Waktu menunjukkan pukul dua siang, itu artinya Danis akan datang ke rumah Citra sesuai janji temu mereka di telfon sebelumnya.
Begitu Citra selesai ia berniat turun ke bawah untuk menunggu kedatangan Danis, namun Danis sudah sampai terlebih dahulu. Calon suaminya terlihat begitu bersemangat kali ini.Setelah berpamitan Danis pun membawa Citra pergi ke tempat yang sudah ia booking sebelumnya.
Citra betul-betul terkagum bahwa ternyata Danis membawanya ke tempat yang cukup mahal di kotanya, ia pikir ini hanya kencan biasa, apakah Danis menang lotre sehingga ia beralih seloyal ini? Begitu batin Citra.Begitu sampai di meja yang Danis pesan sebelumnya, Danis pun mempersilahkan Citra untuk duduk dengan menyediakan kursi Citra. Selepasnya Danis langsung mengangguk kepada pelayan.
“Ini kita ngga pesan apa-apa mas?” tanya Citra kepada Danis.
“Sabar ya, sebentar lagi makanannya di anter kok.” Danis menimpali pertanyaan Citra.
Ternyata makanan mereka sudah disiapkan oleh Danis, dan tak lama kemudian pelayan membawakan 1 nampan berisi 2 porsi hidangan mewah, pelayan itu pun menyodorkan makanan yang ia bawa, yang satu di meja Citra dan yang satunya di meja Danis.
“Mas pesenin kamu Wagyu Beef Burger, daging wagyunya impor dari Jepang.”
Citra memperhatikan pesanan milik Danis, “Kalo yang punya mas apa namanya?”
Danis menjawab, “Kalau ini namanya Lamb Rack, rusuk domba, kalau kamu mau nanti mas pesankan juga.”
Citra pun menggeleng, “Ngga usah mas, aku coba yang ini dulu ya.” kemudian Citra memotong burger itu dan memasukkannya ke dalam mulut.
“Gimana? Suka ngga?” rasanya sangat lezat, tentu saja Citra menyukainya.
“Iyaa mas, ini enak kok,” mereka berdua pun menyantap hidangan mereka.
Di sela-sela mereka menyantap hidangan yang ada di meja mereka, Citra pun mengajukan pertanyaannya perihal apa yang ingin Danis bicarakan sehingga pertemuan mereka saat ini terkesan mewah dan berbeda dari kencan biasanya.
“Mas, sebenernya apa yang mau mas sampaikan?” Danis pun berhenti dari aktifitas makannya dan berusaha menelan terlebih dahulu makanannya, “Kamu mau tau banget ya?” Danis tersenyum yang menunjukkan lesung pipitnya. “jadi gini Citra, aku berubah pikiran tentang pernikahan kita.”Detak jantung Citra saat itu berdetak lebih cepat begitu mendengar yang Danis sampaikan, “Maksud Mas Danis?”
Melihat ekspresi Citra Danis pun mengerti bahwa calon istrinya salah paham, ia pun terkekeh, “Ngga, ini ngga seperti yang ada di pikiranmu. Kalau sebelumnya aku memutuskan untuk menyelenggarakan pernikahan kita dengan rentan waktu yang lama, kali ini aku mau mempercepat itu.”
Mendengar kata-kata itu Citra pun lega, “Memang rencana Mas Danis mau dipercepat dengan kurun waktu berapa lama kira-kira?”
“Gimana kalau kita menikah dalam 1 bulan ke depan.” Citra terkejut mendengarnya, yang semula calon suaminya itu bahkan tidak memberi kepastian akan kapan pernikahan mereka diselenggarakan tiba-tiba saja Danis memutuskan untuk menikah dalam 1 bulan ke depan.“Mas serius? Kok bisa mas merencanakan secepat itu? Nanti bisnis mas gimana?”
Danis menjelaskannya secara perlahan, “Begini Citra, setelah mas pikir-pikir cepat atau lambat diberlangsungkannya pernikahan kita, mas rasa ngga akan mempengaruhi bisnis mas, mas udah punya cukup tabungan buat menggelar pernikahan, dan mas ingin dirawat oleh calon istri mas yang cantik kaya kamu.” mendengarnya Citra pun tersipu malu, pipinya merah karena kata-kata Danis.
