Keesokkan harinya Zahra dan Kyai Abdullah pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi Sean, menantunya. Dengan bujukan Abinya, Zahra pun mau menjenguk Sean pagi ini di rumah sakit.Sean sudah terlihat lebih segar. Ia sudah mampu duduk sendiri tanpa bantaun orang lain. Kedua kakinya juga sudah mampu menapak lantai dan berjalan selangkah demi selangkah denagn bantuan tongkat.Ibu Aisyah masih tetap setia menemani Sean dari pagi hingga malam. Tidak hanya sekedar menemani saja, tapi juga merawat Sean, menjaga Sean denagn baik. Mulai dari menyuapi Sean, memberi obat, membantu Sean mengganti pakaiannya dan mengelap tubuhnya agar terasa segar kembali."Ibu ... Terima kasih sudah merawat aku dengan baik," ucap Sean lembut. Tatapannya masih datar dan nada suaranya terlihat biasa saja. Mungkin rasa emosinya kurang peka, hingga Sean tidak tahu bagaimana harus menunjukkan rasa terima kasih itu pada Ibu Aisyah."Melihat kamu bisa tersenyum seperti dulu, itu sudah membuat Ibu bahagia. Mungkin perlahan i
Ibu Aisyah juga menatap ketiganya dengan tatapan bingung. Ibu Aisyah tidak mengenal tamu yang datang dan masuk untuk menjenguk Sean. Ibu Aisyah juga tak mengenal Pinka yang sudah berbeda dengan balutan pakaian gamis dan cadar."Maaf sebelumnya? Ada keperluan apa?" tanya Ibu Aisyah pada tamu yang baru datang itu.Ibu Kyai dan Pak Kyai serta Pinka hanya mengangguk kecil dan menangkupkan tangannya di depan dada sebagai sapaan sesama umat beragama."Maaf kalau kedatangan kami begitu mengejutkan Ibu, dan mmebuat Ibu bertanya -tanya. Siapa kami sebenarnya," ucap Pak Kyai itu mulai menjelaskan.Pinka sudah bicara banyak pada Ibu Kyai dan Pak Kyai. Sebisa mungkin pernikahan siri mereka memang tidak di publikasikan karena ada hati yang harus di jaga, kecuali Sean memang sudah siap denagn segala resikonya, maka Pak Kyai dan Bu Kyai siap menjadi saksi atas pernikahan siir mereka."Kami adalah orang biasa yang hanya ingin menjenguk Mas Sean. Mas Sean pernah singgah di Masjid desa kami dan kami ba
Pinka membawa Sean ke arah yang di tunjuk Sean. Pinka terus mendorong kursi roda itu hingga mendekati air mancur rumah sakit. Disana ada beberapa kursi taman dengan penutup sebagai tempat berteduh sementara. Pinka juga sedikit kelelahan berjalan mendoorng kursi roda yang sedikit berat. Ia pun memberhentikan kursi roda itu tepat di samping kursi taman lalu mengunci kursi roda itu agar tidak bergerak.Tas bekalnya di letakkan di kursi dan Pinka duduk sambil mengatur napasnya yang sedikit terengah -engah."Capek ya?" tanay Sean tiba tiba menatap lekat ke arah Pinka.Pinka pun langsung menoleh ke arah Sean dan berusaha tetap tersenyum seolah ia baik -baik saja. Pinka menggelengkan kepalanya pelan."Tidak Capek kok, cuma agak panas saja," jawab Pinka beralasan sambil menarik baju gamisnya agar keringatnya sedikit menghilang keterpa angin siang yang sama sekali tak sejuk itu.Sean menatap kalung yang di pakai Pinka. Ia merasa kejadian ini pernah ia lalui juga hanya berbeda ruang dan waktu s
Pinka dan Sean menoleh ke arah Zahra yang berdiri tepat di belakang Pinka yang sedang asyik menyuapi Sean. Kebahagiaan Pinka sirna begitu saja mendengar suara lantang dari istri lain Sean. Suara yang seolah ingin menunjukkan kepemilikan Zahra adalah wanita satu -satunya milik Sean.Pinka meletakkan kotak makan siang itu di pangkuannya lalu menatap Zahra."Maaf. Anda bicara apa tadi?" tanya Pinka dengan nada pelan."Masih saja pengen dapetin suami orang? Gak malu tuh hamil sama siapa? Mau minta di nikahin sama siapa?" ucap Zahra menghina Pinka."Jaga mulut kamu, Kak Zahra. Aku kesini untuk menjenguk Kak Sean dan mengajaknya jalan -jalan," ucap Pinka tetap berusaha tenang. Walaupun ia benar -benar tersulut emosi siang ini.Sean menutup telinganya dan tak mau mendengar suara cempreng dua wanita yang sedang berdebat."Aku ingin kembali ke kamar," ucap Sean kemudian dengan suara lantang.Pinka langsung menutup semua kotak makanannya dan di masukkan ke dalam tas bekal lalu berdiri untuk men
