“Apa saja yang kau lakukan, selalu menyita atensiku. Kenapa?”
***
Keesokan harinya. Tidak ada yang spesial atau berubah dari hari-hari sebelumnya. Selena yang masih dengan sifat pendiamnya dan Bianca yang masih sebal karena kejadian kemarin. Gadis itu merengut dan tidak ingin bicara pada siapa pun termasuk John. Dia tengah mengajukan protes tutup mulut dengan wajah datar.
“Ayolah, Bia … aku kan sudah minta maaf padamu,” rengek Henry yang mengikuti langkah kaki Bianca menuju mobil yang siap mengantar mereka ke sekolah.
Bianca yang berjalan menuju mobil sambil bersedekap tidak ingin menjawab bahkan menoleh pun tidak.
“Biaaa ….” Suara Henry terdengar seperti anak kecil yang meminta gula-gula pada orang tuanya. Dia tidak menyerah meminta maaf pada Bianca meski itu bukan salahnya sepenuhnya.
Sementara itu Selena yang duduk tenang di dalam mobil sambil membaca novel mulai risih dengan kela
“Andai aku memiliki jantung. Mungkin sekarang detakannya akan terdengar sampai keluar.”***Selena tidak dapat membuka suara. Dia bungkam dan seolah semua yang ada di bumi berhenti bergerak. Bumi berhenti berputar dan waktu menjadi terhenti. Tatapan dalam dan teduh dari sepasang netra biru itu menyita seluruh perhatiannya. Dua mata indah penuh kesedihan yang mendalam tersimpan di dalamnya. Selena tidak dapat membaca apa yang ada di dalam pikiran Rain.Sementara lelaki itu juga melakukan hal yang sama. Untuk pertama kalinya dia melihat wajah Selena lebih dari tiga detik. Mengagumi paras yang terpahat sempurna dimiliki gadis bertubuh kurus dan tinggi itu. Bibirnya begitu merah seperti darah yang menetes di atas tumpukan salju putih. Rambut hitamnya bergelombang dan tersisir rapi. Hidung mancungnya begitu kecil sama seperti bibirnya yang sekarang tengah sedikit terbuka. Rain belum pernah melihat perempuan berwajah malaikat seperti Selena.
Selena bak bintang lapangan, dia begitu menguasai olahraga voli. Bukan hanya Selena, bahkan saudaranya juga seperti itu. Matt tidak ingin kalah oleh adiknya. Dia terlihat begitu unggul dalam permainan ini. Seolah paket sempurna dimiliki mereka berdua, semua murid langsung saja mengidolakan Selena dan Matt.Selama jam pelajaran olahraga berlangsung, Selena tidak melihat kehadiran Rain. Lelaki itu lagi-lagi bolos pelajaran ini.Apa yang dia inginkan di sekolah kalau apa saja dia lewatkan? Kenapa dia harus sekolah? Lebih baik dia di rumah saja. Dasar manusia aneh! … Selena terus memaki dalam hati saat sadar Rain hanya duduk di tribun sambil membaca buku.“Lea,” panggil Selena pada Syilea yang sedang duduk di lantai meluruskan kakinya yang pegal-pegal.“Ya?”Selena duduk di samping Syilea. Dia tidak tampak kelelahan sedikit pun meski sudah mengeluarkan banyak tenaga dan itu aneh pikir Syilea.“Kenapa
“Hal yang paling kubenci adalah saat aku tidak bisa membenci orang yang membenciku.”***Bianca begitu berani karena dia memutuskan untuk keluar dari sekolah sementara pelajaran masih berlangsung. Dia menyelinap keluar lalu berjalan lewat belakang sekolah, di mana tidak banyak orang-orang yang akan lewat sana.Pohon pinus yang tinggi dan besar menjulang ke langit. Dia terus berjalan dengan mata mengawasi sekitar. Memperhatikan apakah aka nada mangsa yang bisa dia buru hari ini. Dahaga yang dia rasakan sudah sangat tidak tertahankan.Diam-diam dia menyetujui permintaan Henry untuk tidak membuat onar dengan cara mencari manusia untuk dijadikan tumbal. Cukup dia mencari rusa di hutan untuk diambil darahnya lalu mencabik sehingga terlihat bahwa si rusa malang itu telah dimakan binatang buas. Setidaknya itu yang selalu mereka lakukan.“Kenapa tidak ada rusa satu pun?!” geram Bianca.Tenggorokannya semakin terasa p
