“Pastinya aku akan memberikan yang terbaik.” Suara Annete berubah seketika itu juga, ia akhirnya sadar bahwa selama kurang lebih dua puluh tahun terakhir ia akhirnya bisa keluar dari rumah tersebut.
Beberapa menit kemudian, bodyguard yang lain menerjang masuk ke dalam ruang pribadi Annete, “Silakan keluar!” katanya dengan garang. Di belakang mereka di ikuti oleh sekretaris ayahnya sendiri.
Annete terkejut bukan main bahwa sekretarisnya juga ikut campur, “Kau!? Jadi, selama ini – ”
“Maaf, saya hanya mengikuti perintah,” akunya saat itu juga. “Saya tidak bermaksud, Ibu Annete,” jawabnya.
Annete hanya bisa menahan geram marahnya tersebut, “Siapa yang mengatur ini semua?” gejolak amarahnya mulai membuncah ia sendiri juga mulai melakukan pemberontakan yang telah terjadi selama kurang lebih dua puluh tahun belakangan ini.
Dengan marah, ia mengambil vas bunga kesayangannya dan memecahkan di hadapan sekretaris ayahnya tersebut, “Katakan! Siapa yang memerintahkan dirimu!?” rasa amarahnya akhirnya meledak.
Sekretaris ayahnya mencari alat penyadap yang di ambil oleh Ferry, matanya terbelalak lebar menatap Ferry. Ia melihat sebuah gelas dan melihat alat penyadap yang ada di dalam gelas tersebut.
Dengan perasaan bersalah sekretaris itu berlutut di hadapan Annete, “Ayah anda sendiri,” jawabnya dengan suara yang tercekat.
“Jelaskan semuanya kepadaku!” makinya saat itu juga.
Sang sekretaris akhirnya menceritakan mengapa ayahnya meminta Annete untuk tetap di dalam rumah tersebut. Ia tahu bahwa akhirnya akan seperti ini, “Saya siap untuk mengundurkan diri,” sambungnya dengan langsung.
Dengan perasaan amarah yang membuncah, ia mengambil tasnya dan meninggalkan Villa tersebut, “Antar aku kepada ayahku!” serunya.
“Baik,” jawabnya.
Ferry mencoba untuk menghentikan langkah Anneta, “Kau tenang dulu. Apa kita bisa bertukar pikiran?” Tanya Ferry.
Anneta menghela nafasnya, matanya melihat kepada sekretaris dan pengawalnya sendiri, “Kalian keluar!” makinya dengan marah.
Sekretaris ayahnya dan para pengawal keluar dari ruang pribadi Anneta, “Kau ingin memberontak dengan ayahmu? Kini aku paham mengapa kau berada di rumah ini,” timpalnya.
“Kau tahu apa tentang keluargaku!?” tampiknya. Bibirnya bergetar hebat, “Keluargaku sendiri sudah hancur, anakku menjadi seorang playboy, suamiku sekarat karena wanita ketiga tersebut. Apalagi yang harus terjadi dengan keluargaku!” jerit Anneta.
Saking histerisnya Anneta, ia jatuh terisak dan menangis. Sementara Anneta menangis, Ferry masih bersikap dengan tenang, “Semuanya bisa di atasi, Annete, tapi bukan dengan emosi. Masalah tidak akan bisa di atasi jika kau melakukan dengan emosi,” cetusnya.
Anneta yang mendengarnya malu, ia sendiri mengetahui mengapa ayahnya mengurung dirinya di rumah tersebut, “Lalu, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya dengan merendah.
Seumur hidupnya tidak ada kata merendah bagi Anneta namun karena ia ingin semuanya menjadi seperti semula, ia meruntuhkan harga dirinya dan merendahkan dirinya demi kelangsungan keluarganya sendiri.
Ferry berusaha untuk mengatasi semuanya, “Kalau kau ingin berontak, berontaklah dengan halus,” tuturnya.
“Katakan,” imbuh Anneta.
Ferry membawa Anneta untuk duduk di sofa. Ia menceritakan seluruh rencananya kepada Anneta bahwa ia akan menggunakan media massa untuk memancing keributan. Bahkan ia juga memberitahukan masalah Micko dengan putri angkatnya tersebut.
“Sejak kapan anakku menjadi laki-laki yang seperti itu?” tanyanya yang sembari bersedekap.
“Laki-laki tidak bisa di kekang. Jika, laki-laki di kekang itulah yang akan terjadi. Micko sudah seperti playboy kelas kakap. Ia memiliki wanita lebih dari satu,” tuturnya yang memberitahu.
Anneta yang mendengarnya memukul-mukul dadanya. Sakit mendengar bahwa sang anak tumbuh akibat ulah dari ayahnya yang dulu juga seorang playboy, “Ini semua salahku. Aku terlalu memanjakannya,” tuturnya dengan perasaan malu.
