Gideon memarkir mobil Van yang dikendarai tepat di depan sebuah mansion dengan gerbang mengelilingi di sekitar. Dia mengedarkan pandangan dan menunggu sampai seseorang membukakan pintu gerbang yang berada di hadapan. Namun, setelah lama menanti tidak ada tanda-tanda kedatangan mereka diterima dengan tangan terbuka.
“Dan, apa kau yakin si tuan rumah menerima kita?” tanya Gideon pada akhirnya.
Serentak ke semua pria itu melihat ke luar jendela dan seperti dugaan Gideon, si tuan rumah sengaja mengabaikan kehadiran mereka.
“Aku baru saja menghubunginya, dan tidak diangkat,” balas Danny yang seketika mendapat delikan tajam dari lima pasang mata.
“Kenapa kau tidak bilang sejak tadi?” tanya Nicko diikuti geraman kesal yang lainnya.
Dengan tatapan polos, Danny mengdikkan bahu.
“Kita bisa mencobanya lagi,” ujarnya yang mendapat dengusan dari pria-pria di sekitar.
“Baiklah, sekali lagi. Bila
“Apa kau ingin aku menunggumu?” tanya Rey ketika dia mengantarkan Mia ke Deli.Wanita itu menggelengkan kepala, menandakan hal tersebut tidak perlu.“Pergilah, aku tahu kau memiliki banyak pekerjaan,” ucapnya sembari melirik ke arah pintu masuk restaurant tempat dia bekerja dulu. “Dan ada banyak orang yang akan menjagaku di dalam sana, bila memang itu yang kau khawatirkan.”Bukannya pergi seperti yang Mia minta, Rey hanya menatapnya tanpa berkata-kata, sehingga suasana terasa canggung dan membuat wanita itu akhirnya berdehem sembari menundukkan kepala.“Aku sudah mengenal kota ini bertahun-tahun, begitu pula dengan orang-orangnya. Jadi, tidak ada yang perlu kau takutkan.”Setelah mengatakan itu, Mia pun mengangkat kepalanya, namun Rey masih memasang ekspresi sama; datar.Karena tahu dia tidak akan bisa lepas dengan mudah dari pria di hadapannya, wanita itu pun menghela napas dan mengatakan; &ld
“Coba ulangi lagi?” tanya Dorothy, mantan teman kerja Mia di Deli.Mata wanita itu membulat, seolah kedua bola matanya hendak menggelinding dari soket yang membuat Mia menjadi gugup karena reaksi temannya itu setelah dia mengatakan suatu hal … pribadi.“Yang mana?” tanya Mia ragu-ragu.Melihat sikap wanita di hadapannya yang seolah pura-pura tidak tahu, tiba-tiba saja Dorothy menepuk meja dengan keras hingga menerbangkan gelas minuman mereka ke udara, tidak sengaja mengagetkan Anne yang merupakan pegawai baru di Deli beserta Ruella, salah satu pelanggan setia restaurant itu.Untungnya restaurant hanya beroperasi setengah hari, disebabkan Deli sedang kekurangan crew.Hal itu karena Matt ingin ke luar kota untuk sebuah urusan, sedangkan satu pegawai sedang izin cuti, sementara satu lainnya masuk rumah sakit karena flu berat dan satunya bolos. Yang tersisa hanya Anne dan satu pegawai lainnya. Sehingga pria itu memutuskan
