Pagi telah tiba, kemarin malam adalah malam pertama aku dapat tidur dengan tenang setelah sejumlah kejadian menimpaku. Aku mengantarkan Ren ke gerbang perbatasan alam kami. “Sampai jumpa, jika bertemu masalah datanglah mencariku,” ucap Ren. Aku pun memeluknya, tidak disangka dari awal pertemuan kami hingga pelukan kali ini, dari musuh hingga menjadi teman, aku tidak pernah memikirkan dapat memiliki teman dari alam yang berbeda. “Kau juga, jika bertemu masalah jangan sungkan-sungkan, aku akan membantumu,” ucapku menatapnya dengan lekat. Seorang dewa kebahagian tertampan sejagat, Ren kini memakai kembali topengnya. Dia menyunggingkan senyuman di bibirnya yang tipis. “Jika begitu ikutlah aku pulang.” “Jangan bercanda lagi,” gumamku ikut tersenyum. “Baik-baik, sampai jumpa.” Aku melihat sosok Ren yang pelan-pelan menjauh. Jika aku tidak pulang untuk menjadi ratu kebahagian, Ren pasti akan menjadi raja, aku mengharapkan hari itu segera tiba. Setelah mengantarkan Ren, aku pun kemba
Kami sampai di taman bermain. Waktu menjadi Mila, hal yang begitu aku inginkan adalah datang ke taman bermain, bermain roller coaster, komedi putar, bianglala, bagaikan cerita dongeng. “Ayo kita main itu!” tunjukku ketika melihat wahana tornado, tetapi Amor langsung menarikku, membuat langkahku terhenti. “Tidak, tidak, permainan itu terlalu berbahaya,” cegatnya. Aku pun mengangguk-angguk menyetujui, kematian karena permainan itu tidaklah sedikit. “Baiklah, kalau gitu kita main yang itu,” tunjukku ke arah lain, di saat aku ingin berjalan pergi, Amor kembali menarikku. “Tidak, itu juga berbahaya,” cegatnya lagi. Aku pun menatap Amor dengan kesal. “Amor, kamu lupa jika kamu adalah dewa kematian?” tanyaku mengingatkan. “Iya juga,” angguk Amor menyadari. Akhirnya kami memutuskan untuk bermain roller coaster yang tidak jauh dari kami. Di bumi permaian ini adalah permainan yang paling terkenal, banyak orang yang akan mencoba menaikinya, aku tentu penasaran. Kini kami duduk bersebelah d
Kini langit memancarkan cahaya matahari sebelum terbenam, warna langit menjadi begitu indah, pink jingga. Seiring matahari yang menghilang dari depan mataku, warna langit pelan-pelan mengelap, seperti kekosongan di hatiku sekarang. Aku dan Amor duduk di atas bianglala tertinggi di bumi ini. Aku memakai sihirku menghentikan bianglala, menikmati pemandangan luar dari ketinggian sini. “Tidak ada gunanya kamu memikirkan dia,” gumam Amor menghampiriku. Walau tidak membuka pintu hati, Amor tetap dapat mengerti diriku dengan baik. Dari mata Amor aku dapat merasakan jika dia sudah membuat keputusan. “Amor, apakah ada cara untuk tidak membunuhnya?” Amor tidak menjawabku, Mir kakakku telah melakukan kesalahan yang begitu besar, hukuman ringan saja tidak cukup untuknya, walau aku membencinya yang sekarang, namun dari dalam lubuk hatiku, aku tidak ingin mengakhiri hidupnya. “Bagaimanapun dia adalah keluarga satu-satunya yang aku miliki sekarang,” lanjutku. Amor terdiam cukup lama menatap ke