Ferry melanjutkan kembali perkataannya, ia memberitahu bahwa Farah sudah hamil kurang lebih lima bulan. Sekali lagi Anneta merasa malu akibat ulah anaknya, “Aku sudah menyelidiki semuanya namun sekarang yang sedang aku cari tahu bagaimana menemukan ayah kandung dari Farah,” katanya memberitahu.
“Bukankah kau ayah tirinya?” celetuknya.
“Ya tapi aku juga ingin ia bisa melihat ayah kandungnya,” ungkapnya yang memberitahu kepada Anneta.
Anneta yang masih penasaran dengan anaknya sendiri berusaha mencari tahu, “Ngomong-ngomong kau tahu darimana jika Micko menjadi seperti itu?” Tanya Anneta.
Ferry akhirnya harus melanjutkannya, ia mengeluarkan sebuah alat perekam. Ia memutarkannya untuk memperdengarkan kepada Anneta.
Anneta mau tidak mau harus menerima berita kebenaran tersebut, lututnya lemas mendengar pengakuan dari seorang wanita di bar, “Namanya Felicia. Micko sudah menidurinya lebih dari sekali. Di kantor ia memiliki wanita yang ia simpan untuk pemuas nafsunya, Angela, sehingga ia bebas bisa melakukan dimana saja tanpa harus ketahuan,” ungkapnya kepada Anneta.
Mendengar tingkah Micko yang seperti itu ia sedikit geram dengan sikap anaknya, “Urusan Micko biar aku yang urus, aku akan membicarakannya nanti setelah suamiku bangun dari masa kritisnya. Sekarang, apa yang bisa aku bantu untukmu?” tanyanya.
Ferry melihat ke arah wanita anggun yang bermartabat tersebut, “Gunakan koneksimu,” ucapnya.
Anneta paham maksudnya, ia meminta sekretaris ayahnya untuk masuk ke dalam ruang pribadinya itu dengan segera ia menghampiri Anneta, “Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.
“Cari tahu keberadaan Louis Fernando Jerome. Lakukan segala cara temukan dia,” ucapnya yang memberitahu kepadanya. “Keluar,” pintanya.
Sekretaris ayahnya hanya bisa menjalankan perintahnya tersebut, dengan segera ia keluar dari ruang pribadi Anneta. Di satu sisi Anneta yang masih kesal dengan pengurungannya yang terjadi mencoba untuk tenang dalam segala hal.
Ferry mencoba untuk berfikir mengatur strategi yang ia lakukan untuk ke depannya, “Aku memikirkan strategi untuk menyiarkan ke dunia,” selorohnya.
“Media?” Anneta terdiam, “Kau temui yang bernama Frisia Adella dan suaminya Yohan. Mereka biasa mengekspos berita tentang diriku, gunakan mereka sebagai senjata,” katanya yang menjelaskan.
“Frisia Adella, Yohan. Lalu, siapa lagi yang bisa kita andalkan?” tanyanya.
Annete berfikir dengan keras siapa yang bisa dirinya andalkan di saat seperti ini. Ia berharap bahwa setidaknya segala sesuatu yang ingin dia lakukan bisa berjalan sesuai dengan rencana Ferry dan dirinya, “Sementara hanya orang-orang itu terlebih dahulu, sisanya akan aku beritahu nanti setelah semuanya selesai,” ucapnya kepada Ferry.
“Kau yakin? Lalu, apa kau masih mau memberontak?” tanyanya dengan sekali ucapan.
Annete yang terkejut bukan main dengan pernyataan Ferry melihat Ferry itu sendiri, hati kecilnya sedikit tergugah dengan statement itu, “Mungkin aku akan bermain dengan cantik,” timpalnya.
“Setidaknya jangan bermain api,” ucap Ferry yang memberitahunya.
Rasa cemas membuat Annete tidak sanggup lagi untuk membalaskan perbuatan ayahnya namun ia sendiri harus mengendalikan amarah yang sebenarnya dirinya miliki sedari dulu.
Sejujurnya Annete tidak ingin bekerja sendiri, ia juga membutuhkan dukungan orang tuanya untuk membantunya namun di saat seperti ini ia juga tidak bisa mengandalkan orang tuanya yang sudah membuat hidupnya tersika begitu lamanya.
Annete akhirnya dengan susah payah berusaha untuk mendobrak semua yang sudah terjadi dengan bantuan Ferry dia sendiri akhirnya bisa menunjukkan identitas dirinya yang baru. Keberanian yang di berikan oleh Ferry membuatnya menjadi sebagai seorang pribadi yang lebih kuat lagi.
“Aku yakin kau bisa, Annete,” selorohnya.
Dengan perhatian yang di berikan oleh Ferry, akhirnya Annete menampilkan sisi dirinya yang selama ini tidak pernah di ketahui oleh orang lain. Ia dengan percaya diri mulai kembali untuk menegakkan apa yang selama ini tidak pernah ia lakukan.
Annete menghela nafasnya, “Tolong bantu aku,” ucapnya kepada Ferry.
