Home / Lain / The Rich Man Passion / 38. Pimpinan pabrik menemui Aga

Share

38. Pimpinan pabrik menemui Aga

Author: Maria Goreti
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Ada apa Pak? Bapak mencariku?” tanya Aga berdiri di depannya.

“Mas Aga tidak boleh melakukan pekerjaan semaunya.”

     Aga melihat pimpinan pabrik dengan tatapan bingung. Dia tidak tahu apa yang dikatakan dan dimaksud.

“Tunggu-tunggu, ini maksudnya apa aya? Aku tidak mengerti.”

“Mas Aga meminta pekerja-pekerja pabrik untuk memilah anggur- anggur.”

“Bukankah itu pekerjaan mereka? Lalu apa aku salah jika meminta mereka melakukannya.”

“Mas Aga tidak salah, tetapi pekerjaan itu memakan waktu yang sangat lama.”

“Maksudnya?”

“Kami tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang lain. Kalau Mas Aga masih meminta untuk memilah anggur-anggur.”

“Aku akan tetap minta mereka untuk melakukannya.”

“Tidak bisa dengan cara seperti itu, Mas Aga.”

“Dengan cara apa supaya bisa menghasilkan wine yang dapat dinikmati tanpa ada protes?” tanya Aga meninggikan suaranya.

     Aga melihat pimpinan pabrik hanya diam tidak bisa memberikan solusi

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • The Rich Man Passion   39. Persetujuan Aga

    Aga berjalan dengan wajah tersenyum. Dia tidak mau menengok ke belakang melihat wajah pimpinan pabrik yang pasti terlihat bingung.“Kenapa Mas Aga senyum-senyum sendiri?” tanya Ben pada Aga yang berjalan mendekatinya.“Tidak papa. Hanya lucu saja. Dia membuatku bingung. Sekarang aku yang membuatnya bingung.”“Aku pun bingung.”“Pulang saja yuk daripada semua bingung,” ajak Aga berjalan ka arah mobil.“Kamu sudah tidak ada kerjaan lagi kan, Ben?” tanya Aga membuka pintu mobil.“Tidak ada.”“Ya udah pulang. Sudah sore, kita di jalan menjelang malam.”“Iya.” Ketika di mobil, Aga hanya berdiam diri. Dia tidak melakukan apa pun hanya menatap ke arah luar. Sementara Ben mengendarai mobil dengan fokus. Aga berpikirada benarnya juga apa yang dikatakan pimpinan pabrik. Memang dia terlalu buru-buru meminta mereka; pekerja-pekerja pabrik untuk memilih-anggur-anggur yang bagus.“Mas Aga tida

  • The Rich Man Passion   40. Pembukaan lowongan

    Aga tidak diam, dia juga mengikuti gerakan pimpinan pabrik yang mundur.aga semakin maju. Dia tidak bermaksud mengertak. Hanya saja, dia ingin memberikan kejutan kecil di pagi hari.“Kenapa Bapak berjalan mundur?” tanya Aga dengan tangannya masuk ke saku celana.“I-itu. I-tu, Mas Aga sedikit menakutkan bergaya seperti ini.”“Bergaya bagaimana maksudmu, Pak?”“Tangannya berada di saku celana.” Aga mengambil sikap berdiri tegak. Ternyata dia semenyeramkan itu sampai bergaya santai seperti ini dipikir menakutkan. Dia tidak berpikir jika orang lain akan berpikiran sama. Jangan sampai ada yang berpikiran dia jahat.“Tidak perlu takut. Wajahku menggemaskan seperti ini, Bapak bilang menakutkan. Aku merasa sedih.” Aga menepuk pundak pimpinan pabrik.“Habisnya Mas Aga sedikit berbeda dari kemarin.”“Sama saja, Pak. Aku masih Aga Brawijaya, cucu Kakek Aga dan anak dari Papa As.” Aga memlihat pimp

  • The Rich Man Passion   41. Tahapan tes kerja

    Aga pikir dia akan fokus memperbaiki rasa wine.“Biar dia saja yang mengurusnya. Aku hanya perlu terima laporan yang benar saja.” Aga berjalan kembali mengelilingi pabrik. Aga ingin fokus pada satu pekerjaannya dahulu walaupun dia tidak perlu terjun langsung untuk mengelola perusahaan. Dia bukan tipe orang yang cepat puas dengan hasil yang didapat. Dia perlu mencari tahu ada kejanggalan apa dari rasa wine yang dibuat oleh Mos. Tiba-tiba, ponsel Aga berdering dengan nada panggilan yang cukup asyik untuk didengar.“Papa." Aga menyentuh layar ponsel untuk mengangkat panggilan telefon.“Halo, Pa.”“Halo, Ga. Kamu di mana?”“Aku di pabrik. Ada apa Pa?”“Kebetulan. Papa mau menanyakan tentang lowongan pekerja pabrik. Apakah kita benar-benar membutuhkan?”“Iya, Pa. Aga melihat sendiri jika mereka kesusahan dalam bekerja. Ada beberapa yang sudah mau pensiun dan ada