Sebuah bar di tengah kota, aku dan Amor menelusuri tempat tersebut dengan kekuatan kami, sehingga tidak akan ada yang menyadari keberadaan kami. “Akhirnya ketemu.” Begitu puasnya diriku ketika melihat segerombolan manusia yang aku cari. “Manusia jahat seperti inilah yang harus di beri pelajaran olehku. “Amor hanya tersenyum meledek di sampingku. Dia mengerti diriku, jika ada dendam maka harus dibalas. “Lakukanlah,” gumamnya.Aku pun tersenyum melihat kakak-kakak kelasku yang menikmati bir dengan sejumlah lelaki, sungguh hancur hidup mereka. Aku mulai mengerakkan tanganku, memindahkan seluruh kesedihan berlebihan di jiwa orang-orang sekitar sini dan memasukan ke mereka, dengan ini mereka akan menanggung kesedihan berlebihan di hidup mereka. Aku ingin mereka merasakan bagaimana hidup orang-orang yang ditindas oleh mereka, Mereka telah memperburuk hidupku di bumi, balasan seperti ini tidaklah keji untuk mereka.Salah satu kakak
Kami kembali berpijak di atas bumi, kali ini tidak untuk bermain-main. Kami harus menempuh misi yang belum ada titik terang ini. Seingatku ayah tidak pernah turun ke bumi dan juga dia sudah meninggalkan orang yang menyebut dirinya ibuku itusejak aku lahir. Aku sungguh tidak tahu ke mana busur itu pergi? Sedangkan sehari sebelum kematian ayah,aku masih melihat busur itu.“Ke mana kita harus pergi, Amor,” tanyaku melihatnya dengan bingung.Angin kencang berhembusmembawa pergi pasir-pasir di padang gurun ini melewati kami. Aku menatap Amor dengan penuh tanda tanya, dia terlihat sibuk merasakan sesuatu di sampingku.“Apakah ada sesuatu di sekitar sini?” tanyaku.Amor mengangguk pelan, mata dan tangannya masih tidak berhenti merasakan hawa di sekitar. “Beberapa tahun lalu saat mencarimu aku pernah melihat blackhole di sekitar sini, namun kenapa..”“Blackhole?”Amor kembali mengangg
Ketika kami sampai di depan rumah yang dimaksud, beberapa orang mulai berjalan keluar, mereka membawa sejumlah obat-obatan tradisional yang dibungkus kertas. Kami pun berjalan masuk ke dalam rumah itu dan menemukan sosok seseorang. Finderick, aku segera berjalan ke arahnya dan menarik kerah bajunya. “Kenapa kau berada di sini?!” tanyaku. “Pu..putri,” panggilnya terengah-engah. Aku menatapnya dengan lekat, Finderick seorang dewa yang gagah dan juga tampan, kini berubah dratis, bagaikan orang yang sudah berumur 60 tahunan, kriput-kriput telah memenuhi wajahnya, sebenarnya apa yang terjadi padanya? Aku pun melepaskan kerah bajunya dan melepas kain yang menutupi wajahku. “Ke mana kau selama ini?” Finderick tidak menjawabku, dia memalingkan wajahnya dan mulai sibuk memunggut obat-obatnya yang tidak sengaja terjatuh dari tangannya karena diriku. Aku dapat merasakan aura di dalam dirinya menghilang total, ini sungguh tidak normal.
Aku terdiam di dekat piramida, sudah hampir seharian aku berada di daerah ini, perubahan suhu yang cukup dratis, jika dewa-dewi, mereka mungkin tidak akan merasakan perubahan tersebut, namun mereka dewa yang bukan seutuhnya, juga manusia yang tidak seutuhnya, apakah mereka merasakan udara dingin di tengah malam ini?“Ayah, apa yang telah terjadi pada mereka? Kenapa Finderick berubah menjadi seperti itu? Ingatanku masih berhenti pada bagaimana kerennya Ayah dan dia memegang senjata masing-masing melawan musuh dengan entengnya.”“Kamu putri Geana?” tanya gadis yang berada di belakangku.Gadis kecil yang merupakan anak Finderick itu terlihat sedikit takut padaku.“Apakah ayahmu menceritakan tentangku padamu?” tanyaku kembali melihat sisi-sisi piramida sudah kulihat berkali-kali hari ini.“Ayah tidak bisa berbicara,”“Apakah kamu tahu kenapa dia bisa berubah menjadi seperti ini?”
