SETIAP yang bernyawa memang betul akan kembali kepada Sang Khaliq. Suka tidak suka, mau tidak mau, ingin tidaknya adalah Sang Pencipta yang mengatur kapan, di mana dan sedang apa. Jessica tidak punya pilihan selain menggenggam retakan hatinya lantaran cinta pertamanya di bawa pergi tanpa perpisahan yang layak. Jessica dipaksa untuk bangun keesokan harinya bersama perasaan kosong yang sukses menampar jiwa.
Jessica tidak pernah sembuh.
Lukanya masih basah, menganga lebar dan membusuk sempurna. Hanya menunggu waktu sampai dirinya lah yang dijemput. Bukankah begitu?
Pemulihan yang orang-orang bilang tentang kita yang mengikuti alur takdir sembari menghitung waktu yang berlalu justru bagi Jessica sebuah lelucon belaka. Omong kosong menjengkelkan namun be
SEJUJURNYAada banyak cara untuk bahagia. Pernah ada yang berkata, “Kita cuma perlu sadar dan peka akan keadaan supaya tau kalau begitu banyak hal di dunia ini yang mampu membuat kita bahagia, tertawa atau bahkan cuma sekedar mengulas senyuman tipis. Benar. Kita cuma perlu peka terhadap keadaan.”Orang bijak barangkali mengeluarkan kalimatnya sebab bisa jadi telah menjalani terjalnya kehidupan, pahit serta manis yang disuguhkan dan harus diterima dengan lapang dada. Sepenggal kalimat yang muncul lewat pop-up notifikasi ponsel dari akun twitternya betul-betul sedang Alvin alami. Waktunya pas, batinnya terkikik lucu.Ada sebuah tempat yang cukup luas di mana di sana seluruh barang-barangㅡseperti meja, kursi, spanduk-spanduk yang tidak terpakai dan sebagainyaㅡyang rusak parah ditumpuk menjadi ko
HUJAN masih mengguyur bumi. Berduet bersama kencangnya angin, alam semesta di guncang hebat seolah tengah menghadapi kemarahan seseorang. Beberapa menit lalu terdengar berita bahwa sebuah tonggak listrik tumbang, mengalami konsleting listrik dan terjadi kebakaran yang tidak jauh dari posisi Bina Bangsa berdiri kokoh di tanah sekarang. Hembusan angin yang kuat membuat penyebaran api lebih gesit namun berterima kasihlah sebab hujan lebat ini cukup membantu pemadam kebakaran mengamankan area dalam kurun waktu satu jam. Namun tentu saja kerusakan tidak dapat di hindari dan beberapa warga sipil ada yang terluka karena berusaha memadamkan api sebelum pihak berwenang datang. Berita tersebut menjadi dengan cepat menjadi bahan perbincangan hangat warganet tetapi tidak cukup ampuh menimbun berita pingsannya seorang Jessica usai menyiksa diri dengan hujan-hujanan di lapangan utama. Apa pun yang melibatkan nama gadis tersebut memang tidak bisa di abaikan begitu saja. Selalu seru untuk di bahas da