  • The Rich Man Passion   42. Wawancara kerja

    Tidak ada yang bisa Aga lakukan selain mengangguk. Dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Dia tidak bisa melakukan di luar batas kemampuannya.“Terima kasih, Mas Aga.” Pimpinan pabrik berjalan menjauh untuk mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Aga masih penasaran dengan rasa wine. Padahal sekitar sepuluh menit yang lalu, dia mencicipi.“Rasanya sedikit saja sudah pas. Apa yang kurang ya?” tanya Aga mencoba mencari apa yang salah.“Aku sudah melakukan yang benar. Apa waktu fermentasi yang dibutuhkan? Besok? Tidak mungkin. Aku merasa besok akan serangan lagi dari mereka. Setelah serangan dari youtuber.” Aga berjalan mondar-mandir layaknya setrikaan. Dia memikirkan cara supaya hari ini dia dapat merasakan wine dengan rasa yang unik dan bisa diterima oleh masyarakat. Setidaknya dirinya sendiri bisa menerimanya.“Kurang kerjaan? Ya itu yang dipikirkan oleh mereka yang tidak mau mperbaiki.”&n

  • The Rich Man Passion   43. Pilihan yang sulit

    Aga berpikir masih berani-beraninya datang ke kantor. Padahal kemarin membuat masalah yang membuat Aga sempat berpikir mau memecatnya. Dia tidak paham dengan sikap pimpinan pabrik. Dia menduga ada orang dalam yang menyokongnya hingga bisa bertahan sampai saat ini. Aga masuk ke ruang wawancara dan terdapat tiga penguji lainnya.“Kamu,” kata Aga menunjuk salah satu pria yang duduk di sebelah pimpinan pabrik. Ya pria itu adalah Mos. Aga datang selaku direktur utama sedangkan Mos datang sebagai wakil direktur. Dia tidak mengalihkan pandangannya ke lain, tetap pada melihat Mos.“Mas Aga,” panggil pimpinan pabrik untuk fokus.“Iya,” jawabnya melihat ke depan karena pimpinan pabrik memberikan kode. Pelamar-pelamar kerja yang dipilih sebanyak 110 orang dan sepuluh orang akan gugur. Empat penguji ini bertanggung jawab untuk menilai mereka satu per satu.“Kita buat cepat saja

  • The Rich Man Passion   44. Perkataan yang lembut

    Aga dan Mos memilih pandangan yang sama yaitu pimpinan pabrik. Baik Aga maupun Mos menunggu jawaban pimpinan pabrik karena penentu.“Lama amat. Menunggu apa?” tanya Mos nada sinis.“Pikirkan baik-baik, Pak. Bapak juga perlu melihat lamaran yang dikirimnya. Dia pintar walaupun tidak cantik.” Aga mencoba menambah bumbu-bumbu supaya pimpinan pabrik bingung memilih. Aga melihat pimpinan pabrik menggaruk kepalanya walaupun tidak terlihat gatal.“Yakin sekali lagi pilihan Bapak,” kata Aga tidak hentinya menambah bumbu penyedap.“Cukup. Biarkan dia berpikir. Terlalu lama menunggumu. Cepat.” Mos meninggikan nada suaranya.“I-iya. Saya akan menjawab.”“Ingat ya Pak pikirkan baik-baik. Jangan sampai pilihan Bapak salah.” Aga mengingatkan lagi. Mungkin orang lain yang melihatnya akan tertawa terbahak-bahak karena lucu. Ini hanya untuk pekerja pabrik bukan seperti pemilihan ketua kelas.“Saya m