“Besok keluarga mas bakal datang lagi ke rumah ya buat membahas pertunangan kita dan rencana kita menikah ke depannya.” “Tunangan mas?”
“Loh iya dong, sebelum kamu menikah sama mas, harus mas ikat dulu supaya ngga ada yang ngelamar kamu.” Danis tertawa renyah karenanya, Citra juga turut senang meskipun ia heran sekali bahwa Danis akan melangsungkan pernikahan ini dengan dirinya dalam kurun waktu yang cukup singkat.
***Keesokan harinya sesuai yang sudah Danis bincangkan saat Danis menyatakan ingin melamar Citra, keluarga Cokroaminoto pun datang ke rumah Janu untuk membicarakan mengenai pertunangan serta pernikahan antara Danis dan Citra. Seluruh keluarga Hardinata telah siap untuk menyambut kedatangan keluarga Yuda dengan menyiapkan beberapa hidangan.
Begitu datang keluarga Cokroaminoto pun dipersilahkan untuk masuk, tak lupa Dinda menghidangkan kudapan yang telah ia sediakan.
Selanjutnya Yuda pun menyampaikan maksud dan tujuannya, “Jadi begini Janu, berangkali Citra sudah menyampaikan, jika belum akan saya sampaikan kembali. Saya sebagai kepala keluarga Cokroaminoto bermaksud untuk membahas mengenai pertunangan dan juga pernikahan antara putra dan putri kami yaitu Danis dan Citra, mereka berdua sudah sepakat untuk mengadakan pernikahan selama 1 bulan ke depan, maka dari itu bertemunya kami di sini untuk membahas lebih lanjut bagaimana persiapan ke depannya.”
“Baik kalau begitu, kami mengikuti anak-anak saja inginnya bagaimana,” timpal Janu.
“Untuk Danis dan Citra dari kalian masing-masing mau merencanakan kapan diselenggarakannya pertunangan kalian?” Dinda bertanya kepada dua calon pasangan itu.
“Kalau dari Danis sendiri maunya setelah persiapan pertunangan selesai, kami bisa langsung menyelenggarakan acaranya, kalau bisa 3 hari dari sekarang.” ucap Danis.
Janu pun tertawa dengan jawaban Danis, “Danis ini sepertinya bersemangat sekali ya.” seluruh keluarga pun ikut tertawa karenanya.
Kedua keluarga itupun mempersiapkan dengan baik rencana pertunangan mereka, mulai dari memesan sepasang dress dan juga setelan untuk Danis dan Citra pakai di hari pertunangan mereka, menyewa photoboth untuk hari itu, memperkirakan budget yang dikeluarkan untuk membeli cincin, menyiapkan hantaran dan juga persiapan-persiapan lainnya.
Selesai membahas apa saja yang kira-kira perlu kedua keluarga itu siapkan, keluarga Yuda pun berpamitan dan langsung pulang, sedangkan Danis dan Citra berniat mulai membeli apa yang mereka siapkan di hari berikutnya setelah musyawarah itu selesai.
Selepas musyawarah itu selesai diadakan dan keluarga Yuda sudah kembali, Citra pun menuju kamarnya, ia sedang melihat-lihat beberapa tempat yang menyediakan jasa paket pertunangan lengkap dari hantaran, photoboth, dan juga setelan untuk hari pertunangan mereka di buku khusus, sesaat kemudian pintu kamarnya terketuk.
“Citraa ini kakak.” mendengar itupun Citra langsung mempersilahkan kakaknya untuk masuk.“Masuk aja kak, pintunya ngga dikunci kok.”
Bagas pun masuk ke kamarnya, saat itu Citra sedang duduk diujung kasurnya dan Bagas mendekat untuk tiduran dipangkuan Citra. Mereka memang sedekat itu meskipun umur mereka bukan lagi remaja, mereka memang dididik untuk saling menyayangi dan juga berbagi sedari mereka kecil.
Saat Citra masih fokus dengan buku yang ada di hadapannya itu tiba-tiba Bagas menyeletuk, “Ngga nyangka kamu udah gede aja ya, sampe mau ninggalin mas gini.”
Mendengar kata-kata tentang meninggalkan tentu saja Citra menyangkal, “Apa si kakak, aku tuh cuma mau nikah, aku ngga pergi jauh buat ninggalin kalian tuh engga.”
