“Aku nggak bisa lama-lama.” Elok duduk di samping Reno yang sudah berhadapan dengan Dewa. Meletakkan tasnya di meja, lalu mengangkat tangan untuk memanggil seorang pelayan. “Aku ke sini sama sopir papaku. Sebentar lagi mau jemput Kasih di sekolah.”“Nggak masalah, kami bisa sekalian makan siang,” ujar Dewa setelah meneguk air mineralnya.“Teh panas satu, dan jangan terlalu manis,” pinta Elok pada pelayan kafe yang baru berhenti di sisi meja. “Sama kentang goreng aja dua, biar cepat. Makasih.”Elok kembali mengalihkan wajah pada Dewa, juga Reno secara bergantian. “Per senin depan, aku sudah nggak masuk Antariksa, ya! Baru ini aku punya rekan kerja kurang ajar seperti Restu. Sudah dua kali dia nyosor macam soang nggak tahu diri, padahal knalpotnya sudah pernah aku tendang satu kali!”Dewa dan Reno saling pandang dalam diam. Belum ada lima menit wanita itu duduk di tempatnya, tapi Elok sudah berkicau panjang lebar.“Kamu disosor?” Dewa melepas tawa. Meskipun mengerti dengan maksud Elok,
“Mama mau ke mana?” selidik Kasih yang baru memasuki kamar Elok. Melihat sang mama tengah memakai bedak di depan meja rias dan sudah terlihat rapi, Kasih segera menghampiri lalu dengan cueknya duduk di pangkuan Elok.“Mama mau jalan sama om Lex sebentar,” kata Elok jujur, dan tidak ingin menutupi hal apapun dengan Kasih. “Ada kerjaan yang harus dibereskan.”“Papa ke mana?” tanya Kasih sambil mengambil salah satu lipstik yang ada di meja rias. Kasih membukanya, lalu memoleskannya dengan perlahan ke bibir mungilnya. “Kenapa nggak pernah datang ke sini?”Elok menghela sambil menutup bedak padatnya dan meletakkannya di meja rias. Tidak ada yang bisa Elok lakukan saat ini selain memberi pelukan pada Kasih, dan membiarkan gadis kecilnya bereksplorasi dengan beberapa make up yang ada di atas meja. Jika itu bisa mengalihkan dunia Kasih dari Harry, tidak mengapa.“Papa sibuk kerja, mungkin masih di luar kota.” Hanya jawaban seperti itu yang bisa diberikan oleh Elok. Ia juga tidak tahu, mengapa
“Cuma kita bertiga?”Elok menatap pintu ruang VIP yang kabarnya disewa oleh Harry untuk pertemuan malam ini. Namun, hampir lima menit Elok berbasa-basi dengan Vira, Harry tidak kunjung muncul di dalam ruang tersebut.“Mas Harry, nggak datang?” sambung Elok mempertanyakan keberadaan suaminya pada Vira.“Harry harus keluar kota pagi ini, jadi nggak bisa hadir,” jawab Vira kemudian segera menuju inti pembicaraan mereka malam ini. “Jadi, El, aku mau membahas masalah mediasi denganmu sebelum hari persidangan. Kita bisa pakai jasa konselor pernikahan yang sudah terkenal dan benar-benar ahli di bidangnya.”“Mbak, saya nggak mau mediasi, karena keputusan saya sudah final. Cerai.”“Setidaknya, pikirkan Kasih,” ujar Vira tiba-tiba memasang wajah sendu karena mengingat putranya. “Kamu nggak mau dia bernasib seperti Awan, kan?”“Vira, jangan bawa masalah pribadimu dalam pembahasan malam ini.” Lex berujar tegas, tapi tetap tenang. Sebenarnya, Lex bisa menebak mengapa Harry mendadak mengganti penga
Sudah lima menit berlalu setelah Lex memarkir mobilnya di pekarangan kediaman Mahardika, Elok tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan terbangun dari tidurnya. Di satu sisi, Lex tidak tega untuk membangunkan Elok, karena jelas sekali terlihat guratan lelah dari wajah wanita itu. Mungkin karena kondisinya masih dalam masa pemulihan, Elok tidak bisa melakukan terlalu banyak aktivitas.Di sisi lainnya, Lex ingin mengetuk pintu rumah untuk memanggil Adi, tapi tidak enak jika harus mengganggu pria tua itu. Rasanya tidak mungkin jika Adi harus menggendong Elok ke dalam rumah, mengingat usia pria itu sudah tidak lagi muda. Untuk itu, Lex sudah mencoba berdehem sedikit keras untuk membangunkan Elok, tapi hasilnya sia-sia. Lex juga sudah menyebut nama Elok sebanyak tiga kali, tapi wanita itu tetap saja tidak bergerak dari posisinya. Tidak mungkin rasanya bila Lex harus keluar, dan meminta penjaga rumah untuk membawa Elok ke dalam rumah.Dengan berat hati, Lex akhirnya memutuskan untuk memba