  • The Rich Man Passion   45. Fokus ke rencana awal

    “Ada apa Pak? Kenapa menatapku? Ada yang salah di wajahku?” tanya Aga beruntun.“Seharusnya saya yang tanya. Mas Aga lihat apa?”“Lihat itu ada lalat lewat.”“Lalat? Tidak ada lalat di sini.”“Ada, Bapak saja yang tidak bisa melihatnya.”“Apa ada lalat? Di ruangan dengan pendingin udara mana ada lalat. Bisa-bisanya Mas Aga.”“Tidak kok. Coba saja lihat.” Aga bingung harus menjawab apa.“Mas Aga bilang saja kalau melihat Sea.”“Tidak kok,” jawab Aga memungkiri.“Tidak papa kalau lihat Sea. Cantik?”“Tidak juga,” jawab Aga gugup. Aga tidak bisa bohonh jika dirinya memang melihat Sea. Aga melihat dari belakang, punggung Sea yang membungkuk. Sebenarnya cantik hanya saja jika berat badannya berkurang sedikit saja ditambah sehat.“Akh sudahlah.” Aga mengibaskan tangan di wajah seperti mengusir lalat.“Mana lalatnya Mas Aga?” tanya pimpinan pabrik yang melihat Aga mengibaskan tangan.“Itu-itu, Bapak tidak melihatnya?” tany

  • The Rich Man Passion   46. Debat yang tidak akan selesai

    Mereka berdua memiliki tatapan yang tajam satu sama lain. Aga yang biasanya memiliki tatapan teduh berbeda dengan sekarang.“Apa kamu memiliki masalah denganku?” tanya Aga meninggikan suaranya karena kesal.“Kamu. Masalahnya adalah kamu pulang ke rumah.”“Itu bukan kehendakku untuk pulang.”“Kalau bukan kehendakmu, kehendak siapa?”“Papa As. Kamu mengenalnya dengan dekat bukan.”“Kalau Paman As meminta kamu untuk pulang harusnya kamu menolak.”“Atas dasar apa aku menolak? Aku anaknya!” teriak Aga tidak bisa menahan emosinya.“Kamu harus memiliki pendirian. Kehidupan di luar rumah buaknnay sudah memberikan kenyaman untukmu. Apa lagi yang kamu cari dengan datang ke perusahaan?” tanya Mos juga ikut meninggikan suaranya.“Kenapa kamu takut aku berada di perusahaan?”“Takut untuk apa?” Aga berjalan mendekat ke arah Mos.“Kamu takut kalau korupsi yang kamu lakukan ketahuan olehku?” tanya Aga berbisik di t

Latest chapter

  • The Rich Man Passion   57. Sea dipecat dan Aga menghilang (End)

    “Aku permisi Om,” pamit Mos pada Papa As. Papa As tidak menjawab. Saat ini beliau hanya penuh emosi. Tanpa menunggu lama, sopir pribadi membawa Mos ke pabrik dengan mobil pribadi. Sepanjang perjalanan, Mos hanya tersenyum puas. Gerak secepat menangkap nyamuk. Sesampainya di pabrik, tanpa menunggu mobil menempatkan di tempat parkir. Mos turun dari mobil lebih dahulu. Dia ingin menemui pimpinan pabrik. Satu kali melihat, Mos dengan cepat menemuka keberadaan pimpinan pabrik. Mos melambaikan tangan untuk memberi tanda memanggil pimpinan pabrik.“Mas Mos memanggilku?” tanya pimpinan pabrik.“Iya, Pak. Aga di mana?”“Mas Aga ada di sana.” Pimpinan pabrik menunjuk Aga yang berada di tempat pemilihan anggur.“Ada satu hal yang harus aku beritahu. Terkait suatu perinta dari Om As.”“Maksud Mas Mos pesan dari Pak As, papanya Mas Aga.”“Iya. Beliau ingin menyampaikan suatu hal dan beliau meng

  • The Rich Man Passion   56. Rencana Mos

    Suara ketukan pintu kamar Aga.“Iya, aku sudah bangun. Aku akan turun.”“Iya, Mas Aga.” Pagi ini Aga Brawijaya bangun melewati waktu seperti biasanya. Dia juga sudah bangun ketika suara ketukan pintu tanda membangunkannya.“Aku ingin berolahraga tetapi rasa malas terus menghampiriku,” kata Aga melihat dirinya di cermin untuk ukuran full body. Aga masih menggunakan seragam kebesarannya yaitu pakaian untuk tidur. Dia belum memilih mandi untuk menyegarkan tubuhnya dengan wangi sabun mandi kesukaannya.“Mandi tidak ya. Aku malas sekali mau pergi ke kantor atau pabrik. Ada apa denganku hari ini? Apakah rasa malas mulai menghampiriku?” tanya Aga pada dirinya di cermin seolah dia ingin mengkoreksi.“Mandi sajalah sebelum ada suara ketukan pintu lagi.” Aga berlari kecil menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Aga menyelesaikan mandi dengan cepat. Dia keluar