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Pinka hanya diam saja. Tidak bicara sepatah kata pun. Pandangannya ke arah luar jendela mobil dan menikmati pemandangan yang indah tapi hidupnya tak lagi indah.Bu Kyai sesekali melirik ke arah Pinka yang masih saja terdiam lalu menatap ke arah suaminya sambil saling menatap bingung.Pinka terlihat aneh sejak ia kembali ke kamar rawat inap sendiri tanpa Sean. Ia langsung berpamitan pada Ibu Aisyah dan mengajak Bu Kyai dan Pak Kyai untuk segera pulang. Pinka menahan bulir air matanya agar tidak jatuh lagi dan emnyembunyikan kedua matanya yang basah. Pinka menahan rasa sakit hatinya, rasa cemburunya yang berlebihan karena cintanya pada Sean. Bukan Pinka tidakmau berbagi pada Zahra ayang juga istri Sean. Tapi Pinka tidak suka perlakuan Zahra pada dirinya.***Zahra telah membawa Sean kembali ke kamar rawat inapnya kembali. Sesuai dengan prediksinya, Pinka dan kedua tamu tai telah pamit pulang. Zahra tidak akan membiarkan satu orang pun mendekati Sean
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Pinka hanya diam saja. Tidak bicara sepatah kata pun. Pandangannya ke arah luar jendela mobil dan menikmati pemandangan yang indah tapi hidupnya tak lagi indah.Bu Kyai sesekali melirik ke arah Pinka yang masih saja terdiam lalu menatap ke arah suaminya sambil saling menatap bingung.Pinka terlihat aneh sejak ia kembali ke kamar rawat inap sendiri tanpa Sean. Ia langsung berpamitan pada Ibu Aisyah dan mengajak Bu Kyai dan Pak Kyai untuk segera pulang. Pinka menahan bulir air matanya agar tidak jatuh lagi dan emnyembunyikan kedua matanya yang basah. Pinka menahan rasa sakit hatinya, rasa cemburunya yang berlebihan karena cintanya pada Sean. Bukan Pinka tidakmau berbagi pada Zahra ayang juga istri Sean. Tapi Pinka tidak suka perlakuan Zahra pada dirinya.***Zahra telah membawa Sean kembali ke kamar rawat inapnya kembali. Sesuai dengan prediksinya, Pinka dan kedua tamu tai telah pamit pulang. Zahra tidak akan membiarkan satu orang pun mendekati Sean
Mendapat informasi keadaan yang tidak di inginkan ini membuat Ibu Kyai dan Kyai saling memandang dan bingung memberi keputusan apa?"Ibunya. Saya ingin Ibunya yang selamat," ucap Ibu Kyai begitu lantang dan keras. Air matanay sudah deras sejak tadi. Melihat Pinka yang terkulai lemas ia temukan di kamar mandi denagn darah yang begitu banyak sudah membuat lemas kedua kaki Ibu Kyai."Lakukan permintaan istri saya, Dokter," tegas Pak Kyai ikut angkat bicara. Ibu Kyai memeluk suaminya dan menangis histeris. Pinka memang buakn siapa -siapa bagi mereka. Tapi, sosok Pinka yang baik dan santun serta mau merubah diri itulah yang membuat Ibu Kyai merasa kagum dan salut pada Pinka.Dokter itu mengangguk paham denagn arut wajah yang tak kalah cemas. Ia sebagai dokter juga tidak bisa memilih jika harus di hadapkan dengan hal yang seperti ini. Tentu keduanya ingin di selamatkan. Bayi dan Ibunya harus selamat dan sehat kembali. Tapi jika kemungkinan itu harus terjadi, setidaknya dokter itu tidak mer
Satu hari kemudian ...Pinka sudah siuman dari tidur panjangnya. Ia tidak mengeluh sama sekali. Saat terbangun, Pinka langsung menanyakan keadaan bayinya. Hanya bayi itu satu -satunya kenangan yang tersisa dari Sean.Kedua mata indah Pinka langsung tertuju ke arah Ibu Kyai yang setia menunggunya dari awal masuk rumah sakit hingga bayinya lahir lalu menjaga Pinka sampai tersadar. Satu tangannya memegang perutnya yang sudah kempes dan satu tangannya lagi memegang kepalanya yang masih sedikit terasa pening."Bayiku? Mana bayiku? Kenapa perutku tidak ada?" tanya Pinka sedikit histeris. Ia ingat hari naas itu. Kepalanya begitu sakit dan perutnya terasa keram hingga pandangannya kabur dan Pinka terjatuh terpeleset di kamar mandi."Pinka ... Pinka sayang ... Bayimu sudah lahir sayang. Bayimu sehat dan baiuk -baik saja. Bayimu laki -laki dan sangat tampan sekali," ucap Ibu Kyai langsung memberitahu agar Pinka tidak histeris. Ibu Kyai cukup tahu perasaan Pinka yang tersadar dan semua keadaan s
Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?
