Azra’s Current POV
Hampir seminggu sudah dia di Jogja. Beberapa kali dia ikut Icha kerja dari kantor Jogja. Tentu saja awalnya Icha kaget dan nolak. Takut kena fitnah katanya. Tapi Azra berhasil meyakinkannya bahwa dia ke sana untuk beneran kerja, memantau pekerjaan operation, bukan buat murni ngikutin dia kerja, akhirnya Icha mengalah setuju. Dia juga membantu Icha presentasi hasil trainingnya di Bangkok bareng sama Tya dan membantu staff operasional di sana untuk upgrade standar pelayanan mereka sesuai hasil training.
Azra sudah berbicara juga dengan Mama tentang usul Hafid untuk memutasi Amyra ke kantor di luar negeri, alih - alih memecatnya. Azra tahu Mama sebenarnya tidak tega melakukan tindakan seekstrim itu. Tapi Amyra memang kadang suka kelewatan. Banyak pekerjaannya tidak sesuai deadline dan dia juga suka mengumbar kedekatannya dengan Mama ataupun Azra yang membuat Asti, atasannya tidak enak sendiri untuk menegur. Mama bilang akan m
Icha Current POV Bapak berdehem, Icha memejamkan matanya seperti terdakwa yang menanti putusan mati. "Jadi gini, Nduk. Cah Bagus Azra ini dateng ke sini bermaksud meminta ijin Bapak untuk melamar kamu. Kamu tahu, tho" Dia mengangguk, masih menunduk. "Bapak sama Ibu tadi sudah bilang sama Azra. Kami ndak keberatan. Masmu juga ndak keberatan kalau harus dilangkahi. Lalu kamu gimana? Kami serahkan keputusan terakhirnya sama kamu. Jadi, mau menerima lamaran Azra atau nggak?" Dalam tradisi Jawa, yang juga masih kerap dianut hingga sekarang, konon katanya saat seorang gadis dilamar dan dia diam saja, maka jawabannya, seratus persen adalah iya. Dia nggak menolak. Tapi karena gugup, Icha lupa tradisi itu dan malah mengangguk sambil menutup muka karena malu (lagian siapa sih yang bikin tradisi kaya gitu. Kalo mau ya ngangguk aja, kan, ya XD) Hamdalah yang bersahut - sahutan menyentaknya hingga mengangkat kepala dan bertatapan dengan Azra. Sen
Azra Current POV “Bapak Wali, Mempelai Pria, bisa kita mulai akadnya?” Tanya penghulu. Wjah Hafid yang tadi sempet santai dan malah sempet terpesona saat Ida keluar tadi sekarang berubah tegang lagi. Gugup lagi. Dia Cuma bisa mengangguk. Pembawa acara bersiap di tempatnya untuk membuka dan mengawal acara. Di awali dengan pembukaan, lalu pembacaan ayat suci alqur’an dan akhirnya saat yang ditunggu – tunggu oleh semua orang. Ijab qobul. "Wahai Ananda Al-Hafid Muzaki Bin Fadli, saya nikahkan kamu dengan putri pertama saya Farida Kirana Zein Binti Ashari Zein dengan mas kawin berupa perhiasan emas sebesar tiga ratus gram dibayar tunai." "Saya terima nikah dan kawinnya Farida Kirana Zein Binti Ashari Zein dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." "Sah?" "Sah!" Seluruh ruangan yang tadinya hening mulai riuh dengan hamdalah yang bersahut - sahutan. Suasana berubah haru. Penghulu kembali
Azra Current POV Azra yang paham maksud Icha segera improvisasi mengikuti dan menyesuaikan perannya. Aryan sebagai pemeran pendukung manut saja sama dalangnya. "Salim sayang, sama Tante sama Mas." katanya sambil berdiri dan mengangkat Aryan ke Anjani. Sengaja mengabaikan komentar Anjani tentang pernikahan. Membiarkan Anjani berasumsi sesukanya. Beberapa pertanyaan memang sebaiknya nggak usah di jawab. "Nggak sama suami?" Icha basa - basi. Yang ditanya agak terdiam sebentar. Senyum kaku terpatri di wajahnya, tapi hanya sebentar saja, dan detik berikutnya dia udah berubah kembali jadi senyum menawan yang professional. Akting yang luar biasa. "Enggak. Biasa. Ada urusan. Duh, gemes banget sih, anak kalian." Jawabnya akhirnya, agak terdengar sedikit gugup di telinga Azra. "Jangan dicubit ya, dia nggak suka dicubit pipinya. Nanti kalo udah nangis susah diemnya. Nggak enak lagi di tempat orang." Azra menyela buru - buru saat
