Yafas melangkah dengan santai menyusuri lorong yang akan membawanya menuju sebuah pintu apartemen yang ia tuju. Tiba di depan pintu apartemen yang ia tuju, pria tampan tersebut sama sekali tidak membuang waktu untuk menekan bel pintu. Sembari menunggu pintu dibuka, Yafas pun menatap kantung plastik yang berada di tangannya. Di dalamnya, ada beberapa makanan siap masak, seperti nugget dan sosis yang memang mudah untuk dimasak. Yafas kembali mengangkat pandangannya ke pintu, saat tidak mendengar tanda-tanda orang membukakan pintu.
Yafas pun kembali menekan bel dan barulah, terdengar suara langkah dan pintu pun terbuka. Yafas menyajikan sebuah senyum t
“Apa yang akan kau laporkan?” tanya Bara pada Fabian yang berada di ujung sambungan telepon. Sementara dirinya sendiri, kini menatap pantulan dirinya sendiri di cermin yang berada di dalam kamar mandi. Ia baru saja selesai mandi, dan tengah bersiap untuk bertemu dengan Makaila yang tadi sudah lebih dulu mandi. Makaila bahkan sudah menerima tamu yang terus menekan bel seakan-akan memaksa Makaila untuk segera membukakan pintu. Untung saja, saat itu Bara sedang tidak mereguk nikmat surga dunia bersama Makaila. Jika sampai hal itu terjadi, Bara tidak akan segan-segan untuk memberikan pelajaran padanya.“Tamu yang diterima Nona Makaila, adalah Yafas. Psikiater Nona Makaila,” jawab Fabian dari ujun
“Mama!” seru Makaila saat melihat Edelia masuk ke dalam apartemen dengan senyuman yang merekah.Perempuan satu anak tersebut tampak repot dengan kedua tangan yang penuh dengan tas belanjaan yang memang berisi oleh-oleh untuk Makaila. Setelah bertugas hampir satu minggu lebih di luar kota, tentu saja Edelia harus kembali dengan setidaknya membawa sebuah buah tangan untuk putrinya yang manis. Namun, Edelia sama sekali tidak berniat untuk berhemat jika itu berkaitan dengan Makaila. Edelia mencari uang demi dirinya, jadi Edelia sama sekali tidak keberatan untuk membuangnya untuk Makaila juga.Edelia berderap cepat dan memeluk gemas putrinya itu. Edelia mencium kening Makaila dengan penuh kasih dan kerinduan yang besar. Setelah memiliki Makaila, Edelia tidak pernah meninggalkan Makaila selama ini. Sepanjang hidup Edelia, paling lama ia meninggalkan Makaila selama satu atau dua hari. Karena itulah, Makaila sama sekali tidak bisa menahan kerinduannya pada putrinya ini. Walaupun, selama Edelia
“Oh, jadi hari ini Makaila libur belajar?” tanya Edelia sembari menatap pantulan dirinya sendiri pada pantulan cermin. Edelia tengah berbincang dengan Bara lewat sambungan telepon, mengenai sesi belajar Makaila.Ternyata, karena memiliki acara keluarga yang harus dihadirinya, Bara tidak bisa datang untuk memberikan pelajaran sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Bara menghubungi Edelia untuk mengatakan hal tersebut. Untungnya, Edelia adalah orang yang pengertian dan tidak merasa keberatan dengan apa yang diminta oleh Bara. “Tapi, ak
“Sayang, tolong potong wortelnya,” ucap Edelia pada Makaila yang kini datang ke dalam dapur dengan rambut yang dicepol rapi, agar tidak membiarkan sehelai pun rambutnya jatuh. Ini adalah etika yang diajarkan oleh Edelia pada Makaila saat di dapur. Edelia memang tidak akan mengizinkan Makaila ikut memasak jika Makaila masih menggerai rambut panjangnya yang indah, karena itulah Makaila harus mencepol rambutnya dengan baik agar bisa masuk ke dalam dapur dan memasak dengan ibunya.“Mama mau membuat omlete sayur?” tanya Makaila saat melihat beberapa bahan yang sudah dikeluarkan oleh Edelia dari dalam lemari pendingin.
“Sepertinya, lebih baik aku bakar saja semua novel ini,” ucap Bara sama sekali tidak merasa keberatan untuk membakar semua novel yang ia beli dengan uangnya sendiri, demi membuat suasana hatinya sedikit membaik.Makaila yang mendengarnya jelas tidak mau jika sampai hal itu terjadi. Makaila tergagap dan berkata, “Ja, Jangan.”
“Apa?” tanya Bara dengan nada dingin yang tajam. Suara Bara tersebut membuat Makaila yang mendengar hal itu terkejut dan melepaskan pena yang sebelumnya ia gunakan untuk menghitung soal-soal yang diberikan oleh Bara. Makaila diam-diam mengamati apa yang tengah dilakukan oleh Bara saat ini. Guru hot satu itu, ternyata tengah mengangkat telepon dan berbicara dengan seseorang yang tentu saja tidak dikenal oleh Makaila. Namun, Makaila sendiri yakin jika siapa yang tengah berbincang dengan Bara tersebut tak lain adalah sosok yang juga bekerja dan hidup di dunia kriminal seperti Bara.Apa yang diperkirakan oleh Makaila memang ada benarnya. Bar
Edelia menatap layar komputer yang berada di hadapannya. Saat ini, dirinya tengah berada di kantor dan harusnya fokus dengan pekerjaan yang harus segera ia selesaikan. Namun, Edelia sama sekali tidak bisa fokus seperti yang seharusnya. Edelia menghela napas panjang, karena pemikirannya selalu saja tertuju pada sosok putrinya, Makaila. Ya, Edelia tidak fokus karena tersu saja memikirkan Makaila. Ahir-akhir ini, Edelia merasa jika Makaila tengah menyembunyikan sesuatu. Namun, di sisi lain Edelia merasa jika putrinya terlihat selalu kelelahan setiap harinya. Saat dirinya pulang kerja, Makaila selalu saja tengah tidur lelap.Edelia menghela napas panjan
Bara meletakkan pistol miliknya di atas meja, dan bersandar dengan nyaman di sofa dengan gaya yang jelas sama sekali tidak sopan. Bara bahkan tidak berpakaian rapi seperti biasanya. Ia memang mengenakan kemeja dan celana bahannya, tetapi Bara tidak berusaha untuk merapikannya. Bara menatap Edelia yang jelas-jelas tengah menatapnya dengan penuh kebencian. Bukan sekali dua kali Bara mendapatkan tatapan penuh kebencian seperti ini. Dengan profesinya dan lingkungan di mana dirinya hidup, Bara jelas selalu harus berhadapan dengan musuh yang tak segan-segan untuk menunjukkan kebenciannya. Bara sudah sangat terbiasa.“Tidak perlu menatap penuh kebenc