"Maaf, sepertinya aku tidak bisa ikut bersamamu," tolak Jesper pada akhirnya. "Kami harus kembali melanjutkan perjalanan."
"Kalian akan pergi ke mana?" tanya wanita tadi penasaran. "Sungguh, maksudku hanya Tuan dan bayi itu saja?"
"Ya," jawab Jesper cepat. "Kalau begitu selamat tinggal."
"Anda serius? Bagaimana bisa Anda melakukan perjalanan panjang dengan bayi ini tanpa seorang pun yang menemani?" protes wanita tadi. Ia lalu segera menghalangi langkah Jesper. "Anda setega itu?"
"Apa maksudmu, Nona?" Jesper merasa tidak suka. Sejujurnya obrolannya dengan wanita itu sangat tidak jelas dan hanya menghabiskan waktunya saja.
"Maksudku, lihatlah bayi itu!" wanita itu kemudian beranjak menuju ke keranjang bayi. Ia lalu menggendong bayinya. "Kasihan sekali dia. Dia pasti merasa kedinginan dan lapar."
"Letakan dia kembali! Jangan sentuh dia!" Jesper berusaha menghalangi.
"Oh sayangku, tenang. Kita akan ke rumahku dan aku akan memberimu susu hangat," ucap wanita itu sambil menggoyang sedikit bayi Putri sehingga bayi itu bisa merasa tenang.
Jesper sungguh merasa kesal karena wanita asing itu berani sekali menyentuh Putri. Namun dia tidak bisa melarang apalagi ketika Putri kecilnya terlihat sudah agak tenang ketika digendong oleh wanita tadi.
"Hm, baiklah. Kalau begitu aku akan ikut denganmu," kata Jesper pada akhirnya.
"Baguslah!" wanita itu terlihat gembira. "Ayo bayi kecil. Mari kita pergi!"
Pada akhirnya Jesper membiarkan wanita itu terus menggendong sang Putri. Ia mengikuti wanita itu berjalan di belakangnya sambil membawa kudanya. Ia belum sepenuhnya percaya kepada wanita yang baru saja ditemuinya. Namun ia berusaha untuk mempercayai.
Sudah cukup lama mereka berjalan, namun rasanya mereka masih belum juga sampai ke rumah wanita itu. Jesper mulai jengah karena ia takut hanya diperdaya olehnya.
"Berapa jauh lagi?" tanya Jesper yang sudah mulai lelah.
"Sebentar lagi. Tempat tinggalku memang letaknya cukup terpencil. Hanya berada di desa kecil yang berpenduduk jarang," jawab wanita itu.
Jesper menghela napas panjang. Sungguh ide yang bodoh untuk setuju ikut dengan wanita asing itu. Jesper tak berhenti meruntuki dirinya ketika seruan wanita tadi membuyarkan lamunannya.
"Kita sudah sampai!" seru wanita itu riang.
Jesper melihat lingkungan baru yang ia datangi. Benar-benar desa yang jarang penduduk. Suasananya juga lumayan sunyi. Jarak antar rumah sangat jauh dan lingkungannya masih dipenuhi oleh pepohonan juga rumput tinggi. Jesper sempat berpikir, tempat itu sepertinya cocok untuk dijadikan tempat singgah beberapa waktu.
"Tuan, kenapa diam saja? Ayo cepat! Nanti tertinggal!" teriak wanita tadi yang sudah berjalan jauh di depan.
Jesper kembali menghela napas. Dia pikir sudah benar-benar sampai di tempat tujuan. Rupanya rumah wanita itu letaknya masih jauh ke dalam. Jesper benar-benar lega ketika ia pada akhirnya sampai di rumah wanita itu. Ia tambatkan kudanya di pohon dekat ilalang, agar kudanya bisa leluasa makan rerumputan.
"Mari anggap saja rumah sendiri," ucap wanita tadi dari dalam rumah.
Jesper masuk ke dalam sambil membawa barang-barangnya. Wanita itu mempersilahkan Jesper untuk menggunakan kamar kosong di dalam rumahnya yang sederhana. Sementara Jesper membereskan barangnya, wanita tadi dengan cekatan menyalakan tungku dan memanaskan sesuatu. Tak lama ia membawa susu hangat untuk semua orang.
