“Are you oke, Baby?”Harry yang baru pulang kerja itu, melihat istrinya tergeletak di atas karpet tempat bermain Kasih di lantai dua. Yang tadinya Harry ingin terus berjalan ke kamarnya, lantas berbelok menuju ruang tempat berbagai mainan Kasih berada.“Cuma capek.” Elok menjawab Harry tanpa membuka mata. Benar-benar lelah karena semua masalah kantor yang dihadapinya saat ini. Terutama pikiran Elok, karena harus mempersiapkan beberapa hal menjelang rapat yang akan diadakan dua hari lagi.Harry duduk bersila di samping sang istri yang masih memakai pakaian kerja. Tangan Harry jatuh di atas perut Elok dan mengusapnya. “Sebenarnya, kamu bisa mundur dari Antariksa dan stay di Jurnal. Atau, kamu bisa di rumah aja ngurus Kasih dan menikmati peran jadi ibu rumah tangga.”“Dan nganggur di rumah seharian waktu Kasih sekolah.” Elok membuka mata, seraya menyingkirkan tangan Harry dari perutnya. “Aku nggak bisa seperti itu. Bisa stres kalau cuma tinggal di rumah dan nggak ada kerjaan.”“Kamu ngga
Kewajiban.Sebagai seorang istri, Elok sangat paham akan makna satu kata tersebut di dalam berumah tangga. Terlebih-lebih perihal mengenai melayani kebutuhan biologis Harry, yang terkadang tidak bisa ditolak.Akan tetapi, kali ini semuanya jelas terasa berbeda. Titik-titik sensitif di tubuhnya memang merespons dengan semua sentuhan Harry. Akan tetapi, semuanya terasa hambar dan hanya berujung menyakiti tubuh sendiri.“Kalau pak Fahri memang mau kamu mundur, sebenarnya kamu bisa mundur dan stay di Jurnal,” ucap Harry seraya memeluk Elok dari belakang. Bagi Harry, penyatuan mereka kemarin malam merupakan sebuah langkah besar. Meskipun awalnya menolak, tapi pada akhirnya Elok bisa mendesah puas di bawahnya. “Seperti yang sudah aku bilang kemarin.”“Nggak segampang itu.” Ternyata, berpura-pura melakukan sesuatu demi menyenangkan orang lain sungguh menyakitkan. Elok bahkan bertanya-tanya, pergi ke mana semua rasa cinta yang pernah ada untuk Harry selama ini. Elok bahkan tidak bisa menikmat
Kedua alis Elok terangkat pelan sambil menggaruk dahi, saat melihat Kasih sudah berdiri dan tersenyum tanpa dosa di depannya. Gadis kecilnya hanya memakai sandal, dan menenteng satu kresek hitam yang Elok yakin berisi sepatu. “Tumben Mama jemput aku?” tanya Kasih dengan wajah berbinar ceria. Jarang-jarang sang mama bisa menjemputnya di sekolah seperti ini. Elok pun melebarkan senyum datar, saat melihat tas putrinya yang penuh coretan spidol warna warni. “Itu sepatu?” tunjuk Elok pada kantong kresek hitam di tangan kanan Kasih. “Iya,” angguk Kasih dengan wajah polosnya. “Basah! Jadi tadi pagi aku olahraga, terus waktu selesai, aku dijorokin sama …” Kepala Kasih menoleh ke kiri dan kanan untuk mencari teman yang telah membuatnya jadi seperti sekarang. Tidak menemukannya di mana pun, Kasih kemudian membalik tubuhnya lalu memicing. Ketika melihat bocah seumuran dirinya baru keluar dari gedung sekolah, Kasih pun langsung menunjukknya dengan tegas. “Itu, Ma!” seru Kasih mengangkat wajah
“Mamaaa, aku mau telpon papa,” pinta Kasih ketika seorang pelayan telah pergi menjauh dari meja mereka.Elok yang duduk di samping Kasih segera mengusap puncak kepala putrinya dengan senyuman. “Papa lagi meeting.”Mulai saat ini, sepertinya Elok akan sering berbohong pada Kasih tentang Harry. Bukannya ingin menjauhkan putri semata wayangnya dengan Harry, tapi, Elok harus membiasakan Kasih hidup tanpa Harry. Setidaknya, solusi itulah yang ada di pikiran Elok saat ini.Jika sudah terbiasa, maka Kasih tidak akan terlalu memikirkan Harry jika mereka nantinya jadi bercerai.Kasih lantas menguap dengan lebar sambil merebahkan separuh tubuhnya di meja. “Meetingnya lama?”Elok mengangguk dan kembali mengusap kepala Kasih. “Lama! Makanya Mama minta om Gilang yang datang ke sini.”“Terus, aku kapan punya adek cowok?”Kepala Elok semakin pusing dibuatnya. Bagaimana bisa memiliki seorang adik, jika Elok meminta pisah rumah untuk sementara waktu. Lagi pula, Elok juga belum melepas kontrasepsinya.