Setelah tangis Mia berhenti, para wanita-wanita itu pun diam kembali. Mereka memberi gadis itu waktu untuk menenangkan diri. Dan hanya suara cegukan yang masih terdengar.“Lebih baik kita bicarakan hal lain,” ucap Ruella yang langsung mendapat persetujuan dari dua wanita lainnya.“Kau benar,” gumam Dorothy dan melanjutkan; “Jadi, bagaimana rencanamu untuk ke depannya?”Seketika ruangan itu berubah hening, sedangkan semua mata tertuju pada Mia kembali.Wanita itu menggeleng pelan, menandakan dia juga tidak tahu harus melakukan apa setelah ini. Karena semua hal terjadi secara tiba-tiba.Kepergiannya ke Blueberry juga keputusan yang Mia ambil secara buru-buru, karena hanya ini tempat yang dia tahu.“Mungkin … aku akan tinggal di Blueberry dan bekerja di Deli kembali,” jawabnya dengan suara pelan. Terdengar tidak yakin akan perkataannya barusan. Sementara itu, tangannya saling meremas gelisa
Mia berjalan pelan saat keluar dari restaurant. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh halaman parkiran dan menemukan keberadaan Rey yang menyandar pada pintu mobil. Anne yang sejak tadi mengikuti dari belakang pun ikut berhenti.Keduanya melihat ke arah Rey yang diam menunggu dengan pandangan tertuju ke arah keduanya.“Apa itu suamimu?” tanya Ruella yang menyusul sampai ke pintu.Kini, ada tiga pasang mata yang menatap Rey di waktu bersamaan.“Bukan,” jawab Mia sembari berjalan jauh ke depan. “Dia adalah teman dari suamiku.”“Wah, tadinya kupikir suamimu menyusul ke sini.”Perkataan Ruella tersebut membuat langkah Mia nyaris terhenti. Namun, dia menutupinya dan berjalan normal kembali.Setelah dihitung-hitung, ini sudah lewat tiga hari.Meski pun dia tidak ingin Jaxon menyusul ke sana, tetapi bukan berarti jauh di dalam lubuk hati dia tidak mengharapkan kehadirannya. Bukankah, deng
Jaxon menatap ke luar jendela. Dia sudah melakukan itu sejak beberapa jam yang lalu, membuat beberapa temannya yang berada di sekitar menjadi khawatir, namun mereka memilih untuk membiarkannya tenggelam dalam pikiran sendiri.“Tidak apa-apakah bila dia terus seperti itu?” tanya Gavin yang duduk di sofa dengan kartu remi di tangan.Nicko hanya mengangkat kepalanya sebentar, sebelum akhirnya memusatkan perhatian kembali pada permainan di atas meja.“Mmm … mmm …,” gumamnya pelan.Gideon yang tidak ikut dalam permainan juga melakukan hal yang sama, sehingga Gavin pun mencoba untuk tidak terlalu memikirkan keadaan sahabatnya itu.“Aku tidak pernah melihat dia seperti ini,” ucap Danny tiba-tiba yang membuat Gavin kembali menatap ke arah Jaxon.Kini, sahabatnya itu berjalan menuju rak buku dengan jemari menyentuh setiap judul yang bersusun di depan mata. Pembawannya mungkin tampak tenang, tapi lima
Restauran Deli tampak sepi siang itu, sehingga Anne memilih untuk mengambil waktu istirahat selama setengah jam. Dia baru saja selesai membereskan konter saat tiba-tiba Mia masuk ke dalam dengan tatapan gelisah.Mendapati itu, Anne pun melambai rendah yang membuat Mia senyum seketika. Untuk sesaat wajahnya menjadi lebih rileks.“Hay,” sapa Mia sembari melangkah ke dalam dan mendekati konter di mana Anne berdiri di baliknya.“Apa kau ingin makan siang?” tanya Anne dengan nada antusias. Entah mengapa, dia sangat senang melihat Mia di sekitar.Sejak kedatangan Mia ke Blueberry, dia sering membantu Anne yang kesulitan ekonomi. Bahkan, pekerjaannya sebagai pelayan di Deli adalah menggantikan posisi Mia yang pergi ke Denver. Rasanya, wanita itu sudah cukup banyak membantu.Mia yang mendengar pertanyaan Anne hanya menggeleng pelan.“Aku ingin duduk di sini saja,” ucap Mia sembari menunjuk salah satu meja.