Ferry mengganggukkan kepalanya tanda setuju. Tak berapa lama sekretaris ayah Annete kembali menemuinya, “Saya menemukannya,” ucapnya.
Ferry dan Annete sama-sama berdiri mendengarnya, “Katakan ada di mana dia?” tanyanya.
“Selama sepuluh tahun terakhir dia berada di Jerman sekarang dia berada di Italia,” jawabnya.
Ferry berusaha memikirkan cara untuk membawa kembali Louis dari tempat persembunyiannya, “Kau tahu dimana Adela biasa bekerja?” Tanya Ferry.
“Dia bekerja di TVTwo. Setahuku dia dan Yohan sedang menyembunyikan identitas mereka, sebab mereka sudah menikah dan di karunia anak,” ucap Anneta yang menelan salivanya sendiri, “Ambilkan aku air,” pintanya.
Nafas Anneta terdengar pendek bahkan ia sendiri juga tidak bisa mengaturnya, kepalanya pening. Tubuhnya terasa lunglai, Ferry yang tepat berada di sampingnya membantunya membawa ke tempat tidur.
Sekretaris ayahnya Annete membawakan minuman dan obat. Ferry yang curiga takut jika Annete mengalami hal yang tidak di inginkan, ia mengambil obat yang di bawa sekretaris tersebut.
Mata Ferry tertuju kepada Sekretaris tersebut, “Itu hanya obat pengontrol tekanan darah. Tolong, di berikan kepadanya,” suaranya terdengar sangat ketakutan.
“Sakit apa?” tanyanya yang seakan menginterogasi.
“Dia ada hipertensi,” jawabnya.
Ferry yang mendengarnya dengan segera memberikan obat tersebut kepada Annete. Annete yang di bantu Ferry dan Sekretarisnya tersebut berusaha membarikan obat tersebut, “Saya akan memanggilkan dokter,” timpalnya.
Annete yang baru saja menenggak obatnya, “Tak perlu,” katanya dengan suara yang seperti sedia kala.
“Anda tidak apa-apa?” tanyanya.
“Aku baik-baik saja, aku mungkin hanya perlu beristirahat,” jelasnya.
Ferry yang terlalu khawatir akhirnya bisa bernafas dengan lega, “Aku akan melakukan rencana yang kedua. Aku pergi dulu.” Mata Ferry mengudara ke sekeliling anak buah yang ada di ruangan tersebut.
Ia menghampiri sekretaris tersebut dan memeriksa tubuh sekretaris ayah Annete. Ferry mendapatkan sebuah pistol yang di sarungkan di balik jasnya, “Ini aku ambil,” katanya dengan tersenyum puas dan meninggalkan mereka.
Sementara dia harus menerima kenyataan bahwa semuanya terungkap, bahunya lemas melihat majikannya seorang diri, “Sudah berapa lama kau melakukannya?” Tanya Annete yang tidak percaya.
“Saya di suruh menyimpannya untuk berjaga-jaga saja,” bohongnya.
“Jangan bohong. Katakan saja,” terkanya.
Keringat mengucur dari tubuhnya, ia ragu antara ingin menjawab atau tidak, “Selama menjaga anda,” akuinya.
Annete yang mendengarnya seakan sudah tidak mampu lagi, “Keluar dan bantu dia.” Annete menyibak selimutnya dan bangun dari tempat tidurnya, ia tidak ingin berlama-lama.
Sementara Ferry menuju ke TVTwo untuk menemui Adella. Ia menerobos masuk dengan menodongkan senjata curian tersebut, “Dimana yang namanya Adella?” tanyanya kepada seluruh karyawan TV tersebut.
Para staff yang ketakutan menunjukkan lokasi tempat kerja Adela. Sementara di satu sisi Annete menelepon sekretarisnya sendiri. Perang di antara keluarga masing-masing pihak akan terjadi hingga akhirnya mereka mengetahui sebuah kebenaran yang tidak akan pernah mereka pikirkan.
Ferry memberitahu dimana lokasi Louis yang sebenarnya, ia menggunakan Adella untuk membawa kembali nama Adella ke muka sementara Yohan tidak diam saja, ia juga meminta Adella untuk mengumpulkan semua bukti yang sudah mengarah.
Adella dengan sigap melakukan pekerjaannya di temani dengan Varrel ia mengumpulkan bukti-bukti. Di satu sisi Annete kembali ke rumahnya dan berhadapan langsung dengan ayahnya.
Beberapa pengawal yang berusaha untuk tidak membiarkan Annete masuk ke rumahnya sendiri namun, Adam Shinclair membiarkan dirinya untuk masuk, “Kau ingin memberontak kepadaku?” Tanya Adam.
“Kenapa ayah melakukan hal itu?” Tanya Annete.
Adam menghela nafasnya, “Kau tidak akan bisa mengendalikan emosimu, kau masih seperti dulu, Annete. Ayah tidak akan mengira bahwa rumah tanggamu, akan berakhir seperti ini,” ucap ayahnya.