PUKULtiga sore tepat. Hujan masih mengamuk besar-besaran di luar seakan ingin meluluh lantakkan seisi bumi. Celah-celah yang tersedia membuat angin sedingin kutub itu melesak masuk dan membelai apa-apa yang dilewatinya. Masih banyak warga Bina Bangsa yang tinggal di sekolah daripada menantang diri melawan derasnya hujan yang turun. Mungkin sebagian besar dari mereka memilih mampir ke kantin guna mendapatkan segelas teh hangat atau apapun yang ampuh mengusir dinginnya hawa bumi.Namun masih ada segelintir orang yang mendekam di kelas atau berusaha pergi ke ruang kesehatan guna bergelung di dalam selimut hanya untuk menemukan pintunya terkunci rapat. Mereka mendesis kecewa sementara gadis berponi di dalam sana merasa kehangatan yang diperoleh luar biasa nyaman baginya. Pelan-pelan Jessica merangsek masuk lebih dalam pada sepasang lengan yang merengkuh tubuh. S
“TOLOL!”“Bego!”“Munafik!”“Goblok!”“Seㅡgue kehabisan kata-kata.” Daniel mengusap sekilas wajahnya, melirik Gerald dan Thomas dengan ekspresi kebingungan. “Kata apa yang cocok buat ngehina dia lagi?”Helaan napas frutasi dari kedua belah bibir Alvin lolos setelah Daniel menyelesaikan kalimatnya. Wajahnya sama murungnya dengan langit yang dikeliling awan pekat, seolah menelan semua kesedihan manusia yang ada di muka bumi ini sehingga enggan membiarkan matahari memancarkan sedikitpun sinarnya. Pemuda serupa kelinci tersebut mengerang tertahan berkali-kali, mendecak, mendeng
“KARENA GUE SUKA LO.”Kalimat itu terus berputar-putar di kepala Jessica. Betulan tidak mau hilang apalagi lupa sampai-sampai suara hangat Alvin kini masih terngiang-ngiang. Jessica paham benar bahwa kegilaan Alvin memang tidak pernah pudar ataupun mau lenyap meski diruqyah sekalipun. Akan tetapi mendengar Alvin berkata bahwa pemuda kelinci itu menyukainya, justru terdengar sangat aneh bagi Jessica. Sehingga saat Demian meneleponnya beberapa sekon usai Alvin berujar demikian, Jessica pamit undur diri secepat mungkin.Namun Alvin lebih cepat ketika menggapai pergelangan tangan si gadis kala berdiri agar mereka kembali bersitatap. “Gue jujur pas bilang gue suka lo, Jessica. Bukan main-main belaka.”Nada suaranya serius bukan kepalan
ARENAbalap tidak pernah mengenal kata senyap. Kebisingan tersebut seolah dijaga sebagaimana mestinya, seusai di mana ia berada. Terlebih-lebih lagi dentuman musik mengisolasi mereka yang mampir dengan hanyut di dalam setiap melodi. Menemukan berbotol-botol alkohol pada bar yang disediakan untuk semua pengunjung tanpa peduli umur asalkan pemasukan terus bertambah bukanlah sesuatu yang tabu di sana. Bahkan bila terjadinya transaksi ekstasi orang-orang takkan repot-repot peduli. Toh, bukan urusan mereka.Oleh karena itu saat Thomas menenggak segelas minuman beralkohol, Alvin menggeleng pelan pada posisi. Setengah jam yang lalu kawannya menelepon untuk sekedar menghabiskan malam minggu, nongkrong di arena balap dan bau pekat alkohol telah menyelimuti temannya itu. “Mau mabok-mabokan lo? Pulang entar gimana, Mas?”
