Angin malam berembus cukup kencang menerjang apa pun yang masih berada di luar. Mengantarkan hawa dingin yang menusuk kulit hingga menembus tulang. Namun anehnya, aktivitas di Kota Durham masih tetap berjalan bagaikan di siang hari walaupun angin yang dingin itu berembus cukup kencang.
Deretan pub yang berada di jalanan utama kota kecil ini mulai terisi penuh oleh para manusia yang ingin menikmati kesenangan dunia sekaligus mengistirahatkan pikirannya sejenak setelah lelah bekerja di siang hari.
Termasuk Peter yang saat ini sedang duduk di salah satu kursi pub dengan segelas minuman beralkohol di hadapannya. Seorang diri, tanpa ditemani oleh Sebastian yang entah sedang pergi ke mana.
“Fuhah!” desis Peter saat menghabiskan minuman beralkohol yang ia pesan dalam sekali teguk. Gelas besar itu kini telah tandas isinya.
“Bangsawan kriminal saat ini sedang melakukan apa, ya? Mengintai musuh? Ah! Apa yang sedang kupikirkan!? Kenapa pikiranku ka
The Mask Rabbit Murderers Act 3.Peter bergeming, matanya terus terpaku pada sesosok mayat remaja perempuan yang terbungkus oleh kain cokelat lusuh. Hiruk pikuk keramaian yang mengerumuni mayat tersebut tampaknya tidak mengganggu konsentrasi pria berparas tampan tersebut. Dia sibuk mengunci mulutnya sendiri, meneliti setiap inci tubuh yang tertutupi oleh kain cokelat seakan-akan sedang memindai bekas-bekas luka.Tidak ada yang berani membuka suara dan mengajak pria itu berbicara. Bahkan Sebastian yang sedari tadi memiliki banyak hipotesis tentang mayat tersebut, enggan mengutarakannya. Takut konsentrasi teman satu kamarnya tersebut terganggu.“Sebastian, apa yang kau pikirkan tentang mayat ini,” Peter membuka suara untuk pertama kalinya setelah belasan menit terdiam dan hanya menganalisis.Sebastian terkesiap sejenak, merasa terkejut dengan Peter yang tiba-tiba saja bersuara. Pria berhidung mancung itu kemudia
Peter mendesah pelan, membiarkan asap rokok berembus dari mulutnya. Wajah tampannya terlihat lelah, dengan kantung mata yang menghitam. Pria itu kemudian memainkan puntung rokoknya. Merasa suntuk karena pikirannya yang mendadak kusut karena kasus semalam.Matanya kemudian bergulir untuk menatap beberapa bundel dokumen dari Sebastian yang berisikan tentang hasil penyelidikan temannya tersebut terhadap kasus ini. Decakan penuh kekesalan kemudian terdengar dari mulutnya yang kembali menghisap batang rokok tersebut. Asap putih kembali mengepul, sang pria kemudian mematikan sumbu api pada rokoknya tersebut ketika dirasa sudah cukup.“Pertanyaannya adalah, alasan kenapa Count Amber menyewa jasa Mask Rabbit adalah ... apa?” gumam Peter seraya mendongakkan wajahnya hanya untuk menatap langit yang dihiasi gumpalan awan putih yang terlihat seperti permen kapas tersebut. “Jika hanya karena pembatalan pertunangan, kenapa dia harus melakukan hal s
Seorang pria tampak sedang terikat di sebuah kursi. Mulutnya pun telah disumpal oleh kain lusuh, membuatnya tak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Berteriak sekencang mungkin pun tidak akan terdengar hingga ke luar ruangan gelap nan sempit ini.Matanya melotot takut, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang tampak gelap tanpa pencahayaan. Bahkan sinar rembulan pun tidak mampu menelusup secara penuh dari sela-sela jendela. Keringat dingin tampaknya membanjiri tubuh pria berbadan kekar tersebut. Dia terlihat ketakutan, gemetar seperti seekor kelinci yang terjebak di dalam sarang serigala. Suasana di sekitarnya benar-benar hening, hanya terdengar suara jeritan tak berguna dari mulutnya sendiri.Hingga akhirnya, semua penderitaan akibat berada di ruangan sempit, gelap, dan sunyi itu kemudian berakhir ketika, secercah cahaya, yang disebabkan oleh pintu ruangan ini terbuka lebar, akhinya mampu menerangi sebagian dari ruangan tersebut. Menganta