Setelah lama menunggu, akhirnya malam terlewatkan, semalaman penuh aku mengelilingi rumah Finderick, tetapi aku tidak menemukan apapun selain obat-obat herbal yang sudah dikeringkan. Aku sungguh penasaran dari mana Finderick mencari obat-obat ini, sedangkan ini merupakan gurun yang cukup besar dan juga kering, tidak mungkin ada obat-obatan yang dapat tumbuh di sini.“Pagi,” sapa Finderick berjalan keluar dari kamarnya.Hari ini dia terlihat lebih segar dari kemarin. Aku menatapnya sekilas dan kembali melihat Amor yang masih tertidur pulas di ranjang pasien. Sepertinya Amor mentransfer banyak kekuatan untuknya. Aku dapat mengerti kenapa Amor sebaik itu padanya, bagaimanapun Amor sangat menghormatinya dan juga menganguminya.“Ke mana kamu mencari obat-obat ini?” tanyaku sambil memegang beberapa herbal langkah.“Jauh,” gumam Finderick menghampiriku, dia menyiapkan beberapa bahan obat-obatan dan berjalan ke dapur yang tepat
Aku Geana dewi kesedihan yang hidup dalam kebohongan. Kini aku membawa Mera dan juga Aurora meninggalkan tempat-tempat penuh kesakitan itu, untuk mengelilingi semesta ini. Pergi ke berbagai tempat yang indah juga menarik. Kami telah menghabiskan puluhan tahun dalam perjalanan. Aurora pelan-pelan pulih dari penyakitnya, dia sekarang tumbuh dewasa dan juga cantik. Sayangnya gadis secantik dia malah menyukai seekor panther.“Hari ini kita tinggal di sini dulu,” ucapku menutup mataku sambil menikmati udara sejuk yang berhembus.“Bumi memang sebuah tempat yang indah, jika tidak ada manusia-manusia serakah, mungkin ini adalah tempat terindah di semesta,” ucap Mera berjalan ke sampingku. Apa yang dia katakan tidak salah, keindahan alam ini pelan-pelan menghilang hanya karena serakah.Aku kembali membuka mataku menikmati air terjun yang mengalir deras di depan mataku. Suara air terjun itu begitu mengobatiku.“Kamu bilang apakah melewati air terjun ini, semua dosa akan tercuci habis?” tanyaku.
Aku tidak memiliki pilihan lain selain pulang ke dunia kematian, di sini masih ada Mera dan juga Aurora yang sedang menungguku. Aku berjanji pada mereka untuk membawa mereka keliling dunia, mungkin inilah saatnya membawa mereka pergi.Sebuah suasana yang berbeda di waktu aku menginjakkan kaki di alam kematian ini. Kenapa di sini begitu meriah? Sudah lama aku tidak merasakan kemeriah seperti ini.Lonceng alam kematian terus berbunyi. Biasanya di waktu-waktu penting saja lonceng tersebut berbunyi. Apakah ada hal besar yang terjadi. Aku segera terbang menuju kastelku, mencari Mera dan juga Aurora.“Geana!” teriak Mera. Setelah merasakan kehadiranku, dia segera berlari ke arahku.Dia memelukku dengan erat, tetapi aku segera melepaskannya dan melihatnya dengan lekat. Aku sungguh mengkhawatirkannya, kursi pemimpin alam kematian sudah lama kosong, dia pasti menemui banyak masalah. “Mera apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja?”Mera menatapku dengan bingung. “Aku selalu baik-baik saja,”