“GUEbilang juga apa!” sentak Rosa. Menyugar rambutnya kilat, memandang sahabat poninya dengan tatapan menuding dan melempar kasar bando di kepala ke atas meja. “Dia suka lo tapi denial aja. Akhirnya ngaku juga tuh bujang!” sambungnya, seolah lega mendengar kenyataan bahwa Alvin menyukai Jessica usai mendengar cerita lengkap sang sahabat.Jessica merotasikan matanya; jengkel. “Yaa, terus gue harus ngapain kalau dia suka gue? Gue harus gimana?” sahutnya. “Gue mana tau dia suka gue dalam artian itu. Selama ini 'kan gue mikir dia emang keparat gila yang suka gangguin orang seenaknya.”Sedikit banyaknya gadis berponi tersebut menyesal telah menceritakan kejadian di mana Alvin menyatakan perasaan tanpa tedeng aling-aling. Dipikir-pikir lagi seharusnya Jessica ti
18 September 2018.Musim panas tahun itu terasa ingin melelehkan seisi bumi tanpa terkecuali. Terik mentari berdiri tegak, berani nan menantang di atas kepala seakan berusaha keras untuk menunjukkan eksistensi selagi memanggang apa-apa yang disinarinya. Manusia-manusia enggan keluar dari tempat persembunyian bila tidak begitu mendesak, barangkali juga ogah bergerak yang berarti jika nantinya mengundang kegerahan tanpa batas bersama butiran peluh. Err! Tidak dulu, deh.Setiap kali panas menyengat demikian Alvin akan selalu ingat sebuah adegan yang ringkas di dalam laci kenangan. Pukul delapan pagi tepat dan Alvin terlambat pergi ke sekolah maka dari itu satu-satunya cara agar lolos dari OSIS adalah memanjat dinding pembatas di sisi baratㅡsebab jarang yang berpatroli ke sana lantaran angker, katanya. Namun usai
APABILA di umpakan secara gamblang, transparan dan tepat sasaran. Barangkali kejengkelan nan sedang menggerogoti jantung sekaligus hatinya telah menyerupai gunung aktif yang siap memuntahkan lahar panas guna membumi hanguskan sekitarnya. Menghancurkan setiap sentinya. Melenyapkan setiap eksistensi yang terlihat. Begitu pendeskripsian isi hati seorang Alvin sekarang ini. Dia sangat amat muak menghadapi situasi yang sama berulang-ulang kali. Hingga rasanya si lelaki bisa melakukan apa saja untuk menyingkir masalah nan sedang mengganggu kesehariannya tersebut. Jujur saja, bukankah dia lahir tanpa setangki kesabaran melimpah? Hei, dia jelas-jelas bukan badan amal. Mana sudi ia bersikap sabar terhadap orang-orang yang bahkan tidak ingin bersikap sabar atas dirinya; egois memang, akan tetapi Alvin mana mau repot-repot peduli.Emosi yang kini menguasai dadanya benar-benar tidak terbendung lagi, jadi Alvin harus memprioritaskan hati dan batinnya. Ini tidak bisa di tunda-tunda lagi jikalau tida
KABAR kembalinya sang penguasa Bina Bangsa menyebar dengan cepat yang bahkan tidak genap satu hari setelah beritanya masuk menuju masing-masing ponsel warga sekolah. Termasuk adegan epik sang tuan putri dalam melancarkan aksi balas dendamnya begitu menginjakkan kaki di sekolah. Memang tidak ada bukti fisik seperti video atau pun foto, akan tetapi hal ini mutlak mengirim teror bagi siapa-siapa saja yang telah lancang mengusik tiga sahabat gadis penguasa tersebut. Selepas fakta mengenai Chika menjalar bagaikan tanaman rambat, informasi baru dari korban-korban yang Jessica gasak habis di hari yang sama mulai simpang siur terdengar. Bahwa pembalasan dendam Jessica bukanlah lelucon semata. Tiada satu pun dari mereka yang berani membayangkan akan sesuram apa hari esok. Akan setegang dan seberisik apa Bina Bangsa esok, namun yang pasti, Jessica telah mendeklarasikan peperangan dan takkan ada yang bisa kabur dari cengkeramannya.Yah, terserah dengan apa yang akan terjadi. Alvin tidak peduli.
