Douglas mengajak mereka untuk kembali ke apartemen yang ada di seberang kantornya. Tempat tinggal pria tambun tersebut sangat mewah dan modern. Dari pintu otomatis hingga lampu sensor gerak yang menyala jika ada pergerakan makhluk hidup.
“Semua ini kau dapatkan dari Belial?” tanya Roth. Douglas mengangguk.
Sepertinya pria itu mudah gugup dan walaupun cerdas, terlalu cepat mengambil keputusan.
“Berapa lama Belial menjanjikan semua kemewahan ini?” tanya Coque sembari melihat semua fasilitas apartemennya yang futuristic tersebut.
“Selama dua puluh tahun,” jawab Douglas sembari menuangkan whisky terbaiknya untuk mereka.
“Kau tidak akan hidup selama itu untuk menikmati semuanya, Doug!” cibir Antira masih kecewa karena batal membunuh pria yang menjadi target mereka.
“Aku tidak tahu jika dia adalah iblis incaran yang sedang mengancam dunia,” keluh Douglas dengan lemah.
“Sudah
Kelima manusia yang berhasil dikumpulkan oleh ketiganya duduk dengan wajah bingung dan cemas. Douglas menjelaskan dengan pelan-pelan dan terperinci. Tiga orang yang Antira bawa mengalami kondisi tubuh lebam dan wajah bengap.“Mereka berusaha menolak dan melarikan diri, Roth!” Antira membela diri sembari membuang muka.Tiga korbannya hampir membuka mulut, tapi Antira melebarkna matanya setengah mengancam. Dengan terpaksa dan lesu, mereka bungkam kembali.“Jadi penawaran yang Belial semua sama. Pernahkah kalian berpikir untuk meneliti sebelum kalian menerima begitu saja penawaran orang asing yang cukup ganjil?” tanya Coque tidak memahami rapuhnya pertahanan mereka.“Kami tahu siapa dia. Tadinya aku pikir pasti ini adalah salah satu cara bagi orang kaya di dunia mencapai kekayaan dan sukses dalam waktu singkat. Aku berada dalam kondisi terjerat hutang sementara anakku menderita kanker dan butuh biaya besar,” ungkap Philip
“Ini sangat mengerikan, Roth! Kamu yakin kami harus terjun ke bawah sana dan masih tetap bisa hidup?” tanya Polin dengan ngeri.“Kau tidak harus terjun Polin. Pastikan tidak ada yang menyusul kami sementara aku dan Roth ke bawah sana,” sahut Nina bersiap dan melepas sepatunya.“Apa maksudmu hanya kau dan Roth? Aku ikut!” bantah Coque tidak mau terima jika harus tinggal.“Coq, di bawah sana bukanlah tempat wisata dan mungkin, kita tidak akan kembali dengan selamat!” tangkis Roth.“Persetan dengan mati! Aku akan ikut! Kalian akan butuh keberuntunganku untuk bisa melewati dunia sialan itu!” Coque masih begitu gigih ingin menyertai perjalanan mereka.“Kau memang benar-benar gila!” desis Polin padanya.Nina menghela napas dan menoleh pada Roth.“Aku akan sangat menyesal telah mengiyakan kau ikut, Coq!” ucap Roth jengkel. Coque tertawa lebar dan mulai melepa
Sampan mulai meluncur dengan pelan menelusuri sungai dengan helaan pendek. Nina dan Coque mulai tampak gelisah karena mendadak semua hal yang terpendam dan menjadi penyesalan mereka, muncul satu persatu.“Apakah kalian melihat di bawah sana?” tanya Nina ingin memastikan bukan hanya dirinya yang mengalami hal tersebut.“Ya. Aku melihat bayangan Sofia yang sedang terbunuh berulang kali,” sahut Coque dengan wajah gemetar.“Kalian berdua tidak sedang mengkhayal atau berhalusinasi. Ini adalah sungai ratapan di mana semua hal yang menjadi penyesalan kalian akan muncul,” ungkap Roth dengan wajah termenung.Dirinya juga melihat Larosa, wanita yang pernah ia cintai kemudian Tache, putri Ray, yang menarik simpatinya dan belum sempat ia ungkapkan. Roth menahan diri untuk tidak berteriak atas beban yang ingin ia keluarkan untuk mengurangi beban di hatinya.Nina juga mengalami hal yang sama. Hanya saja kali ini, ia justru mel
Melewati dua sungai sebelumnya memang tidak mudah tapi ketiganya bisa melewati dengan selamat. Nina masih terlihat menyimpan sisa dari bayangan Oliver yang tidak bisa lekang dari benaknya.Tidak pernah ia sadari selama ini jika Oliver menjadi penyesalan terdalamnya.Ia terlalu cepat melupakan hingga sakit itu mengendap tanpa penyelesaian. Nina tidak pernah mengeluarkan untuk melepas beban itu. Pelariannya selama satu tahun untuk berduka atas kepergian Oliver ia habiskan dengan bertempur di Palestina dan Israel. Ia tidak memiliki seseorang untuk berbagi dan semua ia tunjukkan dalam bentuk pelampiasan atas kekecewaan yang mendalam.“Aku peringatkan jika dua sungai berikutnya terhubung dan memiliki keterkaitan yang sangat melekat.”Nina dan Coque menoleh pada Roth. Sampan berikutnya mendekat dan kali ini seorang pemuda pucat tanpa aliran darah dengan tubuh kurus kering menjadi pendayung yang akan membawa mereka melewati sungai Flegethon dan Lethe
