Dengan langkah terburu-buru, ia membawa nampan yang berisi pesanan pelanggan di tempatnya bekerja, Keana-nama gadis itu- begitu cekatan dalam melayani para pelanggan, tidak lupa dengan senyum manis yang terpasang sempurna di wajahnya.
"Silahkan dinikmati," ujarnya. Setelah meletakan pesanan, ia pergi ke meja lain, membersihkan sisa makan pelanggan. Gadis 20 tahun itu membawa piring dan gelas kotor itu ke belakang, untuk dicuci oleh orang yang bertugas.
Keana menghapus keringat yang meluncur di pelipisnya, jam menunjukan pukul 20:00 yang berarti waktunya ia pulang dari Cafe ini. "Ah, selesai."
"Hei, Keana, ini gajimu untuk bulan ini." Keana mengambil amplop yang disodorkan oleh pemilik Cafe tempatnya bekerja, membukanya lalu menghitung lembar uang di dalamnya. Keana mendesah pelan. Selalu begini, pria di depannya ini selalu memberi uang lebih.
"Jack, sudah kubilang, gaji aku seperti kau menggaji karyawan lainmu." Keana mengambil beberapa lembar lalu mengembalikannya pada Jack, pemilik Cafe sekaligus sahabatnya.
"Jangan mengembalikannya! Atau kau kupecat?" ancam Jack, ia menyipitkan matanya pada Keana, membuat gadis itu mendengus, ia tahu bahwa pria ini tidak serius. Jack tidak setega itu kepadanya.
"Tapi-"
"Kau sudah bekerja keras, ambillah dan beli makanan yang enak." Jack kembali memasukan uang yang di keluarkan Keana tadi ke amplop itu lalu memberikannya pada Keana.
Keana menghela nafas, Jack adalah satu-satunya sahabat yang ia punya, jika tidak ada pria ini, mungkin ia akan menemui banyak kesulitan dalam hidupnya yang sebatang kara. Jack begitu peduli padanya. Sudah seperti kakaknya saja.
"Terima kasih," ujar Keana, ia menunduk, sedangkan Jack hanya tersenyum lalu menepuk pelan pucuk kepala Keana. Ia tahu gadis ini kesulitan, ia hanya ingin membantu walau gadis ini selalu mencoba menolaknya, kata Keana ia sudah terlalu banyak membantu, gadis itu tidak mau merepotkannya.
"Sama-sama."
Tring
Spontan Jack dan Keana menoleh ke arah pintu masuk karena loncengnya berbunyi, menunjukkan jika seseorang batu saja membuka pintu itu. Jack kemudian berbicara pelan. "Dia kesini."
"Ada apa? Kenapa diam?" Orang yang baru masuk itu menghampiri Keana dan Jack. Bersidekap memandang keduanya dengan tatapan curiga. Orang itu cantik, sangat cantik. Di dukung dengan tubuh sempurnanya dan pakaian mewah yang melekat di sana.
"Bukan apa-apa, Honey." Jack langsung memeluk gadis yang di panggil 'Sayang' itu. Betapa ia merindukan gadisnya.
Jack sudah punya pacar, Angelina namanya, pencemburu namun Jack mencintainya. Angelina selalu menaruh curiga akan hubungan Jack dan Keana, baginya hubungan mereka tidak wajar. Namun, Jack tidak ambil pusing, Ia terkekeh karena menurutnya pacarnya ini menggemaskan.
"Kau jangan menggoda pacarku!" Angel menatap Keana dengan pandangan menuduh, sedangkan Keana hanya balas menatap bosan padanya. Angelina selalu seperti ini.
"Dia itu sahabatku, kenapa juga aku harus menggodanya?" kata Keana jengah.
"Aku tidak percaya adanya persahabatan antara pria dan wanita." Angel masih saja ngotot, membuat Jack mengeraskan tawanya. Bagi Jack, pertengkaran kecil di antara Keana dan Angelina itu lucu.
"Sudahlah, Honey. Kami hanya bersahabat," lerai Jack seraya menahan tawanya, kemudian ia meringis merasakan cubitan di pinggangnya.
"Honey, jangan melakukannya disini, nanti saja di kamar," bisik Jack yang sukses membuat Angel mendesis seraya melemparkan tatapan kesalnya.
"Kalau begitu, aku pulang dulu," Keana berlalu, meninggalkan dua sejoli yang bermesraan itu.
"Hati-hati, Keana."
"Jangan mengkhawatirkan gadis lain!"
