Beranda / Romansa / The Hot chef and me / 51. Semua sia-sia

Share

51. Semua sia-sia

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Maden duduk di kursi seorang diri, menunggu seseorang yang sudah ia buat janji bertemu di lokasi itu. Suara pintu terbuka terdengar, tiga orang masuk, namun hanya satu yang duduk berhadapan dengannya dan satu meja. Tatapannya begitu penuh kesal, selain karena Maden yang duduk di hadapannya, namun, karena gerak wanita itu tak bisa bebas.

“Baju ini menyiksaku, Maden, kau… bisa kan, membantuku keluar dari tempat sialan ini!” bentak Camile dengan tampilan tak lagi seperti Camile tiga bulan lalu, saat ia sudah merancang semua rencana busuk untuk mendapatkan Drew, juga memisahkan Jena dari pria itu.

“Camile, apa ini akhir dari semuanya?” tanya Maden yang tampak masih waras dibandingkan Camile yang memang, sudah dua minggu berada di rumah sakit jiwa itu. Selain berita pernikahannya yang hancur dan batal dengan Drew, juga, karena perusahaan keluarganya hancur dengan sekali serangan berita dari Toby – ayah Drew – yang tak terima jika a

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Hot chef and me   52. Hai baby

    Hari berganti minggu, hingga bulan, kini, Jena sudah berada di Boston selama lima bulan. Ia juga mampu menyewa apartemen sederhana dengan dua kamar, sesuai janjinya kepada Victor yang begitu menjaganya. “Kak, kita ke dokter jam berapa? Aku tak sabar ingin melihat keponakanku.” Victor baru saja keluar kamar setelah mengerjakan tugas sekolahnya di hari sabtu. “Jam sebelas. Bersiapkan Vic, aku juga akan bersiap.” Jena merapikan pakaian yang baru saja ia setrika di sudut ruangan. Victor mengangguk, ia masuk kembali ke kamarnya, berganti memakai celana jeans karena sebelumnya ia hanya memakai kaos dan celana pendek. Jena menatap pantulan dirinya di cermin, perutnya sudah membuncit, ia mengusap pelan, tersara ada yang bergerak di dalam perutnya. Jena tersenyum. “Sedang apa kau di dalam sana, sayang, empat bulan lagi kita akan bertemu, kuat ya, kita berjuang bersama,” ucapnya. Ia termenung, mendadak pikiran jika anaknya tak akan memil

  • The Hot chef and me   53. About him

    “Kau yakin, tidak ingin mengetahui kabar Drew?” wanita berkaca mata dengan rambut pirang itu menatap Jena yang duduk di hadapannya pada satu kafe yang ada di dekat apartemen tempat tinggal Jena.“Tidak, aku pikir sudah selesai semua, Abie.” Jena tersenyum ke wanita yang merupakan salah satu orang kepercayaan Drew untuk mengelola restorannya di New York saat itu. Abie yang sudah melahirkan dan kini mewarnai rambutnya menjadi pirang, sempat membuat Jena bingung karena perubahan penampilan itu.“Drew, dia di Barcelona, Jen, dan ia bekerja di dapur salah satu temannya. Tidak lagi menjadi koki hebat dan panas abad ini. Ia menanggalkan semuanya semenjak…, yeah, kau tahu sendiri, bukan.”Jena mengangguk. Ia menatap Victor yang duduk di luar kafe, sesekali menatap ke arahnya untuk sekedar mengawasi.“Apa dia…” tunjuk Abie. Jena terkekeh.“Adik angkatku, Abie, dia bukan… mmm. Siapapu

  • The Hot chef and me   54. Pukulan telak.

