Bara menoleh secara spontan pada Fabian yang baru saja selesai melaporkan sesuatu yang jelas membuat Bara jengkel. “Apa? Bagaimana bisa itu terjadi?” tanya Bara dengan nada tidak senang yang sangat kental. Fabian menyadari hal itu, tetapi dirinya tidak terlihat takut dengan Bara yang tengah ia hadapi ini.
Fabian tidak bisa memberikan pembelaan apa pun, karena pada kenyataannya memang ada masalah serius yang saat ini tengah terjadi. Fabian menghela napas panjang. “Sayangnya, saya sendiri tidak tau kenapa bisa terjadi kesalahan seperti ini, Bos,” jawab Fabian penuh penyesalan.
“Ada total dua puluh petisi yang saat ini tengah menunggu dukungan untuk menuntut perusahaan kita, terutama meminta pihak berwajib untuk menangkap Bos karena sudah melakukan banyak pelanggaran sebagai seorang warga negara dengan membuat banyak orang menderita karena ulah Bos,” ucap Fabian membacakan satu persatu masalah yang sudah datang dan membuat kekacauan di sana sini.Bara mengurut pelipisnya pelan. Selama ini, Bara memang sengaja tidak muncul dengan identitasnya sebagai seorang pemilik perusahaan kimia, sekaligus pemilik kasino serta club malam mewah yang tersebar di sepenjuru negeri. Bahkan, tidak ada data resmi Bara sebagai seora
“Sekali lagi kutegaskan. Aku, bukan Luna. Luna-mu sudah mati sejak lama. Mati karena semua keegoisanmu, Dominik.”Dominik yang mendengar seruan tersebut terlihat terluka, tetapi secepat mata berkedip Dominik menyimpan perasaannya itu dengan baik. Dominik pun menarik tangannya yang semula akan berusaha untuk kembali membawa Edelia ke dalam pelukannya. Kini, Dominik menatap Edelia dengan penuh kerinduan. Tatapan hangatnya, sebenarnya terasa lebih dari cukup untuk membuat para perempuan yang
“Annastasia, ayo buka matamu. Bukankah kamu ingin bertemu dengan Papa?” tanya Dominik dengan lembut dan menyeka tangan Makaila.Kebetulan, saat ini Makaila tengah membersihkan dirinya dan membuat Dominik memiliki waktu untuk menemui putrinya yang masih tak sadarkan diri secara pribadi. Semenjak Dominik membawa Makaila dan Luna ke kediamannya di Rusia, tidak pernah sekali pun Dominik memiliki keleluasaan untuk menemui Makaila. Hal itu terjadi karena Luna selalu saja menghalanginya. Bahkan, Luna sama sekali tidak segan untuk mengunci pintu kamar, dan hanya membukanya saat waktu makan serta waktu dokter memeriksa kondisi Makaila.
“Jadi, Mama membohongiku?” tanya Makaila tidak percaya pada ibunya.Luna menggigit bibirnya dan menggenggam kedua tangan Makaila dengan eratnya. Seakan-akan dirinya takut jika dirinya melonggarkan genggaman tangannya, Makaila akan pergi meninggalkannya sendirian. “Maafkan Mama. Mama hanya melakukan apa yang bisa Mama lakukan untuk menjauhkan dirimu dari semua bahaya yang pasti akan datang jika Mama tetap bertahan dengan status Mama di masa lalu,” ucap Luna berusaha untuk kembali meyakinkan putrinya. Semua yang Luna lakukan sejauh ini, sama sekali tidak memiliki niatan selain menjaga putrinya dari semua luka yang akan ia dapat
Makaila menatap langit yang tampak cerah. Meskipun langit tersebut tampak sama dengan langit yang ia lihat di tanah kelahirannya, tetapi Makaila merasa jika langit yang ia lihat ini sangat asing. Makaila berpikir, jika mungkin saja ini karena Makaila sudah tahu jika dirinya memang tengah berada di tempat asing. Makaila menghela napas panjang dan menghirup udara di negeri asal Dominik ini. Rusia. Makaila sama sekali tidak pernah berpikir jika dirinya bisa menginjakkan kakinya di sini, semakin tidak habis pikir jika ternyata ia memiliki ikatan dengan tanah ini. Tempat di mana ibu dan ayahnya memadu kasih serta menghadirkan dirinya ke dunia ini.Makail
Dominik terlihat menatap tiga lembar foto berukuran sekitar 3R yang dicetak hitam putih. Itu adalah cetak hasil USG. Ya, itu adalah barang yang diberikan oleh Bara padanya tempo hari. Tentu saja, Dominik sama sekali tidak akan percaya begitu saja pada Bara. Karena itulah, hari ini Dominik memerintahkan dokter yang memang dipercaya untuk menangani Makaila, agar memeriksa hal ini dengan saksama. Hal ini diperlukan oleh Dominik untuk menentukan langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Dominik harus berhati-hati, mengingat situasi saat ini yang jelas belum bisa disebut kondusif. Dominik bahkan tidak mengatakan hal ini pada Luna, demi menjaga situasi agar tidak memburuk.
Makaila mencuci wajahnya yang terlihat begitu lesu dan pucat. Hari ini, dirinya tepat sudah tinggal satu bulan di kediaman mewah milik ayahnya. Semuanya terasa nyaman, Makaila bisa merasakan banyak pengalaman baru yang belum pernah ia alami sebelumnya. Hal yang paling penting adalah, dirinya bisa berkumpul dengan keluarga lengkapnya. Sungguh, jangan ditanyakan seberapa bahagia Makaila saat ini. Namun, entah kenapa, rasa bahagia yang dirasakan oleh Makaila terasa meredup. Hal yang dirasakan oleh Makaila akhir-akhir ini adalah lelah yang bergelayut tiap harinya.Beberapa hari ini, Makaila bahkan terbangun dengan rasa mual dan pening yang bukan main. Makaila rasa ini, bukan efek samping dari luka tembang yang ia alami. Makaila agak
“Wah, putri Mama cantik sekali,” puji Luna setelah menyelesaikan tugasnya merias putrinya menjadi terlihat begitu elegan dengan gaun berwarna hitam yang tampak begitu pas pada tubuhnya. Hal itu jelas terjadi karena gaun tersebut memang dirancang secara khusus mengikuti ukuran tubuh Makaila.Makaila yang mendapatkan pujian dari ibunya tentu saja mengulum senyum malu. “Mama juga cantik,” puji Makaila tidak mengatakan kebohongan.Usia Luna memang sudah tidak muda lagi. Ia sudah berusia empat pul