Ailey memaksaku untuk beristirahat. Aku kembali ke kamarku, awalnya aku mengira aku tidak dapat tidur karena memikirkan masalah ibu, namun tanpa sadar aku lenyap dalam mimpiku. Aku hampir melupakan tentang Amor. Dia muncul di depanku, tepat samping kasurku, menatapku dengan lekat. Aku menyadari kehadiran, tetapi mataku tidak dapat terbuka. Aku hanya dapat merasakan tangannya yang sedang merapikan rambutku. “Hanya dengan cara ini aku dapat melihatmu, aku tidak tahu harus menggunakan indetitas apa untuk muncul di sini, maafkan aku Geana,” ucapnya. Aku ingin sekali membuka mata mengatakan jika aku tidak menyalahkannya, tetapi tubuh ini tidak mendengarkan perintahku.“Amor!” Aku terbangun dari mimpiku, keringat bercucuran membasahi wajahku. Setelah mengatur napasku, aku menatap sekitar, namun tidak ada, dia tidak ada di sini. Ini hanyalah mimpi.“Geana, ibumu sudah tersadar.” Sebuah catatan kecil terbang ke hadapanku, dan menghilang setelah aku membacanya, ini adalah pesan yang dikirimkan
“Kakak,” panggilku menghampirinya dan memeluknya dari belakang. “Ehek.. ehek..” Mungkin pelukkanku terlalu erat hingga membuat kakak tersendak. “Tidak apa-apa, Geana. Kakak hanya sedikit.. sedikit tidak enak badan,” ucapnya menjelaskan kekhawatiranku. Belakangan ini kakak memang terlihat lemah. Auranya juga melemah, apa yang sedang dia lakukan? Aku pun menatapnya dengan lekat, berharap dia dapat berkata jujur padaku. “Geana,” panggil kakak. “Kakak tidak kenapa-napa, tersenyumlah.” Kakak seperti bisa membaca isi hatiku. Dia tersenyum memegang pipiku dengan lembut, senyumannya begitu indah. “Kakak belakangan ini mengelilingi bumi, mengumpulkan roh-roh monster yang bekeliaran, luka-luka ini tidak apa-apa,” jelasnya lagi. “Benarkah? Bagaimana cara menyembuhkannya? Apakah butuh aku mentransfer kekuatanku kak?” Kakak segera mengeleng. “Kakak hanya perlu waktu istirahat beberapa hari, sana pergi cari Amor, bermainlah bersamanya. Kakak mau istirahat dahulu.” Kakak pun mengusirku, dia mem
Ruang kembali berganti, aku kembali melihat Amor, dia sudah menghabiskan begitu banyak kekuatannya untuk menganti ruang demi ruang. “Amor, biarkan aku yang melakukannya,”ucapku.Amor mengeleng, senyuman tipisnya pun mengembang. Bibirnya sudah pucat pasi namun dia masih berpura-pura tegar di depanku. “Aku tidak apa-apa,”gumamnya.Kini kami sampai di gurun, orang-orang di gurun ini merupakan dewa-dewi yang berada di kastel ayah. Mereka merupakan para bawahan ayah yang handal. Kakak memindahkan mereka satu persatu dan menyembunyikan mereka di sini. Aku mengerti sekarang kenapa mereka tinggal di sini, walau memiliki cuaca ekstrim, namun tempat ini tidak memiliki kehidupan, tidak ada yang akan menganggu mereka. Demi mempertahankan nyawa mereka yang sudah hampir tiada, kakak setiap hari datang ke sini mentransferkan mereka kekuatannya,.“Finderick, anakmu.., aku akan menolongnya keluar, kamu tenanglah,”ucap kakak t