APABILA bundaran oranye tersebut dapat berbicara, barangkali serangkaian kalimat makian sudah terlontar kepada manusia kelinci yang masih bebal melantunkan bola basket nan kusam itu menuju ring walau telah terpeleset berulang kali. Alvin tetap bersikukuh melanjutkan permainan seorang diri di markas kumuh ini. Tempat terakhir ia benar-benar bertemu Jessica. Tempat yang menjadi saksi bisu akan seberapa besar perasaannya untuk gadis nakal tersebut. Oleh sebab itu ujung-ujungnya Alvin melarang keras yang lain datang ke tempat ini. Alasannya karena takut kenangannya dengan Jessica pudar begitu saja. Jelas, awal-awalnya muncul pertentangan akan tetapi jikalau Alvin sudah berkehendak. Siapa yang berani menantang memangnya? Cari mati namanya.Yah, setidaknya sampai Jessica kembali.Iya, begitu.Namun, kapan gadisnya akan kembali?Apa setelah mereka lulus SMA?Ah, sial! Perasaannya semakin memburuk bahkan hanya dengan memikirkannya saja. Alvin tentu saja tidak tahu apa-apa. Dia ini merupakan o
PEMANDANGAN danau indah, secangkir kopi dan sepirinh roti panggang hangat. Perpaduan ini membuat Jessica merasa jauh lebih hidup di bandingkan yang sudah-sudah. Seolah ia baru saja menjadi manusia seutuhnya sekarang. Sebab sepanjang hidup, baru kali ia tidak bangun dengan beban berat pada pundak. Tidak ada lagi mimpi buruk yang mencekam. Tidak ada lagi sesak dalam dada. Tidak ada lagi pening yang menyerang kepala. Tubuhnya sungguh-sungguh terasa ringan hingga menjalani rutinitas santai begini membuat senyuman manis di bibir terbit dengan begitu cerah. Jessica menghembuskan napas pendek, mengeluarkan ponsel yang Bastian berikan padanya dan mulai memotret tiap sudut tempat nan ia rasa tampak cantik untuk di abadikan oleh kamera ponselnya.Jessica memang belum sepenuhnya terbiasa. Bahasa dan budaya mereka jelas berbeda dengan keseharian yang dulu biasa ia jalani. Jessica juga belum pernah tinggal begitu lama di negeri orang lain selain hanya singgah guna menemani sang kakek bekerja atau
DUA minggu. Empat minggu. Kemudian sudah genap satu bulan. Lambat laun bertambah hari demi hari. Tahu-tahu sudah lebih dari satu minggu lagi. Lalu bulan lagi. Begitu terus. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tepat lima bulan kepergian Jessica dari hidupnya dan Alvin tidak pernah merasa kehilangan seperti ini sebelumnya. Alvin tidak pernah merasa hidupnya sehampa ini. Tidak pernah merasa jikalau hidupnya akan seberat ini tanpa kehadiran gadis barbar kesayangannya itu. Alvin tidak pernah mengira bahwa ketiadaan Jessica dalam poros dunianya benar-benar melumpuhkan nyaris seluruh engsel kehidupannya, dan membuat dia terus berlari dari getirnya fakta bila saat ini dia benar-benar di tinggalkan tanpa salam perpisahan.Jantungnya berdenyut ngilu.Alvin tidak pernah tahu bahwa merindukan seseorang bisa membuatnya gila seperti ini. Entah sudah berapa orang yang ia pukuli hari ini. Entah sudah berapa kayu yang ia patahkan ka
SEBUT saja dia gila. Bastian tidak keberatan. Sama sekali tidak masalah di maki demikian sebab orang waras mana yang dengan kesadaran penuh membawa kabur seorang cucu perempuan satu-satunya dari keluarga konglomerat Atriyadinata? Cuma dia. Secara teknik memang tidak dapat di sebut menculik akan tetapi tetap saja Bastian terlibat sebagai kaki tangan. Apabila sang kakek tahu, tanpa sempat menjelaskan maka namanya sudah terlebih dahulu terukir di batu nisan. Mengesankan. Bastian tidak belajar mati-matian dari dulu hanya untuk menghancurkan hidupnya di masa depan nanti. Tidak. Enak saja. Bastian belajar seperti kiamat akan datang esok hari karena ingin segera hidup mandiri dan terlepas dari sistem politik keluarga. Dia sudah muak harus mendengarkan sang ibu menjelek-jelekkan anggota keluarga lain. Masih baik dia tidak terkontaminasi, tidak seperti saudaranya yang lain.Kendati demikian, walau sudah membuat heboh keluarga, tampaknya si pelaku tidak terlihat merasa bersalah sedikit pun. Di