“Ha?” Harry memandang sinis pada pria yang sudah mencekal pergelangan tangannya. “Jangan ikut campur, karena ini bukan ranah anda.”“Saya penasihat hukum Bu Elok, terkait permasalahan yang sudah terjadi di dalam rumah tangga beliau. Jadi, silakan lepas, atau urusannya akan semakin pelik, karena ada saya sebagai saksi mata di sini.”Tatapan gusar Harry karena sudah kepergok oleh Elok, kini berubah tajam dan tersirat amarah di dalamnya. “Keluarga Mahardika sudah punya pengacara sendiri, dan bukan dari Firma Sagara.”“Keluarga besar Mahardika, bukan bu Elok.”“Aku yang minta Mas Lex untuk jadi penasihat hukumku,” sambar Elok segera menyentak tangan Harry ketika pria itu lengah. Meskipun merasa serba salah karena perdebatan yang sempat terjadi di Antariksa, tapi Elok tidak akan menolak jika pria itu mengulurkan pertolongan padanya saat ini.Begitu tangan Elok terlepas dari genggaman Harry, Lex juga segera melepaskan tangannya. Ia mundur satu langkah untuk menjaga jarak, lalu sedikit menun
Dengan kedua siku yang bertumpu pada meja kerjanya, kesepuluh jari Elok sibuk memijat hampir seluruh bagian kepalanya dengan begitu erat. Di saat Elok harus menata banyak hal untuk mempertahankan posisi dan harga dirinya di Antariksa, permasalah di luar sana justru lebih pelik dari perkiraan.Sandra … hamil anak Harry.Jika sudah begitu, cerai adalah jalan satu-satunya yang bisa dilakukan Elok. Mana mungkin Elok sanggup, jika harus memiliki madu dalam pernikahannya.Baik Kasih maupun Joana, keduanya harus bisa memaklumi keputusan yang akan diambil Elok nantinya.Karena terlalu pusing memikirkan semua hal sekaligus, Elok akhirnya memutuskan untuk menelepon seseorang untuk membantu meringankan salah satu bebannya. Dengan segera ia mengambil ponsel, dan berharap pria itu bisa segera mengangkat panggilan darinya.Satu per satu.Elok akan menyelesaikan semua masalahnya satu demi satu, dan berharap dirinya masih sanggup berada di batas kewarasan.“Halo, Mas Aga!” sapa Elok terburu. “Bisa mi
“Bu Elok, sekali lagi maaf.”Kiya ingin menangis saja rasanya karena lagi-lagi tidak bisa mencegah seseorang masuk ke dalam ruang kerja Elok. Padahal, Kiya sudah mengetuk pintu terlebih dahulu. Namun, pria yang tampak tidak sabar itu langsung meraih handle pintu dan membukanya tiba-tiba.“Tapi Pak Harry mendadak langsung buka pintunya,” tambah Kiya berharap tidak akan dipecat setelah kejadian ini. Terlebih-lebih, Kiya juga tengah melihat posisi Restu dan Elok yang bisa membuat Harry salah paham.“Oh! Jadi begini kelakuanmu di kantor, El!” serobot Harry berjalan cepat menghampiri Elok, lalu menarik kemeja Restu dengan geram. Harry kemudian menghempas Restu menjauh dari Elok, kemudian meraih tangan wanita itu dan menariknya. “Karena itu kamu terus minta cerai dan nggak mau berusaha ruj—”Plak!Satu tamparan langsung Elok layangkan di pipi Harry. Kendati tidak terlalu keras, karena Elok tidak menggunakan tangan kanannya yang dicengkram oleh Harry.“Perlu aku ambilkan kaca?” Elok menarik
