Azra’s Current POV
“Jadi gimana?” Hafid bertanya, memperhatikan Azra yang sedang memperhatikan Icha dan Ida di sudut lain ruangan.
“Ntar malem juga Ida pasti cerita sama lo.”
Hafid mendengus. “Mana ada dia cerita sama gue.”
Oh iya, dia lupa. Hubungan Hafid dan calon istrinya Ida bahkan lebih rumit dari hubungannya dengan Icha. Mereka berdua lagi ndagel, sok acting di depannya dan di depan Icha, di depan orang lain. Padahal dia tau persis yang terjadi. Nggak tau sih apakah yang lain nyadar atau nggak, tapi bagi Azra, masalah Ida dan Hafid, apapun itu, terlihat jelas banget di permukaan.
“Paling lo juga ntar tau sendiri dari group chat.”
“Capek, tinggal mangap aja berbelit – belit lo. Capek gue jadi agen ganda gini. So she said yes?”
“No.”
“Lah?”
Dia memperhatikan Ida yang menarik Icha masuk kembali ke kamarnya. "Boys, kita ke kamar ya! Girls thing, nggak boleh ngintip!"
Azra Current POV "Lo ngapain ke sini?" Azra dan Icha sedang bersiap untuk ke stasiun. Azra membantu Icha menurunkan kopernya, tapi baru setengah jalan turun tangga langkahnya terhenti, membuat Icha yang di belakangnya menabrak punggungnya. Amyra ada di sana, di ruang makan, sambil tersenyum lebar. Ngapain sih, dia datang lagi? Seminggu ini dia udah tiga kali datang ke rumah. Alasannya ada aja. Bukan gimana – gimana, tapi kan dia udah bilang sama Amyra dan dia juga udah lihat sendiri kalau dia lagi ada tamu. Hargai lah Icha di sini sebagai tamu Azra. "Mau nganter lo ke stasiun dong. Susah payah ini tadi ijin sama Mbak Asti hehehe." Ini yang dia kurang suka dari Amyra. Memang dia kenal Azra dan Mama. Tapi bersikap nggak professional itu nggak bisa diterima. KPI nya tahun lalu jelek, sampai bikin Asti nyaris mengeluarkan SP 3, tapi ditahan sama Mama. Walaupun saat itu riskan sekali karena tindakan Mam
Azra's Current POV Kereta sudah berangkat sejak tiga jam yang lalu. Di sampingnya, Icha dengan susah payah menahan kantuk. Pemandangan di luar sudah hilang, diganti dengan pekatnya malam. Seperti biasa, karena mabuk, Icha langsung meminum obat tidurnya sebelum naik kereta. Efeknya, dia sekarang linglung dan ngantuk luar biasa. Azra lagi - lagi nggak habis pikir. Gimana jadinya kalau gadis ini sedang bepergian sendiri? Apakah seberbahaya ini? "Sini, nyender ke sini. Ngantuk banget?" Dia menyelipkan tangannya di belakang kepala Icha dan mendorong lembut kepalanya agar bersandar di bahunya. "Lumayan." Icha menjawab dalam gumaman kecil. "Kalo pergi sendiri juga suka minum pil itu?" Azra bertanya. Tangannya memainkan rambut Icha yang dicepol ke atas. "Separoh. Biar nggak langsung tidur." "Terus kalo udah tidur?" "Jadinya nggak mabok." Dia menjawab dengan suara mengantuk. "Kalo ada orang rese
Azra's Current POV Karena ini hari minggu, Azra sengaja berlama - lama di atas kasur di rumahnya di Jogja. Beberapa kali buliknya memanggil untuk sarapan, hanya disautinya dengan gumaman 'nanti, bulik'. Dia tidak harus ngapa - ngapain hari ini, jadi biarkan dia melanjutkan mimpi indahnya. Dia kan tadi mulai tidur setelah subuh, jadi masih ngantuk. Lagi pula dia sedang mimpi indah. Dia sedang bermimpi tentang Icha. Tentang bunga – bunga, banyak sekali bunga, dari kuncup, mekar, hingga kelopak – kelopak yang bertaburan. Dan Pantai. Lalu ada Bulik Indah. Hah? Kok? Ada Bulik Indah? "Udah bangun?" Saat dia membuka mata, Bulik Indah sudah ada tepat di atasnya, deket banget. Sampe dia terlonjak kaget, buru – buru bangun. "Bulik! Ih, bikin kaget aja! Masuk kamar anak bujang sembarangan." "Wooo tak jewer kamu! Dipanggil – panggil, di goyang - goyang badannya dari tadi nggak nyaut, nggak gerak, malah Bulik yang dibilang sembara