Sehari Sebelumnya.“Apa kau sudah memikirkan langkah yang akan kau lakukan?” tanya Nicko di tengah-tengah meja makan.Seketika semua orang berhenti mengunyah, dan mereka melihat ke arahnya secara serentak.“Hey, kau bertanya pada siapa?” tanya Gavin dengan wajah kebingungan.Nicko menyeka mulutnya menggunakan serbet, sebelum akhirnya dia menatap ke arah Jaxon yang melanjutkan suapan. Sama sekali tidak peduli dengan interupsi barusan. Bahkan, pria itu makan dua kali lebih banyak dari biasa. Membuat beberapa teman-temannya was-was, karena itu artinya Jaxon sedang mengumpulkan tenaga untuk memukul mereka satu per satu.Kejadian kemarin saja sudah cukup membuat Danny, Connor, dan Gavin nyaris dilarikan ke rumah sakit. Itu sebabnya masing-masing wajah rupawan anggota Red Cage itu dipenuhi perban.Hampir saja Danny memakai kruk andai saja Jaxon tidak dihentikan oleh Nicko. Begitu pula Connor yang kesulitan
Saat Ini.Jantung Mia berdetak keras begitu bunga mawar yang berada tepat di hadapannya bergeser dan memunculkan sosok laki-laki yang menjungkir balikkan hidupnya beberapa hari ini.Penampilan pria itu sama seperti sebelum-sebelumnya. Jas hitam melekat di tubuh dengan dasi sama hitamnya, rambut seperti tinta dan manik mata segelap malam. Namun, yang berbeda hanyalah kantung mata yang terlihat menggelayut, tetapi tidak sedikit pun mengurangi wajah rupawannya yang mengesankan.Dan dengan tatapan lembut penuh perasaan yang hendak tumpah, Jaxon memandang Mia lekat-lekat.“Dolcezza,” bisik pria itu sembari mendekat bersama buket mawar dalam genggaman.Dia tampak gugup.Pemandangan yang sangat asing dari sosok kuat dan tegasnya selama ini, membuat Mia mengedipkan mata beberapa kali untuk memastikan bahwa pria yang berdiri di hadapan benar adalah suaminya, Jaxon Bradwood.“Apa yang …” Ucapan Mi
Halo, Blezzia mengucapkan terima kasih kepada pembaca setia The King Of Denver :) Dan ya, seperti yang kalian baca, kisah ini baru saja berakhir SEASON PERTAMA-nya dan itu artinya akan ada SEASON KE-DUA yang akan Blezzia lanjutkan. Sesuai permintaan beberapa pembaca, yang tidak ingin novel ini berakhir dengan cepat, maka Blezzia mempertimbangkan akan membuat Season KE-DUA kisah Jaxon dan Mia (Bukan Nicko dan Disya) setelah menyelesaikan kisah Danny dan Hilda di Novel Wanita Rahasia CEO, oleh karena itu, Blezzia minta maaf untuk Delay yang terjadi. Karena ini novel kesayangan Blezzia, jadi kisah mereka akan sangat panjang. (Kalau perlu sampai anak cucu) Do'ain saja semoga diberikan izin oleh pihak GN ya ~ Biar nanti Blezzia lebih fokus ke Denver dan bisa update tiap hari nantinya <3Jika tidak ada halangan, maka diperkirakan Juni/Juli 2022 seluruh novel on-going yang sedang Blezzia tulis akan tamat. Lalu, bagaimana dengan kisah Nicko dan Disya? M
Mia terlihat sibuk berbincang dan tertawa bersama Disya di gazebo, saat tiba-tiba keduanya mendengar suara langkah kaki dari arah kanan taman. Serentak, wanita-wanita itupun menoleh bersamaan ke arah sumber suara, yang tak lain adalah Allana. Dengan senyum terkembang di wajah, Mia menyambut kedatangan pelayan terdekatnya itu, lalu meminta wanita tersebut untuk ikut bergabung di meja. Akan tetapi, Allana menolak sembari menoleh sedikit ke arah jalan yang tadi dilaluinya. Hal itu pun membuat Mia dan Disya mengikuti arah pandang pelayan wanita itu. Namun, mereka tidak menemukan apa-apa di sana, membuat Mia bertanya-tanya. “Ada apa?” Allana kembali menoleh pada dua wanita di hadapan, dan dia hanya menjawab dengan gerakan ragu-ragu. “Ada... seseorang yang ingin menemui... anda dan Miss Flontin,” ucapnya, sembari melirik ke arah Disya yang tetap duduk tenang dengan secangkir teh dalam genggaman. Mendengar penjelasan tersebut, sek