~~~
Dari Cafe, Keana hanya perlu berjalan kaki selama 15 menit ke halte, ia merapatkan jaketnya karena udara mulai semakin dingin. Kaki yang dibalut celana bahan panjangnya melangkah semakin cepat, mendekati halte yang tidak ramai.
Keana duduk di tempat yang telah disediakan, lalu mengadah menatap langit yang terang karena malam ini adalah malam bulan purnama ditambah dengan bintang yang bertaburan. Indah.
Bus datang, Keana bergegas naik dan membayar tagihannya. Ia tidak menggunakan taksi karena mahal. Sebisa mungkin ia harus berhemat untuk kebutuhan yang nanti bisa saja mendesak, seperti tagihan air ataupun listrik.
Hidup sebatang kara membuat Keana mengerti apa itu perjuangan untuk bertahan hidup, ditinggal orang tua pergi untuk selama-lamanya tidak membuat Keana putus asa. Ia harus memanfaatkan kesempatan yang diberi Tuhan padanya. Ia bekerja keras untuk hidupnya sendiri.
Orang tua Keana meninggal karena kecelakan mobil bersama dirinya, hanya ia yang selamat dari peristiwa tragis itu. Saat itu Keana berumur 15 tahun. Malang sekali, orang tuanya tidak punya sanak saudara. Keana tahu karena ibunya pernah bercerita bahwa mereka-ibunya dan ayahnya- dari panti asuhan yang sama.
Bus berhenti, Keana langsung turun, tempat tinggal keana berada agak jauh dari jalan raya, jalannya sepi namun Keana sudah terbiasa. Malam semakin larut, namun Keana tidak ingin pulang terlebih dahulu, di rumah rasanya sepi dan Keana membenci itu.
Keana membelokan langkahnya menuju pantai, tidak terlalu jauh namun tidak terlalu dekat untuk orang yang mau berjalan kaki. Nanti saja kalau sudah mengantuk ia akan pulang, ia butuh udara segar.
"Aaa!!" Keana berteriak, mencoba melepaskan masalah yang dipikulnya. Suara deru ombak bagaikan membalas teriakannya. Keana membentangkan tangannya kemudian menutup mata, udara malam yang menghantam tubuhnya memang cukup dingin, tapi Keana juga merasa segar.
"Arghh." Keana terlonjak mendengar teriakan itu, ia menatap sekeliling was-was tidak ada orang, tentu saja Keana berada di spot yang jarang dikunjungi, selain itu ini sudah lumayan malam.
Keana berjalan perlahan, mencoba mencari asal suara itu, suaranya seperti teriakan seorang laki-laki. 'Apakah ada pembunuhan?' pikiran Keana mulai melantur. Bola mata Keana bergerak liar, menatap kiri dan kanan secara was-was.
"Aah." Suara itu kembali terdengar, langsung saja Keana berlari menuju batu karang yang berada di pantai ini, tempat dimana suara itu berasal. Karena tidak terlalu jauh, Keana cukup berlari hingga beberapa detik kemudian ia sampai di sana.
Perlahan keana mendekati batu karang yang cukup besar, hampir setinggi dirinya. Kemudian ia memutarinya hingga matanya membelalak saat melihat sesuatu yang di luar nalar manusia.
Astaga!