Azra current POV "Masuk angin kamu." Katanya, melanjutkan pijatannya di tengkuk Icha. Jari – jarinya dengan lihai mencari otor yang tegang di sana dan menekannya pelan. Membuat Icha lagi – lagi mengeluarkan sendawa. "Gara - gara begadang." Icha meringis lucu. “Ida sama Nisya nagih ceritanya banyak banget. Aku nggak dibolehin tidur. Padahal mereka udah tau dari group chat dan dari video call.” Dia mengadu. Azra selesai memijat tengkuk Icha dan menarik Icha ke belakang hingga punggungnya menyentuh dada Azra dan kepalanya berada di lekukan bahunya. Telapak tangannya terbuka di perut Icha yang tertutup stagen berlapis kebaya. Mata mereka saling mengunci. "Kalo Ida sama Hafid bukan temen baik, udah dari tadi kamu kubawa pulang. Beneran." Katanya pelan. Icha mengernyitkan alis bingung. "Kenapa?" "Siapa yang dandanin kamu?" Tangannya yang satu lagi terulur menggenggam salah satu tangan Icha yang diam di pangkuannya.
Icha’s current POV Mood nya jelek hari ini. Mellow luar biasa. Dengar suara klakson dari luar rumah saja dia nggak terima. Rasanya ingin keluar dan ikutan marah - marah dan memaki, jalan kampung, woy! Nggak klakson sembarangan! Naik kendaraannya pelan dikit kan, bisa! Nonton Nobita dimarahi Ibunya di TV tadi pagi juga membuatnya mewek lebay, hingga Dek Io kebingungan dan akhirnya memanggil Ibu. Saat ditanya, jawabannya; kan kasian Nobitanya, kenapa Ibunya nggak mau ngertiin, sih? Malah dimarah - marah terus. Sepagian semua penghuni rumah dibikin senewen bin keki sama tingkah Icha yang nggak biasanya. Usut punya usut, ternyata kegalauannya bersumber pada satu orang yang belakangan menjadi poros dunianya. Lebay? Nggak apa, orang kalo lagi jatuh cinta semuanya bisa terasa. Azra hari ini harus pulang ke Jakarta. Iya, mereka harus LDR untuk.... Nggak tau berapa lama. Sehari setelah pernikahan Ida dan Hafid. Bahkan sahabat mereka i
Azra's Current POV Sudah hampir dua minggu mereka LDR. Awalnya galau luar biasa. Tapi Azra sadar dia punya tanggung jawab yang harus diselesaikan. Apalagi kalau nanti rencananya berjalan bagus, akan ada banyak yang harus dia siapkan di sini. Mereka sering bertukar pesan. Skype dan Chatwork menjadi sarana untuk melepas rindu. Mereka juga rutin bervideo call. Bahkan tak jarang mereka bergadang sampai salah satu dari mereka akhirnya tertidur. Sebenarnya ini modusnya Azra aja yang kangen banget liat wajah Icha. Nggak ngomong nggak papa. Liatin wajah gadisnya tidur aja dia udah seneng banget. Hari ini mereka pulang cepat karena besok tahun baru. Memang begitu regulasi kantornya. Nggak cepet banget sih, Cuma dua jam lebih cepet dari biasanya. Azra agak uring - uringan hari ini karena banyak yang harus dia bereskan sehingga tahun baru pun dia tetep tidak bisa libur. "Kalo mau ini cepat direalisasikan, kamu buruan selesein, kasih Ast