Jaxon memasuki ruang tengah kediaman keluarganya, dan tepat di hadapannya telah duduk Jeff Bradwood dengan ditemani ibu tirinya, Ruby. Melihat kehadiran anggota Red Cage dalam ruangan, seketika bahu Jeff tampak tegang, padahal dia sudah mendengar kedatangan mereka sebelum mencapai gerbang. Namun, melihat pria-pria yang parade saat masuk ke dalam ruangan, Jeff pun tak mampu bergerak dari tempatnya duduk di sofa.“Jeff,” sapa Jaxon, dengan kedua tangan berada di saku celana.Bukannya menyahut, Jeff Bradwood hanya berdeham sembari menatap ke segala arah. Sengaja menghindari tatapan bosan puteranya.Pandangan Jaxon pun beralih pada Ruby yang tersenyum dengan sensual. Tetapi dia abaikan. Kini, perhatiannya kembali pada sang ayah yang mencoba memasang wajah poker face.“Aku melihat keadaanmu baik-baik saja,” ucap Jaxon, berbasa-basi sembari duduk di sofa.Dia menatap kedua orang di hadapan dengan pandangan yang sulit dibaca.
Jaxon yang saat itu sedang menyesap batangan rokok di balkon sendirian, tiba-tiba saja dikejutkan dengan kehadiran Nicko dari arah belakang. Kedua pria itu tampak diam ketika berdiri sejajar pada railing. Namun, gestur Jaxon yang hendak berbagi batangan rokok di tangan menunjukkan bahwa apapun di antara mereka sebelumya telah terlupakan.Kini, kedua pria itu terlihat mengepulkan asap bersamaan. Sedangkan pandangan keduanya saling menerawang ke arah langit yang menyuguhkan pemandangan indah dengan taburan milk way di atas mereka.Di pulau ini, keduanya dapat melihat pemandangan langit malam yang jarang didapatkan jika di perkotaan. Bahkan, langit di sana jauh lebih cerah dari apa yang biasanya mereka lihat sebelumnya. Tidak hanya itu, rembulan yang cahayanya kemerahan, tampak tergantung indah di antara pemandangan malam lainnya, seolah tidak mau kalah untuk memanjakan mata para pen
“Apa kau sudah memberitahunya?” kejar Jaxon saat Nicko baru saja keluar dari ruang perawatan.Kepala pria itu menggeleng lemah. Dan, dengan berat dia mengatakan; “Belum. Aku tidak bisa melakukannya.”Melihat ekspresi Nicko yang tercekat, Jaxon pun menarik temannya itu ke dalam pelukan. Satu tangannya menepuk-nepuk punggungnya pelan, sementara dia membisikkan kata-kata penuh dukungan.“Aku bisa melakukannya jika kau mau.”Setelah keduanya memisahkan diri, Nicko yang berwajah sendu pun menatap ragu-ragu. Dia tidak ingin terbawa suasana, seperti saat di salam sana.“Terima kasih, Brother.”Kedua pria itu saling memandang paham.“Baiklah, aku akan kembali ke mansion lebih dahulu,” ucap Nicko, meninggalkan kumpulan teman-temannya yang duduk di kursi tunggu dengan masing-masing memegang chips dan roti yang tadi Gavin bawa.“Bye brother,” kata pria-pria itu serent