Keana perlahan mundur, sesuatu di depannya membuatnya takut, di depannya manusia setengah ikan tengah meraung kesakitan, Keana melihat dengan jelas bagaimana ekor itu membelah dengan sendirinya disusul bunyi seperti patahan tulang dan lebih mengejutkannya lagi ekor itu berubah menjadi kaki, seperti kaki manusia pada umumnya. Dari postur tubuhnya Keana tahu ia laki-laki, hanya saja rambut milik makhluk itu agak panjang.Merman? Duyung? Keana tidak dapat menjelaskan sosok yang membelakanginya itu. Ini semua terasa membingungkan juga menakutkan. Keana mundur tanpa menyadari ada batu karang di belakangnya, dan beberapa detik kemudian tubuhnya tersandung dan terjungkal, sukses membuat makhluk yang membelakanginya itu memutar kepalanya dan melihat ke arahnya.Keana nyaris saja berteriak, jika saja ia tidak lebih dulu menatap mata biru milik makhluk itu, manik itu seolah menghipnotisnya membawanya tenggelam. P
Keana berpikir keras, bagaimana membawa makhluk ini ke rumahnya apalagi manusia setengah ikan ini tidak dapat berjalan. Haruskah ku gendong? Keana menggelengkan kepalanya, mana mungkin tubuh besar itu bisa digendong olehnya. Tubuhnya kecil, jauh sekali dengan tubuh besar makhluk yang Keana tebak sekitar 185 cm itu.Akhirnya Keana memutuskan memapahnya saja, ia mendekat lalu membantunya berdiri, agak sulit karena beberapa kali pria itu terjatuh, ya lebih baik di panggil 'Pria' dari pada 'Makhluk' mengingat ia sudah seperti manusia.Setelah berhasil membuat pria itu berdiri, Keana cukup terkejut, ternyata pria itu benar-benar tinggi, ia hanya sebatas bahunya dan itu membuat sulit untuk membawanya pulang. Ditambah dengan bobot berat pria itu."Argh! Susah!" Keana jadi jengkel sendiri, tubuhnya terlalu pendek untuk menopang pria itu. Sedangkan pria itu hanya menatap Keana polos dengan
Keana membelalakkan matanya, ini sungguh luar biasa, melihat bagaimana pria ini dari manusia berubah menjadi setengah ikan. Keana yang tadinya menjauh mendekat ke bathub. Keana menatap ekor milik pria itu, sangat indah dengan warna hitam pekat yang mengkilat. Saat Keana ingin menyentuhnya, pria itu menggeram."Apakah sakit?" tanya Keana lembut, pria itu mulai tenang saat keana mengusap pelan ekornya. Keana dapat merasakan betapa licinnya ekor tersebut. Sadar dari rasa takjubnya, Keana buru-buru berdiri."Aku akan membersihkanmu," kata Keana, ia mulai menyabuni tubuh Pria itu, kain yang menutupinya telah Keana singkirkan. Dari kepala hingga ekor telah Keana sabunkan, hanya tinggal membilasnya. Tapi Keana berhati-hati pada bagian yang terluka, luka itu seperti goresan panjang."Bagaimana cara agar kamu jadi manusia lagi?" tanya Keana disela bilasannya. Pria itu masih di dalam bathub."Aa ...." Keana tetawa mendengar balasan pria itu.
Keana dengan telaten mengobati luka yang ada di kaki Arthur, pria itu sesekali meringis saat Keana mengoleskan obat merah di kakinya, luka di kaki Arthur bentuknya memanjang di bagian betisnya, seperti terkena benda tajam. Namun tidak seperti tadi malam, luka ini terlihat sudah membaik. Setelah selesai, Keana membalutnya dengan perban."Ahh, bosan juga, ya," kata Keana. "Bagaimana kalau kau belajar berjalan saja?" tanya Keana antusias. Sepertinya ia harus mengajari Arthur berjalan, tidak mungkin juga ia harus mendorong Arthur memakai gerobak ketika ia mengembalikan pria itu ke laut.Keana berpikir sejenak. "Tapi, aku tidak yakin, kakimu masih sakit nanti saja, sekarang kau istirahat saja," kata Keana. Ia membiarkan Arthur duduk di kursi sedangkan ia pergi ke kamar. Mungkin ia akan mengajarinya nanti, yang penting Arthur akan beristirahat terlebih dahulu hingga kakinya sembuh.Jam menunjukan pukul 11 siang, Keana bergegas