    “Kembalilah orang gila! Jena dan anakmu membutuhkan dirimu, Drew! Bedebah! Bajingan tengik! Tidak punya hati!” Hannah memukul lengan kakaknya bertubi-tubi layaknya samsak tinju. Ia baru tiba di Barcelona lima jam lalu, setelah mendapat alamat tempat tinggal Drew yang Hannah nilai seperti kandang kucing peliharaannya alias kecil. Hannah segera memaki kakaknya yang begitu berantakan.“Anak itu anakmu Drew! Maden sudah mengakui kesalahannya. Dan, Camile masuk rumah sakit jiwa karena depresinya! Kau masih mau mengelak, hah! Apa kau mau aku seret dengan kasar!” kedua mata wanita berambut pirang panjang sebahu itu melotot menatap Drew yang diam menerima pukulan adiknya.“Kau masih tidak percaya, huh!” kini Hannah kembali murka. Drew diam, bergeming menatap adiknya yang berdiri berkacak pinggang di hadapannya yang duduk di atas ranjang.“Abie bertemu Jena di Boston, ia tingga di sana dan bekerja di Luigi’s Pizza sebagai k

  • The Hot chef and me   55. Drew & Victor

    Victor berjalan ke arah Luigi’s pizza, dari kejauhan ia me,ihat sosok Drew yang taka sing baginya, ia sudah mencari via internet sosok Drew. Dan, kini, langkah kaki Victor berjalan cepat ke arah pria itu.“Kau! Untuk apa kau ke sini! Mau kau apakan Kakakku, hah!” tangan Victor sudah meremas leher kaos yang kenakan Drew, kepalan tangan Victor bahkan sudah terangkat ke udara. Jena berlari, menahan tangan itu dan memeluk Victor.“Hei… Vic, sudah. Abaikan pria itu. Aku tidak mau adikku memukul orang lain. Sudah… ayo ke dalam, kau belum makan siang, bukan, Paman Luigi membuatkan kita makan siang. Ayo…” ajak Jena tanpa menatap ke arah Drew barang sekilas.“Pergi! Kakakku tidak butuh lelaki yang tidak percaya kepadanya.” Maki Victor dengan sangat emosi.Drew diam, ia menatap sendu. Jena dan Victor berjalan melalui pintu samping, wanita itu jelas menangkan emosi Victor.Victor? Hm, aku rasa

  • The Hot chef and me   56. Philipe

    Jena keluar dari unit apartemennya seorang diri, tak bersama Victor karena hari itu, Victor sudah libur sekolah karena sebentar lagi natal. Dari kejauhan, Drew sudah menatap wanitanya itu. Ia kali ini lebih merasa percaya diri setelah Victor memberikan kode atau cara supaya bisa mendekati Jena sebagai permulaan. Langkah kaki Drew mengayun menyusul Jena lebih dekat, tak peduli ia akan dipukul atau ditampar, kali ini rasa percaya dirinya meningkat begitu tajam.“Selamat pagi, cantik,” sapaan Drew membuat Jena terperanjat dengan tangan kanan memegang dada kirinya. Ia menoleh ke belakang, tatapan keduanya bertemu. Drew tersenyum tampan, Jena membuat pandangan lalu kembali mengarah ke depan, ia melangkah sedikit cepat. Dengan cepat, tangan Drew menarik pergelangan tangan Jena.“Jangan bahayakan putraku di dalam sana, dia akan terluka jika cara berjalanmu seperti itu, Jena,” ucapnya. Jena menepis genggaman tangan Drew pada pergelangan tangannya kasar

  • The Hot chef and me   57. Memohon

    Tak mudah meminta maaf setelah rasa sakit hati yang dirasakan Jena akibat ucapan yang terlontar dari bibir Drew. Jena menangis terisak sembari membekap mulutnya, ia tak mau jika rekan kerjanya, bahkan, Luigi mendengar tangisnya. Mendadak perutnya nyeri, ia berusaha tenang, tak baik emosinya jika terus tertekan. Dokter sudah pernah menjelaskan hal itu.Setengah jam sudah ia menenangkan diri di dalam kamar mandi, namun, rasa nyeri itu tak kunjung hilang. Jena beranjak, perut dan pinggangnya mendadak terasa nyeri. Ia lalu segera membuka pintu, berjalan perlahan sembari memegangi perutnya.“Ya Tuhan Jena!” pekik Marisol yang baru saja datang dan masuk melalui pintu belakang.“Perutku…,” lirih Jena sembari meringis.“Ayo kita ke dokter, Jen, Paman Luigi, bisa pinjam mobilmu?!” panik Marisol.“Ya, tentu! Ini kuncinya.” Luigi menyerahkan kunci mobil.“Jena… Jena, mari Paman bantu m