Elok tersadar dari lamunan ketika suara klakson mobil bersahutan tanpa henti di belakangnya. Karena terlalu banyak yang singgah di kepala, Elok sampai-sampai tidak memperhatikan lampu lalu lintas yang sudah berubah warna. Kalau begini, sepertinya untuk sementara Elok butuh sopir agar tidak terjadi sesuatu pada dirinya ketika mengemudi.Sejak keluar dari lift bersama Harry beberapa waktu lalu, mereka hanya berdiam diri. Tidak lagi berdebat, karena sudah lelah dengan masalah yang menimpa pribadi masing-masing.Mungkin, ini juga cobaan untuk Harry. Semua yang diucapkan Harry pada Elok, mungkin saja ada benarnya. Pria itu hanya menjadikan Sandra sebagai pelampiasan saja. Untuk bersenang-senang dan tidak lebih dari itu. Namun, kesenangan itu akhirnya sudah menjerumuskan Harry ke dalam jurang yang sudah terlalu dalam. Sehingga, Harry sendiri sudah tidak bisa keluar dari sana.Setelah sampai di tempat yang dituju, Elok segera keluar dengan hanya menggunakan sandal jepit. Masuk ke dalam Firma
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak The Real CEO, yaaa : Amy : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Call me Jingga : 750 koin GN + pulsa 150 rb LiaKim?? : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb NuNa : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari rabu, 29 maret 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari kamis ke pihak GN. Tapi, kalau sudah terkumpul semua sebelum itu, bisa langsung saia setor secepatnya. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Mas Triplex dan Mba Elok …. Kissseeess …..
Kasih baru saja menuruni tangga rumah dengan seragam olah raga, ketika ia mendengar suara yang belakangan ini sungguh menyayat hati. Sudah semingguan ini, sang mama hampir tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena selalu saja muntah-muntah. Awalnya, Kasih sangat gembira ketika mengetahui akan mendapatkan seorang adik lagi. Namun, setelah itu Kasih sungguh tidak tega saat melihat sang mama lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk berbaring. Tidak seperti kehamilan adik pertamanya saat itu, yang tidak pernah ada drama muntah-muntah dan lemas seperti sekarang. “Mama, kenapa nggak di kamar aja?” Kasih segera menghampiri Elok yang menunduk di wastafel. Wajah sang mama pucat, dan sangat terlihat lelah. “Mama bosan di kamar,” jawab Lex yang tengah menggendong balita berusia dua tahun di tangan kanannya. Sementara satu tangan lagi, sibuk mengusap tengkuk sang istri yang belum memakan makanan apapun sedari tadi. “Nanti Ayah ke sekolah, mau ngurus antar jemput sekolah Kakak. Nggak pap
“Hei!” Elok menepuk bahu Gilang yang sejak tadi duduk diam, sambil memandang ke arah halaman depan kediaman Mahardika. Ada Kasih, Kiya, dan beberapa orang dari Event Organizer yang bernaung di bawah Gilang, tengah menyelesaikan dekorasi pesta kecil yang sebentar lagi akan adakan dengan amat sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti, tanpa mengundang orang luar sama sekali. Pesta kecil usulan Kasih, yang lagi-lagi langsung disetujui oleh Lex tanpa harus berpikir dua kali. Kasih menginginkan sebuah pesta kejutan, untuk mengetahui jenis kelamin sang adik yang akan lahir tiga bulan lagi. Usut punya usut, ternyata ide tersebut Kasih dapatkan dari Bening saat suatu ketika Elok sempat telat menjemput di sekolah. Kedua orang itu berbicara panjang lebar, sampai Bening mengusulkan untuk membuat pesta kecil yang sudah sering dilakukan para kalangan artis atau pengusaha di ibukota. “Kalau suka, dilamar,” ujar Elok kemudian duduk pada kursi besi yang berada di teras. Tepat bersebelahan dengan Gilan