Keana telah bersiap siap, sore ini juga ia akan mengembalikan Arthur ke laut. Jam di dinding menunjukan pukul 5 dan rencananya Keana akan pergi mengantar Arthur ke tempat di mana ia menemukannya pertama kali."Ayo," ajak Keana lalu ia menarik tangan Arthur keluar rumah. Sebelum pergi ia memastikan pintu rumahnya terkunci rapat, meski tidak ada benda berharga tapi rumah yang dibobol maling itu sangat tidak bagus. Mereka bisa saja membuat rumah Keana nanti berantakan."Aku akan mengantarmu ke tempat kita pertama kali bertemu, di sana tempatnya sepi, jadi akan akan aman." Arthur menoleh ketika Keana bersuara. "Oh, satu lagi, jangan lupakan aku,ya." Keana masih saja berceloteh walau tidak ditanggapi oleh Arthur. Pria itu hanya menatapnya.Arthur masih saja diam sambil memperhatikan Keana, seperti ada sesuatu yang membuatnya tetap terpaku untuk menatap gadis itu. Menatap paras cantik yang membuatny
Keana melongo, sedangkan Arthur telah melepaskan jabatan tangannya dengan Jack. Tapi buru-buru Keana menguasai diri. Tapi, sungguh, Arthur yang tiba-tiba berbicara itu sangat mengejutkannya. Semenjak tadi pria itu hanya diam, seperti tidak tahu apa-apa."Kalian sendiri kenapa ada di sini?" Jack bertanya kepada Keana. Sedikit curiga karena tidak biasanya Keana berjalan-jalan dengan seorang pria yang terlihat seperti 25 tahu ini."A-aku hanya ingin jalan-jalan, dan kebetulan aku bertemu dengan Arthur di sini," jelas Keana dengan kebohongannya, dalam hati ia meringis karena banyaknya kebohongannya hari ini. Maafkan aku, Jack."Benarkah? Bukan kencan?" Angelina bersidekap menatap pasangan di depannya, dengan cepat Keana melepaskan genggaman tangan Arthur."Tentu saja bukan!" bantah Keana."Okay, kalau begitu aku dan Angelina pergi dulu." Jack dan Angelina pun berlalu, meninggalkan Arthur d
"Aku akan bekerja, kau tunggu saja di rumah, aku juga sudah meninggalkan makan untuk makan siang mu nanti," ujar Keana seraya memakai sepatunya, tidak mungkin rasanya jika ia membawa Arthur ikut bersamanya nanti Jack pasti akan bertanya-tanya. Jack memang cerewet, tapi begitu peduli kepada. Sahabat pirangnya itu memang selalu begitu."Apakah tidak boleh ikut?" Arthur menatap Keana memohon. Ia ingin ikut dengan Keana.Keana menggeleng. "Tidak bisa, ini pakailah ponselku dari pada kau bosan dirumah." Keana menyodorkan ponselnya kepada Arthur. Arthur menerimanya tapi jelas sekali raut tidak rela di wajahnya."Tapi-""Di rumah saja, nanti aku usahakan cepat pulang," potong Keana. Arthur sudah seperti anak kecil saja ya g minta dibawa.Arthur menunduk, ada rasa tidak rela di dalam hatinya ketika Keana melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Arthur tidak ingin kesepian."Dah ...
TokTokTok"Arthur!" Keana mengetuk pintu depan rumahnya, namun tidak ada jawaban. Kembali Keana mengetuknya tapi sama saja. Tidak ada respon. Keana memutuskan untuk mendorong pintu yang tidak dikunci itu lalu masuk dalam rumah."Astaga!" Di atas lantai sana, Arthur sedang tidur dengan posisi tengkurap, Keana menggelengkan kepalanya lalu mendekati Arthur. Padahal ada kasur angin yang bisa digelar untuk tidur, tapi Arthur malah memilih untuk tidur di lantai."Hei, Arthur," panggil Keana pada Arthur yang tak kunjung bangun. Keana menggoyangkan bahu Arthur, pria ini harus bangun.Usaha Keana berhasil, Arthur perlahan membuka matanya, menguceknya lalu duduk. "Keana!" Arthur yang melihat Keana langsung saja menghambur memeluknya, hingga gadis itu terjungkal ke belakang dengan posisi Arthur yang menindihnya."Aduh, berat," protes Keana sembari mendorong dada Arthur yang menghimpitnya. Ap
Deburan suara ombak menjadi latar belakang suara perpisahan mereka, Arthur kini telah berada di dalam air, tubuhnya juga sudah menjadi setengah bukan lagi. Di daratan sana Jack dan Angelina memandang mereka berdua dari jauh, membiarkan Keana mengucapkan perpisahannya dengan Arthur. Hari juga telah menjadi gelap dan di pantai ini sangat sepi satu-satunya penerangan adalah bulan purnama yang bersinar terang di atas sana."Keana ...."Keana menghapus air matanya, ia benci ini. Keana selalu membenci perpisahan, perpisahan selalu meninggalkan luka di hatinya dan butuh waktu untuk sembuh, perpisahan selalu meninggalkan lubang di hatinya. Baru beberapa bulan yang lalu ia merasa hatinya penuh sekarang Keana harus kembali merasakan hatinya remuk kembali."Arthur, kau harus kembali. Pergilah yang jauh, jangan sampai ada manusia yang menemukanmu!" Air mata Keana semakin bercucuran ketika ia mengatakan itu, hatinya menolak perpisahan