“Berterima kasih lah pada semesta dan Tuhan karena kau masih diberikan napas.”***Syilea tampak merasa sangat bersalah. Beberapa kali dia berbisik pada Selena selama jam pelajaran untuk memaafkan dirinya. Meski bingung apa yang terjadi pada teman sebangkunya, setidaknya Syilea merasa tidak enak hati karena sudah membuat Selena mual hingga muntah seperti itu.“Padahal coklatnya masih bagus. Mana mungkin aku memberikanmu coklat yang sudah basi,” ucap Syilea setelah pulang sekolah. Dia terus berjalan mengimbangi langkah cepat Selena yang menuju ke pintu gerbang.“Sudah kubilang tidak masalah, Lea … aku hanya sedang tidak sehat. Pencernaanku begitu buruk hari ini, makanya aku mual,” jawab Selena mencoba menenangkan Syilea dari perasaan bersalah.“Benarkah? Aku sungguh-sungguh meminta maaf,” ucapnya lagi.Selena memaksakan senyumnya dan mengangguk. Di depan sana berjarak sekitar lim
“Entah manusia bahkan mahkluk abadi, mereka tidak bisa menahan satu hal yaitu nafsu.”***Selena mengepalkan tangannya. Tubuhnya mendadak gemetar. Lidahnya kelu dan matanya membulat sempurna. Dalam batinnya terus berperang untuk menahan diri agar tidak tergoda dengan wangi darah yang memenuhi kamar Bianca.Sementara di depan mata Selena tampak John yang memegangi badan Bianca yang berontak. Gadis itu seperti bukan dirinya. Matanya merah menyala sama seperti Selena dan wajahnya berlumuran dengan darah segar.“ELLE! TELPON SAUDARA-SAUDARAMU!” perintah John dengan nada tinggi untuk mengimbangi suara musik opera yang begitu keras.Aku tidak bisa. Aku tidak bisa menghubungi mereka. Badanku tidak bisa bergerak.Selena membatin. Dalam kepalanya terdengar suara-suara untuk mencicipi darah itu. Kejadian ini seperti dejavu, di mana saat dia melihat darah yang keluar dari kaki Syilea.“ELLE!”
“Apakah vampir juga bisa merasakan peduli? Jawabannya, iya.”***Selena terus berlari masuk ke dalam hutan. Berlari, berlari dan terus berlari tanpa melihat ke belakang. Dia tahu takkan ada yang berani mengikutinya, entah Matt, Henry bahkan John sekali pun. Selena merasakan sangat murka sekarang. Dia bahkan tidak ingin mendengar nama saudara-saudaranya.Beberapa kali dia hampir terjatuh karena terus berlari tanpa melihat arah di depannya. Tidak ada tujuan, hanya ingin terus menjauh dari rumahnya.Jahat! Kenapa yang mereka lakukan padaku selalu hal yang jahat?! Kenapa mereka begitu lancang? KENAPA?!Pertanyaan demi pertanyaan memutar di dalam kepalanya. Menuntut penjelasan kenapa hal itu bisa terjadi. Sungguh hari ini begitu sial rasanya. Di sekolah dia mendapatkan penolakan tegas dari lelaki yang mencuri seluruh perhatiannya, kemudian di rumah dia menemukan fakta bahwa dirinya sama menjijikan seperti saudaranya karena