Azra's Current POV Setelah makan, Azra kembali ke kamar dan mencari ponselnya untuk di charge. Kemungkinan benda pipih tersebut kehabisan baterai karena nggak di charge seharian kemarin dan semalam juga. Dia juga masih harus mengantarkan pesanan Ida dan Hafid, tapi badannya masih pegal. Jadi dia ingin mengabari mereka dulu, dia ke sana nanti agak sorean. Ida suka heboh kalo nggak dikabari, jadi daripada dia nyuruh preman pasar ke sini kan, buat nengokin Azra masih hidup apa nggak, mending nggak ambil resiko. Mamanya punya usaha catering, dan punya langganan di pasar. Jadi sering keluar masuk pasar dan Ida benar – benar punya kenalan preman pasar. Calon istri hafid itu ngeri. Ternyata di W******p nya sudah duluan heboh. Tentu saja gara - gara status w******p nya semalam. Senyum kemenangan terukir dibibirnya saat menemukan nama Icha di deretan chat tak terbaca. IchaAryani: Ih, apaan kamu T_T
Azra’s Current POV Hampir seminggu sudah dia di Jogja. Beberapa kali dia ikut Icha kerja dari kantor Jogja. Tentu saja awalnya Icha kaget dan nolak. Takut kena fitnah katanya. Tapi Azra berhasil meyakinkannya bahwa dia ke sana untuk beneran kerja, memantau pekerjaan operation, bukan buat murni ngikutin dia kerja, akhirnya Icha mengalah setuju. Dia juga membantu Icha presentasi hasil trainingnya di Bangkok bareng sama Tya dan membantu staff operasional di sana untuk upgrade standar pelayanan mereka sesuai hasil training. Azra sudah berbicara juga dengan Mama tentang usul Hafid untuk memutasi Amyra ke kantor di luar negeri, alih - alih memecatnya. Azra tahu Mama sebenarnya tidak tega melakukan tindakan seekstrim itu. Tapi Amyra memang kadang suka kelewatan. Banyak pekerjaannya tidak sesuai deadline dan dia juga suka mengumbar kedekatannya dengan Mama ataupun Azra yang membuat Asti, atasannya tidak enak sendiri untuk menegur. Mama bilang akan m
Icha Current POV Bapak berdehem, Icha memejamkan matanya seperti terdakwa yang menanti putusan mati. "Jadi gini, Nduk. Cah Bagus Azra ini dateng ke sini bermaksud meminta ijin Bapak untuk melamar kamu. Kamu tahu, tho" Dia mengangguk, masih menunduk. "Bapak sama Ibu tadi sudah bilang sama Azra. Kami ndak keberatan. Masmu juga ndak keberatan kalau harus dilangkahi. Lalu kamu gimana? Kami serahkan keputusan terakhirnya sama kamu. Jadi, mau menerima lamaran Azra atau nggak?" Dalam tradisi Jawa, yang juga masih kerap dianut hingga sekarang, konon katanya saat seorang gadis dilamar dan dia diam saja, maka jawabannya, seratus persen adalah iya. Dia nggak menolak. Tapi karena gugup, Icha lupa tradisi itu dan malah mengangguk sambil menutup muka karena malu (lagian siapa sih yang bikin tradisi kaya gitu. Kalo mau ya ngangguk aja, kan, ya XD) Hamdalah yang bersahut - sahutan menyentaknya hingga mengangkat kepala dan bertatapan dengan Azra. Sen