Nicko menutup ponselnya ketika dia mendengar laporan dari Henrieta. Beberapa kali dia menarik napas, sebelum membuangnya perlahan. Sekembalinya nanti, dia akan memberikan penjelasan pada kekasihnya yang bisa saja sedang menahan marah di seberang lautan sana.Meskipun dia tidak tahu apa yang akan menantinya, Nicko berharap Disya mau mendengarkan penjelasan.Dia hendak berbalik badan, saat tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang memanggil namanya pelan. Seketika bulu romanya berdiri, dan jantungnya berpacu saat suara tua itu menyebutkan namanya dengan nada sedikit bergetar.“Nicko … Anderson?”Perlahan, Nicko pun menoleh ke arah tubuh tua yang tadinya terbaring di ranjang dengan mata terpejam. Kini, mata itu memandang lurus ke arahnya, membuat Nicko tanpa sadar menundukkan kepala. Sebuah gesture penghormatan yang sulit dia tinggalkan.Sejak masih balita, anak-anak yang terlahir di Famiglia telah diajarkan untuk tidak mena
Kehebohan terjadi di Kastil Aurelia. Kedatangan seorang wanita berparas sama seperti Mia membuat semua pelayan berbondong-bondong hendak ke lantai dua, di mana wanita itu saat ini berada. Bahkan, Snow kesulitan untuk menghalau mereka agar kembali bekerja.“Astaga, aku tidak mengira parasnya serupa,” bisik Allana yang pura-pura membersihkan patung singa di bawah tangga.Piper yang juga tidak diperbolehkan naik ke lantai dua mengangguk membenarkan.“Ya, tidak hanya bentuk wajah, tetapi rambut dan ekspresinya tidak jauh berbeda,” timpal Piper yang juga berpura-pura mengelap keramik di dekat Allana.Sementara itu, Emily memilih untuk diam sembari mencuri-curi lihat ke lantai dua. Dia tampak sibuk membersihkan buffet dan pegangan tangga.Melihat ketiga wanita itu, tentu saja Snow hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia sangat yakin bahwa mereka akan langsung terbirit-birit ke dapur saat ditegur, sehingga pria itu pun mengawasi saja
Jaxon yang tidak tahan duduk terlalu lama akhirnya berdiri. Dia berjalan mondar-mandir di hadapan mereka semua. Dengan napas sedikit memburu dan amarah tertahan, pria itu seakan ingin meledak dan mengatakan sesuatu. Namun, Salvador yang menyadari hal itu pun hanya bisa menatap rekannya dengan ekspresi yang sulit dibaca.Seketika saja Salvador mengalihkan perhatian terhadap Fabiana yang saat ini mengkerut di kursi dengan pandangan terluka.“Bibi,” panggilnya pelan, yang membuat Fabiana mengangkat kepala. “Aku bisa pastikan untuk membawa Romero, tetapi aku tidak janji bila dia bebas dari luka.”Tatapan yang Fabiana berikan, membuat Salvador sedikit merasa bersalah. Selama menikah dengan Gioluca, wanita itu selalu berusaha terlihat lebih dominan dan sedikit arogan. Namun, Fabiana yang ada di depannya saat ini sangatlah jauh dari dua kata tersebut.Wanita yang dianggap paling kuat dan berkuasa, ternyata hanyalah seorang ibu yang terluk
Jaxon dan Salvador yang menunggu kedatangan Nicko tampak termangu di atas sofa. Keduanya lebih banyak diam sembari menanti kedatangan rombongan Famiglia yang akan membawa Gioluca ke kediaman Vitielo. Sementara itu, Rey serta yang lainnya duduk di seberang dengan posisi serupa. Mereka tampak menanti penuh antisipasi.Tidak ada satu pun suara, kecuali detak jam dinding serta kicauan burung di pepohonan dekat taman. Atmosfer di sekitar benar-benar sangat tegang dan intens.Di tengah-tengah keheningan, tiba-tiba saja terdengar ketukan pelan dari depan pintu, yang membuat semua kepala menatap ke sumber suara.“Biar aku yang lihat,” ucap Gavin, yang mulai berdiri dari tempat duduk.Dia mengintip dari celah kunci, dan mendapati Fabiana lah yang ada di depan sana. Melihat itu, Gavin menoleh ke balik tubuh, dan menangkap tatapan Rey yang bertanya.“Fabiana yang mengetuk,” ucapnya, menarik perhatian beberapa kepala. “Apa yang ha