GELEGAK amarah. Urat saraf yang menonjol. Wajah memerah penuh resah. Ekspresi keruh terang-terangan menyatakan isi hati. Layar demi layar di depan mata nan menampilkan rekaman CCTV beberapa lokasi tidak berhasil membuatnya puas. Demian makin murka. Dalam satu kali gerakan, dia menghempas kasar benda-benda berteknologi canggih tersebut. "KALIAN SEMUA TIDAK BECUS! UANG YANG SAYA KELUARKAN SELAMA INI UNTUK KALIAN TERNYATA SIA-SIA! SAYA INGIN CUCU SAYA DI TEMUKAN TAPI KALIAN SEMUA TIDAK MAMPU MELAKUKAN ITU! APANYA YANG SULIT MENCARI SEORANG ANAK PEREMPUAN YANG MASIH SMA?! KELUAR KALIAN DARI RUMAH SAYA! DASAR TIKUS-TIKUS KOTOR! JANGAN PIKIR UNTUK KEMBALI MENGINJAKKAN KAKI DI SINI SEBELUM CUCU SAYA DI TEMUKAN ATAU KALIAN AKAN TAU APA AKIBAT GAGAL MENJALANKAN TUGAS DARI SEORANG DEMIAN! CAMKAN ITU!"Satu minggu berlalu sejak menghilangnya Jessica. Entah sesakit apa hati anak malang tersebut sampai-sampai memilih untuk pergi. Demian gagal menjadi rumah bagi cucunya. Demian gagal menjadi zona a
JESSICA benar-benar lenyap begitu saja. Bagaikan di telan bumi dan terdampai di dunia antah berantah. Tidak dapat terdeteksi. Tidak dapat di telusuri. Tidak dapat di temukan. Kabar menghilangnya cucu bungsu dari keluarga konglomerat Atriyadinata memang tidak di beritakan pada surat kabar, berita di TV atau pun pada seluruh platform media sosial. Namun satu hal pasti, ketidakhadiran puan tersebut secara mendadak jelas-jelas menggemparkan seisi sekolah. Entah itu murid-muridnya, guru berserta staff dan sekaligus pedagang di kantin. Ketiadaan eksistensi Jessica sungguh-sungguh menjadi topik hangat bahkan usai genap seminggu sang penguasa sekolah tersebut menghilang tanpa kabar. Beberapa dari mereka berusaha menggali informasi dari sumber pasti, tentu itu adalah tiga sahabat sang topik utama Bina Bangsa, akan tetapi seperti yang telah di terka-terka, mereka sempurna dalam kebungkaman. Lebih tepatnya mereka sama sekali tidak tahu-menahu mengenai keberadaan Jessica sekarang. Hembusan na
ORANG-ORANG dulu berkata bahwa rumah adalah tempat paling aman, nyaman dan tepat untuk beristirahat dari berisiknya hiruk-pikuk dunia. Kehangatannya akan mampu meluruhkan segala penat dan lelah tanpa pamrih. Di semua buku, selebaran, iklan atau penjelasan literatur pun mengatakan hal serupa. Rumah adalah tempat kau untuk pulang. Setidaknya itu yang mereka ingin bagikan ke seluruh umat manusia. Tapi sialnya, tidak semua dari mereka memaparkan lebih detail mengenai rumah macam apa yang baik guna menyambut rusaknya jiwa akan permainan benang takdir. Atas segala ujian alam bagi tiap-tiap mereka yang bernapas. Mereka lupa menambah satu paragraf kenyataan bahwa tidak semua rumah itu terasa seperti pulang. Kadang kala justru mirip seperti neraka. Memang tidak panas, namun gelegak amarah yang terus-menerus mendidih, lontaran makian, teriakan melengking, barang demi barang melayang, tuduh menuduh dan sejenisnya. Mana mungkin tempat yang terasa seperti arena peperangan tersebut cocok di katakan