Suara gemuruh kembali membuat telinga Caleb berdengung. Ya, dia kembali ke pertarungan. Setelah dipikir-pikir, hanya dengan cara inilah dia bisa mendapat uang dengan cepat. Dia benar-benar bisa menabung untuk operasi kaki Ibunya. Biar saja Cindy mengomel, kakaknya itu akan langsung diam jika dia memberikan sekoper penuh uang dari hasilnya malam ini.
Bukannya percaya diri, hanya saja bela diri Caleb memang harus diakui kehebatannya. Mengalahkan Gold Dragon, pemegang rekor menang selama 3 minggu berturut-turut benar-benar mencetak sejarah. Gold Dragon yang bertubuh besar saja sudah berhasil dia patahkan lengannya, jadi apa yang perlu diragukan lagi malam ini?
"Kali ini sedikit berbeda, Caleb. Aku harap kau tetap bersedia." Pembawa acara mulai membuka suara.
"Malam ini, Caleb..." Pembawa acara menunjuk Caleb dan kembali berbicara, "Akan melawan 3 orang sekaligus!" Suara riuh langsung terdengar.
Mata Caleb membulat mendengar itu. Dia berjalan mendekat dan mel
Malam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Jika biasanya Cindy sudah bergelung di tempat tidur di jam kritis seperti ini, tapi tidak untuk sekarang. Saat ini dia sedang berdiri di depan cermin besar milik Rose dan berusaha untuk menarik ujung pakaian minim yang dia kenakan. Seketika dia menyesal menawarkan diri untuk bekerja di club. Ini bukanlah dia! Ini bukan gayanya! Cindy lebih menyukai memakaihoodiebesar miliknya!"Aku tidak menyukai ini, Rose." Lagi-lagi Cindy mendesah tidak suka."Kalau begitu sudahi pemikiran gilamu. Aku benci melihatmu memakai pakaian kurang bahan seperti ini. Lebih baik kau tidur bersama Violet!" rutuk Rose yang memang kesal karena sudah menjerumuskan Cindy ke lubang neraka.Namun Cindy adalah gadis yang keras kepala. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk menanggung biaya hidupnya. Pikiran akan kesembuhan Caleb yang menjadi tujuan utamanya saat ini. Tentang Ibunya, Cindy menyempatkan diri untuk pulang tad
Cindy takut.Selama perjalanan yang entah ke mana ini Chris hanya diam. Bibirnya tertekan membentuk satu garis tipis yang dapat Cindy pastikan jika pria itu tengah menahan amarah saat ini. Tapi kenapa? Kenapa dia kesal?Cindy menunduk dan kembali menarikdresspendeknya yang tersingkap. Untung saja Chris meminjamkannya jaket sehingga dia tidak perlu lagi merasa risih. Namun tetap saja, berada satu mobil dengan Chris setelah lama tidak berjumpa dengan tampilan yang seperti ini membuat jantung Cindy berdetak tidak karuan.Dia tidak tahu kenapa itu bisa terjadi. Cindy hanya merasa lega bertemu Chris malam ini. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada pria itu, mungkin Cindy sudah berakhir di tengah ranjang dengan mengenaskan."Chris?" panggil Cindy kembali menarik ujungdress-nya."Lebih baik kau menutup mulutmu."Cindy kembali menutup mulutnya dan memejamkan matanya erat. Chris sangat menyer
