BINA bangsa punya hari di mana mereka tenang. Sungguhan tenang serta kalem tanpa kejutan dadakan pada penghujung hari. Tidak ada berbagai macam bentuk tindak kejahilan. Tidak ada teriakan. Tidak ada gelegar kemarahan Pak Dandi. Tidak ada keluhan masyarakat sekolah. Semua hal berjalan sebagaimana mestinya sekolah pada umumnya. Belajar, istirahat kemudian belajar lagi kemudian pulang usai bel berbunyi nyaring.
Hari-hari healing itu disebut Hari Tanpa Jessica.
Telah menjadi rahasia umum bahwa Demian merupakan salah satu orang penting Indonesia. Karisma serta kepiawaian berkecimpung dalam berbagai aspek usaha yang ada diakui dunia. Oleh karena itu bila Jessica ikut dalam acara-acara yang diselenggarakan usaha keluarga tidaklah mengherankan lagi. Gadis itu akan berdiri tepat di samping Demi
RUANGpertemuan resmi dipenuni lautan manusia. Bercengkrama lebih bebas dan aktif usai acara pembukaan dilaksanakan formal dengan memotong pita tepat di depan gedung. Wartawan pun telah meninggalkan tempat usai mengambil ratusan foto orang-orang penting yang ikut serta dalam peresmian anak perusahaan baru Atriyadinata.Yeah, Atriyadinata khusus untuk menarik perhatian publik tanpa perlu repot-repot menyebarkanrumorapapun lagi selain berita resmi.Tatkala seluruh orang berlomba-lomba menjalin relasi baru dalam pertemuan kolega-kolega penting Grup Atriyadinata. Memasang senyum paling manis, bahan obrolan seputar dunia kerja yang dikemas apik guna di sampaikan semenarik mungkin bahkan rela merendahkan diri untuk menyanjung lawan menjadi hal paling lumrah Jessica temui. Sangat mudah untuk ditebak bila tidak semua dari mereka tulus ketika menyampaikan pujian.Sejujurnya ikut dalam acara-acara tinggi formalitas begini
ARUSkehidupan seringkali sulit untuk diterka-terka. Ia selalu punya kejutan-kejutan tidak terduga agarsi membosankanlekas pergi dan melebur bersama udara. Dari sekian banyak persoalan dunia yang Alvin tak mengerti, hanya ketika mendengar suara penuh amarah di seberang sana yang datang dari panggilan singkat Jessica. Pemuda tersebut tidak tahu alasan pasti mengapa kemarahan Jessica tersulut sedemikian kuat di samping fakta bahwa gadis tersebut mudah meledak.Senyuman sang tuan merekah menemukan Jessica dalam balutanblouseputih berpadu manis dengan rok hitam ketat selutut. Perempuan itu mengikat rambutnya sembarangan, melemparheelskasar sebelum tiba-tiba menyerang Alvin tanpa basa-basi.Alvin terkekeh geli kala menangkit kepalan tangan lawan.
