ALVIN memang bukan seorang laki-laki selembut orang-orang di luaran sana. Ia terbiasa berbicara sesuka hati dan bertindak semaunya. Dengan menjunjung tinggi prinsip, “Kebebasan adalah segala-galanya untuk hidup gue yang cuma satu kali ini.” Oleh karena itu bila kini menemukan Jessica menangis terisak-isak sampai pundak sempit itu yang biasanya tegap meluruh sempurna disertai getaran hebat. Alvin merasakan hatinya tercubit, ikut merasa sakit melihat kondisi Jessica sekarang.
“Jes, sumpah. Kalau lo sakit hati sama ucapan gue tadi, tabok aja gue sampe mampus, serius.” Alvin berdiri gelisah di tempatnya, bingung harus apa saat perempuan tengah menangis begini. Jika ini ibunya tentu lain cerita tetapi ini Jessica, lho. Yang bahkan masih bisa mengamuk saat Alvin dorong dari ketinggian belasan meter dari tanah. “J-jes, aduh, maaf-maaf.
BISAKAHwaktu berjalan lebih cepat dari apa yang tengah Jessica rasakan sekarang? Rasanya terlalu malas menghabiskan sisa sore cerah ini melangkah beriringan dengan Angello. Gadis berponi itu berharap yang datang hanyalah Demian akan tetapi malah si sulung yang datang. Walaupun sang kakak tiba bersama seraut wajah khawatir bukan main Jessica takkan luluh semudah itu.“Sica, kamu nggak papa?” adalah pertanyaan pertama Angello setelah beberapa menit dibungkam hening sepanjang perjalanan menuju kamar inap.“Aku nggak terlalu butuh Jello sama sekali, kenapa dateng?” tukas Jessica sinis.Angello menarik napas panjang, gusar sekaligus getir di saat yang bersamaan mendengar sepenggal kalimat penolakan tersebut. “Sica, kamu mas
SUDAH pernah mendengar nama Bina Bangsa belum? Jika kalian belum tahu, mari akan aku jelaskan pelan-pelan mengenai sekolah tersebut. SMA Bina Bangsa merupakan sekolah swasta elit sekaligus bergengsi yang ada di Indonesia. Mereka berhasil mencetak alumni-alumni mumpuni dan berprestasi. Tak hanya sistem kebutan di akademik, Bina Bangsa juga memberikan dorongan penuh untuk non-akademik. Maka itu sekolah tersebut memiliki satu gedung yang menyediakan lab IPA dan bahasa sekaligus ruangan-ruangan penunjang klub-klub yang ada. Dan yeah, jangan khawatirkan fasilitasnya. Kalian bebas memakainya sesuka hati, jika rusak, yaa, diganti baru dan pihak yayasan yang akan menanggung semua biasa penanggulangan. Wow! Amazing! So attractive! Seiras dengan sistem pembelajaran serta fasilitas yang diberikan. Untuk masuk ke dalam Bina Bangsa pun nyatanya juga diperlukan nilai dengan rata-rata 83 ke atas. Tak sembarangan orang yang bisa masuk ke sana. Koneksi? Mungkin tapi nyaris tak tertembus di mana ak
BINA BANGSA memang rajanya bangunan sekolah lantaran memiliki lorong dan tikungan yang banyak. Sehingga disediakan papan penunjuk jalan bagi pendatang baru yang bahkan penghuni aslinya sendiri masih ada yang rentan tersesat. Mengerti benar bahwa petunjuk jalan merupakan suatu hal yang penting dan nyaris seluruh orang membutuhkannya. Apalagi di hari-hari penting seperti hari ini, contohnya. Bina Bangsa kedatangan tamu penting yaitu kunjungan tahunan dari para ketua OSIS dari sekolah-sekolah lain. Nah, karena Jessica adalah murid yang paling baik hati dan ingin mereka mendapat sambutan terbaik dalam sejarah pertemanan antar sekolah. Maka dari itu si gadis tersenyum manis di gerbang dan melambaikan tangan pada sang ketua OSIS Bina Bangsa, yaitu Arzan. Dan menemukan Jessica lengkap dengan seluruh atribut sekolah merupakan hal terjanggal yang pernah ia lihat sebelumnya. "Lo ... ngapain, Jes?" tanya Arzan kelewat ragu dan betulan aneh. Gadis berponi tersebut berdeham sejenak sebelum ter
JIKA diingat kembali dalam kurun waktu satu bulan, kejahatan yang telah Jessica lakukan memang terorganisir dan patut mendapatkan hukuman. Yeah, si empunya sendiri tidak akan menangkis segala macam tuntutan dari pihak yang bersangkutan. Hanya saja dari sekian banyak hukuman-hukuman yang ada di Bina Bangsa bahkan sampai ada daftarnya dan diurutkan berdasarkan seberapa besar poin kesalahan. Kenapa Jessica harus mendapatkan hukuman menghormati Sang Saka Merah Putih alih-alih menyapu halaman?! Bukannya berniat kurang ajar tetapi sudah ada waktu khusus untuk itu, jadi menyingkirkan sampah-sampah di lapangan barangkali merupakan pilihan bijaksana. Namun Dhani menyanggah kelewat cepat dengan wajah merah; betulan marah. "Kalau disuruh yang lain yang ada Jessica nyuruh-nyuruh temennya, Bu. Pilihan ini lebih baik!"Benar-benar pemuda kutu buku yang satu itu. Menyebalkan sekali! Hm, mungkin motor Dhani akan tergantung di pohon nanti. Lihat saja. Haha! Jessica takkan tinggal diam begitu saja.