Hari ini pukul satu dini hari, Adzan terbangun dan bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka kamarnya. Suasana dirumah itu begitu sunyi dan hening. Adzan berjalan menuju dapur untuk mengambil air dan cemilan di lemari es untuk mengisi perutnya yang mulai terasa lapar dan menemani ia belajar hingga pagi menjelang.Sesekali Adzan mendengar suara desahan dari kamar kedua orang tunya. Adzan hanya tersipu malu mendengarnya."Ainul? Kamu sedang apa?" tanya Adzan menatap Ainul yang sedang sibuk memasak air.Ainul menoleh ke arah belakang melihat Adzan yang berjalan pelan menghampirinya."Kak Adzan ngapain? Peduli amat?" ucap Ainul yang semakin ketus."Lho ... Kakak kan emang peduli sama kamu, Nul. Kamunya aja yang gak paham dan gak peka," ucap Adzan lembut.Adzan tahu Ainul ingin menikmati mie instant malam ini. Adzan mengambilkan beberapa bakso dan sosis yang kemudian direbus didalam air."Ainul gak mau pakai sosis sama bakso. Ainul mual, Kak," ucap Ainul langsung menutup hidungnya dengan
"Semua orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak -anaknya. Mana ada orang tua yang membiarkan buah hatinya mearsakan, kesakitan, kesedihan, kegagalan. Makanya setiap orang tua akan selalu mendoakan anak -anaknya agar berhasil dan sukses menjadi orang hebat," ucap Umi Pinka begitu tulus."Umi ... Kalau ternyata Ainul gagal menjadi anak yang baik bagaimana?" tanya Ainul dengan raut wajah begitu sedih.Ainul merasa hidupnya semakin etrtekan jika membohongi dirinya sendiri dan keluarganya seperti ini.Pinka terus menatap Ainul yang menangis tanpa henti. "Sebenarnya ada apa? Kamu seperti menyembunyikan sesuatu dari Umi? Kamu dan Adzan bertingkah aneh hari ini. Memangnya ada masalah apa? Mungkin Umi bisa bantu?"tanya Pinka begitu pelan dan membuat hati Ainul semakin berdesir.Ainul kembali memeluk Uminya. Ia belum sanggup menceritakan semuanya. Ainul berjanji setidaknya sisa ujian akhir ini bisa ia kejar untuk mendapatkan nilai yang baik.Pinka membalas pelukan itu dengan penu
"Kakak tanya sama kamu, Nul!! Jawab pertanyaan Kakak!!" tanya Adzan mulai geram.Sejak tadi Ainul seperti menyembunyikan sesuatu membuat rasa penasaran Adzan semakin membuncah.Ainul melengos dan menatap ke arah atap kamarnya. Ia tak mau peduli dengan pertanyaan Adzan yang membuat dirinya mati kutu tak bisa menjawab.Semua ini adalah salahnya!! Memberkan celah untuk Marko. Lalu saat ini? Marko ternyata hanya mempermainkannya saja karena rasa penasaran."Cepat jawab!! Atau bukti ini Kakak berikan pada Umi dan Abi?" ucap Adzan mengancam sambil menunjukkan alat tespek tadi."Bawa sini Kak!! Itu milik orang lain, bukan aku," ucap Ainul membela diri.Ainul berusaha berdiri dan mengambil bungkusan itu dari tangan Adzan."Sini Kak!!" ucap Ainul dengan suara keras."Gak akan!! Ini adalah bukti. Satu lagi, kakak tidak percaya kalau ini punya orang lain. Kakak akan cari siapa lelaki yang telah menghamili kamu? Marko kah?" tuduh Adzan dengan tepat sekali.Ainul menggelengkan kepalanya cepat. "Bu