Azra Current POV “Bapak Wali, Mempelai Pria, bisa kita mulai akadnya?” Tanya penghulu. Wjah Hafid yang tadi sempet santai dan malah sempet terpesona saat Ida keluar tadi sekarang berubah tegang lagi. Gugup lagi. Dia Cuma bisa mengangguk. Pembawa acara bersiap di tempatnya untuk membuka dan mengawal acara. Di awali dengan pembukaan, lalu pembacaan ayat suci alqur’an dan akhirnya saat yang ditunggu – tunggu oleh semua orang. Ijab qobul. "Wahai Ananda Al-Hafid Muzaki Bin Fadli, saya nikahkan kamu dengan putri pertama saya Farida Kirana Zein Binti Ashari Zein dengan mas kawin berupa perhiasan emas sebesar tiga ratus gram dibayar tunai." "Saya terima nikah dan kawinnya Farida Kirana Zein Binti Ashari Zein dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." "Sah?" "Sah!" Seluruh ruangan yang tadinya hening mulai riuh dengan hamdalah yang bersahut - sahutan. Suasana berubah haru. Penghulu kembali
Azra Current POV Azra yang paham maksud Icha segera improvisasi mengikuti dan menyesuaikan perannya. Aryan sebagai pemeran pendukung manut saja sama dalangnya. "Salim sayang, sama Tante sama Mas." katanya sambil berdiri dan mengangkat Aryan ke Anjani. Sengaja mengabaikan komentar Anjani tentang pernikahan. Membiarkan Anjani berasumsi sesukanya. Beberapa pertanyaan memang sebaiknya nggak usah di jawab. "Nggak sama suami?" Icha basa - basi. Yang ditanya agak terdiam sebentar. Senyum kaku terpatri di wajahnya, tapi hanya sebentar saja, dan detik berikutnya dia udah berubah kembali jadi senyum menawan yang professional. Akting yang luar biasa. "Enggak. Biasa. Ada urusan. Duh, gemes banget sih, anak kalian." Jawabnya akhirnya, agak terdengar sedikit gugup di telinga Azra. "Jangan dicubit ya, dia nggak suka dicubit pipinya. Nanti kalo udah nangis susah diemnya. Nggak enak lagi di tempat orang." Azra menyela buru - buru saat
Icha's Curent POVHasilnya mungkin sebentar lagi keluar. Dia kembali ke kamar dengan tubuh gemetaran. Ya karena lemas, ya karena harap - harap cemas."Gimana?"Azra bertanya saat dia membuka pintu kamar.Dia langsung menyerahkan strip tipis yang dipegangnya pada suaminya itu. "Kamu aja yang lihat, aku nggak berani." Jawabnya pelan.Azra diam, mengambil strip tersebut, sementara dia duduk di sebelah Azra. Tangannya saling terkepal di pangkuannya. Takut, cemas. Mimpi buruknya beberapa bulan lalu seperti terulang lagi. Azra yang seperti tahu kecemasannya, menggapai tangannya dan meremasnya pelan. Seolah memberikan kekuatan melalui genggaman tangan tersebut.Beberapa saat berlalu dalam keheningan seperti itu. Kenapa Azra diam saja? Seharusnya sudah terlihat kan, hasilnya? Kenapa nggak dibuang itu stripnya? Kalau negatif harusnya langsung dibuang saja, nggak usah dilihatin. Bikin sakit hati."Ja?""Hmm?""Negatif ya?" Dia mem
Azra's Current POVEmpat bulan... beberapa hari lagi, mereka hampir lima bulan menikah, dan Azra masih merasa luar biasa karena bisa menjadikan Icha miliknya. Perempuan mungil yang sedang tertidur meringkuk dengan rambut setengah basah di sampingnya ini, adalah istrinya.Selepas subuh bersama, Icha langsung merangkak naik lagi ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Salahnya, dia mengacaukan tidur istrinya semalam. Entahlah, dia merasa akhir - akhir ini sangat ingin memiliki istrinya seutuhnya. Berapa banyak pun mereka melakukannya semalam dan kemarin, rasanya masih belum cukup.Azra tersenyum sembari mengelus pipi lembut Icha yang hanya dibalas gumaman tak jelas. Gemas sekali. Dia sudah rapi. Berkas yang dibutuhkannya juga sudah siap di meja samping pintu kamar. Hari ini dia ada rapat direksi hotel. Sekitar lima belas menit lagi. Karena alasan itulah mereka menginap di sini dua hari ini. Dan seperti biasanya, dia memanfaatkannya dengan sangat baik.