  • The Rich Man Passion   56. Mos mencurigai Aga

    “Siapa kamu?” tanya Aga memberanikan diri menoleh ke belakang.“Astaga. Kamu Ben,” teriak Aga.“Maaf, Mas Aga membuat terkejut.”“Itu tahu. Kamu kenapa berdiri di belakangku?”“Tidak papa. Aku mencari Mas Aga tidak ketemu. Aku pikir orang lain. Maaf, Mas Aga.”“Tidak papa. Kamu mencariku pasti ada yang mau kamu beritahu. Apa itu?”“Aku mau memberitahu tentang peluncuran dan desain dan nama yang baru.” Aga mengangguk.“Iya. Aku sudah tahu itu. Aku akan biarkan mereka untuk memproduksi. Aku tidak akan ikut campur setelah itu.”“Ikut campur pun tidak akan jadi masalah, Mas Aga. Mas Aga menyadarinya?”“Iya. Aku sadar kalau aku direkturnya. Aku bebas untuk melakukan apa pun.” Aga terdiam sesaat memikirkan resiko yang akan dia dapat tetapi sudah siap. Dia harus bisa menyelesaikannya kelak.“Mas Aga sudah lihat pemilihan anggur-anggurnya?” tanya Ben memecakan lamunan.“O, sudah. Anggur-anggurnya seka

  • The Rich Man Passion   54. Pabrik adalah rumah kedua

    Suara ketukan seorang pelayan di pintu kamar tidak akan membuat Aga bangun kecuali bunyi jam weker yang akan membangunkannya dari mimpi yang indah. Kring, kring, kring.“Jam berapa ini? Kenapa sudah berbunyi saja? Ini masih pagi.” Aga berusaha menggapai jam wekeryang terletak di kasur dan jauh dari gapaian tangannya.“Sini, sini kamu.” Aga tetap tidak bisa mengambil jam weker“Kena.” Aga melihat waktu pada jam weker dengan mata terbuka lebar.“Astaga sudah jam 6 pagi.” Aga melempar sembarang selimut dan jam weker. Dia berlari ke kamar mandi karena dia tidak perlu cemas dengan air panas atau handuk yang lupa dibawa. Byur, byur, byur.“Akh segar sekali.” Aga mengambil shampo dengan wangi yang disukainya. Dia membersihkan tubuhnya dan keluar dengan balutan handuk menutupi seluruh tub

  • The Rich Man Passion   53. Makan malam Keluarga Brawijaya

    “Mas Aga, apakah ada hal yang serius? Maaf jika pertanyaanku lancang.”“Tidak serius juga sih Ben. Mama hanya memberitahu jika Kakek mengundang mereka. Kamu tahulah mereka itu siapa.”“Iya, aku tahu. Mungkin Mamanya Mas Aga tidak ingin anaknya dikecualikan.”“Iya sepertinya begitu Ben.”“Aku pikir ada hal serius yang terjadi. Sekali lagi maaf untuk kelancanganku.”“Iya Ben. Tidak jadi msalah. Aku tidak bisa mengajakmu, Ben.”“Tidak papa Mas Aga.”“Ben, cari supermarket terdekat. Aku akan membeli sesuatu untuk dibawa ke rumah. Setidaknya ada yang aku bawa,” kata Aga tersenyum geli.“Aku tahu supaya Mas Aga tidak dibully lagi oleh Mos karena datang dengan tangan kosong.”“Sekarang aku tidak takut lagi dengannya. Aku akan ingat jika di dalam perusahaan tidak ada status untuk saudara atau sepupu sekalipun. Benar bukan perkataanku?”“Iya benar. Maaf jika selama ini kesannya aku membuat Mas Aga menjadi jahat.”“Tidak kok Ben.”“Aku sangat senang.”“U