“Tapi, setidaknya sekarang aku sudah bisa melakukan apa yang seharusnya menjadi milikku. Aku akan datang ke pengadilan, aku mengenal siapa Nafa. Dia tidak cocok untuk putraku.” Suaranya berubah menjadi lebih tinggi.
Adam sendiri juga tidak menyangka Putri Bungsunya tersebut sudah berubah, “Kau tahu, bukan? Bahwa pernikahan itu sekali seumur hidup?” tanyanya.
“Aku tahu bahwa menikah itu sekali dalam seumur hidup. Itu yang akan aku pertaruhkan demi keutuhan keluargaku, jika, Ayah berani bertindak lagi, aku tidak akan segan-segan akan datang seperti saat ini,” tandasnya.
Adam memicingkan tatapannya, ia ingin mengetahui bagaimana respon Annete ketika tahu anaknya telah berubah seperti seorang monster. Sementara Annete berusaha meninggalkan kediaman orang tuanya.
Annete melangkah keluar dari ruang kerja milik ayahnya, “Kau tahu bagaimana dengan cucuku, Micko?” tanyanya.
Mendengar nama Micko, langkahnya mulai goyah, ia sendiri juga sudah mulai tahu bahwa kehidupan keluarganya juga sudah mulai hancur. Ia kembali berhadapan dengan ayahnya, hatinya sudah tidak gentar lagi.
“Aku seorang Ibu, aku akan menyelesaikannya. Seburuk-buruknya anakku, aku pasti akan membelanya. Jika, dia salah haruslah dia mempertanggung jawabkannya, bukankah itu tugas kita sebagai orang tua? Aku sendiri juga sudah menjadi nenek. Micko sendiri sudah memiliki anak bahkan dia juga sudah menjadi cicitmu.” Insting seorang Ibunya perlahan muncul, ia sudah tidak segan-segan lagi untuk bisa mengutarakan pendapatnya. Nafasnya berburu dengan lontaran demi lontaran yang dia katakan kepada ayahnya sendiri.
Annete berjalan meninggalkan ruang kerja ayahnya sendiri, percakapan mereka di dengar oleh Ibunya, Ruth. Ia menghampiri Annete yang hendak keluar dari rumahnya tersebut, “Lakukanlah,” katanya yang memberikan dorongan.
“Ibu,” isaknya.
Ruth yang mengetahui niat suaminya tersebut akhirnya berusaha tegar, ia menghampiri putri bungsunya dan memberikan dukungan secara mental, “Sudah waktunya, aku yakin kau bisa melakukannya, Annete,” katanya dengan memeluk anak kesayangannya itu.
“Ibu, terima kasih,” jawabnya.
“Tenanglah. Kau ingin makan apa? Aku akan meminta pramuwisma untuk menyediakan untukmu,” katanya.
“Aku ingin masakanmu, Bu,” ucapnya dengan lirih.
Ibu dan anak itu menuju dapur. Ruth menyiapkan makanan untuk putri bungsunya tersebut, sementara beberapa pramuwisma membantu menyiapkan piring saji. Ruth menyajikan sup seafood panas, “Makanlah,” ajaknya kepada Annete.
Annete menyicipinya, “Enak, masih dengan resep yang sama,” ujarnya.
“Kalau Ibu tahu ayahmu akan bertindak sejauh itu, aku pasti akan menghalanginya. Selama ini aku tidak tahu menahu, apa yang dia lakukan kepadamu,” timpalnya.
“Nasi sudah menjadi bubur, kita tidak bisa menduganya. Aku pun juga jika bisa memutar waktu, aku akan melakukan apa yang menurutku pantas,” katanya yang memberitahu.
“Aku tidak percaya, bahwa kau akhirya akan memberontak kepada ayahmu sendiri,” lanjutnya. Annete yang merindukan masakan Ibunya makan dengan lahap, “Aku dengar dari Sekretarismu, Rudy, bahwa kau memiliki darah tinggi?” tanyanya yang seakan mengkonfirmasi.
“Ya, entah sudah sejak kapan. Jika, aku marah melebihi batas, aku bisa saja pusing tiba-tiba, Bu,” katanya yang memberitahu.
“Kembalilah ke rumah. Ini rumahmu,” katanya dengan memegang kedua tangan putrinya tersebut.
Annete menghentikan makannya, ia tertegun dengan perkataan Ibunya sendiri, “Apa ayah akan menerima diriku?” tanyanya sekali lagi.
“Ibu, akan berada di belakangmu, Annete, aku akan membantumu untuk bisa kembali ke rumah,” cetusnya.
“Aku menggandalkan dirimu, Bu, tapi mungkin aku akan sedikit sibuk. Aku akan mengurus apa ysng sudah terjadi belakangan ini,” katanya yang memberitahu.
Ruth tersenyum melihat putrinya yang akhirnya bangkit dari keterpurukkannya, ia berharap dengan kehadiran Annete semua yang sudah terjadi bisa dengan mudah di selesaikan. “Ibu, akan mendukungmu, selesaikan dengan segera dan kembali ke rumah,” tuturnya.