"Silahkan diminum Tuan." wanita itu mempersilakan.
"Terimakasih," kata Jesper sembari menerima gelas kayu berisikan susu kambing hangat yang dengan segera ia nikmati. Susu itu sangat gurih dan cukup menghangatkan tubuh.
"Nah, bayi kecil. Sekarang giliranmu untuk minum susu. Biar bibi yang menyuapimu ya," wanita itu lalu meniup susu yang masih agak panas untuk diminumkan kepada Putri kecil.
Jesper tertegun melihat wanita itu. Entah mengapa wanita itu terlihat sangat menyukai bayi. Jesper lalu melihat sejenak ke sekelilingnya. Di tempat yang cukup besar ini rasanya aneh jika wanita itu tinggal sendirian.
"Kau tinggal sendirian?" tiba-tiba pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Jepser.
Wanita itu terlihat terkejut dengan pertanyaan Jesper. Namun pada akhirnya ia membalas dengan senyuman kecil namun hampa.
"Ya. Aku tinggal sendirian. Awalnya aku memiliki keluarga. Ada suami dan juga bayi kecilku." wanita itu menceritakan dengan pilu. "Namun siapa yang peduli dengan nasib rakyat kecil seperti kami."
"Maksudmu?" Jesper tidak mengerti.
"Nasib rakyat di desa kecil seperti ini lebih terasingkan. Kami kelaparan, kurang gizi dan kurang perhatian dari petinggi Istana," lanjut wanita itu. "Aku dan beberapa orang bisa bertahan karena kami berusaha untuk tetap hidup."
Jesper tidak bisa menjawab apapun. Kenyataan seperti itu memang selalu ada. Sekalipun pihak Istana berusaha untuk mensejahterakan semua rakyatnya, namun di masa yang penuh gejolak ini hampir tidak mungkin semua itu terealisasi.
"Lalu apa lagi yang terjadi?" tanya Jepser lagi.
"Anakku meninggal karena penyakit. Sedangkan suamiku meninggal karena peperangan. Dia menjadi salah satu Prajurit tingkat rendah di Istana," jawab wanita itu sambil menerawang jauh.
"Oh begitu," kata Jesper kemudian. Dia enggan bertanya lebih jauh karena takut menyinggung wanita itu. Namun wanita itu belum puas bercerita.
"Istana mengembalikan suamiku dalam keadaan yang sudah tidak bernyawa. Mereka memberikan kompensasi beberapa bahan makanan selama beberapa bulan saja. Selebihnya, kami berjuang hidup sendiri." wanita itu bercerita lagi.
"Tapi kau memiliki ladang dan juga hewan ternak," sanggah Jesper setelah ia melihat sendiri ada ladang dan peternakan besar saat perjalanan ke rumah.
"Itu karena aku meminta tambahan kompensasi kepada pihak Istana. Kulakukan hal itu untuk membantu warga desa ini," terang wanita tadi tidak mau kalah. "Kami bisa bertahan karena hal itu hingga detik ini. Kami juga berhasil menjadi pemasok bahan makanan untuk pasar rakyat."
Jesper mengangguk mengerti. Kemudian dia mengalihkan perhatiannya kepada Putri kecilnya. Ia merasa sebentar lagi, wanita itu akan balik menanyai tentangnya.
"Lalu Anda sendiri bagaimana? Mengapa memutuskan berkelana sendirian? Kemanakah tujuan Anda?" sesuai dugaan Jesper, wanita itu benar-benar bertanya.
Sebelum menjawab, Jesper pun menghela napas lagi. Ia memutuskan untuk berbohong saja kepada wanita itu.
"Aku berkelana karena ingin pergi ke tempat yang aman. Kau tahu? Aku takut kami tidak selamat akibat peperangan," tutur Jesper.
"Benar! Peperangan yang terjadi belakangan ini memang meresahkan. Gempuran pihak Utara membuat kekacauan di mana-mana. Kudengar Earjar Giovanni juga diserang," timpal wanita itu antusias.
