Akhirnya hari Pentas Seni sekolah pun tiba. Banyak sekali poster-poster yang terpajang sepanjang 100 meter sebelum gerbang sekolah. Beberapa standing poster juga menyambut di depan gerbang sekolah dengan dekorasi yang sangat menarik. Poster tersebut berisi informasi mengenai kegiatan Pentas Seni dan juga bintang tamu yang akan mengisi acara. Karena PENSI di sekolah Athena itu memang dibuat untuk umum, sehingga siapapun bisa membeli tiket di tempat—tepatnya di stan tiket yang berada di dekat parkiran agar mudah ditemui pengunjung.
Setiap kelas juga harus ditata dengan beragam dekorasi dan hiasan. Karena selain penampilan dari perwakilan tiap kelas dan bintang tamu, OSIS juga membuat perlombaan dekorasi kelas—yang mana jika kelasnya berhasil mendapat gelar “Kelas Terunik dan Terindah” akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai.
Athena dan Sidney datang pagi-pagi sekali untuk membantu teman sekelas mereka mempercantik kelas. Dalam waktu setengah jam, akhirnya me
Hai! Gimana bab yang ringan ini? Semoga bisa terus menghibur kalian ya. Sampai jumpa di bab selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan komentar, xixixi.
30 menit yang lalu, sebelum Ares mencari Athena, lelaki itu menerima telepon dari Malik. Ares yang sedang menata kelas bersama teman-temannya, terpaksa menghentikan kegiatannya dan menerima telepon di tempat sepi. “Halo, Malik? Ada apa?” tanya Ares langsung pada intinya. “Maaf kalau saya mengganggu waktunya, Tuan. Tapi saya harus segera mengabarkan ini secepatnya. Salah satu pengawas yang ada di sekitar Nyonya Hera seperti melihat adanya gerak-gerik seseorang yang mencurigakan, jadi beberapa pengawas yang ada di sekitar Tuan Ares akan dikerahkan pada Nyonya.” Malik melaporkan dengan lugas dan tegas. “Orang mencurigakan di sekitar Mama? Kalau gitu kerahkan sebagian ke sana. Jangan sampai Mama kenapa-napa, Malik.” wajah Ares sedikit panik, namun ia berusaha tetap tenang. “Baik. Terima kasih atas pengertiannya. Sehubungan dengan ini pula, Tuan diminta untuk lebih berhati-hati oleh Pak Adikara.” “Jangan khawatir. Di sekolah sedan
Sudah hampir satu jam Athena berada di dalam mobil yang menjemputnya di depan sekolah. Namun bukanya tiba di tempat tujuan, Athena malah merasa hawa di sekitarnya berubah menjadi dingin. Seperti alam bawah sadarnya tahu kalau ada sesuatu yang mulai tidak beres. “Maaf, Pak. Tapi kantor polisinya di mana ya? Kenapa kita belum sampai juga?” Athena bertanya dengan nada yang sangat hati-hati. Pria yang sedang mengendarai mobil itu meliriknya, “Mereka tertangkap di Jakarta.” “Jakarta?” ulang Athena. Pria paruh baya itu mengangguk. Posturnya tetap tegap, dan wajahnya datar. “Kamu bisa menenangkan diri dulu. Ada botol air mineral di dalam situ, ambil dan minum dulu.” Athena hanya mengangguk, ia membuka dashboard mobil, kemudian mengambil satu botol air mineral berukuran kecil, lalu meneguk isinya. Perasaan kacau dan pikiran yang panik membuatnya haus. ‘Mungkin perasaan nggak enak ini karena gue khawatir sama AL’ Athena membat
PERHATIAN!!! BAB INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN FISIK, DAN KATA-KATA KASAR!!! ----- Athena terbangun karena merasakan sakit pada pergelangan tangan dan kakinya. Begitu ia membuka mata, hanya gelap yang terlihat karena matanya tertutup oleh kain. Mulutnya juga direkatkan menggunakan lakban. Athena berontak sekuat tenaga ketika dia bisa mendengar suara langkah kaki yang mendekat, berharap mendapat pertolongan. “Athena Amerta.” Athena bisa mendengar namanya disebut oleh seorang pria. Terdengar seperti suara orang yang memberikan kabar bahwa kedua adik kembarnya ditangkap, melalui telepon. “Orang yang paling berharga bagi Ariel,” Athena bisa mendengar pria itu melanjutkan. Gerakan tubuhnya terhenti begitu mendengar nama Ariel disebutkan. Athena mulai merasa ketakutan lebih dari sebelumnya. “Sayangnya … Ariel juga udah nggak ada. Jadi sekarang lo berharga bagi siapa?” Athena bisa merasakan bahwa tubuh lelaki itu mendekat, ka