Annete menyelesaikan makanannya dan bangkit, ia pamit untuk bisa kembali ke rumah persinggahannya. Ia akhirnya kembali dari keterpurukkannya tersebut menjadi seorang sosok yang di takuti oleh berbagai pihak.
== Tiga Bulan Setelahnya ==“Kau gila?!” pekik Vicka yang tidak percaya mendengar seluruh runtutan kejadian yang telah terjadi selama tiga bulan belakangan, “Jadi, itu ulahmu?” tanyanya yang masih tidak bisa menerima kenyataan yang sudah terjadi.Ferry menyinggungkan senyumnya, ia menaikkan bahunya supaya Vicka bisa berfikir secara rasional. Vicka beberapa kali bolak-balik di dalam ruang kerjanya, ia sendiri juga tidak mengira bahwa itu semua ulah Ferry.Ferry masih tertawa cengengesan, “Sudahlah, kau itu seperti gosokan sekarang ini,” tegurnya.Vicka memegang kepalanya, ia belum terima dengan semua cerita konyol tersebut, “Aku masih tidak percaya,” balasnya.“Kau akan mengerti.” Ferry melihat ke jam tangannya, “Mungkin kita akan melihat dua keluarga berperang,” lanjutnya kepada Vicka.Vicka mencoba untuk berfikir ketika Ferry mengatakan bahwa dua keluarga akan berperang
“Diandra?” tanyanya yang tak percaya. Laki-laki yang bernama Diandra itu muncul tepat ketika dirinya benar-benar tertimpa masalah. Wajah Vicka berubah menjadi masam, melihat sang mantan yang muncul di hadapannya. “Ya, ini aku, Diandra,” jawabnya dengan datar.Vicka menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Ia benar-benar tidak suka dengan sikap Diandra yang datang tiba-tiba bagaikan jelangkung. “Apa maumu?” tanyanya ketus.Diandra membuka kacamata hitamnya, ia tidak ingin ada orang lain yang mengetahui kedatangannya tersebut. Sementara wanita yang ada di belakangnya, menghampiri mereka berdua yang sedang berbicara.“Bagaimana kalau kita bicara di dalam?” tanya Diandra.Wanita tersebut meringsek maju, ia mengapit tangan Diandra. “Hai,” sapanya.“Hai, sayang,” jawabnya dengan tersenyum. Ia membelai wajah wanita tersebut. “Dia bernama, Bella, tunanganku,&r
“Kau yakin bisa menuntaskannya?” kata-katanya membuat Vicka tertegun. Hatinya tahu bahwa sebenarnya ia tidak sanggup, namun ia juga perlu membuktikannya.“Akan aku buktikan, aku akan membuktikannya, ayah.” Mata Vicka berkilat marah, ia tahu sudah lama ia mengincar jabatan ayahnya untuk tetap bisa mempertahankan perusahaan retail yang sudah mall tersebut.Sang Ayah hanya bisa mendengus kesal, Rudolf Sudelard, tak percaya bahwa anak perempuannya Vicka Sudelard mampu berbicara cukup percaya diri. “Pernikahan anakmu di depan mata. Bagaimana kau bisa melakukannya?”Rudolf melihat satu per satu orang yang ada di ruangan Vicka terutama tatapan sinis ayahnya kepada Ferry. “Bahkan kau saja membesarkan anak orang,” ejeknya dengan tatapan tak senang ke arah Ferry.“Aku akan ke ruangan rapat sekarang. Jika, ayah ingin tahu rencanaku, kita bisa lihat bagaimana caraku mengatasinya.” Suaranya sedikit gemetar me
Anneta menghela nafasnya sementara dia juga sudah bisa membaca situasi yang terjadi di ruang rapat yang tidak ada habis-habisnya tersebut. Beberapa yang mengenal Anneta mulai membenarkan bajunya, bahkan beberapa perempuan membenarkan tampilan.“Siapa dia?” tanya laki-laki yang masih muda tersebut. “Hei, siapa dia?” bisiknya.“Kau benar-benar tidak tahu siapa dirinya?” tanyanya balik dengan mata terbelalak lebar. “Cari saja sendiri dengan nama Anneta,” geramnya. Sementara dia juga membenarkan pakaiannya.Anneta tersenyum puas bisa berdiri di kubu sang pemenang dan bukan sang lawan. Vicka memberikan tempat kepada Anneta di podiumnya tersebut, mereka berpindah tempat kehadiran Anneta di ruang rapat bagaikan Tuhan yang mengirimnya tepat pada waktunya.Vicka sendiri sudah lelah dengan pertanyaan, pernyataan dan penjelasan yang terjadi belum lama ini. Vicka merasakan kepalanya pusing, ia juga sudah tidak tahan den