Bagas terdiam selama beberapa saat, mungkin adiknya memang tidak akan pernah meninggalkan dirinya ataupun keluarganya, namun tetap saja mereka tidak lagi berada di satu atap yang sama nantinya.
“Janji ya kalau nanti kamu udah nikah jangan terlalu betah.”Citra mengernyitkan ujung hidungnya, “Loh kok gitu?”
Bagas terkekeh dan menimpali, “Ya maksud kakak sering-sering main ke sini, terlebih kalau nanti kamu hamil. Jangan lupa kabarin kita, nanti kita pasti bakal ikut ngerawat kamu kok.”
Mendengar jawaban kakaknya Citra justru bersemangat meledek, “Ciyee kak Bagas kesepian banget nih, sampe ngga mau aku tinggal pergi.” Citra tertawa dengan puas, “mending kakak cari cewe deh dari pada kaya gini.”
Bagas pun balik meledek Citra dengan menoyor kepalanya. “Yee punya adik mau disayang balesannya gini amat.”
Citra semakin terbahak karenanya, “Sama yang kemarin gimana kak? Gagal lagi?”
Bagas berjenggit kaget saat Citra membahas perempuan yang kemarin pernah Bagas kenalkan padanya. “Hust diem.” Citra peka jika seperti itu jawaban Bagas pasti dia tertolak lagi, entah ditinggal menikah terlebih dulu atau digantung selama beberapa hari.
Jauh di dalam lubuk hatinya Citra bersyukur sekali bahwa ia memiliki kakak yang betul-betul menyayanginya, bahkan kakaknya meninggalkan kesan yang baik untuknya sekalipun ia akan melangsungkan pernikahannya, ia bahagia mengetahui bahwa orang tuanya mendidik mereka dengan penuh kasih sayang yang tak akan pudar oleh waktu, dirinya sendiri jadi bertekad untuk mendidik anak-anaknya kelak sebagaimana orang tuanya telah mendidik dirinya dan Bagas agar menjadi saudara yang saling menyayangi, berbagi serta membantu satu sama lain. Citra ingin menghabiskan satu bulannya sebelum menikah tidak dengan Danis, tetapi dengan kakak dan juga keluarganya.
To be continue . .Dalam kurun waktu 3 hari kedua keluarga itu begitu sibuk menyiapkan pertunangan Danis dan Citra, hingga pada akhirnya hari pertunangan itu pun tiba. Seluruh keluarga Citra sudah siap di rumahnya, mereka semua tengah menunggu kedatangan keluarga Danis.Selama beberapa waktu menunggu, Danis beserta rombongan keluarganya pun tiba, tak lupa dengan seserahan yang sudah mereka siapkan untuk dibawa. Seluruh keluarga Citra pun menyambut dengan baik kedatangan keluarga Danis, dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah.Setelah keluarga Danis dipersilahkan masuk acara lamaran yang dilanjutkan pertunangan itu pun segera dimulai, tentu saja di dalam acara itu terdapat pembawa acara untuk memandu rangkaian per acaranya. Meningkat acara yang pertama, pembawa acara membuka acara lamaran tersebut, menyambut setiap tamu dengan selamat datang yang ia ucapkan dan juga mengucapkan terima kasih atas ketersediaan setiap tamu karena hadir dalam acara lamaran t
⚠ Adult content, 18+ only. Citra masih berada di kamar keluarga Cokroaminoto setelah segala rangkaian pernikahan mereka selesai. Ketika sudah tidak ada lagi tamu yang berdatangan ke rumah mertuanya karena tidak sempat hadir di tempat resepsinya, Citra duduk menghadap cermin dan mulai menuangkan remover ke kapas untuk menghapus sisa-sisa make upnya, dan beranjak untuk mandi setelah memastikan sudah tidak ada lagi make up yang tersisa di wajahnya. Begitu kembali dari kamar mandi Citra pun bersiap menggunakan lingerie untuk ritual malam pertamanya, begitu selesai menggunakan lingerienya pintu kamarnya pun terbuka dan memunculkan Danis yang hendak masuk ke kamar di balik pintunya, Citra pun tersenyum memandang Danis, namun begitu Danis melihat Citra sudah menggunakan lingerie itu Danis justru melemparkan pertanyaannya.“Kamu ngapain pake itu Citra?” Senyum Citra yang semula merekah pun memudar, tentu saja ia bingung, bukankah umumnya sepasa