Ares menjambak rambutnya sendiri dengan frustrasi, tangannya mulai gemetar dan mengeluarkan keringat dingin, badannya tidak bisa diam barang sedetik pun. Dita yang melihat gelagat keponakannya yang sudah mencurigakan, mulai mengetikan sebuah nomor di ponselnya secara diam-diam. “Dita, gimana ini?” Ares semakin gelisah. Beberapa menit sebelumnya, Samsul langsung mematikan sambungan telepon setelah menghitung mundur. Yang mana membuat Ares mengeluarkan teriakan marah sambil membanting ponselnya sendiri. Mereka tidak tahu apa yang Samsul lakukan pada Athena. Seketika itu pula Ares merasa tubuhnya mengigil karena rasa bersalah telah memprovokasi Samsul. “Tenang, Res. Gilang masih ngelacak nomor telepon itu.” “Jakarta itu luas, Dita!” Ares yang frustrasi membentak tantenya sendiri. Wanita dengan perut yang semakin membuncit itu berusaha untuk duduk dengan tenang. Sementara Malik kembali dengan wajah sedikit lega, seperti baru mendapat sebuah harapa
PERHATIAN! BAB INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN FISIK, DAN KATA-KATA KASAR! ----- Athena menatap lurus ke arah Fredi yang jalan mendekat. Mulutnya terkunci rapat, bukan karena direkatkan dengan lakban, namun karena kata-katanya menghilang sebelum sampai di tenggorokan. Tanpa sadar tangan yang terikat di belakang tubuhnya bergetar. Fredi masih memberikan senyum manis, yang mana malah semakin membuat Athena bergerak menjauh karena instingnya merasakan tanda bahaya. “Ouch, gue terluka, nih. Kenapa lo menjauh?” Fredi berlagak tersakiti. Athena menggeleng kencang, masih belum bisa mengeluarkan suaranya. “Kenapa? Kaget banget, ya?” Fredi bertanya sambil tangannya bergerak menyingkirkan anak rambut yang jatuh di wajah Athena, “Ya ampun, pipi lo berdarah!” Fredi bergegas mengambil sebuah kotak usang dari kayu yang ada di pojok ruangan. Athena memperhatikan gerak-gerik Fredi dengan waspada. Lelaki itu mengeluarkan sebuah plaster luka yan
PERHATIAN! BAB INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN FISIK, DAN KATA-KATA KASAR! ----- Athena memejamkan mata, takut. Namun ia tidak merasakan sakit apapun. Karena tidak ada suara lagi setelahnya, Athena mencoba membuka mata perlahan. Dan yang ada di depannya saat ini adalah sosok Fredi sedang mengenggam pisau yang tertancap di perutnya. “KAK FREDI!” Athena memekik. Athena bisa melihat dengan jelas wajah Fredi yang menahan rasa sakit tanpa suara. Sementara gadis itu melirik ke arah Samsul yang saat ini memasang wajah terkejut sekaligus ketakutan. Pria paruh baya itu mundur perlahan dengan gerakan kikuk. “Bu-bukan gue … bukan gue yang nusuk dia!” Samsul membeo. Matanya melotot ke arah Athena dan Fredi bergantian. Fredi jatuh terduduk, masih menahan pisau di perutnya dan berusaha tidak bergerak. Athena meronta sekuat tenaga agar ikatan pada tangan dan kakinya di kursi melonggar. Sudah tak terukur seberapa banyak Athena menangis, gadis itu terus
Ares melihat kesadaran Athena perlahan menghilang. Lelaki itu memeluk Athena yang terkujur di atas lantai dingin penuh debu. Bau amis darah dapat tercium olehnya. Pandangan Ares perlahan mengabur karena genangan air mata yang tanpa sadar sudah siap untuk terjun. “Ana …” suara Ares lirih. “Bangun, Ana …” Para pengawalnya masuk, dan langsung menangkap pelaku utama, yaitu Samsul. Beberapa pengawal juga berjalan ke pojok ruangan karena melihat satu orang lain yang tergeletak. “Tuan Fredi?” Atensi Ares yang awalnya hanya terfokus pada Athena, teralihkan karena pekikan kaget dari Malik. Kepalanya ikut memutar untuk melihat ke arah pandang yang dituju semua orang. “Kenapa bisa Tuan Fredi ada di sini? Tuan? Apa Tuan bisa mendengar suara saya?” Malik mengguncang tubuh Fredi, dan memeriksa denyut nadinya. “Perut Tuan Fredi terkena tusukan. Cepat bawa tandu dan panggil ambulan!” Selama ambulan belum datang, Malik dan pengawal lainnya melakukan pe