Cindy termenung di dalam mobil begitu telah pergi dari apartemen Rose. Otaknya masih belum bisa berpikir dengan jernih, seolah linglung dengan fakta yang baru saja dia dengar dari bibir Rose.Chris, pria itu ayah Violet. Fakta itu cukup mencengangkan, tentu saja. Belum selesai dengan Lexa yang mengaku sebagai istri Chris, dan sekarang ditambah dengan Violet yang merupakan anak Chris. Apa bisa Cindy mengubur dirinya hidup-hidup sekarang? Hanya Chris tempat dia bergantung saat ini dan ternyata pria itu mempunyai segudang masalah yang membuatnya sakit hati.Kenapa Cindy merasakan sakit? Apa ini normal? Dia ingin marah tapi otaknya masih bisa bekerja dengan baik jika dia tidak punya hak untuk marah di sini. Dia dan Chris tidak mempunyai hubungan apa-apa."Sampai kapan kau akan diam?" Chris membuka suara masih menatap jalan di hadapannya dengan tajam. Dia juga merasa emosi dengan tuduhan Rose yang seolah menyudutkannya."Cindy, buka mulutmu!" bentak Chris hila
Cindy meremas tangannya resah begitu Caleb menatapnya dengan tatapan dingin dan penuh tanya. Pria itu sudah membuka matanya begitu Cindy datang untuk menjenguk pagi ini bersama Chris. Saat datang, Cindy tidak menyangka jika Caleb sudah bangun dan adiknya itu kini tengah menatapnya dengan penasaran.Tentu saja! Sudah berapa hari dia tidak sadar? Kenapa tiba-tiba kakaknya datang bersama Chris?"Caleb ak—" Cindy tidak dapat melanjutkan kalimatnya karena jujur dia tidak tahu harus menjelaskan apa di saat kondisi Caleb masih seperti ini.Adiknya masih belum bisa berbicara karena rahangnya yang entah patah atau bagaimana, Cindy tidak tahu. Banyak luka yang dialami Caleb dan itu semua membutuhkan penyembuhan yang lama.Cindy melirik Chris yang masih duduk santai di sofasinglesambil bertopang dagu. Seolah ikut menikmati kebingungannya saat ini. Tatapan Cindy yang seolah meminta tolong pun dia acuhkan. Menurut Chris, ini bukanlah ranahny
Semua sudah berkumpul di tempat Rose. Ini pertama kalinya Cindy berada di sini setelah terakhir kali pertemuan mereka yang cukup mengundang konflik. Surat dokter sudah berada di tangan Anton. Chris benar-benar serius dengan ucapannya. Dia ingin membuktikan semuanya dan menghentikan kesalahpahaman ini.Mungkin benar jika Chris dan Rose pernah tidur bersama, tapi Chris yakin jika Violet bukanlah anak kandungnya. Dia memang sedikit nyaman dengan keberadaan Violet yang terasa aneh menurutnya, karena dia tidak pernah dekat dengan anak kecil sebelumnya. Namun itu tidak mengubah apapun. Perasaan Chris begitu kuat, dia yakin jika Violet bukanlah anaknya.Cindy menatap Rose dan memainkan tangannya resah. Dia ingin menghampiri wanita itu dan menguatkannya tapi Cindy merasa jika ini bukanlah waktu yang tepat. Seolah-olah mereka sedang berada di kubu yang berbeda sekarang."Surat baru saja keluar pagi ini dan dapat dijaga kerahasiannya." Anton mencoba mencairkan suasana teg
Sepasang lengan kokoh melingkari pinggang Cindy yang membuatnya terkejut. Matanya terpejam dan menggerutu kesal. Tidak perlu menoleh, dia sudah tahu siapa pemilik lengan kokoh itu."Lepaskan, Chris. Aku sedang memasak.""Itu tugas Nancy." Chris bergerak menenggelamkan wajahnya ke leher Cindy dan menghirup dalam aroma tubuh gadis itu. Cindy mengangkat bahunya risih saat merasakan geli dari jambang tipis milik Chris.Dia mencoba untuk fokus mengiris bawang bombai. Namun sepertinya Chris tidak mengizinkannya, karena Cindy mulai merasakan sesuatu yang basah pada lehernya."Astaga, Chris! Lepaskan aku dulu," ucap Cindy meletakkan pisaunya kesal."Kenapa kau bangun pagi sekali?" tanya Chris mengangkat kepalanya dan bertopang pada bahu Cindy."Apa salahnya dengan bangun pagi?"Chris mengangkat bahunya acuh, "Tidak ada, tapi ini hari Sabtu.""Jika hari ini hari Sabtu kenapa kau tidak segera mandi dan berangkat bekerja?" Cindy memutar t