Keesokan paginya Citra sudah bangun lebih awal dan memutuskan untuk segera mandi karena baik Danis dan Citra masih harus bekerja, begitu selesai mandi Citra melihat Danis sudah terbangun dalam keadaan bingung, ia juga terlihat pusing. “Cit semalem kita ngapain?” tanyanya pada Citra karena melihat dirinya tak dibalut dengan benang sehelai pun kecuali dengan selimut yang menutupinya. Menanggapi pertanyaan tersebut Citra membalasnya dengan tenang sambil tersenyum. “Kamu ngga inget?” Mendengar jawaban Citra tentu saja Danis paham bahwa mereka telah melakukannya semalam.Meskipun mereka telah sah menjadi suami istri, terlebih lagi selama 3 tahun baru kali ini Danis menyentuh istrinya seharusnya itu bukanlah masalah baginya, akan tetapi melakukannya dalam keadaan tidak sadar tentu saja membuat perasaan Danis menjadi kurang nyaman. “Kamu masih pusing mas? Semalem kamu pulang dalam keadaan mabok, kamu mau tetep berangkat kerja? Atau absen
3 tahun kemudian, Abimanyu kecil sudah tumbuh lebih besar, ia tumbuh dengan baik di bawah naungan Danis dan Citra, sekalipun hubungan Danis dan Citra merenggang hanya karna Citra berhenti meneruskan karirnya namun baik Danis maupun Citra bertekad untuk tetap menjadi orang tua yang baik bagi putra pertama mereka."Sini jagoan Papa!!" Danis pun menggendong tubuh kecil Abim."Mu main," ucap Abim kecil sambil menunjuk mainan pesawat yang ada di bawah."Abim mau main pesawat?" tanya Danis yang dibalas anggukan oleh Abim, "dari pada mainan pesawat itu, mending main pesawat-pesawatan sama papah." kemudian Danis pun menggendong tubuh kecil milik Abim ke bagian tengkuknya dan bermain bersama-sama, mereka sama-sama tertawa.Citra yang memandangi hal itu hanya tersenyum sambil terenyuh. "Kamu aja sayang banget sama anakmu mas, kok bisa kamu ngelarang aku berhenti kerja demi egomu?" tanya Citra yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri, ia tidak ingin memulai perteng
Seperti biasanya Citra tengah melakukan rutinitasnya setiap pagi, memasak untuk sarapan keluarganya yang dibantu oleh bi Ijah. "Sayang, nanti jangan lupa bawain aku bekal ya," pinta Danis yang sedang meminum jus jeruknya pada istrinya yang tengah memasak. "Iya mas kaya ngga biasanya aja." kemudian Citra pun meneruskan kegiatannya. "Mamahhh.. dasi sekolah Abim dimana?" teriak Abim dari ruang setrika. "Sebentarr nak." Citra pun meninggikan nadanya agar terdengar oleh Abim. "Bi ini tolong diterusin dulu ya, Citra mau ngurusin Abim dulu." "Baik non." kemudian Citra pun menghampiri Abim yang sibuk mencari-cari pakaian. "Nak, mamah kan sudah bilang ini loh dasimu di gantung." Abim pun menyela kata-kata Citra, "Tapi kan Abim nga sampee.." Citra hanya menghela nafasnya melihat anak pertamanya bisa saja dalam menjawab pertanyaannya. "Ya udah sana kamu siap-siap lagi dulu, mamah mau masak buat bekal kamu."