Sebuah tempat yang tidak asing, ini adalah depan perbatasan alam kebahagiaan. Ibu mengendong seorang anak kecil dengan erat, wajahnya terlihat cemas menunggu seseorang yang berada di luar. Aku dan Amor pun berjalan keluar perbatasan untuk melihat apa yang sedang terjadi.Diluar sini sungguh mengemparkan. Begitu banyak prajurit alam kematian mengepung sekitar, ayah dan raja dewa kematian sedang membicarakan sesuatu di antara mereka.“Ingatlah, pada akhirnya kamu tetaplah dewa kematian.”Wajah ayah Amor begitu senang atas kemenangannya. Dia memberi tahu ayah jika dirinya tidak mempunyai pilihan lain selain pulang bersamanya.“Aku akan mengikutimu pulang,”ucap Ayah.Ayah Amor yang merupakan raja kematian pun tersenyum puas ketika mendengar kata ayahku, namun aku tidak melihat kesenangan sedikitpun dari wajah ayah karena selangkah lagi dewa-dewi kematian akan menyerang masuk ke dalam alam kebahagiaan.“Jangan lu
Aku membawa busurku kembali ke kastelku. Busur biru ini kini berubah menjadi merah merona. Di atas sini penuh dengan darah kakak, ini juga merupakan salah satu alasan kenapa kakak secepat itu meninggalkan semesta ini. Walaupun kakak memiliki darah ayah, namun noda iblis di dalam tubuhnya membuat busur ini menolaknya menjadi majikan. Kakak tahu hal tersebut, namun dia tetap memaksakannya.Kata-kata kakak terus tergiang di benakku. Sebenarnya bagaimana kakak mengetahui semua hal ini? Sedangkan seluruh orang-orang yang mengetahuinya menutup mulutnya dengan rapat dan berkata ini mencakup banyak rahasia. Memang sebuah rahasia yang sangat besar, ternyata raja kamilah yang membunuh ayahku, dan raja itu adalah ayahnya Amor. Bagaimana aku menghadapinya? Ayahnya membunuh ayahku, dan dia mati bersama dengan kakakku.“Kamu baik-baik saja?” tanya Amor menghampiriku.Dia masih dapat setenang itu muncul di depanku, bukan seharusnya dia membenciku? Atau seharusnya a
Mera sangat cepat mempelajari sesuatu, hanya beberapa hari saja dia sudah mengerti apa yang diajarkan Amor. Aku juga sudah berjanji padanya setelah menyelesaikan masalah di gurun aku akan membawanya, Aurora dan juga ibuku pergi mengelilingi semesta ini, meninggalkan segala macam masalah alam ini.“Amor, setelah masuk ke gurun kamu punya rencana apa?”tanyaku setelah kami hampir sampai di gurun.“Pergi ke lubang hutan itu,”gumam Amor.“Baiklah, aku akan pergi ke pemukiman untuk melihat apakah ada perubahan,”ucapku. Setelah mendapat anggukannya, aku dan dia pun berpisah menjalankan tugas masing-masing.Tempat ini masih seperti sebelumnya, tidak ada perubahan, orang-orang di sini hidup seperti biasanya, hanya saja mereka lebih layak manusia normal, ini semua berkat Emma.Aku berjalan cukup jauh hingga menghampiri piramida ayah dan juga Findercik. Sebuket bunga tergeletak di depan piramida Finderick,
Aku dan Amor pulang ke alam kematian.Seseorang yang berdiri di tengahruangankastelmembuat kami terdiam.Laki-laki tinggi itu kini berdiri tegap mengarah kami, dia putih bersinar, rambutnya begitu lebat dan panjang, auranya tidak asing, aku sangat mengenalinya, namun wujudnya yang seperti itu membuat aku tidak berani memercayainya.“Siapa kau?”tanya Amor ingin mengeluarkan pedangnya, namun aku segera mencegatnya.“Mera,”panggilku.Mera segera berlari ke arahku dan menerkamku, dia mejilat-jilat wajahku dengan senang, jika dia adalah Mera dengan wujud bongsornya mungkin aku akan senang, namun wujudnya ini membuatku merasa syok.Amor segera menariknya bangun.“Dia.. Mera?”Amor terlihat tidak percaya menempelengnya.“Mera kamu kenapa berubah menjadi wujud manusia? Di mana Aurora?”“Putri.”Aurora terlihat senang berlari keluar da