"Maka dari itu kami berkelana. Belum tahu akan pergi ke mana. Yang pasti kami hanya mencari tempat yang aman," papar Jesper lagi. "Ngomong-ngomong apakah aku tidak merepotkanmu?"
"Tentu saja tidak! Aku justru senang ditemani seperti ini. Apalagi oleh Si kecil yang menggemaskan seperti dia," ungkap wanita tadi. "Oh iya, perkenalkan. Namaku Brynja."
"Aku Jesper." Jesper memperkenalkan dirinya.
"Lalu siapa nama bayi yang menggemaskan ini?" tanya Brynja penasaran.
Jesper terdiam sejenak. Sejujurnya dia sama sekali belum memikirkan nama untuk bayi itu. Namun dia teringat dengan ucapan mendiang Ratu.
"Elleonora."
"Wah nama yang sungguh cantik! Sangat cocok untukmu anak manis." Brynja terlihat begitu gembira sambil mengajak bicara bayinya.
"Ya, sangat cocok untuknya," gumam Jesper sambil tersenyum tipis. Sejujurnya ia merasa sangat sedih karena nama itu jadi mengingatkannya dengan mendiang Ratu.
"Elleonora sayangku, aku akan memberimu wool hangat. Supaya kamu bisa tidur dengan nyenyak." Brynja beranjak menuju ke kamarnya. "Semoga masih kusimpan ya. Aku lupa menyimpannya di mana."
Brynja lalu pergi ke kamarnya dan meninggalkan Jepser bersama bayinya. Jesper lalu beranjak melihat bayinya. Bayi itu tertawa saat melihat Jesper. Jesper tersenyum kecil.
"Elleonora ya. Pasti ibumu gembira melihatmu dari rumah Dewa. Semoga kau senantiasa diberkahi oleh Dewa," gumam Jesper pelan. "Rupanya kita harus tinggal di sini untuk sementara waktu. Semoga kamu pun menyukainya."
Bayi itu hanya tertawa sambil menggapai wajah Jesper. Jesper balas menggenggam tangan kecil bayi itu. Ia lalu melihat ke arah leher bayi Elleonora. Tanda lahir itu berbentuk bulan penuh setengah gerhana. Perlahan ia mengusapnya.
"Kasihan sekali nasibmu, Anakku. Kau adalah anak yang terbuang oleh Orang tuamu. Aku hanya berharap semoga bisa menjaga dan membesarkanmu dengan baik."
"Selamat pagi," sapa Brynja pagi-pagi sekali. Saat itu Jesper tidak menjawab sapaan pagi dari Brynja. Dia justru sibuk menguap beberapa kali."Kau sudah siap pagi-pagi sekali? Mau ke mana?" tanya Jesper sambil membereskan alas tidurnya yang berantakan.Brynja tidak langsung menjawab. Dia sibuk membuka jendela, membiarkan udara dingin masuk ke dalam rumah."Ke kebun. Sekaligus memerah susu kambing," jawab Brynja. Dia lalu keluar kamar dan mempersiapkan keranjang anyaman untuk sayuran dan gerabah tanah liat untuk susu perah."Bolehkah aku ikut?" tanya Jesper lagi."Boleh saja," kata Brynja enteng. "Aku memang butuh asisten untuk membawa hasil pertanian hari ini.""Kalau begitu ayo!" ajak Jesper cepat. Dia mengenakan lagi jubah hangatnya sebelum pergi.Mereka akhirnya berjalan membelah kabut, menuju ke perkebunan. Perkebunan itu
Brynja hanya bisa gemetar di tempatnya. Apalagi ketika ujung runcing pedang ditodongkan ke wajah pucatnya. Sosok di dalam zirah besi itu tidak berkata apapun sampai akhirnya ia memerintahkan Brynja yang sudah terikat itu diangkat ke atas kuda. "Kalian mau membawaku ke mana? Lepaskan!" Brynja berusaha memberontak lagi. "Bawa kami ke desamu!" perintah sosok yang membawanya. "Untuk apa? Di desaku tidak ada apapun yang bisa kalian ambil," tanya Brynja. "Antarkan kami, atau kulemparkan kau dari atas gunung!" ancam sosok berzirah itu lagi. "Ba-baiklah!" Brynja akhirnya menyanggupi keinginan mereka. Dia terpaksa melakukannya karena masih ingin tetap hidup. Sejujurnya dia sendiri tidak tahu apa maksud orang-orang itu menawannya dan ingin di antar ke desanya. "Ke arah mana?" tanya sosok berzirah yang sedang mengendalikan kudanya. "Em