Sudut bibir Peter berkedut. Pikirannya mendadak kusut, berusaha dengan keras mengelak apa yang baru saja ia lihat hari ini.Kerumunan di sekitarnya bahkan tidak mengusik pemikirannya yang kusut. Semua bisik-bisik yang mengatakan jika pelaku dari pembunuhan tersebut benar-benar sangat keji, tidak beradab, dan terkesan seperti seseorang dari suku bar-barian.Pagi ini, sudut Kota Durham digegerkan dengan penemuan sesosok mayat seorang bangsawan Kota London. Jasadnya terlihat menyedihkan. Tangan dan kakinya patah, bahkan tulangnya mencuat keluar dari balik kulit, gumpalan daging pun berceceran di sekitarnya. Lehernya pun ikut dipatahkan hingga membuat wajahnya terbalik. .Dan yang paling membuat Peter kaget adalah, identitas dari mayat tersebut adalah Count Amber. Seorang bangsawan yang menjadi pelaku utama dari kasus ‘Pembunuhan Berantai Mask Rabbit’ yang sedang ia tangani.Namun, apa ini? Kenapa ia menemukan Count Amber tak bern
Senyum Sumringah tidak bisa disembunyikan lagi dari bibir tebal Peter dan juga Sebastian. Keduanya hampir saja bersorak-sorai sembari melemparkan kertas-kertas yang sedang mereka pegang ke udara, jika tidak mengingat bahwa pemilik rumah sewa di London ini akan marah jika membuat kebisingan.Alhasil, keduanya hanya bisa memekik. Bahkan Peter sampai sanggup mengeluarkan sumpah serapahnya terhadap orang-orang yang berhasil masuk ke dalam daftar pencariannya tersebut.“Guild Yancheon ... sebuah nama dari negara timur, bukan?” Sebastian mengeja nama guild yang merupakan penyedia jasa Mask Rabbit tersebut, “Aku tidak pernah menyangka jika mereka akan menggunakan nama Angel’s Baby sebagai nama grup pembunuh bayaran mereka. Pantas saja mereka tidak terlacak dan juga tidak dicurigai.”“Aku justru kagum dengan jaringan informasi Bangsawan Kriminal,” celetuk Peter seraya memperhatikan salah satu bundel dokumen yang
London, Departemen Angkatan Darat.“Apa?! Opium jenis baru?”“Lebih tepatnya, opium yang pernah ada ratusan tahun yang lalu, kembali diproduksikan secara massal oleh sekelompok orang yang mencintai uang daripada kenyamanan masyarakatnya sendiri,” sindir Lucius dengan suara tegasnya sembari membacakan kembali isi laporan dalam bundel dokumen yang ia pegang. “Opium ini diduga dibuat dan didistribusikan oleh mafia yang bermarkas di London. Pecandunya bukan hanya di London, bahkan hingga ke pinggiran kota pun tak luput dari jangkauannya.” Pria itu dengan malas meletakkan bundel dokumen setelah menyampaikan seluruh isinya ke meja, “Hanya uang yang ada di pikiran mereka.”“Ini sama saja menyatakan perang terhadap negara kita!”Lucius melirik pada rekan satu divisinya yang ikut menyerukan keinginan mereka untuk memberantas pelaku penyebaran opium tersebut. Sesosok pria tubuh tinggi menj