  • The Rich Man Passion   52. Desain yang baru

    “Tidak ada Mas Aga. Ada keperluan apa Mas Aga? Mungkin bisa dibantu.” Kepala departemen desain menymabut Aga dengan hangat.“A, ini aku mau memberikan ini. Aku mau membuat desain baru pada wine yang sedang aku kerjakan.”“Kalau begitu silakan masuk. Mas Aga mau minum teh?”“Tidak. Terima kasih.” Aga mengikuti kepala departemen masuk ke ruangannya. Crekkk.“Silakan duduk, Mas Aga.”“Iya. Tidak perlu repot. Aku hanya mau memberikan desain milikku. Bisa minta tolong dilihat?”“Iya, Mas Aga.” Aga melihat kepala departemen melihat desain dan tersenyum. Aga tidak tahu ini pertanda baik atau ada perbaikan dalam desain yang pasti Aga menginginkan seperti itu. Lebih lanjutnya jika ada perbaikan, Aga bisa memaklumi.“Bagaimana?” tanya Aga dengan wajah tegang.“Bagus kok Mas Aga. Hanya saja bolehkah diperbaiki sedikit dan diberikan sentuhan?”“Boleh. Silakan. Jika diperbaiki bisa memb

  • The Rich Man Passion   51. Saran dari Ben

    Aga melihat pimpinan pabrik yang berdiri tidak jauh darinya. Beliau salah tingkah setelah meyakini bahwa Aga melihatnya. Aga hanya membalas dengan senyuman dan sebaliknya.“Mas Aga senyum sama siapa?” tanya Ben melihat sekeliling.“Senyum dengan seseorang yang aku yakin dia pasti tahu.”“O.”“Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan sebelumnya?”“Iya, aku yakin Mas Aga.”“Aku tidak menyangka akan terjadi juga. Padahal aku sudah menepis akan terjadi.”“Mas Aga hanya perlu berhati-hati saja. Seseorang yang memiliki sikap berubah secepat kilatan petir tidak mungkin tidak ada maksud tersembunyi di dalamnya.”“Iya. Aku tahu itu tetapi ini Mos. Dia sepupu yang dekat denganku.”“Memang ada sepupu lain yang dekat dengan Mas Aga? Anak Pak Bimo hanya Mos.” Ben membela dengan pendapatnya.“Iya sih. Maksudku aku dekat dengan dia.”“Ini perusahaan Mas Aga. Tidak ada kedekatan atau apa pun itu. Ingat Mas Aga. Jabatan yang sudah dicapai dengan

  • The Rich Man Passion   50. Pabrik lagi

    Aga mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dia tidak peduli dengan suara klason dari mobil lainnya karena memperingatkan untuk berhati-hati dengan kecepatan mobil. Dia hanya berpikir bagaimana cara supaya cepat sampai di pabrik. Ya pabrik lagi yang akan dikunjunginya.“Huft akhirnya sampai juga.” Aga menepikan mobil di bawah pohon yang rimbun. Dia melepas seal belt dan mengambil ponsel di jok mobil. Dia keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu pabrik yang terbuka lebar. Sayangnya tidak ada karpet yang digelar.“Selamat pagi, Mas Aga,” sapa salah seorang pekerja pabrik.“Tunggu. Aku mencari pimpinan pabrik di mana?” tanya Aga padanya.“Itu di sana, Mas Aga,” tunjuknya.“Terima kasih. Lanjutkan pekerjaanmu.”“Iya, Mas Aga.” Aga mempercepat langkah kakinya dan pimpinan pabrik menyadari jika dia sedang dicari. Hal yang sama dilakukan oleh pimpinan pabrik untuk mempercepat langkahnya. Be

  • The Rich Man Passion   49. Proses produksi wine

    “Iya, Mas Aga,” jawab pimpinan pabrik seraya berjalan menjauh dari Aga dengan tatapan tanda tanya besar di wajahnya dapat digambarkan. Ben berjalan menghampiri Aga.“Kenapa Mas Aga?” tanya Ben yang berdiri di sampingnya.“Itu pimpinan pbarik. Aku mengatakan kalau besok akan memberitahu produksi wine.”“Apakah akan diproduksi dalam jumlah banyak?”“Iya. Aku juga mau tahu reaksi masyarakat. Kita bisa ambil kembali produksi yang lama. Lalu untuk kemasan bisa bedakan sedikit atau diberi pemberitahuan. Kalau sudah memiliki rasa yang enak.”“Iya, Mas Aga. Aku akan mengatakan pada departemen desain.”“Beritahu aku dahulu. Setelah jadi desainnya.”“Iya, Mas Aga.”“Masih sore, aku mau lihat ke sana dahulu.”“Apakah aku harus ikut?”“Tentu saja, Ben.”“Iya, Mas Aga.” Mereka berdua berjalan ke tempat pemilihan anggur. Terdapat banyak pekerja baru di sana. Mereka terlihat akrab, beberapa dari mereka sudah me

DMCA.com Protection Status