Langkah Roth begitu cepat, terus menapaki halaman istana Hades yang sangat luas, di mana jalur jalan tersebut kedua sisinya berupa semak rapi yang terpotong kotak seperti jalur maze. Setelah berjalan sejauh lima puluh meter, kini ada tiga cabang yang membentang di hadapan mereka.Mereka berhadapan dengan tiga sosok yang duduk di kursi tinggi, hampir dua kali lipat tingginya saat mereka berdiri. Minos,Rhadamanthis, danAiakos adalah tiga hakim yang menunggu di setiap cabang untuk mengadili jiwa siapa pun yang akan menuju istana Hades.Minos adalah hakim untuk menilai ketulusan hati.Rhadamanthis menilai ambisi yang terpendam.Sedangkan Aiakos penilai untuk perbuatan di masa lalu.Roth berdiri dengan tubuh tegak lalu membungkuk dalam-dalam untuk memberi salam.Ketiganya menatap lima makhluk yang kini menunggu untuk diberikan akses memasuki istana Hades. Selain penampilan mereka yang mirip dengan hakim pada abad pertengahan, tampang
Nina meraih sebuah tongkat yang ada di jalan setapak di mana kini mereka lalui. Ini mirip dengan jalanan di bumi, hanya saja tanpa sinar matahari dan langit selalu suram. Opix memberi isyarat supaya mereka bergegas untuk mengejar langkahnya.Untuk ukuran makhluk yang hanya setinggi enam puluh senti meter saja, Opix sangat gesit dan mengalahkan langkah ketiganya. Coque bisa mengikuti dengan cukup baik karena semangat yang jelas terlihat dalam diri pria tersebut, membuatnya seperti sebuah robot dengan baterai baru.Roth dan Nina meningkatkan kewaspadaannya selama perjalanan mengikuti Opix. Relung demi relung mereka masuki dan tidak juga tanda-tanda keberadaan Belial yang mereka temukan. Justru beberapa sosok yang mereka kenal sebagai perusak dunia pada jaman dulu, kini mendekam di salah satu relung tersebut.Nina mengenali sosok yang dulu bernama Hitler, sedang berjongkok dengan baju compang camping dan tubuh kotor. Kaki dan tangannya sibuk mengais sesuatu di dind
Ketiga ketiganya kembali, mereka menemukan Polin yang sedang terkapar dengan lupa yang cukup parah.“Belial tiba-tiba keluar dari lubang neraka sialan itu, kemudian menyerang dan aku tidak sempat menghindar,” erang Polin sembari memegang perutnya yang terluka.Nina meminta Polin berbaring lurus, sementara Roth menjaga kepalanya di pangkuan. Tidak ada satu pun yang menduga jika Belial akan keluar lalu menyerang Polin yang saat itu sedang berjaga di pinggir danau. Nina menyalurkan energi dengan maksimal, mencoba menyembuhkan luka yang terlihat menganga lebar tersebut.Polin sesekali mengerjapkan mata, napas yang tadinya pendek-pendek dan terdengar payah, kini mulai teratur. Coque mengangsurkan botol minum pada Polin. Begitu berangsur pulih, wanita itu bangun dibantu Roth. Dengan perlahan, meminum seteguk demi seteguk hingga akhirnya wajahnya yang pucat berubah menjadi lebih berwarna.Nina memastikan jika luka Polin telah membaik.“K
Lucifer termenung di alam semesta jagat raya yang batasnya tidak terukur dan kepekatan menjadi warna yang mendominan sejauh mata memandang. Ia membiarkan dirinya terapung dalam ketidak pastian sementara jiwanya terjebak dalam kecewa juga kebosanan yang membuatnya melemah.Permainan yang telah ia jalankan selama ribuan, bahkan jutaan tahun dengan Sang Pencipta, kini berada pada ujung kemuakan yang mendera batinnya. Ia mulai putus asa dan lelah.“Aku makhluk yang paling Engkau cintai! Kau hukum ketidak patuhanku dengan lingkaran membosankan! Kenapa tidak Kau musnahkan aku?!” raungnya dengan suara lantang dan menggetarkan.Dalam bentuk mulianya, Lucifer membiarkan dirinya menabrak meteor dan melewati planet demi planet. Semua yang ia cari tidak ada di sana.Inikah hukuman yang ditimpakan padanya? Terasa lebih menyakitkan dari pada hunjaman tombak dan goresan belati. Ia dibiarkan menempuh jalan sesat dan tidak ada yang menariknya untuk kembali.