  • The Hot chef and me   58. Aku mengkhawatirkanmu

    Suara desisnya wajan terdengar dari dapur kecil apartemen itu, Jena sempat terlelap hingga wangi bawang putih dan rosemary tercium menggugah dirinya. Ia berpikir, apa yang sedang dilakukan lelaki itu di dapur, memasak apa dengan keharuman seperti itu. Bukannya mual, justru Jena merasakan air liurnya hampir menetes.“Apa yang Ayahmu lakukan, nak, hah… Ibu tidak bisa beranjak dari ranjang ini.” gerutu Jena. Suara desisan itu kini teredam dengan suara pisau beradu dengan talenan. “Ayahmu sedang mencacah apa? Berisik sekali,” gumam Jena. Ia hanya bisa mendengkus, di tatapnya jendela kamar, langit sudah berubah senja, ia lapar, sejak pulang dari klinik, ia hanya memakan biskuit, kini ditambah dengan harum masakan Drew, perutnya semakin bergejolak.“Apa kau membutuhkan sesuatu, Jen?” terdengar suara Drew dari ambang pintu, hanya lirikan yang bisa Jena tunjukkan. “Oh, sepertinya tidak. Baiklah, aku akan ke dap—“

  • The Hot chef and me   59. Pagi yang berbeda

    Siapa yang tidak tergiur dengan aroma masakan dengan bahan segar di pagi hari. Kedua mata Jena terbuka saat mencium aroma roti bakar, keju, dan ayam panggang. Ia membuka kedua matanya perlahan, tampak Victor duduk melantai sembari menatap Jena.“Kak, aku seperti mimpi, tempat ini seperti restoran mahal. Kau harus segera ke kamar mandi, dan kita sarapan bersama. Aku akan panggilkan Drew supaya membopongmu ke kamar mandi.” Victor beranjak cepat, tak butuh waktu lama, Drew yang mengenakan kaos hitam pres body juga celana pendek santai warna cokelat muda, bergegas masuk ke dalam kamar. Jena masih dengan muka bantalnya menatap Drew.“Pagi,” sapa Drew. Jena memalingkan wajah. Tak gentar, Drew membopong wanita itu ke kamar mandi, seperti kemarin, ia mendudukan Jena di atas kloset begitu hati-hati.“Selalu cantik,” gumam Drew. Ia tersenyum menatap Jena, lalu bergegas keluar kamar mandi. Sedangkan Jena merutuki dirinya sendiri.

Bab terbaru

  • The Hot chef and me   72. Kebahagiaan bersama

    Satu tahun berlalu, Jena dan Drew begitu sibuk mengelola bisnis mereka, tetapi tak melupakan urusan keluarga, hal itu tetap menjadi prioritas utamanya. Restoran mahal yang dibangun Drew dengan mengusung nama Phil's Steak house by Drew and Jena, perlahan menarik banyak orang untuk menikmati kelezatan masakan Drew, walaupun Drew hanya sesekali terjun langsung ke dapur, ia tak ingin begitu menonjol, takut jika akan memancing kaum hawa yang akan terkesima melihatnya beraksi di dapur. Ia tak mau kehidupan pribadinya juga kembali tersorot media.Lain dengan Jena yang toko kue dan pastrynya tak pernah sepi, Nina bahkan dipercayakan sebagai manajer toko. Jena sendiri lebih senang berada di dapur untuk membuat makanannya.Ayah Mark, bekerja dan mengelola steak dengan konsep merakyat, jangkauan masyarakat sekitar dan perkantoran ya