Setelah melewati berbagai tahap dan proses persalinan, anak kedua Danis dan Citra pun lahir. Bagi Citra persalinannya kali ini tidak terlalu berat seperti persalinannya pada kali pertama. Setelah dipersilahkan masuk oleh perawat, Danis memasuki ruangan dimana Citra dipindahkan setelah bersalin. Danis lantas menimang putri keduanya. "Putri papah.. cantik banget, kaya mamah ya nak," ucapnya sambil menimang putrinya itu. "Tamara mas," tiba-tiba saja Citra mengeluarkan nama itu. "Ah iya, Tamara cantik.." Sebelum putri kedua mereka lahir, Citra dan Danis telah merencanakan nama yang tepat untuknya, dan lahirlah nama Tamara dengan nama lengkap Tamara Ayudissa Cokroaminoto, sama seperti kakaknya Tamara juga membawa nama keluarga Danis bagai sebuah marga. "Sayang banget ya mas Abim ngga ada di sini, padahal dia antusias banget bakal punya adik perempuan." "Ngga apa-apa, besok aku bawa dia ke sini biar bisa liat adiknya cantik, sama
Keesokan harinya setelah kejadian Tamara jatuh, keluarga kecil itu menjadi lebih dingin dikarenakan Danis masih terlihat tidak terima ketika anak perempuannya terluka hanya karena ketidaksengajaan putra sulungnya itu.Saat Citra tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya itu, Danis berlalu pergi setelah mengambil satu potong roti, melihatnya Citra pun bertanya-tanya dan terheran tumben sekali suaminya itu tidak ikut sarapan. "Loh mas? Kamu mau kemana?""Mau berangkat kerja, kenapa?" masih terdengar nada ketus dari jawaban Danis. "Kok ngga sarapan dulu?" Citra masih berusaha membujuk Danis agar ikut sarapan dengan keluarganya. "Ngga usah, aku lagi ngga mood makan." dan bujukan Citra pun gagal, Danis mengecup dahi Tamara sebentar dan berlalu pergi untuk bekerja tanpa memakan masakan yang sudah istrinya siapkan, bahkan Citra telah menyiapkan bekal dari masakannya, tapi Danis sama sekali tak bertanya perihal bekal yang sud
Tepat pukul 05.00 pagi, ponsel yang ia letakkan di nakas samping kasur berbunyi dengan nyaring, gadis itu pun terbangun dan berusaha meraih ponsel untuk sekedar mematikan alarm. Dengan nyawa yang belum terkumpul ia berusaha untuk bangkit dari kasur, dan juga meregangkan otot-ototnya.Ia berusaha terbiasa untuk bangun pagi-pagi meskipun hari itu merupakan akhir pekan karena masih banyak kegiatan yang harus ia kerjakan.Selepas menyelesaikan segala keperluannya, gadis itu melangkah pergi dari rumah Ibu kosnya untuk menuju toko bunga yang selalu ia buka setiap hari sabtu dan minggu. Toko bunga kecil itu ia bangun untuk mengisi waktu luang di akhir pekan dan juga menambah penghasilan untuk dirinya meskipun tak seberapa.Tamara Ayudissa, seorang remaja berusia 16 tahun yang baru saja mengumpulkan tujuan-tujuan hidupnya agar terus bertahan, ia sendiri hidup tanpa pangkuan dari siapapun, semua ia lakukan sendiri karena seluruh keluarganya meninggalkannya, tidak ayahnya
Keesokan harinya setelah kejadian Tamara jatuh, keluarga kecil itu menjadi lebih dingin dikarenakan Danis masih terlihat tidak terima ketika anak perempuannya terluka hanya karena ketidaksengajaan putra sulungnya itu.Saat Citra tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya itu, Danis berlalu pergi setelah mengambil satu potong roti, melihatnya Citra pun bertanya-tanya dan terheran tumben sekali suaminya itu tidak ikut sarapan. "Loh mas? Kamu mau kemana?""Mau berangkat kerja, kenapa?" masih terdengar nada ketus dari jawaban Danis. "Kok ngga sarapan dulu?" Citra masih berusaha membujuk Danis agar ikut sarapan dengan keluarganya. "Ngga usah, aku lagi ngga mood makan." dan bujukan Citra pun gagal, Danis mengecup dahi Tamara sebentar dan berlalu pergi untuk bekerja tanpa memakan masakan yang sudah istrinya siapkan, bahkan Citra telah menyiapkan bekal dari masakannya, tapi Danis sama sekali tak bertanya perihal bekal yang sud