“Memilih dalam berteman itu adalah suatu kewajiban.”***Sekarang Selena sudah duduk di sebuah sofa berwarna merah muda dalam kamar Syilea. Sebelumnya pemilik kamar tersebut menawari dia untuk minuman hangat, namun ditolak Selena. Tidak ingin memaksa karena peristiwa tadi siang masih membuat Syilea harus lebih berhati-hati dalam memberikan makanan ke Selena. Mungkin teman barunya itu memiliki riwayat penyakit serius pada bagian lambungnya.“Aku punya coklat hitam,” kata Selena mengeluarkan satu batang coklat hitam dari saku jaketnya. Itu adalah coklat pemberian Matt tadi siang saat pelajaran olahraga. Bekal berwarna hitam yang diberikannya itu berisi coklat hitam, makanan favorit Selena.“Bukankah itu pahit?” ringis Syilea setelah melihat Selena yang begitu menikmati coklat tersebut.“Tidak sama sekali,” jawabnya sambil mengulurkan pada Syiela. “Apa kamu mau mencobanya?”&l
“Hanya kekasih yang bisa menjadi pengobat rindu.”***Matt mengejar Selena yang tampak berlari di bawah gerimis dalam gelapnya malam. Dia penasaran ingin kemana gadis itu di tengah malam seperti ini. Sambil diam-diam mengikuti dari belakang, akhirnya dia berhenti di sebuah tempat.Sebuah rumah besar yang tidak terawat dengan pencahayaan seadanya. Halaman yang luas dengan dipenuhi dedaunan layu dan kering. Kolam air mancur kecil di depan rumah yang benar-benar terbengkalai. Matt mengerutkan kening, kenapa bisa Selena menuju tempat mengerikan seperti ini.“Apa yang dilakukannya?” gumam Matt yang memilih mengintip Selena dari balik pohon besar.Gadis itu berjalan tenang dengan dua tangan dikantongi dalam saku jaket. Matanya menatap lurus ke depan, ke arah rumah yang pintunya tertutup rapat. Dia sama sekali tidak sadar kalau sudah diikuti oleh Matt. Fokusnya hanya ingin melihat wajah Rain sekarang juga.Selena be
Setelah musim panas berakhir, maka masuklah musim paling syahdu yaitu musim gugur. Sisa hawa panas memang masih ada, namun angin pun sudah mulai berembus. Selena memakai kaos tipis yang dilapisi dengan mantel panjang berwarna merah favoritnya, Ia tampak begitu sangat cantik malam ini. Terlebih jeans panjang dengan sepatu ankle boot hitam membuatnya menjadi tampak sempurna.Sama seperti Selena, Bianca dan Erika pun juga memakai outfit yang sama meski beda warna dan hiasan baju lainnya. Mereka semua sudah siap untuk pergi ke festival musim gugur bersama dengan pasangan masing-masing.“Aku tidak memiliki pasangan. Lalu, nanti sama siapa setelah di sana?” tanya Erika kebingungan.“Jangan cemas. Kamu bisa bersamaku, Bianca atau Syilea.” Selena mencoba menenangkan Erika.“Aku tidak ingin mengganggu kesenangan kalian,” tolak Erika dengan segan.“Ah, begini saja … bagaimana kalau kita tidak usah berpencar? K
Syilea sangat terkejut dengan serangan ciuman dari Henry. Pupil matanya membulat sempurna tatkala sebuah memori ingatan melemparkannya ke suatu tempat yang aneh. Di mana ia melihat dirinya dan Henry yang sedang berciuman di ruang tamu rumahnya, pernyataan cinta dari Henry, hadiah bunga dan jalan-jalan malam di festival hingga akhirnya ia melihat seorang vampir yang berdiri di hadapannya dengan seringai menyeramkan beserta taring tajam.Jantung Syilea berdentam dengan sangat cepat ketika dia potongan memori ingatannya kembali seperti puzzle yang mulai tersusun hingga membentuk gambar sempurna.Satu detik … Dua detik … Tiga detik … Empat detik … Lima detik.Seketika pandangan Syilea menjadi samar bersamaan dengan Henry yang menarik mundur wajahnya. Dengan tatapan sayu, Syilea menatap Henry yang dikenalnya sebagai kekasihnya, bukan orang asing lagi.“Henry,” bisik Syilea dengan lirih.“Apa kamu sudah ingat