  • The Hot chef and me   71. Philippe Andrew Sebastian

    Pahit, perih, kecewa, seolah menjadi kata yang mampu mengungkapkan masa lalu keduanya. Jelas sepele, hanya salah paham, tetapi bagi beberapa manusia, hak itu tetaplah menjadi momok perkara besar dari hal sepele.Dengan perut besarnya, Jena menatap interior toko kue dan pastry miliknya. Bernuansa putih dan merah muda. Drew yang duduk di kursi tinggi itu ikut menatap kagum sembari mengusap pinggang Jena yang katanya pegal. Memasuki kehamilan 39 minggu sudah membuatnya semakin lelah dan pegal sana sini.Kecupan Drew mendarat di lengan Jena yang kali itu memakai pakaian hamil lengan buntung. Mengekspos lengan putihnya, lalu tangannya mengusap perut Jena yang begitu keras."Jena, aku pikir oven ini cukup, kita akan mempekerjakan dua karyawan saja, kan?" ucap ibu

  • The Hot chef and me   70. Rencana masa depan

    Jena dan Drew sudah merapikan kamar mereka yang di tambah dengan lemari pakaian anak, dan juga hiasan lainnya. Keduanya tampak puas dengan hasil yang mereka kerjakan berdua."Apa kau tahu, Jen, aku merasa hidupku jauh berbeda semenjak akan menjadi seorang Ayah, malaikat kecil di dalam sini sungguh membuatku bertekuk lutut," ucap Drew sembari mengusap perut isrinya dengan posisi ia duduk di kursi sedangkan Jena berdiri di samping lemari pakaian bayi."Kadang, kita memang harus menerjang badai untuk bisa melihat lautan tenang yang luas, dengan sinar matahari yang terang. Aku hanya berharap, dirimu jangan mengulangi kesalahan yang sama, karena akan berimbas ke keluarga kita.Aku kecewa padamu, karena kamu tidak mempercayai kata-kataku, wanita yang kau cintai,

  • The Hot chef and me   69. Tersentuh

    Victor memberi tahu arah rumah teman sekolahnya. Mereka bertiga kini menuju ke rumah tersebut."Vic, kau yakin itu rumahnya?" tanya Drew meyakinkan lagi sebelum menepikan mobil."Iya, itu. Dan kau lihat, temanku dan dua adiknya sedang duduk di teras, temanku selalu berusaha terlihat tegar." Lanjut Victor."Siapa nama temanku, aku lupa?" Kini Jena bertanya."Mark. Dia anak berprestasi di sekolah, Kak, aku terkejut saat mengetahui kondisi keluarganya." Victor melepaskan sabuk pengaman, ia dan kedua kakaknya bersiap turun."Vic, jangan kau bawa turun dulu yang tadi kita beli, nanti saja." Perintah Drew, Victor paham.

  • The Hot chef and me   68. Daddy baby boy

    Jena berdecak sebal ke Drew, pria itu dengan seenaknya membuat daftar kebutuhan belanja perlengkapan bayi. Jena bahkan terkejut saat melihat jumlah yang harus mereka bayar."Drew, kau pikir anakmu membutuhkan semua ini? Jangan berlebihan." Jena mencoret beberapa barang yang ditulis suaminya, dan hampir semuanya mainan. "Philippe butuh pakaian, popok, selimut, itu yang utama, bukan ini. Kau gila," keluh Jena. Drew lalu meregangkan otot-otot tubuhnya, ia bersandar pada kursi meja makan, menatap Jena yang mencatat ulang barang belanjaan.Hari itu mereka memutuskan mulai membeli perlengkapan bayi, usia kandungan Jena memang masih enam bulan, mereka melakukan itu karena akan mulai memikirkan membangun usaha, takut terlalu fokus lalu mendadak lupa untuk menyiapkan hal terpenting lainnya.