Icha’s Current POV Icha keluar dari toilet kafe yang menjadi tempat janjiannya dan sahabat - sahabatnya malam itu. Setelah puas memaki orang - orang yang keluar rumah di malam tahun baru dan membuat jalanan macet, akhirnya mereka sampai juga (jangan ditiru ya, sendirinya keluar pas malam tahun baru tapi ngomongin orang lain). Untung sudah reservasi. Kalau tidak pasti sudah gigit jari sampai di sini tadi. Dilihatnya Nisya dan Ida bergantian berbicara dengan seseorang di ponselnya? Siapa? Walah, sampai marah - marah gitu kayaknya. Ada orang iseng yang ngerjain dia? Atau Azra lagi telpon.... Dia bergegas kembali ke mejanya dan meminta ponselnya yang sedang berada di tangan Ida. "Nih, nih udah balik Nyonya lo! Makanya lain kali salam dulu, keok kan di ceramahin Nisya hahahaha." Icha menerima ponselnya dan mencari tempat agak sepi di pojokan dekat wastafel. Ida, Nisya dan Hafid menyorakinya sampai wajahnya merah dan terasa
Azra Current POV Dia sampai di rumah jam sebelas malam. Perjalanan dari rumah ke kantor yang aslinya hanya butuh sekitar dua puluh menit kini molor ber kali – kali lipat karena lalu lintas yang padat di malam tahun baru. Dia buru – buru mandi dan menyeret Jijah yang sedang baca buku di ruang tengah lantai dua untuk menemaninya makan. Tentu saja nggak berakhir mulus. Jijah menolak, beralasan kalau dia lagi diet. Alah diet apaan! Badan udah setipis mie lidi gitu mau dikurusin lagi. Akhirnya dia menggendong adiknya itu dan mendudukkannya di meja makan. “Gaya bener minta ditemenin. Biasanya juga makan sendiri.” Jijah menggerutu. “Nggak ikhlas amat nemenin Masnya makan loh.” “Nemenin orang makan tapi sendirinya nggak makan itu nggak enak tau!” “Ya udah tinggal makan. Mau mas ambilin? Ato mau disuapin?” “Mas Azra sejak ketemu Mbak Icha lagi jadi jayus lagi, tau.” Hah? Jayus gimana? Dia mengangkat alis bingun
Icha's Curent POVHasilnya mungkin sebentar lagi keluar. Dia kembali ke kamar dengan tubuh gemetaran. Ya karena lemas, ya karena harap - harap cemas."Gimana?"Azra bertanya saat dia membuka pintu kamar.Dia langsung menyerahkan strip tipis yang dipegangnya pada suaminya itu. "Kamu aja yang lihat, aku nggak berani." Jawabnya pelan.Azra diam, mengambil strip tersebut, sementara dia duduk di sebelah Azra. Tangannya saling terkepal di pangkuannya. Takut, cemas. Mimpi buruknya beberapa bulan lalu seperti terulang lagi. Azra yang seperti tahu kecemasannya, menggapai tangannya dan meremasnya pelan. Seolah memberikan kekuatan melalui genggaman tangan tersebut.Beberapa saat berlalu dalam keheningan seperti itu. Kenapa Azra diam saja? Seharusnya sudah terlihat kan, hasilnya? Kenapa nggak dibuang itu stripnya? Kalau negatif harusnya langsung dibuang saja, nggak usah dilihatin. Bikin sakit hati."Ja?""Hmm?""Negatif ya?" Dia mem
Azra's Current POVEmpat bulan... beberapa hari lagi, mereka hampir lima bulan menikah, dan Azra masih merasa luar biasa karena bisa menjadikan Icha miliknya. Perempuan mungil yang sedang tertidur meringkuk dengan rambut setengah basah di sampingnya ini, adalah istrinya.Selepas subuh bersama, Icha langsung merangkak naik lagi ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Salahnya, dia mengacaukan tidur istrinya semalam. Entahlah, dia merasa akhir - akhir ini sangat ingin memiliki istrinya seutuhnya. Berapa banyak pun mereka melakukannya semalam dan kemarin, rasanya masih belum cukup.Azra tersenyum sembari mengelus pipi lembut Icha yang hanya dibalas gumaman tak jelas. Gemas sekali. Dia sudah rapi. Berkas yang dibutuhkannya juga sudah siap di meja samping pintu kamar. Hari ini dia ada rapat direksi hotel. Sekitar lima belas menit lagi. Karena alasan itulah mereka menginap di sini dua hari ini. Dan seperti biasanya, dia memanfaatkannya dengan sangat baik.