TATKALApertahanan yang dibangun dengan kewarasan nan perlahan pudar runtuh seketika runtuh dalam satu kedipan mata. Agaknya dibutuhkan waktu cukup lama guna menata diri dari sekelumit kekacauan dalam raga. Dalam keheningan isakan tangis pelan-pelan memudar tergantikan betapa malunya seorang Jessica yang terkenal ganas berakhir luluh dihadapan musuh terbesarnya. Jessica menunduk dalam-dalam saat kembali mendapatkan kewarasan dan melepaskan pelukan. Ia mengusap wajah gusar, gelisah tanpa sebab dan enggan melakukan kontak mata.“Gue pulang.”Pemuda kelinci tersebut melebarkan mata. Ia mengernyit tidak terima seiras dengan arti sorot mata lurus mengarah pada Jessica. Alvin menghadang jalan gadis boneka itu. “Setelah lo ngehajar gue sampe muka ganteng gue babak belur, lo maki-maki terus peg
TIDAKaneh menemukan Jessica menjadi pusat atensi sekolah. Seakan-akan gadis berponi khas tersebut menyedot seluruh perhatian di setiap jengkal tanah yang ditapakinya. Jessica terlalu adiktif untuk diabaikan begitu saja, bukan? Oleh karena itu ketika sang puan mengetuk pintu 12 IPS 3 dengan gelang lengan MPK bercetak tebal pada lengan kiri. Semua orang menahan napas mendapati psikopat sinting berdarah dingin yang terjebak pada tubuh perempuan terindah Bina Bangsa menarik sudut bibir.Bersama dua anggota MPKㅡyang mana nyaris sebagian anggotanya merupakan anakdidikgadis sadis ituㅡyang menunggu di depan pintu. Jessica berdiri terlampau percaya diri di depan kelas sembari mengetuk-ngetuk ujung sepatu ke lantai. Ia memiringkan kepala kemudian.“Pagi, Kakak-kakak semua. Maaf menggang
BUKANrahasia lagi bila semua rentetan gosip mengenai kegilaan Alvin dan Jessica jika disatukan betul-betul menjadidouble comboyang akan sulit diterima oleh nalar. Sebagaimana dari apa-apa sikap yang dua anak adam dan hawa tersebut tunjukkan pada keseharian mereka. Cerita akan "hukuman" dari penguasa Bina Bangsa tersebut terhadappredator-predatoryang masih lancang melanggar peraturan paling agung di MPK.Omong-omong tentang MPK. Bina Bangsa memiliki kebijakan dan keistimewaan sendiri akan satu organisasi sekolah ini selain OSIS yang mengembang begitu banyak tugas mulai dari rangkaian acara sekolah, masalah berat dan ringan hingga pada murid-murid. MPK terfokus kepada pengawasan ketat terhadap warga sekolah tanpa terkecuali, tanpa takut akan latar belakang pelaku dan mendapat kekebalan atas pekerjaannya yang jelas mene
PENGADILANMPK berakhir lebih cepat dari dugaan sebab beberapa dari para pelanggar tersebut jatuh pingsan; terlampau jijik barangkali. Sepersekian sekon berikutnya sang ketua memberikan titah untuk mengevakuasi pada 23 murid tersebut yang lemas dengan napas terengah-engah. Jessica menyeringai dan melontarkan sepenggal kalimat pada detik-detik terakhir kesadaran. “Ingat rasa jijik ini sampai kalian mati karena bau busuk ini perwujudan diri kalian sendiri.”. Mereka dilarikan ke rumah sakit sementara Jessica segera pergi dari area lapangan setelah melempar kepala Alvin dengan tong sampah.“Kerja lo nggak becus, sial! Lo kalau mau TP-TP beresin kerjaan lo dulu, berengsek! Emang nggak guna lo napas di muka bumi ini, mati lebih baik lo, sial!”Yang justru kemarahan sang gadis dibalas ke