Pengawal Tertinggi tak banyak bicara setelah itu. Ia hanya mengajak Anak Buahnya untuk bergegas agar bisa kembali ke Sunnmore dengan cepat. Sepanjang perjalanan, dia berkutat dengan pikirannya sendiri. Bahkan ketika mereka beristirahat di depan api unggun pun, Pengawal Tertinggi sama sekali tidak membicarakan apa-apa soal kejadian tadi.Justru salah seorang Anak Buah dari Pengawal Tertinggi lah yang membahas pembicaraan mereka dengan Jesper tadi."Ketua, apakah Anda menyadari ucapan Sir Jesper tadi? Mengapa dia mengatakan soal Putri?" salah seorang Anak Buah membuka pembicaraan mereka."Ya. Aneh sekali. Bukankah Tuan Putri sudah meninggal saat dilahirkan oleh mendiang Yang Mulia Ratu?" timpal Anak Buahnya yang lain.Pengawal Tertinggi tidak menjawab apapun. Ia menatap lurus ke arah api yang berkobar. Larut dengan lamunannya sendiri. Kedua Anak Buahnya saling menatap bingung.
Raja Giovani menghela napas panjang. Sesungguhnya dia lega ketika mengetahui Putri semata wayangnya masih hidup dan dirawat dengan penuh kasih oleh Jesper. Sesal sudah hinggap di dalam hatinya. Ia masih tidak rela Jesper pergi darinya. Namun dia juga tidak dapat menghapuskan kebencian Jesper terhadap dirinya."Ah, semoga mereka akan baik-baik saja," harap Raja sambil menerawang jauh. "Semoga para kesatria berhasil menyampaikan pesanku untuk Jesper."Raja kembali memfokuskan dirinya dalam menyelesaikan gulungan perkamen di meja kerjanya. Ketika itu, suara ketukan pintu menginterupsinya."Yang Mulia, Raja Hrossbjörn telah datang," ucap Pengawal dari balik pintu. Membuat Raja Giovanni terkejut setengah mati."Apa? Kenapa beliau datang kemari tanpa memberitahu terlebih dahulu?" gerutu Raja dengan gusar. Ia segera membereskan meja kerjanya dan merapikan penampilannya sebelum memerintahkan Penga
Seekor serigala putih mengawal kawanannya menuju ke tempat persembunyian mereka di wilayah lembah Romsdall. Ketika sudah sampai di markas kelompok, para serigala itu lalu merubah diri mereka kembali menjadi sosok manusia. Seorang wanita menghampiri untuk menyambut kedatangan pasangannya. Wajahnya terlihat cerah begitu menemui sosok yang telah lama ditunggunya. "Leifr! Akhirnya kau datang!" seru wanita tadi dengan senang. "Ya. Aku sudah kembali, Aila," ucap Leifr sambil mengusap pipi Aila lembut yang langsung membuat Aila merona seketika. "Alpha sudah menunggu kedatanganmu," bisik Aila. Leifr hanya mengangguk mengerti. Leifr langsung bergegas menemui Alpha di dalam pack mereka. Seorang wanita paruh baya terlihat sedang menyusui bayi laki-laki di pangkuannya. Sementara ia sendiri kepayahan dengan perut yang membuncit besar. Leifr lantas duduk di sebelahnya.&nb
Raja Erasmus sudah hampir tiba di Kerajaan Utara. Namun tiba-tiba ia mengubah haluan iringan Pasukannya. "Ganti haluan! Kita pergi ke Makam Raja!" seru Raja Erasmus sambil membelokkan kudanya, disusul oleh pasukan berkudanya yang lain. Mereka akhirnya pergi menuju ke area pemakaman khusus Kerajaan Utara yang jaraknya sekitar 1 mil dari kastil. Pemandangan hutan dan landscape fyord terlihat di daerah itu. Mereka berada di hamparan lembah luas yang dipenuhi oleh gundukan dan bendera Kerajaan Utara. Raja Erasmus turun dari kudanya. Ia beranjak ke sebuah makam besar yang terpahatkan nama Holgi di nisannya. Raja Erasmus berlutut dan memberikan penghormatan terhadap sosok Raja yang selalu ia kagumi. "Ayahandaku, aku datang untuk menghadapmu. Aku harap kau sedang bersenang-senang di Vahalla bersama Odin," ucap Raja Erasmus. "Maaf karena aku baru berkunjung. Setelah terakhir kali aku datang selepas m
