Ruangan jadi hening tanpa suara. Suasana jadi tegang seketika. Markus mundur satu langkah dengan kedua tangan diangkat ke atas. Sementara Caterina terlihat pucat. Kedua manik indahnya itu membulat. Ben berhasil membuat seisi ruangan jadi menegang. "Turunkan senjatamu, Ben," kata Aaron. Bukan tanpa alasan. Di mana bahaya mengancam, di situlah Ben dituntut agar waspada. "Maaf, Tuan. Saya hanya ingin melindungi Anda." "Tidak masalah, Ben." Ben patuh. Senjata diturunkan lalu dikembalikan pada tempatnya. Mathius menghembuskan napas lega. Lalu mencoba menampakkan senyumnya. Meski tidak ia pungkiri kalau ia terkejut dengan apa yang terjadi barusan. "Kau memiliki anak buah yang sangat cekatan, Nak." Entah itu pujian atau sindiran, Aaron tetap menjawabnya. "Tentu saja." "Duduklah." Mathius memerintahkan itu lalu menoleh ke arah sang istri yang masih dalam keadaan membeku. "Tolong berikan kami teh." "Ba-baik." "Tidak perlu," sela Aaron cepat. Caterina yang sudah membalik diri, malah
"Mom, apa-apaan ini?" Markus protes pada sang ibu yang telah melakukan hal tersebut. Ini jelas tidakan tidak sopan sebab sang ibu melakukannya secara tiba-tiba. "Sayang. Kau baru saja pulang. Sebaiknya kau mandi, makan, lalu beristirahat," ucap Caterina sembari melotot kepada sang suami. "Setelah ini, aku akan melakukan apa yang Mommy perintahkan. Sekarang kemarikan itu." "Nanti, Sayang. Sepertinya kau sangat lelah. Lagipula bukanlah hal yang penting." Kening Markus mengkerut. Benarkah? Tapi dilihat dari ekspresi sang ayah, seperti kebalikannya. Lagipula, ayahnya tidak akan memberitahukan hal yang tidak penting 'kan? "Caterina, apa yang kau lakukan? Cepat berikan padanya. Dia harus tahu." Mendengar itu, Markus menyeret pandangan dari sang ibu beralih pada ayahnya lalu mengajukan sebuah pertanyaan. "Tahu apa?" "Tanyakan saja pada Mommymu." Markus kembali menatap sang ibu. "Mom, ayolah.""Tidak, Markus. Sebaiknya kau tidak perlu tahu. Biar Mommy dan Daddy saja yang datang. Kau
"Kau bicara apa?" Samantha jelas kaget. Ia sampai bangun dari duduknya karena ucapan Rosene itu. Tangannya mengepal kuat, rahangnya mengetat, ia geram lantaran mendengar ucapan wanita yang dicintai puteranya ini. "Bisa-bisanya kau bicara begitu soal adikmu!" Samantha menunjuk tepat wajah Rosene."Saya bicara kenyataan, Nyonya." Untuk pertama kalinya, Rosene menampakkan senyumnya di depan Samantha. Senyum yang begitu tulus dan tidak dibuat-buat."Itu sebabnya, saya akan membawa pergi adik saya. Karena saya tahu, Anda akan membencinya." Samantha terdiam. Meski apa yang dikatakan wanita ini soal bayi yang dikandung Melanie bukanlah anak Aaron belum tentu benar. Namun, yang dikatakan Rosene ada benarnya juga. Saat ini saja, dirinya tengah memendam amarah kepada Melanie. Akan tetapi, ia tidak boleh percaya begitu saja. Bisa saja semua itu hanya fitnah. Bisa saja semua itu hanya akal-akalan Rosene agar Aaron tidak mau mengakui bayinya. "Memang benar ya. Musuh wanita adalah wanita. Kau s
Aaron menyunggingkan senyumnya. Ini pertama kali ia mendengar dengan telinganya sendiri pernyataan cinta Rosene pada dirinya. Setelah sekian lama menjalani cinta bertepuk sebelah tangan, akhirnya kini cinta itu terbalaskan. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan lebih dari pada itu. Lebih bahagia dari ia mendapatkan keuntungan hasil transaksi sesama klan. Mengambil alih suatu klan ataupun rampasan harta benda, permata maupun berlian. Dan sebagai bentuk kebahagiaan itu. Aaron mengangkat tubuh sang wanita lalu membawanya menuju ranjang. Diletakkannya tubuh seksi sang wanita di atas kasur yang empuk dan berukuran king size itu lalu menindihnya. "Izinkan aku melakukannya sekali lagi," ucap Aaron penuh permintaan. Tatapannya begitu dalam. Rosene membelai rahang tegas itu lalu berkata, "lakukan apapun yang kau mau." Lagi, Aaron menyunggingkan senyumnya. "Dengan senang hati, Sayang." Untuk kesekian kalinya keduanya melakukan penyatuan. Hasrat demi hasrat yang bergulung dalam lembah keni