“BANG! Punya saya belum Abang bikinin!”Terik matahari mengungkung sebagian bumi. Memberikan penerangan paling eksis sepanjang masa yang tidak ada satupun benda yang dapat mengalahkan presensinya. Kendati panas menjalar seolah melecut tanpa ampun, entah bagaimana caranya tetapi kini mereka justru berbaur satu sama lain sembari bergurau. Usai dengan jengah menendang perut Alvin, perempuan berponi itu berlari ke ujung jalan dan kembali bersama dua gerobak ketoprak dan batagor-siomay setelah mereka mengira Jessica berencana kabur sebab jengkel.Seringan daun puan ganas tersebut berkacak pinggang menatap sebal pada mereka. “Gue laper abis berantem. Kalian mau makan? Ambil aja, gue yang bayar semua.” lalu mengetuk gerobak pada setiap sisinya. “Masih banyak stok, nih. Nggak usah seraka
PERTAMAkali dalam sejarah, mereka mencetak momentum baru yaitu Jessica menemukan ketenangan serta damai kala bersama Alvin. Namun anehnya sang puan tidak begitu suka akan suasana kelam nan mencekik ini, jauh berbeda dari apa yang Jessica bayangkan dulu. Singkat cerita Alvin melompat keluar begitu taksi berhenti tepat di depan pintu masuk rumah sakit Atesia. Jessica menyusul di belakang usai membayar, mengikuti setiap langkah kilat si tuan yang akhirnya berdiri kaku di depan ruang rawat inap.Seolah dunia laki-laki tukang rusuh tersebut telah usai, telah luluh lantak tanpa sisa, telah hancur lebur tanpa belas kasih. Alvin berlinang air mata tanpa suara. Berusaha melangkah maju akan tetapi tergugu berkali-kali bersama napas tercekat tiap kali berkedip menyorot lurus pada seorang gadis yang berbaring pucat di atas ranjang, dibantu alat oksigen dan selang infus
APABILA di umpakan secara gamblang, transparan dan tepat sasaran. Barangkali kejengkelan nan sedang menggerogoti jantung sekaligus hatinya telah menyerupai gunung aktif yang siap memuntahkan lahar panas guna membumi hanguskan sekitarnya. Menghancurkan setiap sentinya. Melenyapkan setiap eksistensi yang terlihat. Begitu pendeskripsian isi hati seorang Alvin sekarang ini. Dia sangat amat muak menghadapi situasi yang sama berulang-ulang kali. Hingga rasanya si lelaki bisa melakukan apa saja untuk menyingkir masalah nan sedang mengganggu kesehariannya tersebut. Jujur saja, bukankah dia lahir tanpa setangki kesabaran melimpah? Hei, dia jelas-jelas bukan badan amal. Mana sudi ia bersikap sabar terhadap orang-orang yang bahkan tidak ingin bersikap sabar atas dirinya; egois memang, akan tetapi Alvin mana mau repot-repot peduli.Emosi yang kini menguasai dadanya benar-benar tidak terbendung lagi, jadi Alvin harus memprioritaskan hati dan batinnya. Ini tidak bisa di tunda-tunda lagi jikalau tida
KABAR kembalinya sang penguasa Bina Bangsa menyebar dengan cepat yang bahkan tidak genap satu hari setelah beritanya masuk menuju masing-masing ponsel warga sekolah. Termasuk adegan epik sang tuan putri dalam melancarkan aksi balas dendamnya begitu menginjakkan kaki di sekolah. Memang tidak ada bukti fisik seperti video atau pun foto, akan tetapi hal ini mutlak mengirim teror bagi siapa-siapa saja yang telah lancang mengusik tiga sahabat gadis penguasa tersebut. Selepas fakta mengenai Chika menjalar bagaikan tanaman rambat, informasi baru dari korban-korban yang Jessica gasak habis di hari yang sama mulai simpang siur terdengar. Bahwa pembalasan dendam Jessica bukanlah lelucon semata. Tiada satu pun dari mereka yang berani membayangkan akan sesuram apa hari esok. Akan setegang dan seberisik apa Bina Bangsa esok, namun yang pasti, Jessica telah mendeklarasikan peperangan dan takkan ada yang bisa kabur dari cengkeramannya.Yah, terserah dengan apa yang akan terjadi. Alvin tidak peduli.