Bersyukur dan berterima kasih. Dua hal itu tidak pernah lepas diucapkan Elok setiap hari, atas kesempatan kedua yang sudah Tuhan berikan. Di antara masalah yang datang bertubi padanya kala itu, Elok masih memiliki keluarga dan banyak sahabat yang bisa dipercaya. Mereka sudah membantu Elok hingga bisa sampai di titik sekarang. Yaaa, walaupun ada yang harus ditukar dan dikorbankan, tetapi hasilnya sangat sepadan. “Jadi, misal nanti adeknya yang lahir cowok, Kasih harus sayang juga.” Sedari awal, Elok harus menjelaskan hal tersebut pada putrinya. Mau apapun jenis kelamin sang adik nanti, Kasih tetap harus bersikap baik karena mereka adalah saudara dan memiliki ibu yang sama. Tidak hanya itu sebenarnya, Kasih juga harus berbuat baik kepada semua orang, tidak terkecuali dan tidak boleh pilih kasih. “Kan, enak kalau punya adek cowok. Nanti kalau sudah besar, ada yang jagain Kasih.” Kasih bersila dan bersedekap sambil menatap perut sang mama yang duduk di tepi ranjangnya. Sebenarnya, saat
“Mas …” “Ya?” “Kenapa di dalam tadi lebih banyak diamnya?” Bila Elok perhatikan lagi, Lex lebih banyak diam sejak mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Pada dasarnya Lex juga bukan pria yang banyak bicara, tetapi, Elok merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya itu. “Apa ada masalah di kantor?” Lex mengeratkan tautan jemari mereka yang ada di atas pahanya. Menatap counter apotek, dari kursi tunggu yang mereka duduki saat ini. Ada banyak perasaan yang tidak bisa Lex urai, karena mengingat masa lalunya. Karena itulah, selama ia dan Elok berada di ruang periksa, Lex hanya mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama. Déjà vu. Ada rasa takjub dan bahagia yang sama, selama Lex berada di ruang periksa bersama Elok. Melihat layar hitam putih dengan sebuah kantung janin berusia lima minggu, sungguh membuat Lex tidak bisa berkata-kata. “Usia kehamilan almarhum istriku juga lima minggu waktu kami pertama periksa.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulut Lex. Ada hal yang
“Kalau lantainya ada tiga, bisa bikinin nggak, Om?” Sedari tadi, Kasih hanya menempel pada Aga. Ia melihat pria mencorat-coret desain interior rumah, yang rencananya akan direnovasi dalam waktu dekat.Aga lantas tertawa menatap Lex. Bagi Aga, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik rumah, barulah ia bisa mengerjakannya. “Gimana, Mas? Tiga lantai?”“Tapi dikasih lift, Om,” sambung Kasih semakin membuat Aga tertawa keras. “Kan, capek, kalau naik tangga dari lantai satu sampai atas.”“Sayang.” Elok meletakkan nampan berisi tiga buah mangkok es campur di atas meja, lalu menatanya satu per satu. “Rumah tiga lantai itu terlalu besar.”“Kan, biar opa sama oma nanti tinggal di rumah kita.” Kasih menggeleng saat melihat es campur yang disajikan Elok. “Terus, ada adek-adekku juga nanti, kan, banyak.”“Banyak?” Lagi-lagi Aga tertawa mendengar kepolosan Kasih. “Memangnya, Kasih mau adek berapa?”Kasih mengulurkan tangan kanannya pada Aga, dan membuka lebar telapak