Bagai petir di siang bolong. Melanie jelas saja kaget mendengar pertanyaan semacam itu dilontarkan oleh Samantha. Apa maksudnya ini? Apa mungkin Samantha telah mengetahui fakta yang sebenarnya? Kalau anak yang dirinya kandung bukanlah milik Aaron. "Nyo-nyonya apa maksud Anda?" Melanie mencoba mengelak. Sebisa mungkin ia harus mempertahankan kebohongannya, setidaknya sampai rencana yang disusun Rosene datang. "Jangan pura-pura bodoh. Jawab saja, anak siapa yang kau kandung itu?" Samantha menunjuk bagian perut rata Melanie. Gadis 25 tahun itu menggeleng. "Apa Nyonya meragukan saya?" Melanie berkaca-kaca. "Kau terlihat ketakutan? Apa yang kau sembunyikan sebenarnya? Kau sengaja ingin menjebak anakku." "Tidak, Nyonya." Melanie menjatuhkan diri di bawah kaki Samantha. Ia berlutut, dengan kepala menengadah ke atas. "Nyonya ampuni saya, saya tidak bermaksud ...." Melanie berkata sembari bercucuran air mata. Ucapannya terbata-bata. Tatapan Samantha dingin ke depan. Ia bahkan enggan meman
Pertanyaan itu jelas menimbulka huru-hara yang berasal dari kursi para jemaat. Suasana bahagia berubah menjadi tegang. Para tamu tidak mengerti dengan apa yang terjadi tiba-tiba. Harusnya janji suci pernikahan berlangsung, ini malah sebaliknya. Mempelai pengantin pria, menghentikan pernikahannya sendiri. Mathius berdiri dari duduknya. "Nak, ada apa?""Dia bukan calon istriku." Semua tatapan tertuju pada wanita bergaun pengantin yang berdiri seperti patung itu. Di balik cadar itu, ia dapat melihat semua perhatian mengarah padanya. Rencana baru saja dimulai."Ben, buka penutup wajahnya." Aaron memerintah. Yang dipanggil maju ke depan, sementara para tamu sibuk dengan pikiran masing-masing yang mayoritas dipenuhi tanda tanya. Ben mendekati wanita itu, tangannya mencoba meraih veil yang menutupi wajah. Namun, tangannya malah ditahan. Ben yang tidak siap jelas tidak dapat menghindar kala wanita itu memelintir tangannya ke belakang. "Angkat tangan. Atau kepala pria ini meledak." Wanita
Butuh waktu 2 hari untuk sampai ke tempat tujuan dengan menggunakan jalur air. Ini untuk mengurangi resiko pada Melanie yang tengah mengandung sebab usia kandungan masih dalam tahap trimester pertama. Begitu kapal berlabuh, Rosene dan Melanie segera mencari lokasi yang ada di dalam secarik kertas yang diberikan Samantha. Benar saja, begitu memasuki wilayah yang memiliki daratan yang sedikit kering itu, keduanya diminta untuk menyebutkan sebuah kode. Itu karena keduanya adalah pendatang. Dan Rosene heran, kenapa kodenya malah nama ibunya Aaron? Ia tidak heran kalau sebuah wilayah memiliki kode khusus. Biasanya berupa simbol, atau kata sandi huruf-huruf Romawi ataupun angka. "Kita berada di mana?" tanya Melanie yang sedikit asing dengan wilayah ini. "Yunani," jawab Rosene yang seketika membuat Melanie kaget. "Kau serius?" Rosene memandang sang adik. "Apa wajahku terlihat seperti pembohong? Sudahlah ayo jalan. Aku sudah lapar." Rosene melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Mere
Kebiasaan lama itu kambuh. Semenjak ada Rosene, Aaron bahkan tidak pernah menginginkan wanita lain di ranjangnya. Cukup dengan Rosene yang bisa memuaskannya. Aaron tidak butuh wanita lain lagi. Bahkan karena saking cintanya, ia menuruti perintah wanita itu membubarkan haremnya. Sejak saat itu, Aaron mulai serius terhadap hubungannya dengan Rosene. Ia mulai memberikan perhatian yang tak biasa ia berikan pada wanita lain. Mencintai, menyayangi dan untuk pertama kalinya jantung Aaron berdebar saat sedang bersama wanita, yaitu Rosene. Itu sebabnya ia yakin untuk memperistri wanita itu. Namun, lihatlah apa yang dia perbuat. Wanita itu justru mempermainkannya, membuatnya malu dan juga marah. Dengan cara lari dari pernikahan. Hidupnya kacau setelah wanita itu pergi. Tidak peduli soal klan, dan mengabaikan masalah pekerjaan. Aaron terlihat sangat prustasi. Kini Ben dan yang lain mengerti, begitu besar pengaruh Rosene bagi kehidupan pemimpin mereka. Dan ini pertama kali mereka melihat tuann