Mata Alice terkejut bukan main, ia sendiri tidak menyangka bahwa dirinya kehadiran seseorang yang tidak mungkin ada di hadapan seumur hidupnya. “Kau!” paniknya.“Sudah saatnya kau menyerahkan dirimu, Alice,” sergah laki-laki tersebut.“Keluar!” pekiknya. “Keluar dari kantorku!” jeritnya yang tak ingin di tangkap.“Huh!” gerutunya. Laki-laki tersebut menyilangkan kedua tangannya di dada. “Kenapa kau senang sekali menjadi seperti ini?” tanya laki-laki itu kepada Alice.“Kau tidak akan bisa semudah itu menangkap diriku, James,” jawab Alice.Laki-laki yang bernama James itu mengaruk-garuk kepalanya. “Kau menyerah saja,” sarannya, “Jika, tidak---.” Perkataan James terputus.“Aku tidak akan bisa kau tangkap!” pekik Alice yang ketakutan. Sementara matanya terbelalak seakan akan keluar dari rongga matanya sendiri.“Tid
Wanita itu tersenyum kepadanya kehadirannya membuat Micko juga merasa tidak nyaman. “Untuk apa kau ke rumah?” serang Micko.Nafa tersenyum melihat Micko yang berbicara, Micko berdiri di hadapan Farah untuk tidak membiarkannya menyentuh Nafa sekecil apapun itu ia juga tidak akan segan-segan meminta petugas keamanan untuk mengusir dari rumah Farah.“Kenapa kita tidak bicara di dalam?” ajaknya. Nafa sudah menebak bahwa mungkin saja mereka menolak ajakan dirinya yang sudah datang ke rumah Farah. “Biarkan aku masuk,” pintanya.Micko melangkah satu langkah ke depan menahan Nafa yang hendak masuk ke dalam rumah Farah. “Bicara di luar!” teriaknya kasar.Nafa menghela nafasnya berat, ia tahu hal itu akan terjadi cepat atau pun lambat. “Aku sudah mendengarnya bahwa kalian akan menikah,” terkanya.“Lalu, maumu apa? Toh aku juga tidak akan memberikan dirimu undangan,” sindir Micko.
Mobil yang di bawa kabur oleh Alice berhenti tiba-tiba, ia hampir saja menabrak seseorang yang tepat berada di depannya. “Apa aku tak salah dengar?” tanya Alice kepada dirinya sendiri.Saking senangnya, ia tidak menyadari bahwa James tepat berada di belakang mobilnya. Dengan segera ia membayar taksi tersebut dan naik ke dalam mobilnya, ia memaksa Alice untuk membukanya. “Kau gila atau apa!” pekiknya marah.James masuk ke dalam mobilnya, ia meninggalkan Alice di tepi jalan. Namun, saking senangnya Alice dia tertawa sendiri saking mengetahui bahwa Vicka Sudelard telah menyerahkan kekuasaannya.Taksi yang di tumpangi oleh James sendiri juga belum pergi, ia berniat untuk kembali ke kantor Vicka. Hatinya yang senang itu tidak melihat ke depan bahwa seseorang tengah terburu-buru. Pengemudi itu berteriak kea rah Alice. “Kau mau mati!”Alice terkejut mendengarnya. “Siapa juga yang mau mati!” makinya balik kepada pen
Kaki Anneta melangkah keluar dari kantor Vicka, ia dengan Micko menuju tempat pernikahan. Anneta yang sudah membuat janji harus menepatinya, ia bukan orang yang tidak menepati janjinya.“Kita mau kemana, bu?” tanya Micko.“Mengatur pernikahanmu,” jawabnya sembari tersenyum.Micko memberitahu Ibunya bahwa ia sudah melakukan pembyaran untuk di awal-awal, ia juga sedikit menyinggung akan melakukan pernikahan di sekitar indoor. “Kau booking dimana?” tanya Anneta.“Kenapa, bu?” tanya Micko.“Ibu, akan mengaturnya menjadi outdoor,” imbuhnya, “Dengan cara itu kita bisa mengetahui seberapa banyak orang yang akan melihat pernikahan dirimu. Beberapa orang adalah para pemegang saham dari orang Vicka,” sambungnya.Micko tercengang mendengarnya. “Wah, Ibu, memang yang terbaik,” jawabnya sembari mengacungkan jempolnya kepada Ibunya sendiri.“Jadi, sisanya Ibu
“Kau bisa bertindak gila juga,” ledek Anneta yang berjalan beriringan dengan Louis.“Terkadang orang-orang yang seperti itu harus kita gertak. Aah, karena aku lupaan tolong beritahu aku untuk mengingatkan pemungutan suara. Aku sudah meyakinkan beberapa pihak luar untuk tetap memilih Vicka,” kata Louis yang memberitahu Anneta akan rencananya.Mendengar pengakuan Lousi wajah Anneta seakan penuh kemenangan. “Kau tak bisa di tebak,” aku Anneta terhadap Louis.“Kau baru melihat pertama kalinya, namun aku pastikan kalian akan menang. Kau tidak tahu bagaimana aku bekerja, tapi di luar sana orang-orang mengatai aku si ‘raja negosiator’,” akunya kepada Anneta.Anneta tertawa mendengar banyolan Louis. “Pantas saja, dia langsung bertekuk lutut,” kekeh Anneta.“Setidaknya untuk sementara kita lakukan hal itu,” timpal Louis.“Apa mereka bisa melakukan tindakan yang aneh lagi?” tanya Anneta yang sembari berjalan.“Seharusnya tidak. Biasanya jika di luar mereka yang aku ancam akan terus mengingatnya