  • The Hot chef and me   Part 67. Pillow talk

    Drew sudah beranjak lebih dulu ke atas ranjang, ia merasa nyaman bisa tidur di kasur yang luar biasa empuk. Jena menatap suaminya dari pantulan cermin, ia masih sibuk mengoleskan lotion untuk perutnya. Drew memiringkan badan, menatap pemandangan itu sembari tersenyum. Ia mengagumi istrinya melebihi apa pun."Apa yang kau lihat?" tanya Jena judes. Drew terkekeh."Tidak ada," jawabnya namun diakhiri senyuman. Jena mendengkus, ia berjalan mendekat ke arah ranjang, lalu duduk bersila di atasnya."Kau mau apa, Drew?" Jena menatap suaminya itu."Aku mencintaimu, Jena," ucap Drew setelahnya ia mengulum senyum. Jena diam, ia merebahkan dirinya, memiringkan tubuhnya ke kiri."Aku membencimu," balas Jena.&

  • The Hot chef and me   66. Pindahan

    Victor duduk menemani Jena yang lelah karena sudah satu jam berkeliling toko furniture untuk membeli barang kebutuhan mereka. Drew akhirnya berjalan sendiri, ia menuju ke area kitchen set dan peralatan dapur. Jena duduk bersandar, di dalam perutnya, Philipe juga begitu aktif, sepertinya ia senang dengan apa yang ayahnya lakukan.“Kak, suamimu sungguh kaya raya? Bagaimana bisa kau membencinya begitu besar, dia bahkan memilih semua dengan perhitungan matang.” Toleh Victor menatap Jena.“Aku tidak membencinya, hanya kecewa dan kesal,” sanggah ibu hamil itu. Victor terkekeh.“Sungguh? Sejak kapan kau menarik kata ‘membenci’ menjadi ‘hanya kecewa’, bahkan aku sering mendengar kau ucapkan itu saat kita masih menyewa kamar yang kecil itu.“Ck. Diamlah kau, Vic. Ayo, temani aku melihat sofa ruang TV, aku ingin yang nyaman, akan ku buat dia menghabiskan banyak uang untukku.” Jena beranjak lagi, Vict

  • The Hot chef and me    65. Peraturan baru

    “Kita tidak bisa tinggal di sini selamanya, Jena, kita harus pindah. Apartemen ini terlalu kecil untuk kita tinggali.” Tegas Drew saat ia baru saja menunjukkan beberapa apartemen lain yang bisa ia sewa. Jena tak mau jika Drew membelinya – walau suaminya jelas mampu – tetapi itu tak membuat Jena senang. Pria itu sudah memberi kejutan dengan mengajaknya menikah begitu cepat, maka, kali ini Jena juga akan memberikan kejutan dengan tidak akan mudah menuruti kemauan Drew.“Tidak. Kau saja jika mau pindah ke sana. Aku masih betah di sini, atau, cari yang lebih murah biaya sewanya. Aku bukan selebritas, dan daerah ini jauh dari sekolah Victor.” Tolak Jena.“Aku akan membelikan Victor mobil,” ujar Drew lagi.“Kau…, mulai lagi menjadi sombong dan arogan dengan menunjukkan siapa dirimu.” Jena melipat kedua tangan di depan dada, ia terkekeh sinis. Keduanya sedang duduk di kedai es krim. Ibu hamil itu lelah

  • The Hot chef and me   64. Membuat jarak

    Drew sudah berdiri di sisi kiri pendeta dengan sedikit berjarak. Ia menatap Jena dengan air mata sudah mengembeng di pelupuk. Ia tak menyangka harinya tiba untuk mensakralkan apa yang sempat tertunda, tetapi, tidak dengan Jena yang menatap dingin dan judes ke pria yang akan menjadi suaminya. Perut buncit Jena membuat fokus Drew berpindah ke sana, ia semakin haru, Jena semakin mencebik kesal dengan bola mata menatap jengah ke pria itu.“Kau cantik, sayang,” bisik Andy Thomson saat melepaskan tangan putrinya untuk diserahkan ke Andrew Sebastian.“Terima kasih, Ayah. Mm.. apa aku bisa kabur sekarang?” bisiknya. Andy tertawa kecil, ia mencium kedua pipi putrinya. Jena menatap ke arah Drew, perasaannya campur aduk, ia sendiri bingung harus memilih yang mana. Semua abu-abu.“Kamu cantik,” lirih Drew. Jena kali ini benar-benar jengah. Ia tersenyum masam. Acara pemberkatan dimulai, keduanya sudah mengikrarkan janji s

DMCA.com Protection Status