"Kalau begitu sampai jumpa besok." Cindy mengakhiri teleponnya dengan Rose begitu Chris masuk ke dalam kamarnya.Masih mengenakan jasnya, pria itu menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Memejamkan mata dan memijat keningnya yang terasa berdenyut. Hal itu tidak luput dari pandangan Cindy."Ada apa?" tanya Cindy kembali mengambil kapas baru untuk membersihkan wajahnya."Tidak."Cindy menghentikan gerakan tangannya dan menatap Chris dari pantulan cermin, "Tidurlah jika lelah. Ini sudah malam."Chris seketika membuka mata dan bergerak mendekati Cindy. Pria itu berdiri di belakangnya dan meremas bahunya pelan. Jantung Cindy seketika berdetak kencang. Dia kembali fokus membersihkan wajahnya tanpa memperdulikan Chris yang masih menatapnya lekat dari cermin. Sungguh, jika sekali saja Cindy menatap mata tajam itu, fokusnya akan langsung hilang. Oleh karena itu dia harus menyibukkan diri agar tidak terjebak dalam mata tajam itu."Siapa yang kau hubungi
Cindy menuntun tubuh Caleb untuk memasukipenthouse. Sedangkan Chris hanya mengekor di belakang. Dia tidak akan angkat bicara jika Caleb sendiri memilih untuk diam. Mungkin masih ada dendam di hati pemuda itu."Kenapa kau membawaku ke tempat ini? Aku ingin pulang."Cindy menggeleng tegas, "Kau akan di sini selama Ibu masih di rumah sakit.""Aku bisa menjaga diriku sendiri." Dengan perlahan Caleb melepas rangkulan Cindy dan menatap Chris datar.Cindy mengulum bibirnya resah saat merasakan aura permusuhan dari diri Caleb dan Chris.Well,dia tidak menyalahkan Caleb sepenuhnya jika dia masih memendam amarah untuk keluarga Auredo. Namun Cindy tahu jika Chris itu berbeda, pria itu mencintainya."Apa yang kau lakukan pada kakakku?" tanya Caleb masih menatap Chris."Caleb, ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini. Kau harus istirahat agar bisa menjaga Ibu nanti." Cindy menarik lengan Caleb untuk pergi k
Maria mendorong kursi roda yang diduduki oleh gadis berwajah muram ke arah taman. Sejak masuk ke dalam yayasannya, Maria tidak pernah melihat senyum di bibir gadis itu. Mungkin dia masih mengalami trauma atas kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya. Kini gadis yang bernama Nessa itu hanya hidup sendiri dan kerabatnya dengan tega memasukkannya ke yayasan orang berkebutuhan khusus.Nessa memang tidak bisa berjalan, tapi bukan berarti dia tidak akan pernah bisa berjalan lagi. Jika dia mau, perawatan medis dapat membantu kakinya kembali berjalan. Namun entah kenapa Maria tidak merasakan adanya semangat dari diri Nessa. Tatapan gadis itu selalu kosong dan menampakkan kesedihan.Maria tersenyum menatap Caleb yang tengah bermain basket dengan anak-anak yayasannya. Pria itu tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan dan mempesona."Jika kau mau, kau bisa bermain basket bersama mereka." Tawar Maria menyentuh pundak Nessa. Lagi-lagi tidak ada jawaban yang dia terima.