Stasiun London Kings Cross. Suara klakson kereta api berbunyi nyaring memekakkan telinga. Ikut menyumbangkan nada, berusaha memecahkan suara kebisingan orang-orang yang berlalu lalang di stasiun. Terlalu berisik dan ramai dikunjungi oleh orang-orang yang hendak bepergian ke mana pun menggunakan kereta api. “Akhirnya kita sampai juga di London,” celetuka Reynox seraya merenggangkan otot tubuhnya yang kaku karena terus mendudukkan dirinya di kursi selama beberapa jam selama perjalanan, “Andai saja kereta tercepat di masa lalu tidak ikut hancur.” Lumiere tersenyum tipis mendengar gerutuan tersebut, “Mau bagaimana lagi. Manusia terlalu berambisi untuk menang, hingga berani menggunakan senjata nuklir dalam Perang Dunia Ketiga. Kemudian ketika dunia mengalami kehancuran, mereka yang berhasil bertahan dan berevolusi mengalami kepahitan karena kehilangan ilmu pengetahuan dan teknologi.” “Perang belum sepenuhnya selesai walaupun dunia telah ha
Suara-suara berisik yang disebabkan oleh jangkrik dan hewan-hewan nokturnal berhasil tertangkap oleh telinga Lumiere.Keadaan gadis itu tampak mengenaskan. Gaun yang berjuntai indah itu kini kotor dan tampak kusut. Surai cokelat madunya pun tak tertata rapi seperti sebelumnya. Seutas kain putih kotor tampak melingkar untuk menutupi mata biru langit indahnya. Kedua kaki dan tangannya pun terikat cukup kuat oleh seseorang.Kemudian suara derit pintu terbuka terdengar, bersamaan dengan suara ketukan sepatu beberapa orang yang memasuki ruangan di mana Lumiere disekap.“Woi! Bangun!”Suara memekakkan dengan penggunaan kata yang tidak sopan itu menyapa telinga Lumiere yang sedari tadi terjaga. Tubuh mungilnya kemudian bergidik karena kedinginan setelah diguyur oleh seember air. Mungkin orang-orang itu mengira dirinya masih tak sadarkan diri.Gadis itu kemudian meringis kecil ketika seseorang melepaskan ikatan di kakinya denga
Kedua alis Lumiere saling bertaut. Gadis bersurai cokelat madu tersebut tampaknya sangat tidak menyukai apa yang baru saja ia dengar.Inggrid Rovein, pria yang menjadi target misi mereka kali ini tersebut, sedari tadi melontarkan bualan tentang kesehatan dan sumber ketakutan manusia. Pria beralis tebal tersebut pria tersebut mengatakan, kematian merupakan sumber ketakutan palin dasar yang diderita oleh manusia. Meskipun seorang manusia telah menjaga kesehatannya, dan bahkan memiliki kekayaan yang banyak, mereka tidak dapat menghindari kematian yang kedatangannya tidak bisa diprediksi tersebut.Dan hal yang semakin membuat Lumiere merasa muak adalah, pria itu dengan santainya mengatakan bahwa, ia telah menemukan cara untuk hidup kembali setelah mengalami kematian. Perhatian Lumiere pun kini tertuju pada sebuah peti mati yang telah terbuka, menampilkan sesosok mayat seorang perempuan, usianya diperkirakan baru menginjak delapan belas tahun. Kulitnya terl
Miya, bahkan sampai Lucian pun memandang takjub kapal pesiar mewah dan berukuran besar di hadapan mereka.“Jadi ... ini adalah kapal RMS Titanic yang pernah karam ribuan tahun yang lalu?” tanya Miya seraya memalingkan pandangannya ke arah Reynox. “Kau beruntung sekali bisa ikut naik ke kapal besar itu.”Reynox berdecak, memilih untuk mengabaikan Miya. Kedua netra emasnya yang tajam itu mengamati seluruh bagian dari tubuh kapal berukuran super besar tersebut. Reynox tahu soal tenggelamnya sebuah kapal, yang kisahnya menjadi legendaris hingga ribuan tahun tersebut. Dan Reynox sendiri menjadi ragu, apakah kapal kedua dari RMS Titanic ini akan memiliki nasib yang sama seperti kakaknya, atau tidak.“Tolong antarkan barang bawaan kami di kamar nomor A12 kelas satu,” ujar Peter pada seorang petugas kapal yang menghampirinya. Setelah memastikan petugas kapal tersebut mengangkut barang bawaannya dan Lumiere, Peter meng