Icha's Current POVDia hanya berjalan - jalan sebentar di pantai yang ada di sekitaran hotel. Sunset yang jadi cita - citanya terpaksa dia nikmati dari resto saja. Nggak terlalu bagus karena tertutup pepohonan magrove, tapi dia tetapdapet golden hournya. Lumatan. Karena kalau harus masuk hutan dan lewat jempatan setapak, dia tidak yakin akan selamat saat pulang nanti. Gelap, takut tercebur ke air.Bukan karena nggak bisa berenang, tapi dulu sekali waktu dia masih kecil, Mas Eka pernah menakutinya saat liburan ke pantai Mangrove di Kulon Progo, katanya, Mangrove itu rumahnya buaya putih. Jadi kalo kamu nakal, kamu bisa di lempar ke perairan mangrove dan nantinya dimakan sama buaya putih. Nah, dia takut gara - gara itu.Setelah matahari terbenam, dia berjalan - jalan di sepanjang gang masukke hotel. Di sana banyak stall makanan dan souvenir. Dia tetiba kepikiran ingin membelikan Azra sesuatu."Silakan, Kak, dilihat - lihat souvenirnya." Salah satu pramuniag
Azra's Current POVMereka sudah bersiap sejak pagi. Sabtu mereka yang biasanya dihabiskan dengan bangun siang, hunting sarapan di luar, lanjut belanja mingguan dan memberekan urusan domestik, kini berganti dengan travel kit yang terpacking rapi di bagasi belakang mobilnya untuk staycation mereka semalam saja di Angke Kapuk sekalian Azra menyelesaikan pekerjaannya di sana.Dia melihat istrinya yang amat bersemangat. Katanya tadi, Akhirnya dia bisa lihat usaha yang dikelola oleh suaminya itu jauh sebelum mereka menikah. Siapa tau dia juga bisa diajak staycation di hotel yang di Batam besok - besok. Well, itu tentu saja, tapi mungkin setelah Highseason berakhir.Dan dia juga sempat bilang pada Istrinya itu, kalau profit tahun ini bagus, mungkin mereka bisa membuka sister hotel satu lagi di pantai Wates dekat bandara baru Yogyakarta.Dan reaksi istrinya tentu saja heboh dan bahagia sekali. Dia berharap banget kalau hal itu terlaksana.Katanya, kalau it
Azra's Current POV Dia sampai rumah lagi - lagi jam setengah sepuluh malam. Lembur lagi. Dia sudah mengabari istrinya tentang hal ini, dan Icha bilang dia akan menunggu. Ida sudah dijemput Hafid sekitar jam tujuh malam tadi. Temannya itu memang selain akhir bulan, jadwalnya amat bikin iri. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam enam sore, idaman, sungguh! Dia membawakan Icha oleh - oleh bakmie jawa yang khas Jogja yang dimasak dengan arang. Hitung - hitung mengurangi kerinduan Icha pada kampung halamannya. Memang Icha tidak pernah bilang, tapi doa jadi suami kan harus tau diri. Masa biasanya kumpul, serumah, pas pergi nggak dikangenin. Dia melangkah ke dalam rumah dengan langkah ringan. Menemukan istrinya menonton TV sambil rebahan. Segera dia membungkuk di atas istrinya untuk mengecup dahinya, membuat Icha kaget. "Eh, udah pulang. Kok nggak denger suara mobil kamu?" Tanyanya heran. "Kamu fokus banget kali, nontonnya sampe nggak denger