Setelah melewati berbagai tahap dan proses persalinan, anak kedua Danis dan Citra pun lahir. Bagi Citra persalinannya kali ini tidak terlalu berat seperti persalinannya pada kali pertama. Setelah dipersilahkan masuk oleh perawat, Danis memasuki ruangan dimana Citra dipindahkan setelah bersalin. Danis lantas menimang putri keduanya. "Putri papah.. cantik banget, kaya mamah ya nak," ucapnya sambil menimang putrinya itu. "Tamara mas," tiba-tiba saja Citra mengeluarkan nama itu. "Ah iya, Tamara cantik.." Sebelum putri kedua mereka lahir, Citra dan Danis telah merencanakan nama yang tepat untuknya, dan lahirlah nama Tamara dengan nama lengkap Tamara Ayudissa Cokroaminoto, sama seperti kakaknya Tamara juga membawa nama keluarga Danis bagai sebuah marga. "Sayang banget ya mas Abim ngga ada di sini, padahal dia antusias banget bakal punya adik perempuan." "Ngga apa-apa, besok aku bawa dia ke sini biar bisa liat adiknya cantik, sama
Seperti biasanya Citra tengah melakukan rutinitasnya setiap pagi, memasak untuk sarapan keluarganya yang dibantu oleh bi Ijah. "Sayang, nanti jangan lupa bawain aku bekal ya," pinta Danis yang sedang meminum jus jeruknya pada istrinya yang tengah memasak. "Iya mas kaya ngga biasanya aja." kemudian Citra pun meneruskan kegiatannya. "Mamahhh.. dasi sekolah Abim dimana?" teriak Abim dari ruang setrika. "Sebentarr nak." Citra pun meninggikan nadanya agar terdengar oleh Abim. "Bi ini tolong diterusin dulu ya, Citra mau ngurusin Abim dulu." "Baik non." kemudian Citra pun menghampiri Abim yang sibuk mencari-cari pakaian. "Nak, mamah kan sudah bilang ini loh dasimu di gantung." Abim pun menyela kata-kata Citra, "Tapi kan Abim nga sampee.." Citra hanya menghela nafasnya melihat anak pertamanya bisa saja dalam menjawab pertanyaannya. "Ya udah sana kamu siap-siap lagi dulu, mamah mau masak buat bekal kamu."
3 tahun kemudian, Abimanyu kecil sudah tumbuh lebih besar, ia tumbuh dengan baik di bawah naungan Danis dan Citra, sekalipun hubungan Danis dan Citra merenggang hanya karna Citra berhenti meneruskan karirnya namun baik Danis maupun Citra bertekad untuk tetap menjadi orang tua yang baik bagi putra pertama mereka."Sini jagoan Papa!!" Danis pun menggendong tubuh kecil Abim."Mu main," ucap Abim kecil sambil menunjuk mainan pesawat yang ada di bawah."Abim mau main pesawat?" tanya Danis yang dibalas anggukan oleh Abim, "dari pada mainan pesawat itu, mending main pesawat-pesawatan sama papah." kemudian Danis pun menggendong tubuh kecil milik Abim ke bagian tengkuknya dan bermain bersama-sama, mereka sama-sama tertawa.Citra yang memandangi hal itu hanya tersenyum sambil terenyuh. "Kamu aja sayang banget sama anakmu mas, kok bisa kamu ngelarang aku berhenti kerja demi egomu?" tanya Citra yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri, ia tidak ingin memulai perteng
Keesokan paginya Citra sudah bangun lebih awal dan memutuskan untuk segera mandi karena baik Danis dan Citra masih harus bekerja, begitu selesai mandi Citra melihat Danis sudah terbangun dalam keadaan bingung, ia juga terlihat pusing. “Cit semalem kita ngapain?” tanyanya pada Citra karena melihat dirinya tak dibalut dengan benang sehelai pun kecuali dengan selimut yang menutupinya. Menanggapi pertanyaan tersebut Citra membalasnya dengan tenang sambil tersenyum. “Kamu ngga inget?” Mendengar jawaban Citra tentu saja Danis paham bahwa mereka telah melakukannya semalam.Meskipun mereka telah sah menjadi suami istri, terlebih lagi selama 3 tahun baru kali ini Danis menyentuh istrinya seharusnya itu bukanlah masalah baginya, akan tetapi melakukannya dalam keadaan tidak sadar tentu saja membuat perasaan Danis menjadi kurang nyaman. “Kamu masih pusing mas? Semalem kamu pulang dalam keadaan mabok, kamu mau tetep berangkat kerja? Atau absen