Kedua mata Micko dan Farah saling mengerjap sama-sama terkejut bukan main bahwa Louis kembali untuk membayar kesalahannya di masa lalu. “Ha…hawai?” Micko terkejut mengetahui bahwa Louis memberikan dua ticket secara cuman-cuma kepada mereka berdua.“Sepertinya dia yakin akan menebusnya,” celoteh Farah. Farah sedikit tersenyum melihat punggung ayahnya sendiri yang sudah menjauh.“Sepertinya,” balas Micko. Micko memasukkan dua ticket tersebut ke dalam sarung jaketnya dan melenggang bersama Farah masuk ke dalam ruang kamar make-up.Anneta melihat kedatangan pasangan baru tersebut. “Bagaimana? Apakah dia menerimanya? Lalu, apa yang kalian lakukan?” berondong Anneta dengan banyak pertanyaan kepada kedua pasangan yang belum lama mengikat janji.“Semua berjalan dengan lancar, bahkan di luar dugaan kami.” Micko mengeluarkan dua buah ticket dari sakunya, “Dia memberikan kami ini, supaya kami bisa berbulan madu,” imbuh Micko.Anneta memegang kedua ticket tersebut, wajahnya juga ikut terperanjat
Beberapa pengunjung mulai merasa rishi dengan keributan yang hampir terjadi. Farah duduk untuk tidak memancing orang-orang mendekat ke lokasi mereka. “Tolong, jelaskan kepada kami!” sindir Farah. Micko juga akhirnya ikut duduk untuk mendengar penjelasan yang akan dikatakan Louis.“Maaf, jika sudah terlalu lama, aku juga awalnya tidak ingin ini terjadi namun mungkin kau sudah tahu banyak tentang kejadian yang menimpa hubungan antara Ibumu. Memang benar akulah pelakunya,” aku Louis pada akhirnya. Farah menutup matanya, ia sudah tahu bahwa Louis akan mengatakan hal tersebut. “Kenapa kau melakukan hal itu?” celetuk Farah dengan kesal.“Aku sangat menyukai Ibumu, hingga akhirnya malam itu aku hilang akal. Aku meminta Bobby untuk berpura-pura menggantikan aku sementara aku menjalani pengobatan.”Mendengar hal tersebut wajah Farah dan Micko yang sedari tadi sudah kesal melemaskan pundak mereka, seakan mereka harus mendengar penjelasan mengapa ia harus menghilang setelah sekian lama.Louis
Setelah pernikahan mereka berjalan dengan lancar, Anneta kembali bersama dengan Farah. Anneta membantunya melepas gaun pengantin yang dikenakan oleh Farah sementara Vicka sedang berdiskusi dengan para pegawai yang berada di tempat tersebut.Suasana hati Anneta sangat senang, ia bisa melihat Micko untuk menikah dengan wanita yang tepat apalagi setelah melihat bahwa ayah kandung Farah merupakan orang yang terpandang juga. “Sepertinya rencana kita berjalan dengan lancar,” ungkap Anneta senang.Farah yang mendengarnya menghembuskan nafasnya dengan berat. “Tapi, ada yang tak senang, seseorang yang mengatakan aku ‘pelakor’,” komen Farah.“Kata siapa kau seorang pelakor?” sebut Anneta.“Alice Dianora dan Nafa,” sebut Farah dengan nada sinis. “Mereka benar-benar merendahkan diri ‘ku, seakan mereka tidak puas dengan perbuatan yang sudah mereka lakukan,” sentak Farah yang masih ingat bagaimana diam-diam Nafa memanggilnya.“Yang mana? Alice atau Nafa?” tanya Anneta penasaran.“Nafa.” Suara Farah
Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya datang, mereka semua sudah mulai sibuk dengan pernikahan yang mereka gadang-gadangkan sebagai sebuah strategi termuktahir dari segalanya. Rencana Anneta dan Vicka berhasil, beberapa tamu sudah mulai hadir terutama dari kalangan atas.Terutama para petinggi di tempat Vicka bekerja juga ikut datang. Adelard yang di tunjuk oleh Anneta untuk yang meneguhkan acara pernikahan tersebut juga sudah datang, ia mengenakan jas abu-abu dengan dalaman kemeja putih terlihat membuat dirinya lebih wibawa.Di samping Adelard berdiri istrinya, Rachel. “Sepertinya aku kenal dengan wanita itu,” batin Vicka.Vicka melenggang menghampiri Rachel namun hal itu di hadang oleh Anneta. “Mau kemana?” tanya Anneta.“Aku kenal dengan wanita itu,” gumamnya sementara jari telunjuknya menunjuk pada Rachel kakak iparnya.Mata Anneta melotot lebar. “Bagaimana kau bisa mengenal kakak iparku?” tanyanya yang terkejut.“Ka..kakak iparmu!” seru Vicka.“Kita memang berjodoh,” seloroh Anneta