“Papa mau pergi?”Elok yang baru saja menuruni tangga sedikit mengerutkan dahi. Adi sudah tampak rapi dengan kemeja yang dimasukkan ke dalam celana bahannya. Ada ikat pinggang mahal pemberian Dianti, yang selalu dipakai selama lima tahun belakangan ini dan tidak pernah diganti. Jika tidak ada pertemuan penting dengan relasi atau pejabat pemerintah, Adi tidak mungkin berpenampilan seperti sekarang. Bahkan, Adi tidak pernah serapi ini saat pergi ke kantor.“Hm, sebentar lagi.” Adi melihat Elok sebentar, lalu kembali menunduk untuk mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya. “Papa bawa mobil sendiri, kamu pergilah sama Josep kalau mau ke kantor.”“Aku bisa pesan taksi,” tolak Elok seraya membuka resleting tas kerjanya untuk mengambil ponsel. “Lagian aku nggak lama di kantor. Cuma nemui bagian keuangan sama HRD, terus besok sudah nggak ngantor lagi.”“Pergi sama Josep,” titah Adi sekalu lagi. “Papa mau bawa mobil sendiri.”Elok tidak akan membantah kalau seperti itu keadaannya. Kemudian, El
“Kira-kira, apa kata relasi bisnis Antasena Grup, kalau aku bawa kasus ini ke pengadilan?” Setelah menjelaskan duduk permasalahan yang terjadi pada Fahri dan Rendi dengan santai, tatapan Adi tertuju tajam pada Restu. Adi pun sudah memperlihatkan rekaman CCTV yang terjadi di ruang kerja Elok kemarin, pada ketiga pria yang duduk mengelilingi meja kaca persegi dan duduk saling berjauhan. Jelas-jelas Elok sudah mengusir pria itu pergi, tapi Restu justru melakukan hal yang tidak senonoh pada putrinya.Ayah mana yang tidak sakit hati, jika putrinya diperlakukan dengan kurang ajar seperti itu. Tidak perlu mengeluarkan amarah yang berlebihan, dan membuat drama untuk mencari perhatian. Cukup hadapi dengan elegan, dan membuat lawannya merasa terpojok dengan sendirinya.Ini baru Adi, dan ia tidak bisa membayangkan andai hal tersebut terjadi pada putri Dewa. Restu pasti sudah mati di tangan pria berwajah ramah tanpa dosa itu.“Kalian tahu, banyak orang penting yang ada di belakang Elok,” sambung
“Mama, papa di mana?”Elok sudah mencari Adi di ruang kerja pria itu, lalu terus menuju ke bagian belakang rumah, tapi tidak kunjung menemukan sang papa. Sampai akhirnya, Elok kembali masuk dan menjumpai sang mama baru memasuki dapur.“Di ruang tamu sama Abi.”“Mas Abi?” Elok beranjak cepat, tapi Dianti segera mencekal tangannya.“Kenapa harus Dewa yang lebih dulu tahu masalah dengan Restu, daripada keluargamu sendiri?” Tidak ada maksud untuk menghakimi, tapi Dianti harus mengingatkan putrinya bahwa Elok selalu memiliki keluarga yang akan selalu ada di belakangnya.“Ma.” Elok mengurungkan niatnya untuk bertemu Adi dan Abi di ruang tamu untuk berbicara dengan sang mama, sebentar. Kedatangan Abi di pagi hari seperti sekarang, pasti ada hubungannya dengan pertemuan Adi di Antariksa kemarin. “Aku cuma nggak mau nambahin pikiran Mama, sama papa. Masalahku di Antariksa, masalah cerai, belum lagi Gilang. Aku—"“Kami orangtuamu, El.” Setelah mendengar alasan putrinya, akhirnya Dianti bisa mem
“Pak Adi, ini …” Abi merapatkan diri pada Adi setelah membaca dokumen yang sudah diberikan oleh Kiya, pada setiap orang yang ada di ruangan meeting tersebut. Jelas Abi terkejut dengan isi surat perjanjian yang kini masih berada di tangannya. Adi sama sekali tidak bercerita masalah apapun mengenai kasus pelecehan yang menimpa Elok pagi tadi kepadanya. Pria tua itu hanya memintanya datang, untuk menemaninya menandatangani kesepakatan dengan pihak Antariksa.Abi mengira, semua itu hanyalah kesepakatan kerja atau ada beberapa perselisihan yang harus diselesaikan“Seperti yang sudah kamu baca.” Adi sendiri, sudah membacanya kemarin malam dan meminta Kiya merevisi beberapa bagian agar isinya semakin sempurna. Tatapan Adi tertuju dengan selidik pada Lex yang hanya bersedekap dalam diam dan tidak berkomentar. Wajah pria itu juga tidak memperlihatkan ekspresi apapun, sehingga membuat Adi bertanya-tanya sendiri. “Itulah yang terjadi.”Sementara Rohit, kuasa hukum dari pihak Fahri hanya bisa mem