Wajah penuh keringat itu mendongak dengan suara yang tertahan. Matanya terpejam seolah menikmati apa yang baru saja dia alami. Setelah itu, tubuh besar Chris jatuh di atas tubuhnya. Tidak terlalu lama, karena Chris sadar akan perut Cindy yang sudah besar. Pelepasan yang sempurna."Apa kita harus menyelesaikan perdebatan dengan bercinta?" tanya Cindy geli.Dia sangat ingat ketika Chris marah hanya karena melihatnya menggunakan sepatu ber-hak tinggi ketika kuliah. Pria itu tanpa ragu melempar semua koleksi sepatunya ke kolam renang dari balkon kamar mereka. Sebenarnya Cindy tidak berniat menggunakan heels, namun entah kenapa bayinya menginginkan itu."Kau yang memulai." Chris meraih pinggang Cindy dan memeluknya erat."Apa? Kau saja yang selalu marah-marah." Cindy cemberut.Chris menghela nafas kasar, "Apa kita akan berdebat lagi? Jika iya, aku masih kuat untuk ronde kedua.""Jangan konyol!" Cindy mendorong wajah Chris
Suasana tegang di dalam sebuah kamar itu semakin menakutkan saat Cindy tidak lagi membuka mulutnya. Wanita itu memilih diam dan membiarkan Chris melakukan apa yang dia mau dan dia suka. Toh, ucapannya juga tidak akan mempengaruhi isi kepala Chris yang seperti batu.Tangan Cindy dengan lincah membalik lembar halaman buku yang dia baca. Dia masih mengabaikan Chris yang bersandar pada lemari dengan tubuh basahnya. Suara helaan nafas dari Chris pun tidak membuat Cindy beralih. Dia sudah membulatkan tekat untuk diam dan menurut. Itu yang Chris mau."Baiklah, kau ingin nuansa warnapeach?Kau mendapatkannya, Cindy." Chris mengambil sebuah baju dan memakainya cepat.Cindy yang mendengar ucapan suaminya pun menutup bukunya cepat dan berteriak senang. "Akhirnya!" Cindy mulai berdiri dan menghampiri suaminya."Kau selalu melakukan itu." Chris bergumam tanpa menatap Cindy yang berada di belakangnya.Tangan kecil itu perlahan melingkar denga
Chris keluar dari bilik telepon umum setelah berhasil menghubungi Ron. Dia hanya memberi informasi jika dia baik-baik saja dan akan segera menjemput Cindy. Perkataan Anton terngiang-ngiang di otaknya. Apa yang Cindy lakukan di gudang Auredo? Bahkan Chris harus menempuh waktu 3 jam untuk sampai di tempat itu.Perjalanan terasa begitu lama dan Chris kesal dengan itu. Rasa nyeri di kepalanya tidak sebanding dengan rasa nyeri di hatinya. Demi apapun, jika istrinya tidak dalam keadaan baik. Chris akan menghukum dirinya sendiri. Semua ini salahnya. Jika tidak datang ke rumah terkutuk itu semua ini tidak akan terjadi.***Anton menatap pintu berwarna putih di hadapannya dengan ragu. Setelah melihat mobil merah di teras rumah Cindy, dia yakin jika Lexa berada di dalam sana. Perlahan tangan itu terangkat untuk mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka dan muncul Ron yang menatapnya aneh, tapi itu tidak bertahan lama karena Ron langsung melayangka
Lexa berdiri dengan kaku. Rasa semangatnya yang berkobar mendadak hilang entah ke mana. Jujur saja, rumah besar di hadapannya sedikit memberikan rasa trauma. Namun demi Cindy, dia akan memberanikan diri. Dengan tangan yang mengelus perutnya, Lexa berjalan menghampiri Ron yang tengah berbicara dengan penjaga gerbang. Tak lama pagar besar itu terbuka membuat Lexa reflek menarik lengan Ron."Kita harus hati-hati. Ada iblis di dalam sana," bisik Lexa pelan."Kau yang harusnya hati-hati." Ron mendengus dan melirik perut buncit Lexa.Mereka bergegas masuk ke area rumah tanpa rasa ragu. Ron sudah sering datang, begitupun juga Lexa. Namun mereka tidak tahu apa semuanya masih sama setelah apa yang terjadi akhir-akhir ini?"Kenapa kau begitu yakin jika Anton berada di sini?""Perasaanku kuat." Lexa mengedikkan bahunya acuh.Tangan Ron yang akan mengetuk pintu seketika terhenti ketika mendengar suara di belakangnya. Lexa dan Ron kompak menoleh dan mend