APABILA bundaran oranye tersebut dapat berbicara, barangkali serangkaian kalimat makian sudah terlontar kepada manusia kelinci yang masih bebal melantunkan bola basket nan kusam itu menuju ring walau telah terpeleset berulang kali. Alvin tetap bersikukuh melanjutkan permainan seorang diri di markas kumuh ini. Tempat terakhir ia benar-benar bertemu Jessica. Tempat yang menjadi saksi bisu akan seberapa besar perasaannya untuk gadis nakal tersebut. Oleh sebab itu ujung-ujungnya Alvin melarang keras yang lain datang ke tempat ini. Alasannya karena takut kenangannya dengan Jessica pudar begitu saja. Jelas, awal-awalnya muncul pertentangan akan tetapi jikalau Alvin sudah berkehendak. Siapa yang berani menantang memangnya? Cari mati namanya.Yah, setidaknya sampai Jessica kembali.Iya, begitu.Namun, kapan gadisnya akan kembali?Apa setelah mereka lulus SMA?Ah, sial! Perasaannya semakin memburuk bahkan hanya dengan memikirkannya saja. Alvin tentu saja tidak tahu apa-apa. Dia ini merupakan o
PEMANDANGAN danau indah, secangkir kopi dan sepirinh roti panggang hangat. Perpaduan ini membuat Jessica merasa jauh lebih hidup di bandingkan yang sudah-sudah. Seolah ia baru saja menjadi manusia seutuhnya sekarang. Sebab sepanjang hidup, baru kali ia tidak bangun dengan beban berat pada pundak. Tidak ada lagi mimpi buruk yang mencekam. Tidak ada lagi sesak dalam dada. Tidak ada lagi pening yang menyerang kepala. Tubuhnya sungguh-sungguh terasa ringan hingga menjalani rutinitas santai begini membuat senyuman manis di bibir terbit dengan begitu cerah. Jessica menghembuskan napas pendek, mengeluarkan ponsel yang Bastian berikan padanya dan mulai memotret tiap sudut tempat nan ia rasa tampak cantik untuk di abadikan oleh kamera ponselnya.Jessica memang belum sepenuhnya terbiasa. Bahasa dan budaya mereka jelas berbeda dengan keseharian yang dulu biasa ia jalani. Jessica juga belum pernah tinggal begitu lama di negeri orang lain selain hanya singgah guna menemani sang kakek bekerja atau
DUA minggu. Empat minggu. Kemudian sudah genap satu bulan. Lambat laun bertambah hari demi hari. Tahu-tahu sudah lebih dari satu minggu lagi. Lalu bulan lagi. Begitu terus. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tepat lima bulan kepergian Jessica dari hidupnya dan Alvin tidak pernah merasa kehilangan seperti ini sebelumnya. Alvin tidak pernah merasa hidupnya sehampa ini. Tidak pernah merasa jikalau hidupnya akan seberat ini tanpa kehadiran gadis barbar kesayangannya itu. Alvin tidak pernah mengira bahwa ketiadaan Jessica dalam poros dunianya benar-benar melumpuhkan nyaris seluruh engsel kehidupannya, dan membuat dia terus berlari dari getirnya fakta bila saat ini dia benar-benar di tinggalkan tanpa salam perpisahan.Jantungnya berdenyut ngilu.Alvin tidak pernah tahu bahwa merindukan seseorang bisa membuatnya gila seperti ini. Entah sudah berapa orang yang ia pukuli hari ini. Entah sudah berapa kayu yang ia patahkan ka
SEBUT saja dia gila. Bastian tidak keberatan. Sama sekali tidak masalah di maki demikian sebab orang waras mana yang dengan kesadaran penuh membawa kabur seorang cucu perempuan satu-satunya dari keluarga konglomerat Atriyadinata? Cuma dia. Secara teknik memang tidak dapat di sebut menculik akan tetapi tetap saja Bastian terlibat sebagai kaki tangan. Apabila sang kakek tahu, tanpa sempat menjelaskan maka namanya sudah terlebih dahulu terukir di batu nisan. Mengesankan. Bastian tidak belajar mati-matian dari dulu hanya untuk menghancurkan hidupnya di masa depan nanti. Tidak. Enak saja. Bastian belajar seperti kiamat akan datang esok hari karena ingin segera hidup mandiri dan terlepas dari sistem politik keluarga. Dia sudah muak harus mendengarkan sang ibu menjelek-jelekkan anggota keluarga lain. Masih baik dia tidak terkontaminasi, tidak seperti saudaranya yang lain.Kendati demikian, walau sudah membuat heboh keluarga, tampaknya si pelaku tidak terlihat merasa bersalah sedikit pun. Di