"Keana, sebaiknya kau di belakang saja, ketika aku melawan mereka kau carilah cara untuk membebaskan Arthur, oke?" Jack mengambil sebuah batang besi yang berada di dekatnya, ia cukup heran mengapa di ruangan ini terdapat banyak besi yang rata-rata sepanjang 1 meter itu .Keana khawatir dengan Jack. "Jack, kau yakin?" tanya Keana. Jack akan melawan dua orang gila di depannya, jika Angelina tahu pasti Angelina akan melarang Jack melakukan itu.Jack tersenyum pada Keana, jenis senyuman yang menenangkan. "Tenang saja, aku masih muda. Melawan orang tua seperti mereka tidak masalah buatku." Jack maju dan Keana tidak dapat mencegah Jack ketika pria itu memulai serangnya.Erwin dan Jeff juga begitu, mereka langsung menuju Jack dengan berlari, tidak lupa besi yang mereka bawa. Dan pertarungan antara mereka pun tidak dapat dielakkan."Matilah!"Sementara itu, Keana lewat di tepi, ia menuju Arthur yang terikat di dalam sebuah kotak. Setengah badan Arthur bera
"Sial, bagaimana ini terjadi?!" Jeff hanya bisa mengumpat ketika laboratorium miliknya diterobos begitu saja oleh beberapa orang-orang yang tidak diketahui siapa dan apa tujuan mereka. Sekarang mereka semua berada di depannya, beberapa dari mereka berpakaian baju hitam dengan lambang seperti berasal dari suatu organisasi."Siapa kalian? Apa kalian berasal dari pemerintahan?" teriak Jeff. Orang-orang itu tidak mendengarkan, mereka malah masuk dan menerobos melewati Jeff dan Erwin yang mencoba menahannya. "Sialan, jangan masuk ke sana. Kalian tidak ada hak untuk melakukan ini!" Erwin menahan salah satu orang yang melewati mereka begitu saja.Orang yang menerobos itu, Detektif Han menatap Jeff dengan pandangan datarnya. "Dan kalian tidak bisa melakukan percobaan ilegal seperti itu terhadap Arthur, sekarang kami akan mengambil Arthur itu kembali."Jeff terkejut, maupun dengan Erwin. "Sial, bagaimana mungkin ...." Jeff tidak tahu bagaimana mereka mengetahui ini, d
Arlan beserta para bawahannya telah diserahkan ke kantor polisi beserta beberapa barang bukti. Gadis yang diculik itu juga dijadikan sebagai saksi dan dimintai keterangan, meski sedikit trauma tapi ia bisa mengatasinya. Sekarang tinggallah Keana yang harus segera mencari keberadaan Arthur."Dari data yang diperoleh memang benar, jika Arlan memiliki ayah yang dulunya adalah seorang ilmuwan. Tapi sekarang ia sudah tidak aktif lagi melakukan penelitian karena dulu ia pernah melakukan penelitian ilegal dan ia dipenjara selama beberapa tahun. Pria itu bernama Jeff Adison."Detektif Han membacakan data yang ia dapatkan dari pihak kepolisian, mudah sekali berurusan jika kau memiliki orang dalam. Dalam waktu secepat itu ia sudah memiliki data lengkap tentang Jeff Adison berserta alamatnya."Tapi kita tidak tahu dimana ia menyembunyikan Arthur."Keana tidak menyangka akan sesulit ini, Arthur memang tidak cocok ada di daratan. Setitik rasa penyesalan menyerang Kean
Arlan menatap waspada pada Detektif Han yang tiba-tiba saja telah ada di markasnya ini, ia tidak tahu bagaimana Detektif ini bisa berada di sini, tapi ia yakin dirinya pasti telah diawasi selatan beberapa hari hingga Detektif Han itu mengetahui markasnya. Tidak hanya itu Keana juga datang dan berdiri di sana."Arlan, apakah kau yang menculik Arthur?" Keana mendekat kepada Arlan dan langsung menodongnya dengan pertanyaan itu.Sekarang semua sudah jelas, pembunuh Emilia sudah diketahui dan semua bukti dan tuduhan itu mengarah kepada Arlan yang kini sedang berdiri di depan pintu masuk markas. Di belakangnya ada 5 orang yang Jack tahu adalah orang yang menyerangnya dengan Arthur, sekarang mereka juga memakai masker dan Jack masih ingat dengan mata mereka semua.Arlan menatap Keana datar. "Tidak," jawabnya singkat.Kedatangan Detektif Han tidak sendiri, ia bersama dengan beberapa bawahannya, Jack juga datang tapi tidak dengan Angelina. Angelina katanya ada uru