Raja Erasmus masih terus berpikir keras. Dari sekian banyak hal yang dia tulis, hanya informasi mengenai Anima saja yang sama sekali belum dia pahami. Apalagi selagi hidup, ayahnya hanya menjejali dia dengan dongeng lama mengenai silsilah keluarga mereka. Tidak ada satu kata pun yang menyinggung mengenai Anima ini. "Ahh! Rasanya pikiranku sangat buntu! Apa hubungannya masalah Suku ini dengan Anima?" Raja Erasmus merasa gemas. "Sebentar." Raja Erasmus kembali menelusuri isi tulisannya. Lalu membaca ulang semuanya. "Garis besarnya, Ayahku hanya ingin berdamai memperbaiki Sukunya yang berpecah belah menjadi satu. Seluruh pemimpin Kerajaan di Norway ini merupakan 1 Suku dan bisa jadi 1 keturunan," gumam Raja Erasmus. "Ayah merupakan keturunan dari anggota Suku yang tidak sepaham dengan Kepala Suku. Sehingga leluhur kami memilih untuk melakukan ekspansi antar negara terutama melalui lautan." Raja
Raja Erasmus segera mencari apa yang mungkin bisa ditemukan di ruangan Raja Hrossbjörn tadi. "Sial! Ke mana perginya!" hardik Raja Erasmus kesal. Ia sudah mengacak-acak seluruh ruangan tapi belum menemukan petunjuk. "Pasti dia menyimpan catatannya. Tidak mungkin tidak ada di sini." Raja Erasmus mengerang frustasi. Musuhnya tidak mungkin seceroboh itu meninggalkan dokumen berharga yang mudah ditemukan. Ia akhirnya duduk di ranjang Raja sejenak sambil terus berpikir. "Ayo pikirkan Erasmus! Kau pasti bisa mengetahui semuanya," gumam Raja Erasmus lagi. Kemudian dia teringat sesuatu. Ketika dulu dia dan Raja Giovanni masih berteman baik.
Raja Erasmus berhasil sampai ke Kerajan Utara kembali dalam waktu beberapa hari. Bagaikan panen besar, dia mendapat cukup banyak jarahan dari Lapland. Tentunya dia sudah mendapatkan bahan baku herbal untuk melupuhkan anima itu."Hati-hati dalam menyentuh tumbuhan beracun itu. Bisa-bisa nyawamu yang akan melayang!" perintah Raja Erasmus saat pengawalnya membereskan bunga bell jarahan di atas meja.Raja Erasmus cukup puas. Dia menemukan mantel serigala lainnya, lalu ada racikan salep untuk ritual dan alat-alat dari tembaga. Untuk dokumen sendiri, sebagian besar sudah hilang tidak bersisa. Namun dia menemukan perkamen yang terbuat dari kulit rusa berisi mantra dengan bahasa Kuno yang tidak dia mengerti."Hm...." Raja Erasmus berpikir keras.Raja Erasmus kembali mengecek dokumen rampasan dari Kerajaan Romsdallen. Terdapat rangkaian proses ritual untuk menjadi sesosok anima. "Jadi medium harus dilumuri badannya oleh salep racikan dari Dukun Suku. Sambil dibacai mantra, dia juga harus mema
"DOBRAK!" Beberapa pengawal bahu membahu mendobrak pintu besar itu dengan kayu gelonggong besar. Suara dobrakan keras terdengar berkali-kali. Sementara di dalamnya, para serigala sudah bersiap. Barisan depan sudah berubah menjadi serigala, siap menerejang para penyusup. "Aila, cepat bawa rombongan yang tersisa pergi lewat jalur belakang. Bawa serta kedua adikmu ya," ucap Alpha dengan tatapan yang sedih. "Ibu, jangan katakan seperti itu. Ibu, kumohon! Kita bisa melalui ini," ucap Aila dengan mata yang berkaca-kaca. "Jaga adik-adikmu dan anggota yang lain. Cari tempat yang aman untuk kalian terus hidup," bisik alpha cepat. "Terutama Eirikr, karena dia adalah yang ditakdirkan." "Berjanjilah ibu akan menyusul," pinta Aila. Alpha hanya tersenyum semu. Sementara Leifr menoleh sedikit dengan tatapan sedih. "Pergilah, cepat!" komando Alpha begitu pintu depan berhasil didobrak. "Ayo pergi semuanya!" seru Aila sambil mengarahkan satu persatu anggotanya menyelamatkan diri. Sementara ia me