⚠ Adult content, 18+ only. Citra masih berada di kamar keluarga Cokroaminoto setelah segala rangkaian pernikahan mereka selesai. Ketika sudah tidak ada lagi tamu yang berdatangan ke rumah mertuanya karena tidak sempat hadir di tempat resepsinya, Citra duduk menghadap cermin dan mulai menuangkan remover ke kapas untuk menghapus sisa-sisa make upnya, dan beranjak untuk mandi setelah memastikan sudah tidak ada lagi make up yang tersisa di wajahnya. Begitu kembali dari kamar mandi Citra pun bersiap menggunakan lingerie untuk ritual malam pertamanya, begitu selesai menggunakan lingerienya pintu kamarnya pun terbuka dan memunculkan Danis yang hendak masuk ke kamar di balik pintunya, Citra pun tersenyum memandang Danis, namun begitu Danis melihat Citra sudah menggunakan lingerie itu Danis justru melemparkan pertanyaannya.“Kamu ngapain pake itu Citra?” Senyum Citra yang semula merekah pun memudar, tentu saja ia bingung, bukankah umumnya sepasa
Dalam kurun waktu 3 hari kedua keluarga itu begitu sibuk menyiapkan pertunangan Danis dan Citra, hingga pada akhirnya hari pertunangan itu pun tiba. Seluruh keluarga Citra sudah siap di rumahnya, mereka semua tengah menunggu kedatangan keluarga Danis.Selama beberapa waktu menunggu, Danis beserta rombongan keluarganya pun tiba, tak lupa dengan seserahan yang sudah mereka siapkan untuk dibawa. Seluruh keluarga Citra pun menyambut dengan baik kedatangan keluarga Danis, dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah.Setelah keluarga Danis dipersilahkan masuk acara lamaran yang dilanjutkan pertunangan itu pun segera dimulai, tentu saja di dalam acara itu terdapat pembawa acara untuk memandu rangkaian per acaranya. Meningkat acara yang pertama, pembawa acara membuka acara lamaran tersebut, menyambut setiap tamu dengan selamat datang yang ia ucapkan dan juga mengucapkan terima kasih atas ketersediaan setiap tamu karena hadir dalam acara lamaran t
Waktu menunjukkan pukul dua siang, itu artinya Danis akan datang ke rumah Citra sesuai janji temu mereka di telfon sebelumnya.Begitu Citra selesai ia berniat turun ke bawah untuk menunggu kedatangan Danis, namun Danis sudah sampai terlebih dahulu. Calon suaminya terlihat begitu bersemangat kali ini. Setelah berpamitan Danis pun membawa Citra pergi ke tempat yang sudah ia booking sebelumnya.Citra betul-betul terkagum bahwa ternyata Danis membawanya ke tempat yang cukup mahal di kotanya, ia pikir ini hanya kencan biasa, apakah Danis menang lotre sehingga ia beralih seloyal ini? Begitu batin Citra. Begitu sampai di meja yang Danis pesan sebelumnya, Danis pun mempersilahkan Citra untuk duduk dengan menyediakan kursi Citra. Selepasnya Danis langsung mengangguk kepada pelayan. “Ini kita ngga pesan apa-apa mas?” tanya Citra kepada Danis. “Sabar ya, sebentar lagi makanannya di anter kok.” Danis menimpali pertanyaan Citra. Ternyata
Di kediaman Cokroaminoto, Yuda memanggil Danis untuk menghadapnya di ruang tengah. “Danis tadi ayah ditelfon oleh Janu. Bagaimana perihal pernikahan kamu nak?”Danis masih terdiam ketika ayahnya menanyakan hal ini, pasalnya dirinya tidak ingin melanjutkan pernikahan ini, jika ada yang harus diutarakan pada ayahnya memang apa? Danis juga tidak memiliki alasan yang kuat untuk menolak pernikahan ini terlebih lagi perjodohannya dengan Citra memang ada karena itu menjadi bentuk pelunasan hutang budi keluarganya kepada keluarga Hardinata.“Nak.. tolong pikirkan kembali, ibu tidak mau memaksa tapi rasanya akan sayang kalau kamu menyia-nyiakan perjodohan ini.”Danis hanya bisa mengutarakan segala pikiran yang berkecamuk di hatinya, perjodohan ini tanpa paksaan namun dirinya harus menerima itu.“Ayah ngga mau tau Danis silahkan kamu atur pertemuan kamu dengan Citra dalam waktu dekat-dekat ini.” selepasnya Yuda pun be