Keesokan harinya, Selena sudah bersiap menuju sekolah dijemput Rain seperti biasa. Seperti yang dikatakan Arion tadi malam, mulai hari ini dia tidak akan muncul lagi di hadapannya. Perpisahan tadi malam sudah cukup menguras emosinya hingga membuat Selena merasakan seperti ada duri tertancap di hatinya.“Kenapa aku merasa tidak rela untuk kehilangannya?” gumam Selena sambil berjalan menuju anak tangga.“Elle … berangkat dengan Rain?” tanya Bianca yang tiba-tiba saja berjalan di sisinya.“Ya.” Selena menjawab singkat.“Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat linglung,” heran adiknya.“Bia … apa kamu tahu kalau Arion pergi?” tanya Selena akhirnya pada Bianca.“Iya, tau. Ayah sudah menceritakan pada kami semua tadi malam saat kamu dan dia pergi jalan-jalan,” jawab Bianca.“Kenapa kamu tidak sedih?”“Buat apa? Dia kan hanya pergi untuk
Masih di bar khusus para vampir. Selena tidak meminum apapun, ia hanya melihat Arion yang sudah menghabiskan empat gelas kecil berisi darah manusia.“Sepertinya kamu sudah terlalu lama menahan ini semua,” sindir Selena pada Arion yang meletakkan gelas terakhir di atas meja.“Maafkan aku. Tidak mudah untuk membuang kebiasaan,” jawab Arion yang memberi kode pada bartender untuk mengisi gelasnya lagi.“Setidaknya sekarang kamu sudah bersahabat dengan kata maaf,” jawab Selena tersenyum. “Setelah ini, kamu ingin membawaku kemana lagi?”“Pantai,” jawab Arion.Selena mengernyit dan bingung. “Pantai?” ulangnya.“Bukankan kamu sangat suka melihat laut?” tanya Arion.Selena mengangguk. Ia tak membantah tebakan Arion. “Ya. Aku suka.”“Laut akan terlihat indah bila dilihat saat malam hari,” lanjut Arion lalu kembali minum.&ld
Para gadis sudah tiba di rumah saat pukul delapan malam. Saat itulah mereka melihat para lelaki berkumpul di ruang keluarga. Ada John, Arion, Stefan, Henry dan Matt. Mereka tengah berbincang santai dan sesekali terdengar tawa karena joke yang dilontarkan oleh Arion.Selena tersenyum ketika melihat bagaimana Arion yang berdiri di depan mereka semua sambil membawakan sebuah lelucon seolah sedang melakukan stand up, lalu terdengar suara tawa Henry yang paling keras.“Hai, girls … sudah selesai bersenang-senangnya?” tanya Matt ketika sadar dengan kehadiran Bianca, Selena dan Erika.Bianca menghampiri Matt dan langsung duduk di pangkuan lelaki itu tanpa malu dilihat oleh John dan Stefan. Lagipula mereka adalah keluarga, bersikap romantis di depan keluarga bukan hal yang aneh, kan?“Ya … itu tadi adalah shopping paling menyenangkan,” ungkap Bianca dengan penuh semangat yang menggebu-gebu. Ia lalu melemparkan pandangan pada