Begitu mengkonfirmasi jika Arlan adalah orang yang melakukan penculikan, Detektif Han langsung melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap Arlan dan anak buahnya. Diam-diam Detektif Han mengikuti dan memata-matai Arlan Adison. Butuh dua hari hingga akhirnya Detektif Han menemukan sesuatu yang mengejutkannya."Itu adalah tempat semacam markas, tidak tahu apa yang ia lakukan di sana karena dari luar sana itu hanya terlihat seperti rumah biasa. Kami juga menemukan beberapa pria berpakaian serba hitam keluar masuk di sana, sepertinya mereka adalah orang yang terlibat mengingat ia memiliki akses untuk itu."Detektif Han memperlihatkan sebuah Vidio yang telah ia sambungan terhadap proyektor agar semuanya bisa melihatnya dengan jelas. Ia memang telah memasang kamera di sekitar markas Arlan itu dan benar, mereka melihat Arlan keluar masuk dalam beberapa waktu di sana.Keana menatap itu dengan pandangan gelisah. "Jadi, apa mungkin A
Ketika Arthur sadar lagi-lagi ia berada di tempat yang berbeda, kali ini ia berada di dalam sebuah wadah yang terbuat dari kaca dan terisi air. Bedanya kali ini lebih besar hingga ia bisa bergerak bebas. Ah, tidak bebas juga karena ketika Arthur hendak bergerak ia merasa tangannya terikat kuat."Ugh." Arthur mencoba menarik kuat tangannya, tapi rantai yang mengikatnya itu sangat kuat. Tidak hanya itu tangannya juga dipasang semacam sarung tinju itu hingga Arthur tidak mungkin bisa menggunakan cakar beracun miliknya."Argh, kenapa aku ada di sini?" Arthur mencoba mengingat kenapa ia bisa berada di sini hingga sebuah ingatan melintas di benaknya, ia ingat kalau ia di suntik oleh sesuatu yang membuatnya tidak sadarkan diri.Arthur mengedarkan pandangannya, ia di dalam ruangan aneh. Di sekitarnya terdapat tabung-tabung yang terisi.oleh sesuatu benda yang Arthur tidak tahu apa karena ia tidak bisa melihatnya terlalu jelas. Ia b
Cukup sulit untuk membawa Arthur naik ke mobil, jadi satu-satunya cara yang dilakukan oleh Jeff adalah dengan membiusnya. Untuk saja di dalam markas Arlan ini terdapat bius yang biasanya di gunakan oleh Arlan. Sekarang Arthur sudah tidak sadarkan diri di dalam kotak kaca itu, masih dengan wujud Merman-nya."Kalau begitu, kami akan membawanya," ujar Jeff pada Arlan. Sedangkan Arlan tidak berbicara banyak, ia hanya mengedikkan bahunya tanda ia tidak terlalu peduli dengan hal itu."Ayo, Erwin. Bantu aku mengeluarkannya." Erwin yang di panggil pun mendekat. Jeff membuka bagian atas kotak kaca itu dengan kunci yang telah Arlan berikan. Total di sana ada dua gembok yang harus mereka buka.ClakBagian atas kaca itu telah terbuka, sekarang mereka hanya tinggal mengeluarkan Arthur dari sana. Jeff lebih dulu menarik tubuh bagian atas Arthur keluar dan Erwin membantu mengangkat bagian bawahnya."Berat juga, Erwin taruh di lantai dulu." Arthur yang berwujud ma
Arthur tidak tahu sudah berapa lama ia berada dalam kotak kaca ini, yang pasti ia tahu jika ia akan melewatkan ulang tahun Keana. Memikirkannya membuat Arthur sedih padahal ia sudah menyiapkan hadiah untuk Keana.KorekSuara pintu terbuka mengalihkan pikiran Ndan perhatian Arthur, ia menolehkan kepalanya ke arah pintu dan menemukan Arlan berdiri di sana. Perlahan Arlan melangkahkan kakinya dan mendekati Arthur.Spontan Arthur menegakkan kepalanya yang awalnya ia sandarkan ke dinding kaca itu. "Arlan, lepaskan aku!"Arlan mengisap rokok yang ada di bibirnya dan membuang asapnya, ia menatap Arthur dengan pandangan datar. "Setelah ini kau akan dibawa, hanya tinggal menunggu beberapa menit hingga kau menjadi objek penelitiannya."Arlan telah menelepon Jeff, dan begitu mendengar Arlan berhasil menangkapnya Jeff sangat senang. Jeff bahkan langsung bergegas untuk menjemputnya dan Arlan sendang menunggu untuk itu. "Ah, satu lagi. Aku dengar dari anak