Anneta dan Micko keluar dari took tersebut, kaki mereka melangkah menuju restaurant cepat saji. Anneta ingat bahwa terakhir kalinya ia keluar membeli makanan beberapa tahun yang lalu. Dia juga masih ingat restaurant yang sama pula dengan yang pernah ia mampir.Anneta memesankan makanan yang akan di makan di tempat, ia juga memesankan beberapa makanan yang hendak di bawa pulang oleh Micko. “Bu, tambahkan McFlurry untuk Villa,” celetuknya.“Ibu, kangen Villa,” imbuhnya yang teringat akan Villa. “Tolong pesankan satu McFlurry Oreo,” sambungnya.“Baik,” jawab petugas itu. Petugas itu memesankan pesanan tersebut untuk di bawa pulang. Mereka menunggu pesanan yang di peruntukkan untuk Villa sementara mereka menunggu pesanan tersebut Anneta melihat kepada anaknya tersebut.Micko canggung akan perasaannya itu tiba-tiba saja, ia menerima telepon dari Farah. “Kamu dimana?” gerung Farah yang menahan kesakita
Kaki Anneta melangkah keluar dari kantor Vicka, ia dengan Micko menuju tempat pernikahan. Anneta yang sudah membuat janji harus menepatinya, ia bukan orang yang tidak menepati janjinya.“Kita mau kemana, bu?” tanya Micko.“Mengatur pernikahanmu,” jawabnya sembari tersenyum.Micko memberitahu Ibunya bahwa ia sudah melakukan pembyaran untuk di awal-awal, ia juga sedikit menyinggung akan melakukan pernikahan di sekitar indoor. “Kau booking dimana?” tanya Anneta.“Kenapa, bu?” tanya Micko.“Ibu, akan mengaturnya menjadi outdoor,” imbuhnya, “Dengan cara itu kita bisa mengetahui seberapa banyak orang yang akan melihat pernikahan dirimu. Beberapa orang adalah para pemegang saham dari orang Vicka,” sambungnya.Micko tercengang mendengarnya. “Wah, Ibu, memang yang terbaik,” jawabnya sembari mengacungkan jempolnya kepada Ibunya sendiri.“Jadi, sisanya Ibu
Mobil yang di bawa kabur oleh Alice berhenti tiba-tiba, ia hampir saja menabrak seseorang yang tepat berada di depannya. “Apa aku tak salah dengar?” tanya Alice kepada dirinya sendiri.Saking senangnya, ia tidak menyadari bahwa James tepat berada di belakang mobilnya. Dengan segera ia membayar taksi tersebut dan naik ke dalam mobilnya, ia memaksa Alice untuk membukanya. “Kau gila atau apa!” pekiknya marah.James masuk ke dalam mobilnya, ia meninggalkan Alice di tepi jalan. Namun, saking senangnya Alice dia tertawa sendiri saking mengetahui bahwa Vicka Sudelard telah menyerahkan kekuasaannya.Taksi yang di tumpangi oleh James sendiri juga belum pergi, ia berniat untuk kembali ke kantor Vicka. Hatinya yang senang itu tidak melihat ke depan bahwa seseorang tengah terburu-buru. Pengemudi itu berteriak kea rah Alice. “Kau mau mati!”Alice terkejut mendengarnya. “Siapa juga yang mau mati!” makinya balik kepada pen
Wanita itu tersenyum kepadanya kehadirannya membuat Micko juga merasa tidak nyaman. “Untuk apa kau ke rumah?” serang Micko.Nafa tersenyum melihat Micko yang berbicara, Micko berdiri di hadapan Farah untuk tidak membiarkannya menyentuh Nafa sekecil apapun itu ia juga tidak akan segan-segan meminta petugas keamanan untuk mengusir dari rumah Farah.“Kenapa kita tidak bicara di dalam?” ajaknya. Nafa sudah menebak bahwa mungkin saja mereka menolak ajakan dirinya yang sudah datang ke rumah Farah. “Biarkan aku masuk,” pintanya.Micko melangkah satu langkah ke depan menahan Nafa yang hendak masuk ke dalam rumah Farah. “Bicara di luar!” teriaknya kasar.Nafa menghela nafasnya berat, ia tahu hal itu akan terjadi cepat atau pun lambat. “Aku sudah mendengarnya bahwa kalian akan menikah,” terkanya.“Lalu, maumu apa? Toh aku juga tidak akan memberikan dirimu undangan,” sindir Micko.