Sambungan via telepon handphone antara Henry dan Syilea ….“Kenapa kamu baru tiba di rumah?” tanya Henry setelah teleponnya baru diangkat oleh gadis tersebut dan Syilea mengatakan bahwa dia baru saja sampai rumah.“Aku harus pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan ibu sebentar,” jawab Syilea jujur.Henry mengangguk paham. “Seharusnya kamu tidak perlu menolak tawaranku ketika ingin mengantarkanmu pulang,” sesalnya lagi.“Tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkanmu. Kita hanya teman dan seharusnya aku harus tahu batasan,” jelas Syilea dengan bijaksana.“Kalau begitu … bagaimana jika seandainya kita bukan hanya sekedar teman?” pancing Henry.“Ma-maksudmu?” gagap Syilea mendengar hal yang bisa langsung dia asumsikan tentang hal lebih dari teman.“Ya, maksudku … seperti hubungan yang lebih dekat,” jawab Henry pelan. Dia sendiri merasa
Selena membawa Erika ke kamar yang akan ditinggali oleh gadis penyihir itu. Sengaja ia memilihkan kamar dengan kasur baru dengan alasan khusus untuk manusia.“Karena kamu membutuhkan tidur yang nyenyak daripada kami,” kata Selena saat mendapati Erika yang begitu sungkan.“Terima kasih,” ucap Erika dengan tulus.“Tapi … apa kamu tidak takut tinggal serumah dengan banyak vampir?” tanya Selena ragu.Erika hanya tersenyum penuh arti. “Bahkan sebelumnya aku pernah serumah dengan vampir yang sangat bengis dan haus darah manusia.”Selena mengerti siapa yang dimaksud oleh Erika. Tentu saja dia adalah Arion. Mereka memang pernah serumah dan bahkan bercinta karena memiliki hubungan khusus.Erika mulai mengeluarkan beberapa pakaiannya yang usang dan lusuh lalu membuka lemari. Selena mengernyit melihat pakaian penyihir itu. Baru dia sadari ada sesuatu yang memprihatinkan sekarang.“Erik
Rain dan Selena hari ini pulang sekolah sambil berjalan kaki. Ini sesuai permintaan Selena yang katanya rindu berjalan-jalan di tengah hutan sambil menuju rumahnya sendiri. John sudah menyampaikan pesan lewat Arion yang datang ke sekolah untuk menyuruh semua anaknya pulang ke rumah tepat waktu. Tidak ada yang boleh mampir ke suatu tempat apalagi pacaran kata Arion tadi. Dan tentu saja mendapat dengusan sebal dari Selena dan Bianca.“Memangnya ayah kenapa menyuruh kita langsung pulang?” tanya Selena pada Rain. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.Rain mengedikkan bahu. “Aku tidak tahu. Mungkin ayah kalian ingin mengumumkan sesuatu mungkin.”“Apa ayah akan menikah lagi?” tanya Selena dengan tatapan tak percaya.“Masa? Bukankah ayah kalian tidak dekat dengan siapapun juga,” heran Rain yang kurang percaya dengan kesimpulan tak masuk akal dari Selena.“Selama ini ayah paling pint
Keesokan harinya John dan Arion akhirnya memutuskan untuk menemui Stefan di kediamannya. Sebuah rumah kecil dengan dinding kayu di tengah hutan. Pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa dan ada pohon di depannya. Bisa ditebak bahwa pohon tersebut adalah pohon cokelat yang tumbuh dengan suburnya. Stefan sengaja membangun rumah di samping pepohonan cokelat agar bisa bertahan hidup.Melihat kehadiran Arion dan John yang datang bersama-sama awalnya membuat Stefan sedikit kaget, namun pada akhirnya ia tersenyum dan mempersilakan dua anak adopsinya masuk ke dalam.Arion memerhatikan sekitar rumah yang begitu hangat meski tak terlalu besar. Beda dengan rumahnya yang mewah dan besar namun terasa dingin.Stefan memberikan dua gelas cokelat hitam panas pada dua lelaki yang dia sayangi. Lelaki tua itu tersenyum bijaksana dan terlihat jelas bagaimana ia senang melihat kehadiran kakak beradik itu. Melihat keakuran yang akhirnya terjalin di antara keduanya. Stefan benar-bena