknya dan ia menganggap besok adalah lembaran baru untuknya dalam merajut masa depan. Selain untuk menjadi seorang anak yang berbakti pada kedua orang tua, harapannya adalah bisa menabung untuk masa depan. Dengan wajah yang berbinar, ia berjalan menyusuri trotoar sekitar area perusahaan besar yang saat ini menjadi harapan terbesarnya. Untuk sesaat ia menghentikan langkahnya dan menatap tingginya bangunan perusahaan lantai sepuluh tersebut.“Hari ini adalah hari keberuntungan bagiku, karena bisa bertemu dengan pimpinan playboy itu. Hanya dengan berpura-pura menjadi kekasih di depan sepupunya, aku yang tadinya hanya seorang pengangguran, kini akan menjadi seperti seorang wanita karir lainnya. Mengenakan seragam kantor yang licin, rapi dan seharian duduk di depan komputer pada ruangan ber-AC. Aaah ... rasanya pasti akan sangat menyenangkan. Membayangkan
Aliando tadi menyuruh orang tua Viera untuk beristirahat di apartemennya dengan menyuruh asistennya menjemput calon mertuanya. Ia sudah menganggap orang tua Viera adalah mertuanya karena merasa yakin akan menikahi wanita yang selama 5 tahun ini sangat berarti di hatinya.Ia yang mengerti akan amnesia seperti dialami olehnya dulu, yaitu tidak sepenuhnya hilang ingatan, tetapi hanya ingatan beberapa tahun saja yang hilang. Jadi, ia ingin mengeceknya sendiri dengan menunggu hingga Viera tersadar. Dengan menyakini bahwa wanita itu mungkin hanya melupakan sesuatu yang menyakitkan, yaitu melupakan kejadian di mana ia memperkosa Viera.Beberapa jam berlalu, Aliando bahkan sudah tertidur di kursi yang berada di sebelah ranjang pesakitan Viera. Ia menggenggam erat telapak tangan dengan jemari lentik tersebut. Berharap akan mengetahui jika Viera sadar dari biusnya.Pukul dua dini hari, Viera perlahan membuka mata dan mengamati sua
Supriyan dan Siti Aminah, serta Aliando seketika menolehkan kepala untuk melihat ke arah sosok sumber suara. Tentu saja mereka bisa melihat raut wajah penuh kemarahan dari sosok wanita paruh baya dengan wajah sangat sembab dan sudah dipastikan dari tadi tidak berhenti menangis meratapi nasib sang putra yang sedang berjuang menghadapi masa kritisnya.Supriyan yang seketika mengepalkan kedua tangannya, sudah tidak bisa menahan diri lagi karena ia tidak terima dituduh hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Ia hanya memikirkan nasib cucunya, sehingga memutuskan untuk mengatakan semua kebenaran pada Aliando. Ia kini sudah menepis tuduhan dari wanita yang menjadi besannya tersebut."Jangan asal menuduh, Nyonya. Sama sekali tidak pernah terpikirkan bagi kami untuk mencari pengganti menantu di saat seperti ini. Kami hanya memikirkan keadaan putri dan cucu yang sangat malang. Apakah itu salah? Apakah salah jika seorang ayah meng
Begitu mendengar cerita dari ayah Viera, Aliando langsung mematikan sambungan telepon dan buru-buru bangkit dari ranjang king size yang menjadi saksi bisu kesedihannya hari ini. Setelah pulang dari rumah sakit, ia berdiam diri di apartemen untuk menenggelamkan dirinya dengan kesedihan. Ia sengaja tidak pulang ke rumah karena tidak ingin orang tuanya melihat dirinya yang berada di titik paling terendah dalam hidupnya.Ia yang dari tadi belum mengganti pakaiannya, memudahkannya untuk langsung pergi ke rumah sakit. Begitu mengambil kunci mobil miliknya, Aliando berjalan dengan terburu-buru hingga tanpa ia sadari, kakinya menabrak sudut lemari dan tidak dipedulikannya. Meskipun sebenarnya rasa sakit itu sangat terasa, tidak membuatnya ingin memeriksa kakinya karena ia fokus berjalan keluar dari apartemen.Begitu berada di luar pintu, ia berlari menuju ke arah lift dengan senyuman tidak berhenti terukir di bibirnya. Bahkan degup jantungnya
Pasangan suami istri yang tidak lain adalah orang tua Viera, merasa sangat shock dan sedih saat mendengar semua penjelasan panjang lebar dari dokter. Seolah saat ini dunia mereka seketika runtuh saat mengetahui bahwa putri satu-satunya mengalami amnesia dan kelumpuhan.Wajah keduanya terlihat sangat pucat saat melihat nasib malang cucunya yang mungkin dilupakan oleh sang ibu. Begitu melihat para perawat yang membawa putri dan menantunya keluar dari ruangan operasi menuju ke ruangan kamar, mereka berjalan mengikuti di belakang dengan perasaan yang tidak menentu.Tidak lupa bulir kesedihan menghiasi wajah mereka yang mewakili perasaan yang hancur. Hal itu semakin bertambah besar saat mendengar suara cucunya yang memanggil-manggil sang ibu."Mama ... Mama," ucap Rafa beberapa kali dengan melambai-lambai pada sang mama. Merasa panggilannya diabaikan dan juga sang mama tidak kunjung membuka mata, membuatnya menceb