Icha's Current POV"Ada apa, Da? Kamu kenapa?"Dia bertanya sambil menggeser badannya mendekat ke arah sahabatnya yang sekarangs edang sibuk menatap apa saja asak bukan matanya. Ida menghindari bertatap mata dengan orang lain? Sejak kapan?"Da?"Dia menangkup tangan Ida yang berada di atas meja, membuat sahabatnya itu tidak punya pilihan lain selain menatap balik Icha yang ada di sebelahnya."Ada apa?""Gue... Nggak tau harus cerita apa. I do have a lot to talk to somebody. Tapi aku nggak tau sama siapa.""Kamu kan bisa cerita sama aku, Ida." Dia mengingatkan.Tapi Ida malah menggeleng dengan wajah sedih. " Di antara semua orang, justru gue paling nggak mau cerita sama lo." Hah? Kenapa? Apa salahnya? "Gue nggak pengen lo terlibat kedalam sesuatu yang se... menjijikkan ini.""Maksudnya?" Dia bertanya bingung. Tidak bisa sama sekali menerka maksud Ida akan dibawa kemana pembicaraan mereka.Helaan nafas dalam dan ber
Azra's Current POV"Kalo kenapa - kenapa langsung telpon aku, ya." Dia mewanti - wanti istrinya sebelum berangkat ke kantor pagi itu.Icha bersandar di kusen pintu depan rumah mereka, sementara Dia berdiri di depan istrinya, memerangkap perempuan itu di antara tubuhnya dan kusen pintu depan rumahnya."Iya, jangan khawatir."Gimana nggak khawatir sih?! Kan dia lagi sakit gini. Sekarang sih sudah mendingan, dia sudah nggak se pucat saat masih di rumah sakit dan awal - awal dia pulang ke rumah kemarin. Istrinya beneran sudah baikan. Tapi kan tetal aja, rasa khawatir itu ada."Besok aku temenenin kamu seharian di rumah." Janjinya.Tapi Icha malah cemberut nggak terima."Seminggu di rumah terus nggak kemana - mana. Bosen tau. Jalan - jalan, yuk!" Dia menatap Azra dengan pandangan berbinar dan memohon, menunggu persetujuan."Tapi kan kamu baru sembuh....""Iya. Dan senen aku udah mulai kerja lagi. Kasihanilah istri
Azra's Current POVHari ini dia lembur. Bete banget, dan sepertinya besok pun dia masih harus lembur. Highseason berarti banyak tamu datang, yang berarti juga banyak pemasukan, tapi berarti juga banyak masalah karena tempat wisata hampir semuanya jadi ramai.Ada saja yang jadi objek permasalahan. Mulai hal yang serius seperti alergi yang lupa diinformasikan kepada pihak hotel atau restoran, sampai masalah ada cicak dan nyamuk di dalam kamar.Ya gimana dong, mereka liburan ke Indonesia, minta penginapan dengan konsep country natural dan tropical heaven sebagai view utama, tapi kamarnya ada cicaknya mereka protes. Namanya Hutan, ya udah bagus nggak ada babi hutan masuk kamar, yang masuk cuma cicak aja.Ada juga pasangan honeymoon yang minta twin bed alias bed terpisah. Masa ini beneeran pasangan bulan madu? Kok dia kemarin sama istrinya nggak gitu, ya? Atau mereka berantem di pesawat pas mau ke Indonesia? Jadi di hotelnya mereka diem - dieman? Nggak sayang
Icha's Current POVIni sudah hari ketiga dia bedrest di rumah. Kalau pagi, dia akan ditemenin Azra, suaminya itu bahkan memasak sarapan untuknya. Ya macem - macem menunya, kadang dia masakin Icha bubur, kadang cuma sandwich, kadang juga nasi goreng, atau pernah juga pas Azra kesiangan bangun dia cuma masakin Icha omelet.Padahal kalau cuma omelet mah, dia juga bisa sendiri bikinnya.Bukan dia nggak bersyukur. faktanya, dia malah seneng banget. Awalnya dia kaget memang karena Azra bahkan bisa membuat bubur. Soal rasa, walaupun nggak bisa bersaing dengan masakan Mama, tapi rasanya masih amat layak untuk dikonsumsi, kok. Dan nafsu makannya juga sudah berangsur - angsur pulih beberapa hari terakhir ini, meskipun kadang, dia masih suka mual dan muntah setelah makan.Jangan - jangan dia hamil?! Azra pernah berpikir seperti itu. Tapi Icha sudah mengetesnya dengan stock testpack yang dibelinya sejak dia awal menikah dulu. Negatif. Yah, usia pernikahan merek