Chris terengah dengan tangan yang penuh akan darah. Di hadapannya sudah ada 3 penjaga yang tumbang karena menahannya untuk pergi. Melihat situasi rumah yang tampak sepi, Chris dengan cepat keluar dari kamar. Sudah dua hari dia di rumah ini dan tidak ingin lebih lama lagi untuk tinggal. Rumahnya bukan di sini, melainkan tempat sederhana di mana dia merasakan apa itu kehangatan keluarga."Tuan Chris!" teriak Anton yang melihat kepergian Chris. Dengan cepat dia menghubungi penjaga gerbang untuk lebih meningkatkan keamanan. Seharusnya dia tahu jika Tuannya sudah pasti akan memberontak.Chris bukanlah pria yang lemah. Diam bukan berarti dia menurut, tapi dia memilih untuk menunggu momen yang tepat. Anton yakin jika penjaga yang berjaga di depan kamar Tuannya sudah terbaring kehilangan nyawa.Anton berjalan keluar rumah untuk melihat keberadaan Chris. Dari kejauhan dia melihat anak buahnya tengah menggotong tubuh seseorang. Anton berdecak melihat itu. Begitu sudah ber
Cindy menatap rumah besar di hadapannya dengan jantung yang berdetak kencang. Entah apa yang membuatnya datang ke tempat ini, tapi perasaannya begitu kuat. Untuk pertama kalinya dia datang ke tempat masa kecil Chris. Sebuah rumah megah bak istana yang sangat bertolak belakang dengan kenyataannya. Mendengar dari Chris, rumah itu bahkan tidak mencerminkan kehangatan akan keluarga sama sekali.Kepala Cindy bergerak untuk mencari cara agar pagar besar di hadapannya dapat terbuka. Ketika melihat sebuah pos kecil, dia segera datang menghampiri. Namun belum sampai di pos, pagar besar itu mulai terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan Anton yang sudah berdiri tegak di dalam sana."Nona Cindy," sapa Anton menghampirinya."Kau di sini, Anton?" Cindy bertanya bingung."Saya bekerja di sini." Anton mengedikkan bahunya pelan, "Silahkan masuk, Nona."Dengan cepat Cindy menggeleng, "Tidak! Tidak perlu," ucapnya cepat. "Aku hanya ingin mencari Chris. Apa dia ada
Cindy berdiri di depan jendela dengan resah. Matanya tak berhenti untuk menatap jalan dengan harapan akan melihat mobil Chris yang datang. Namun tidak, Cindy tidak melihatnya. Chris tak kunjung pulang. Tangan Cindy meremas ponselnya kesal dan kembali menghubungi nomor suaminya. Lagi-lagi hanya bunyi operator yang menjawab.Sebenarnya Cindy tidak akan seresah ini jika Chris menghubunginya. Pria itu memang sering lembur akhir-akhir ini, tapi selalu ada kabar. Chris tidak pernah absen untuk menghubunginya jika ada pekerjaan mendadak."Kak?" Suara ketukan membuat Cindy dengan cepat membuka pintu kamarnya. Dia menghela nafas lelah karena hanya Caleb yang berdiri sana dan bukan Chris."Ada apa denganmu?" tanya Caleb aneh."Ada apa?" Cindy berusaha tenang dan menatap Caleb yang lebih tinggi darinya."Aku lapar, bisakah kau membuatkanku spageti?"Cindy mendengus dan mengikat rambutnya asal. "Kau sudah makan malam tadi dan juga menghabiskan satu dus
Chris melepaskan helm proyeknya setelah selesai meninjau pembangunan gedung milik perusahaanya. Setelah beberapa bulan berjuang, tentu usaha tidak akan mengkhianati hasil. Chris mendapatkan apa yang dia mau. Bahkan dia juga mendengar jika kerajaan bisnis Auredo mulai menurun. Chris tertawa melihat berita itu di televisi.Berita tentang dirinya yang tidak lagi menggunakan nama Auredo juga sempat meledak selama beberapa minggu. Banyak wartawan yang ingin mendapatkan informasi secara detail. Tentu Chris tidak akan menyia-nyiakan hal itu. Otak bisnisnya bekerja dengan baik."Lakukan semuanya dengan baik," ucap Chris pada salah satu anak buahnya dan berlalu masuk ke dalam mobil.Bunyi berdering membuat Chris melirik ponselnya sebentar. Setelah melihat nama wanita mungilnya, tanpa ragu dia mengangkatnya."Aku dalam perjalanan, Cindy." Chris berucap tanpa mendengar sapaan dari Cindy."Lama sekali?" Cindy cemberut di seberang sana."Baru tadi pagi a