Esok hari pun datang. Baik Athena maupun Fredi sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Keluarga Athena bergantian menjaga di rumah sakit—kecuali Roy. Ares pun sesekali melihat keadaan Athena yang masih membutuhkan istirahat. Lelaki itu harus membuat berbagai alasan agar bisa masuk ke dalam ruang rawat Athena, karena Alfred dan Alvin tidak memperbolehkannya muncul di hadapan Athena. “Ares!” Ares yang sedang duduk termenung di kursi tunggu depan ruang rawat Athena pun menoleh karena panggilan seseorang. Ares bisa melihat Xavier dan Sela yang berdiri sambil mengatur napas karena berlarian di koridor rumah sakit. “Di mana Fredi?” tanya Xavier langsung. “Ruang VIP lantai 7.” Ares menjawab dengan nada pelan. “Oke. Gue lihat kondisi dia dulu. Nanti gue balik ke sini lagi.” setelah mengucapkan kalimat itu, Xavier langsung berlalu dari hadapan Ares. Sela yang masih berdiri di sana, memutuskan untuk duduk di sebelah Ares. “Gimana keadaan kak Athe
Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian
Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,
Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu
Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney
“Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar
Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn
Dua puluh menit telah berlalu. Athena dan Ares keluar dari ruang rawat Roy usai menemui pria paruh baya itu. Raut wajah Athena menggambarkan perasaan yang lebih lega dari sebelumnya, namun garis-garis khawatir masih kentara di sana. “Kamu lebih lega sekarang?” Ares bertanya sambil mengusap pelan punggung gadis yang lebih pendek darinya itu. Athena mengangguk pelan. “Iya. Walaupun cuma bisa sebentar ketemu, karena ternyata Papa harus banyak istirahat sebelum operasi. Aku lega udah bisa nunjukin kalau aku baik-baik aja ke Papa, dan Papa juga dengan bijak ngerti situasinya meskipun aku tahu ini semua enggak mudah diterima sama Papa, terlebih Papa sama sekali enggak ngelarang aku buat ketemu sama kamu.” Athena dan Ares duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Roy. Tangan Ares tidak pernah melepas rangkulannya pada bahu Athena. “Aku ikut lega kalau kamu lega.” Ares mengusap puncak kepala Athena. “Aku masih enggak nyangka akhirnya Papa punya kesempatan untuk sembuh kayak dulu lagi, Res.
Haloo para pembacaku sekalian di manapun kalian berada.Ini pertama kalinya saya menulis catatan penulis untuk para pembaca. Dan untuk yang pertama kalinya ini, saya ingin memberikan informasi sekaligus meminta maaf kepada para pembaca sekalian.Dalam beberapa hari ke belakang, saya tidak update bab terbaru The Reason Why dikarenakan kondisi kesehatan saya yang naik turun. Saya tidak bermaksud memberi alasan apapun karena keterlambatan update ini. Namun, selain kondisi kesehatan saya, masalah lainnya adalah sibuknya jam perkulian saya yang padat. Jujur saja, perkuliahan yang padat dan hari libur saya gunakan untuk mengerjakan tugas yang sangat banyak (meskipun sudah saya cicil), ditambah rapat organisasi kampus. Mungkin karena terlalu banyak kegiatan itulah, tubuh saya mengalami drop, kurang tidur, dan juga panas dalam.Karena itu saya meminta maaf jika para pembaca sekalian menunggu bab terbaru The Reason Why. Saya hanya bisa menulis sedikit demi sedikit di waktu yang
Beberapa saat sebelumnya. Ares yang sedang duduk di depan ruang rawat Athena mendapat telepon dari Malik. Asisten Papanya itu memberikan kabar yang cukup mengejutkan, yaitu fakta bahwa Roy harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Saat Ares menerima telepon, kebetulan Alfred keluar dari ruang rawat Athena, dan lelaki yang lebih muda 3 tahun dari Ares itu juga sedang menerima telepon dari seseorang. Ketika pandangan mereka bertemu, baik Ares maupun Alfred seperti bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran masing-masing. “Jangan kasih tahu Nana soal ini.” begitu kata Alfred setelah menutup teleponnya. “Nggak bisa. Ana harus tahu. Lagipula om Roy pasti dapet perawatan terbaik setelah pindah ke rumah sakit tempat nyokap gue kerja. Di sana juga udah ada donor untuk beliau.” “Lo lupa sama kondisi Nana sekarang? Lo mau bikin dia tambah drop?” Alfred sudah bersiap melayangkan tinju seandainya Ares kembali membantah. “Alfr