Lumiere membenarkan kembali letak topeng pesta yang sedang dipakai olehnya. Gadis bersurai cokelat madu tersebut kemudian memantapkan kembali hatinya, memantapkan niatnya untuk mengunjungi pasar gelap yang dikelola oleh pemerintah Inggris.“Tidak perlu takut,” bisik Peter yang memaksa untuk ikut. Pria itu membantu istrinya tersebut untuk merapikan penampilannya tersebut. “Kita hanya perlu melakukan penyelidikan, tanpa membuat keributan apa pun selain mau membeli manusia yang akan dijajakan oleh mereka.”Lumiere mengangguk, mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah tampan Peter yang bersembunyi dibalik tudung jubah yang pria itu kenakan tersebut. “Sepertinya, setelah ini kamu harus memotong rambutmu.”“Benarkah? Sayang sekali kalau dipotong,” ujar Peter seraya menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Lumiere. “Padahal kamu sangat menyukai rambut panjangku ini.”“Atau uba
“Ini informasi terkait Inggrid Rovein yang kamu minta.”Lumiere menerima satu bundel dokumen yang diserahkan oleh Ashen tersebut. Gadis bersurai cokelat madu itu langsung membacanya. Tenggelam dalam ribuan kosa kata yang tertulis di sana, menyampaikan informasi tentang sesosok Inggrid Rovein yang terasa misterius sekaligus terasa tidak asing tersebut.“Dia ... satu jenis dengan Charles Evanescene,” ujar Ashen yang membuat Lumiere dan Peter menatapnya terkejut. “Ada sedikit perbedaan di antara mereka. Charles melakukan pemerasan untuk melihat kesengsaraan orang lain. Sedangkan Inggrid ... dia murni melakukannya untuk mendapatkan seseorang.”“Hah?” Kedua alis Peter terangkat, merasa bingung dengan maksud dari perkataan Ashen tersebut. “Apa maksudnya?”“Perdagangan manusia,” jawab Ashen dengan wajah yang menggelap karena menahan amarahnya. “Inggrid melakukan hal te
Darius menggigiti kuku-kuku jari tangannya. Pria paruh baya tersebut terlihat cemas lantarana putra dan calon menantunya tersebut menghilang sejak kemarin.“Sayang, sudahlah,” ujar Viona terlihat santai memandangi jari-jari tangannya yang terlihat indah tersebut. “Mereka pasti sedang pergi ke suatu tempat untuk menikmati waktu bersama. Sebentar lagi juga mereka akan pulang.”“Ini sudah hampir siang hari, Viona!” bentak Darius yang membuat Viona tersentak terkejut. “Mana mungkin mereka pergi selama ini.”“Ya terus kita harus bagaimana? Mencari mereka? Kita saja tidak tahu mereka pergi ke mana!” Viona balik membentak, karena merasa kesal setelah dibentak oleh Darius tersebut. “Kita tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Lebih baik kamu duduk tenang dan menunggu kedatangan mereka. Mereka pasti pulang.”Perdebatan mereka kemudian terhenti saat mendengar suara ketukan p