Icha's Current POVDia hanya berjalan - jalan sebentar di pantai yang ada di sekitaran hotel. Sunset yang jadi cita - citanya terpaksa dia nikmati dari resto saja. Nggak terlalu bagus karena tertutup pepohonan magrove, tapi dia tetapdapet golden hournya. Lumatan. Karena kalau harus masuk hutan dan lewat jempatan setapak, dia tidak yakin akan selamat saat pulang nanti. Gelap, takut tercebur ke air.Bukan karena nggak bisa berenang, tapi dulu sekali waktu dia masih kecil, Mas Eka pernah menakutinya saat liburan ke pantai Mangrove di Kulon Progo, katanya, Mangrove itu rumahnya buaya putih. Jadi kalo kamu nakal, kamu bisa di lempar ke perairan mangrove dan nantinya dimakan sama buaya putih. Nah, dia takut gara - gara itu.Setelah matahari terbenam, dia berjalan - jalan di sepanjang gang masukke hotel. Di sana banyak stall makanan dan souvenir. Dia tetiba kepikiran ingin membelikan Azra sesuatu."Silakan, Kak, dilihat - lihat souvenirnya." Salah satu pramuniag
Azra's Current POVMereka sudah bersiap sejak pagi. Sabtu mereka yang biasanya dihabiskan dengan bangun siang, hunting sarapan di luar, lanjut belanja mingguan dan memberekan urusan domestik, kini berganti dengan travel kit yang terpacking rapi di bagasi belakang mobilnya untuk staycation mereka semalam saja di Angke Kapuk sekalian Azra menyelesaikan pekerjaannya di sana.Dia melihat istrinya yang amat bersemangat. Katanya tadi, Akhirnya dia bisa lihat usaha yang dikelola oleh suaminya itu jauh sebelum mereka menikah. Siapa tau dia juga bisa diajak staycation di hotel yang di Batam besok - besok. Well, itu tentu saja, tapi mungkin setelah Highseason berakhir.Dan dia juga sempat bilang pada Istrinya itu, kalau profit tahun ini bagus, mungkin mereka bisa membuka sister hotel satu lagi di pantai Wates dekat bandara baru Yogyakarta.Dan reaksi istrinya tentu saja heboh dan bahagia sekali. Dia berharap banget kalau hal itu terlaksana.Katanya, kalau it
Azra's Current POV Dia sampai rumah lagi - lagi jam setengah sepuluh malam. Lembur lagi. Dia sudah mengabari istrinya tentang hal ini, dan Icha bilang dia akan menunggu. Ida sudah dijemput Hafid sekitar jam tujuh malam tadi. Temannya itu memang selain akhir bulan, jadwalnya amat bikin iri. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam enam sore, idaman, sungguh! Dia membawakan Icha oleh - oleh bakmie jawa yang khas Jogja yang dimasak dengan arang. Hitung - hitung mengurangi kerinduan Icha pada kampung halamannya. Memang Icha tidak pernah bilang, tapi doa jadi suami kan harus tau diri. Masa biasanya kumpul, serumah, pas pergi nggak dikangenin. Dia melangkah ke dalam rumah dengan langkah ringan. Menemukan istrinya menonton TV sambil rebahan. Segera dia membungkuk di atas istrinya untuk mengecup dahinya, membuat Icha kaget. "Eh, udah pulang. Kok nggak denger suara mobil kamu?" Tanyanya heran. "Kamu fokus banget kali, nontonnya sampe nggak denger