Jalanan yang cukup berbatu, ditambah beban penumpang yang berat membuat kereta berguncang kecil dan berjalan dengan lambat. Pria tambun itu kerap menikmati perjalanan. Sementara kedua ketua regu sudah tidak sabar untuk menyelesaikan misi. "Masih seberapa jauh?" tanya ketua regu satu yang sudah pegal mengendalikan pelana. "Sebentar," sela pria tambun. Dia pun melongok melihat ke luar jendela kereta kencana. "Oke kita berhenti di dekat danau." Danau besar membentang luas di hadapan mereka. Kereta kuda pun berhenti di seberang danau. Dengan susah payah, pria tambun itu turun dari kereta kencana. "Terimakasih sudah mengantar. Sampai di sini, biar aku saja," ucap pria tambun itu sambil membungkukan badannya. "Oh baiklah Tuan." Mereka saling berpisah di sana. Pria tambun tadi sudah menanggalkan tali yang menambat perahu khusus untuk menyeberangi danau.&
Leifr merasa bingung karena dia mendengar ada banyak derap lari kuda. Berselingan dengan suara lolongan serigala. Ketika ia menoleh ke belakang, ternyata ada banyak serigala lain yang berlari di belakang mereka. "Apa yang terjadi?" batin Leifr. Pertanyaannya terjawab saat derap lari kuda itu semakin dekat. Bukan hanya satu, tapi sepasukan berkuda tengah mengejar para kawanan serigala. "Celaka!" Leifr kini mulai panik. Leifr dan kedua kawannya ikut berlari di antara desakan serigala lain yang berbondong-bondong saling mendahului. Lecutan panah menghiasi udara. Satu persatu mengenai bagian tubuh serigala yang sedang berlari. "Jangan hamburkan anak panahmu seperti itu!" teriak ketua regu tiga kepada anak buahnya. "Maaf Tuan," kata anak buahnya yang bertugas sebagai pembidik. "Untuk persembahan kepada Yang Mulia, bawa seri
Ketika langit masih gelap, rombongan Aila dan kawanannya mulai berangkat. Aila yang saat itu tidak bisa bertransformasi terpaksa harus menunggangi salah satu temannya sampai ke dekat perbatasan. Aila saat itu menutup dirinya rapat dengan jubah panjang. Karena seluruh tubuhnya masih dipenuhi bulu. Untung saja di wilayah perbatasan tidak ada prajurit. Tentu karena mereka pikir wilayah perbatasan dijaga oleh kawanan serigala sehingga aman meninggalkannya sampai besok pagi. Kedatangannya disambut oleh Alpha. Alpha sangat terkejut dengan penampilan Aila saat itu. "Aila, apa yang terjadi?" "Berrant tertangkap oleh pemburu wilayah Utara. Mereka menggunakan ramuan pelumpuh sehingga Berrant berhasil ditaklukan." Aila menanggalkan mantelnya. Kini bulunya tersisa sebagian. Alpha memeriksanya takjub. "Kamu mencium aroma herbal si pemburu?" tanya Alpha lagi sa
Leifr dan anak kepala dukun segera mendatangi kerumunan. Rupanya kepala dukun sedang berdebat dengan seorang anggota sukunya. "Kau pikir apa yang telah kau lakukan adalah hal yang baik?" bentak kepala dukun meradang. Laki-laki yang tengah berhadapan dengan kepala dukun itu malah tertawa terbahak. Dia malah terlihat menantang kepala dukun. "Apa aku tidak salah dengar? Lihat apa yang sudah aku bawa untuk kalian. Bukankah ini sebuah pencapaian besar?" ujar laki-laki itu bangga. "Pencapaian untuk membuat suku kita semakin terseret ke dalam bahaya," lanjut kepala dukun dengan skeptis. "Jangan munafik ketua! Kita sudah terlalu lama menutup diri dari dunia luar. Kita tidak memiliki apa-apa! Mau sampai kapan?" kata laki-laki tadi tidak terima. "Sampai seumur hidupku, tak akan kubiarkan suku ini berada dalam bahaya!" tantang kepala dukun yakin.