Kediaman Keluarga Wysteria, sekaligus markas MI6, digegerkan oleh kedatangan Arnold Rudeus yang membuat keributan di pagi hari. Bahkan pria bertempramen buruk itu sampai merangsek maju dan menerobos masuk. Sampai-sampai membuat Reynox harus turun tangan karena sama-sama bertubuh besar.Tujuan Arnold melakukan hal tersebut adalah, untuk merebut kembali Alyn yang diculik oleh Lucius kemarin pagi. Namun pada kenyataannya, Lucius hanya menyelamatkan Alyn dan kekejaman Arnold. Yang tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan terhadap wanita.“Tenangkan dirimu, Bung!” bentak Reynox seraya menahan tubuh besar Arnold yang hendak menerobos masuk semakin dalam. Bahkan, Reynox harus mengeluarkan seluruh kekuatan tubuhnya agar bisa menghentikan pergerakan Arnold.“Minggir! Aku harus membawa pulang Alyn!” rutuk Arnold berusaha terus melangkah maju.“Jangan membuat kekacauan di kantorku, Tuan Muda Rudeus!”Ba
Alyn mengernyit ketakutan ketika apa yang terjadi pada hari itu, hari di mana ia disiksa oleh Arnold, kembali terlihat di matanya. Bukan hanya melihat adegan tersebut, Alyn juga mampu merasakan perasaan takut yang ia rasakan pada saat itu.Dan ketika adegan itu beralih, di mana Arnold menindih tubuhnya tersebut, Alyn tersentak dan terbangun dari tidurnya. Bahkan terduduk dalam satu kali gerakan hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dan pada saat itu pula Alyn mulai menyadari, ini bukanlah kamarnya.Alyn menolehkan kepalanya saat merasakan pergerakan pada kasur di sisi kanan. Membulatkan matanya saat melihat Lucius yang sedang menggeliat tidak nyaman, terlihat sekali bahwa tidur pria berwajah tampan tersebut terusik karena dirinya.“Sudah bangun?” tanya Lucius seraya membuka matanya, dan mendapati wajah ketakutan Alyn. “Kamu bermimpi buruk?”GREP!Lucius tersenyum lembut saat Aly
“Dari mana saja kamu? Seharian tidak pulang ke rumah dan tanpa kabar pergi ke mananya.”Tubuh Alyn membeku saat terdengar pertanyaan bernada rendah dan penuh amarah, ketika ia baru saja memasuki kediaman Baron Rudeus tersebut. Alyn mendadak kikuk, tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut.“Aku diajak pergi oleh Suster Diana untuk mengunjungi pusat kota. Karena terlalu malam ketika sampai di panti, aku menginap di sana,” jawab Alyn setelah terdiam selama beberapa saat hanya untuk mengumpulkan keberaniannya tersebut. “Maafkan aku jika telah membuatmu khawatir, Arnold.”“Kau kira aku mudah dibohongi hah!” pekik Arnold merasa geram dengan kebohongan Alyn yang mudah terendus olehnya tersebut. “Kau pikir aku bodoh? Aku mendatangi panti asuhan tempat di mana kamu berasal itu semalam! Mereka mengatakan jika kamu tidak mengunjungi mereka. Dan justru per
Tubuh Alyn kembali membeku, dengan senyuman manisnya yang melebar ketika ia kembali mendapati Lucius tengah menunggunya di depan gerbang panti asuhan. Gadis bersurai hitam legam tersebut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, karena kembali bertemu dengan Lucius. Bahkan, Alyn terlihat menari-nari kecil sembari mendekati Lucius. Membuat pria yang berada di hadapannya kini itu, tidak bisa menyembunyikan senyumannya.“Sesenang itukah kamu bertemu denganku?” tanya Lucius begitu Alyn berdiri di hadapannya.Alyn mengangguk antusias, “Kita bertemu lagi, Lucius.”“Senang bertemu denganmu, Alyn.”Keduanya kemudian berjalan-jalan memutari taman, sembari menikmati jajanan pinggir jalanan untuk mengganjal perut mereka. Saling bertukar cerita, walaupun percakapan itu didominasi oleh Alyn. Namun, mereka terlihat begitu serasi dan dekat, terlihat seakan-akan mereka adalah sepasang suami istri yang masih merasakan p