GELEGAK amarah. Urat saraf yang menonjol. Wajah memerah penuh resah. Ekspresi keruh terang-terangan menyatakan isi hati. Layar demi layar di depan mata nan menampilkan rekaman CCTV beberapa lokasi tidak berhasil membuatnya puas. Demian makin murka. Dalam satu kali gerakan, dia menghempas kasar benda-benda berteknologi canggih tersebut. "KALIAN SEMUA TIDAK BECUS! UANG YANG SAYA KELUARKAN SELAMA INI UNTUK KALIAN TERNYATA SIA-SIA! SAYA INGIN CUCU SAYA DI TEMUKAN TAPI KALIAN SEMUA TIDAK MAMPU MELAKUKAN ITU! APANYA YANG SULIT MENCARI SEORANG ANAK PEREMPUAN YANG MASIH SMA?! KELUAR KALIAN DARI RUMAH SAYA! DASAR TIKUS-TIKUS KOTOR! JANGAN PIKIR UNTUK KEMBALI MENGINJAKKAN KAKI DI SINI SEBELUM CUCU SAYA DI TEMUKAN ATAU KALIAN AKAN TAU APA AKIBAT GAGAL MENJALANKAN TUGAS DARI SEORANG DEMIAN! CAMKAN ITU!"Satu minggu berlalu sejak menghilangnya Jessica. Entah sesakit apa hati anak malang tersebut sampai-sampai memilih untuk pergi. Demian gagal menjadi rumah bagi cucunya. Demian gagal menjadi zona a
JESSICA benar-benar lenyap begitu saja. Bagaikan di telan bumi dan terdampai di dunia antah berantah. Tidak dapat terdeteksi. Tidak dapat di telusuri. Tidak dapat di temukan. Kabar menghilangnya cucu bungsu dari keluarga konglomerat Atriyadinata memang tidak di beritakan pada surat kabar, berita di TV atau pun pada seluruh platform media sosial. Namun satu hal pasti, ketidakhadiran puan tersebut secara mendadak jelas-jelas menggemparkan seisi sekolah. Entah itu murid-muridnya, guru berserta staff dan sekaligus pedagang di kantin. Ketiadaan eksistensi Jessica sungguh-sungguh menjadi topik hangat bahkan usai genap seminggu sang penguasa sekolah tersebut menghilang tanpa kabar. Beberapa dari mereka berusaha menggali informasi dari sumber pasti, tentu itu adalah tiga sahabat sang topik utama Bina Bangsa, akan tetapi seperti yang telah di terka-terka, mereka sempurna dalam kebungkaman. Lebih tepatnya mereka sama sekali tidak tahu-menahu mengenai keberadaan Jessica sekarang. Hembusan na
ORANG-ORANG dulu berkata bahwa rumah adalah tempat paling aman, nyaman dan tepat untuk beristirahat dari berisiknya hiruk-pikuk dunia. Kehangatannya akan mampu meluruhkan segala penat dan lelah tanpa pamrih. Di semua buku, selebaran, iklan atau penjelasan literatur pun mengatakan hal serupa. Rumah adalah tempat kau untuk pulang. Setidaknya itu yang mereka ingin bagikan ke seluruh umat manusia. Tapi sialnya, tidak semua dari mereka memaparkan lebih detail mengenai rumah macam apa yang baik guna menyambut rusaknya jiwa akan permainan benang takdir. Atas segala ujian alam bagi tiap-tiap mereka yang bernapas. Mereka lupa menambah satu paragraf kenyataan bahwa tidak semua rumah itu terasa seperti pulang. Kadang kala justru mirip seperti neraka. Memang tidak panas, namun gelegak amarah yang terus-menerus mendidih, lontaran makian, teriakan melengking, barang demi barang melayang, tuduh menuduh dan sejenisnya. Mana mungkin tempat yang terasa seperti arena peperangan tersebut cocok di katakan