BAGIAN sial apa dari hidup yang sangat kalian benci? Kalau Jessica banyak. Banyak sekali sampai-sampai dua puluh jari yang ia miliki tak cukup untuk menghitungnya. Kendati demikian pun si gadis berponi tersebut paham benar bahwa bernapas bahagia setiap waktu adalah sebuah kemustahilan. Toh, katanya, rasa sedih dan bahagia selalu ditakar seimbang untuk semua manusia. Hanya saja Jessica kurang mempercayainya. Contohnya seperti acara keluarga besar yang mesti Jessica hadiri setiap dua kali sebulan. Argh! Berada di satu ruangan yang dengan orang-orang yang engkau benci itu sama halnya dengan oksigen ada di depan mata tetapi lehermu dicekik kuat hingga bernapas bebas merupakan fatamorgana belaka. Err! Menjijikan. Menjengkelkan! Membayangkan bagaimana senyuman demi senyuman palsu disunggingkan murah meriah membuat perut Jessica mendadak bergejolak mual bukan main. Bertempat di sebuah restoran bintang lima milik sang kakek yang tentunya seluruh menu utama dihidangkan di depan mata. Beraga
SESEORANG pernah berkata ketika jiwa tengah diliputi amarah yang harus dilakukan adalah berhitung dalam hati. Jessica pikir itu saran terkonyol dari sekian juta petuah yang ada di dunia. Iya, awalnya si gadis berpikir demikian sebelum kalimat yang disampaikan laki-laki berwajah kalem itu berguna baginya untuk melalui hari-hari berat. Sangat berguna, sekali, dan Jessica menyesal telah menertawakannya sore itu. Jessica akui sumbu emosinya ini pendek, sangat pendek malahan. Dia mudah marah akan sesuatu hal sepele bahkan terkadang suka melepas tantrum besar-besaran kalau-kalau Chelsie tidak datang guna menenangkan. Suatu waktu, ia ingin membenarkan komentar-komentar yang dilontarkan orang secara percuma. Bahwa Jessica mutlak pembawa masalah murni di hidupnya sendiri sekaligus bagi orang-orang sekitarnya. Maka daripada itu si gadis akan melupakan rentetan adegan kemarahannya di restoran secepat mungkin. Napasnya terhembus kasar serta berat lalu mendongak kemudian guna melihat lembayung
"TEMEN lo gila ya, Mas?" celetuk Daniel bertanya sangsi, menjauhkan puntung rokok dari bibirnya dan menatap Thomas yang memasang raut wajah jengkel. Bersama hati yang ringan Thomas membuang rokok Daniel ke tanah. "Thom, anjir, Thom. Mas-mas pale lu!" tukasnya kesal. "Ah, bangsat! Rokok terakhir gue, Mas!" Daniel berencana memungut rokoknya yanh menggelinding mengenaskan di tanah namun Gerald keburu datang dan menginjaknya dengan dramatis. Daniel membeku, "Anjing kalian berdua!" umpatnya. Gerald tersenyum sadis sebelum menendang rokok sang kawan menjauh dari area. "Tobat lo, bangsat! Paru-paru lo item entar, mampus!""Ck, bajinglah! Kan pembahasan kita bukan itu tadi. Argh! Sial!" gerutu Daniel, menggaruk kesal belakang kepalanya lalu menjatuhkan punggung ke sofa. Ditunjuknya Alvin menggunakan dagu. "Noh, liat! Temen lo-lo pada gila ketawa-ketawa sendiri."Di sebelahnya Thomas memasang ekspresi sulit, sembari mengunyah bakwan di mulut ia bertanya, "Lha, Alvin pernah waras emangnyaㅡa
TAHU apa yang dilakukan Alvin ketika bertemu Jessica pukul 08:56 di lapangan Bina Bangsa?Tentu, pemuda kelinci tersebut bersikap sesuka hati sampai-sampai berani datang telat dan berujung dihukum bersama Jessica; lagi-lagi menghormat bendera dengan murid-murid lainnya. Lagi, Alvin seakan lupa atas perbuatan kurang ajarnya tempo hari dan Jessica harus rela tangannya berhenti mengayun tatkala sebuah pertanyaan dilemparkan kepadanya yang dibalut nada suara penasaran bukan kepalang dan seraut wajah serupa.“Lo punya pacar, Jes?”Ya Tuhan! Cobaan macam apalagi ini?!Gadis berponi tersebut memejamkan matanya, menurunkan tangan dan berusaha mengatur napas agar tidak meledakkan bom nuklir di sini. Perasaannya makin jengkel saat ia meniup poninya kasar. Jessica bahkan tidak punya kalimat baru lagi untuk memaki Alvin lantaran semua kosa kata dalam kamus sudah ia keluarkan semua.Pertanyaan ada satu, jadi Jessica dulunya betulan pengkhianat negara, ya? Tolong jawab! Atau setidaknya berikan solu