“Sayang, A …” Lex kembali menutup mulut, saat ada dua orang perempuan yang kompak memberi tatapan tanya padanya. Tadinya, Lex mengira Kasih sedang berada di kamarnya. Namun, saat Lex baru saja keluar kamar setelah mandi, gadis kecil itu ternyata sedang berada di dapur bersama Elok. Kedua tangan Kasih berada di dalam sebuah mangkok besar dengan berlumur tepung. Rupanya, gadis itu sedang “membantu” Elok membuat makan malam.“Ayah manggil aku? Atau, Mama?” tanya Kasih kembali meremas-remas ayam yang sudah ia lumuri adonan tepung.“Mama!” Lex menunjuk Elok yang tengah mengaduk sesuatu di panci. Sungguh sebuah pemandangan hangat yang tidak pernah Lex lihat seumur hidupnya, dan ini sangat luar biasa. Lex membayangkan, apa jadinya bila ia tetap bersikukuh dengan kesendirian, dan hanya fokus pada rasa kehilangan yang selalu menggerogoti jiwa. Mungkin, Lex tidak akan bisa berada di situasi seperti sekarang.“Kenapa, Yah?” tanya Elok lalu mematikan kompor di hadapan. Namun, tetap membiarkan tun
Lex terdiam melihat kantong belanjaan yang baru saja ia letakkan di kitchen island. Setelah sekian lama hidup menyendiri, ini kali pertama Lex melihat barang belanjaan yang sangat banyak ada di tempatnya. “Aku rasa, kita harus pindah.” Lex mengeluarkan satu per satu barang belanjaan dari kantong, lalu meletakkannya di kitchen island. Sementara istrinya, sedang berjongkok di depan lemari pendingin untuk meletakkan beberapa minuman kemasan di dalam sana. “Kenapa?” Elok tidak menoleh, agar bisa membereskan semua barang belanjaan yang masih ada di kitchen island dengan cepat. “Kamar Kasih sepertinya kurang besar dengan boneka yang sebanyak itu.” Lex pernah membawa Kasih yang tertidur, ke kamar gadis itu di kediaman Mahardika. Namun, Lex tidak memperhatikan gadis kecil itu ternyata memiliki boneka yang begitu banyak di kamarnya. “Mas, jangan manjain Kasih,” pinta Elok memang harus sedikit lebih tegas pada Lex. Pria itu sepertinya sama sekali tidak bisa menolak permintaan Kasih. Sementar
“Mas?” Elok menoleh ke arah jendela saat tidak mendapati Lex berada di sampingnya. Masih terlihat gelap. Belum tampak bias cahaya yang menyelinap di antara celahnya. Elok melihat ke arah nakas. Jam digital yang berada di atasnya menunjukkan sudah menunjukkan pukul 04.58. Detik itu juga, Elok mengumpat. Segera bangkit dari tempat tidur, lalu berlari menuju kamar mandi. Elok mengambil bathrobe dan segera membalut tubuhnya seraya berjalan cepat keluar kamar. “Pagi, Mas!” Elok sempat terkejut saat mendapati Lex sudah berkutat di dapur. Entah apa yang dilakukan suaminya itu, tetapi Elok tidak bisa menghampiri Lex lebih dulu. Ada Kasih yang harus dibangunkan, agar tidak kesiangan berangkat ke sekolah. “Pa …” balasan Lex terhenti karena Elok baru saja tenggelam di kamar Kasih. Tidak terlalu penasaran dengan hal yang dilakukan Elok di kamar putrinya, Lex kembali melanjutkan membakar rotinya di atas wajan anti lengket. Tidak sampai lima menit berlalu, Elok kembali keluar dari kamar Kas