Icha's Current POV"Ada apa, Da? Kamu kenapa?"Dia bertanya sambil menggeser badannya mendekat ke arah sahabatnya yang sekarangs edang sibuk menatap apa saja asak bukan matanya. Ida menghindari bertatap mata dengan orang lain? Sejak kapan?"Da?"Dia menangkup tangan Ida yang berada di atas meja, membuat sahabatnya itu tidak punya pilihan lain selain menatap balik Icha yang ada di sebelahnya."Ada apa?""Gue... Nggak tau harus cerita apa. I do have a lot to talk to somebody. Tapi aku nggak tau sama siapa.""Kamu kan bisa cerita sama aku, Ida." Dia mengingatkan.Tapi Ida malah menggeleng dengan wajah sedih. " Di antara semua orang, justru gue paling nggak mau cerita sama lo." Hah? Kenapa? Apa salahnya? "Gue nggak pengen lo terlibat kedalam sesuatu yang se... menjijikkan ini.""Maksudnya?" Dia bertanya bingung. Tidak bisa sama sekali menerka maksud Ida akan dibawa kemana pembicaraan mereka.Helaan nafas dalam dan ber
Azra's Current POV"Kalo kenapa - kenapa langsung telpon aku, ya." Dia mewanti - wanti istrinya sebelum berangkat ke kantor pagi itu.Icha bersandar di kusen pintu depan rumah mereka, sementara Dia berdiri di depan istrinya, memerangkap perempuan itu di antara tubuhnya dan kusen pintu depan rumahnya."Iya, jangan khawatir."Gimana nggak khawatir sih?! Kan dia lagi sakit gini. Sekarang sih sudah mendingan, dia sudah nggak se pucat saat masih di rumah sakit dan awal - awal dia pulang ke rumah kemarin. Istrinya beneran sudah baikan. Tapi kan tetal aja, rasa khawatir itu ada."Besok aku temenenin kamu seharian di rumah." Janjinya.Tapi Icha malah cemberut nggak terima."Seminggu di rumah terus nggak kemana - mana. Bosen tau. Jalan - jalan, yuk!" Dia menatap Azra dengan pandangan berbinar dan memohon, menunggu persetujuan."Tapi kan kamu baru sembuh....""Iya. Dan senen aku udah mulai kerja lagi. Kasihanilah istri
Azra's Current POVHari ini dia lembur. Bete banget, dan sepertinya besok pun dia masih harus lembur. Highseason berarti banyak tamu datang, yang berarti juga banyak pemasukan, tapi berarti juga banyak masalah karena tempat wisata hampir semuanya jadi ramai.Ada saja yang jadi objek permasalahan. Mulai hal yang serius seperti alergi yang lupa diinformasikan kepada pihak hotel atau restoran, sampai masalah ada cicak dan nyamuk di dalam kamar.Ya gimana dong, mereka liburan ke Indonesia, minta penginapan dengan konsep country natural dan tropical heaven sebagai view utama, tapi kamarnya ada cicaknya mereka protes. Namanya Hutan, ya udah bagus nggak ada babi hutan masuk kamar, yang masuk cuma cicak aja.Ada juga pasangan honeymoon yang minta twin bed alias bed terpisah. Masa ini beneeran pasangan bulan madu? Kok dia kemarin sama istrinya nggak gitu, ya? Atau mereka berantem di pesawat pas mau ke Indonesia? Jadi di hotelnya mereka diem - dieman? Nggak sayang
Icha's Current POVIni sudah hari ketiga dia bedrest di rumah. Kalau pagi, dia akan ditemenin Azra, suaminya itu bahkan memasak sarapan untuknya. Ya macem - macem menunya, kadang dia masakin Icha bubur, kadang cuma sandwich, kadang juga nasi goreng, atau pernah juga pas Azra kesiangan bangun dia cuma masakin Icha omelet.Padahal kalau cuma omelet mah, dia juga bisa sendiri bikinnya.Bukan dia nggak bersyukur. faktanya, dia malah seneng banget. Awalnya dia kaget memang karena Azra bahkan bisa membuat bubur. Soal rasa, walaupun nggak bisa bersaing dengan masakan Mama, tapi rasanya masih amat layak untuk dikonsumsi, kok. Dan nafsu makannya juga sudah berangsur - angsur pulih beberapa hari terakhir ini, meskipun kadang, dia masih suka mual dan muntah setelah makan.Jangan - jangan dia hamil?! Azra pernah berpikir seperti itu. Tapi Icha sudah mengetesnya dengan stock testpack yang dibelinya sejak dia awal menikah dulu. Negatif. Yah, usia pernikahan merek