Para pasukan yang tak terlihat masih menghujani serigala tadi dengan anak panah. Serigala tersebut terlalu kuat. Tak ada bagian tubuhnya yang terkena anak panah. "Bagaimana ini? Kenapa masih belum terluka?" Pemburu itu kini mulai panik. Padahal tinggal sedikit lagi dia bisa menangkap serigala itu. Serigala tersebut malah semakin ganas. Ia porak porandakan semua yang ada di sana. Serigala itu meraung memamerkan deretan gigi-gigi berliur yang tajam. Serigala pun mulai berlari, hendak menerekam regu pemburu. Semua orang disana mulai panik. Tiba-tiba datanglah pasukan berkuda yang langsung melilitkan rantai ke tubuh serigala besar itu. Mereka berbondong-bondong saling bekerja sama untuk melumpuhkan serigala yang kuat itu. "Tarik!" perintah ketua regu satu dan dua yang diutus oleh Raja Erasmus. Anggota regu lalu berusaha menarik serigala itu agar bisa tumbang di
Raja Erasmus terpikirkan sebuah ide yang gila. Dia berpikir untuk menjadikan serigala yang dia tawan sebagai peliharaannya. Namun saat ini terlalu berbahaya untuk itu. Dia masih harus mencari cara untuk menaklukan serigala tersebut. Sementara masih belum banyak petunjuk yang dia temukan mengenai anima. Mungkin baru sepersekian info saja yang dia dapat. Raja Erasmus semakin gencar melakukan pencarian terhadap serigala abu raksasa yang sangat langka itu. Sudah berkali-kali ia merekrut pemburu handal dari dalam negeri. Namun tak ada seorang pun yang mendapatkan serigala yang dia cari. Hampir seluruh pelosok di telusuri. Namun tak membuahkan hasil. "Lalu, mana hasil tangkapanmu?" tanya Raja Erasmus tidak sabar. Suaranya yang menggelegar membuat pemburu yang ada di hadapannya menciut nyalinya. "Ma- maaf Yang Mulia. Tapi saya tidak dapat menemukan lagi serigala di sepanjang wilayah Utara," jelas pe
Penasihat Kerajaan Romsdall lalu menyerahkan sebuah perkamen kepada Raja Giovanni. Raja Giovanni menerimanya dan merasa tergetar hatinya. Tulisan ayahnya saat itu terlihat begitu tergesa dan tegas, menggambarkan bagaimana perasaannya sebelum terbunuh. Ada banyak bercak darah di perkamen itu. "Aku akan menggantikan posisi ayahku," tegas Raja Giovanni. "Seperti yang ayah inginkan." Penasihat Kerajaan tercengang dengan kemantapan hati dari Raja Giovanni. Padahal dia tahu persis jika sejak awal Raja Giovanni tidak ingin menggantikan posisi Ayahnya. Apalagi dia harus memegang seluruh Wilayah More yang begitu luasnya. Bukan hanya satu wilayah Earldom seperti sebelumnya. "Apakah Anda yakin dengan keputusan ini?" tanya Penasihat Kerajaan lagi. "Paman pasti tahu persis bagaimana perasaanku. Namun aku tak memiliki pilihan lain," jawab Raja Giovanni apa adanya. Penasihat Kerajaan