Ani Mahendra melanjutkan perkataannya untuk mengungkapkan apa yang ditakutkannya saat ini. "Maaf, aku hanyalah seorang ibu yang takut kehilangan putra satu-satunya. Meskipun aku tahu bahwa jodoh, rezeki, maut sudah ditentukan oleh Tuhan, tetapi tidak bisa menghilangkan pikiran burukku yang menganggap bahwa semua ini terjadi karena Viera. Kalian boleh membenci dan marah padaku, tetapi satu-satunya yang kupikirkan hanyalah putraku."Supriyan yang merasa mendapatkan sebuah penghinaan yang sangat luar biasa hari ini, tidak bisa lagi menahan amarahnya. "Lakukan apapun sesuka Anda, Nyonya Mahendra. Namun, jangan pernah sekali-kali menyebut bahwa putri kami adalah wanita pembawa sial karena di dunia ini, semua manusia mendapatkan rahmat dari Tuhan secara adil.""Jadi, tidak ada anak yang dilahirkan pembawa sial. Saya sangat berterima kasih atas semua penghinaan ini karena mengetahui sifat Anda sebenarnya yang seperti tidak mengakui kebesaran dari T
Setelah selesai melakukan transfusi darah, Aliando sudah berjalan keluar dari ruang operasi. Sebenarnya, ia sangat ingin menunggu sampai proses operasi selesai. Namun, ia sudah memantapkan hatinya untuk tidak lagi memikirkan Viera. Ia memutuskan untuk melupakan wanita yang sangat berarti penting untuknya tersebut.Dengan langkah kaki panjangnya, ia berjalan menghampiri orang tua Viera yang sedang duduk di kursi. "Ayah, Ibu, saya pamit pulang dulu. Sepertinya proses operasi berjalanlancar dan Alhamdulilah Faqih pun bangkit dari kematian. Semua ini terjadi karena Allah telah memberikan mu'jizat untuk Viera dan Faqih."Supriyan kini bangkit dari posisinya dan langsung menepuk bahu kokoh pria yang lebih tinggi darinya tersebut. "Terima kasih, Nak Aliando. Semoga Viera segera sembuh dan bisa mengucapkan terima kasih padamu.""Apa kau tidak ingin menunggu hingga proses operasi selesai, Nak Aliando?" t
Semua orang yang berada di depan ruangan operasi terlihat sangat khawatir dan cemas menunggu penjelasan dari pria yang menggunakan seragam operasi tersebut. Tentu saja di dalam hati sedang sibuk merapal doa untuk keselamatan pasangan pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan tersebut.Sementara itu, sang dokter yang merasa sangat tidak enak untuk menyampaikan kabar pada keluarga pasien, menghela napas berat sebelum mengeluarkan suara. Apalagi ia melihat raut wajah keluarga pasien yang baru saja menghujaninya dengan beragam pertanyaan."Dengan sangat menyesal kami memberitahukan kabar duka ini. Bahwa pasien laki-laki baru saja mengembuskan napas terakhir pukul 21.35 WIB sebelum dilakukan proses operasi."Sontak saja suara teriakan histeris dari sosok wanita paruh baya yang tidak lain adalah mama dari Faqih sudah memenuhi area sekitar ruangan operasi tersebut."Tidaaak!"
Aliando benar-benar merasa shock begitu melihat wanita yang ada di dalam mobil dengan bersimbah darah itu adalah satu-satunya wanita yang lima tahun lalu sangat dicintainya. Dengan tubuh yang gemetar dan tangannya pun demikian, ia meminta bersama orang-orang berusaha untuk mengeluarkan dua insan yang saat ini masih memakai gaun pengantin tersebut.Kaca mobil yang sebagian sudah pecah, memudahkan Aliando untuk membuka pintu mobil. Meskipun harus mengorbankan tangannya tergores tajamnya kaca dan mengoyak kulitnya."Viera, bertahanlah. Tidak akan terjadi apa-apa padamu. Aku akan membawamu ke rumah sakit. Jangan tinggalkan aku, kamu tidak boleh mati. Ingatanku sudah kembali dan akan menebus segala dosa-dosaku padamu, Viera." Membuka pintu mobil dan mengeluarkan tubuh wanita yang sudah tidak sadarkan diri tersebut.Sementara itu, beberapa orang lainnya juga mencoba mengeluarkan pengantin pria yang masih sadar dan merintih.Faqih yang bisa melihat Aliando menge
Faqih hanya terkekeh menanggapi rengutan dari wanita yang menurutnya malah terlihat semakin menggemaskan karena mengetahui bahwa Viera merasa malu dan terlihat kikuk padanya. Ia pun mendekatkan wajahnya untuk berbisik pada daun telinga sang istri dengan senyuman menyeringai."Kenapa? Kamu malu aku membantumu mengganti pakaian? Padahal kita sudah sah menjadi suami istri dan aku bebas menelanjangimu sepuasnya malam ini."Refleks Viera langsung mengarahkan tangannya ke bibir pria yang membuatnya bergidik ngeri hingga bulu kuduknya seketika meremang. "Dasar otak udang! Jangan sampai ayah dan ibuku mendengarnya! Sangat memalukan."Viera menyembunyikan kegugupannya begitu berada di depan orang tua dan mertuanya yang sedang asyik berbincang. "Ibu, ayo kita pulang. Kasihan Rafa sudah kelelahan dan tidak nyaman tidur dalam posisi meringkuk seperti itu."Sebenarnya beberapa saat yang lalu, mama dari Faqi