Olivia FinleySuara wanita.Aku berbalik dan melihat ... siapa namanya? Dia adik dari mantan kekasihnya Rhys. Namanya Audrey, ‘kan? Hmm ... ada tambahan dari namanya. Audrey ... Dawson. Audrey Mika Dawson. Ah, ya benar. Itu dia.Aku tidak mungkin lupa padanya yang sangat terobsesi terhadap milik orang lain. Kekasihku, Rhys.“Oh, ternyata si jalang ini.” Kulipat tangan di depan dada, meski merasa tidak percaya bahwa wanita dihadapanku ini sedang menodongkan pistol lurus ke arahku. “Kau selalu memantauku, ya? Setelah sekian lama aku tidak lagi berada di sini. Hebat. Terima kasih kasih karena telah menyambut kepulanganku.”Tangan gemetarnya yang memegang pistol menegang. Rasa takut yang sengaja disamarkannya lewat raut cantik yang ketus. Dia benar-benar tolol jika ingin menggertakku. “Angkat tanganmu, ZeeZee. Yellowrin merindukanmu sama sepertiku. Aku menantimu kembali untuk—”Sekelebat bayangan muncul begitu cepat dengan bunyi suara pukulan pelan, tapi rasanya mematikan. Bukannya senang
Olivia FinleyYang mengherankan adalah bagaimana Lucas begitu ramah pada Brady. Aku sampai tercengang ketika mereka membawa-bawa nama kekasihku saat bicara, seolah Brady dan Rhys itu memang sudah akrab sebelumnya.Demi semesta, kegilaan macam apa lagi ini?“Aku dan Rhys akan berburu di hutan yang ada dibelakang kediaman Oxley. Apa dia sudah memberitahumu soal itu?” Brady bahkan bertanya seakan-akan aku tidak ada di sana.“Sudah, Tuan. Dia sedang bersiap.”“Hei, panggil aku dengan namaku, Kawan.” Dia menepuk pundak Lucas seolah akrab. “Berulang kali kukatakan ini padamu.”Tapi memang mereka akrab. Terbukti dengan reaksi Lucas yang hampir-hampir mirip saat dia sedang bersama Rhys. Seperti teman, walau ada rasa segan.“Kita ke hotelmu?”“Ah, ya benar.” Brady segera mengiyakan ketika mobil sudah mengarah dijalanan menuju kembali ke bandara.Memang ada hotel besar di sekitar bandara. Jaraknya cukup dekat antara satu sama lain. Malah bisa ditempuh dengan langkah kaki. Rupanya si berengsek
Olivia FinleyAku gugup, sungguh. Khawatir segala prasangka buruk yang bersarang di kepalaku menjadi nyata. Sebenarnya, aku tidak suka saat Brady berjalan di sisiku, beriringan. Namun aku tidak menunjukkan sikap anti seolah itu terlalu berlebihan, sehingga bisa dicurigai oleh Lucas yang sedang menarik koper sambil berjalan dibelakang kami.Seperti apa ya, rasanya? Baru kali ini aku tertekan setelah sadar bahwa pengkhianat seharusnya dipenggal.“Rhys menunggu di ruang tengah.” Lucas menghentikan gerak roda koper hingga suara yang mengiringi kami berjalan sudah selesai. Tangannya cekatan menyandarkan dua benda itu di dinding lorong menuju banyak kamar.Kakak-kakakku yang lain tidak terlihat sejauh aku memantau keadaan. Baguslah. Untuk saat ini aku beruntung. Jika bahkan Ludwig yang biasanya tidak peduli sekalipun, pasti bisa membaca raut wajahku yang memang mengkhianati kakak mereka andai dia melihatku sekarang.Sial!Brady berjalan mendahuluiku untuk masuk. Seharusnya aku, sebab yang
Rhys Dimitri OxleyKekasihku melakukan interogasi sebelum kami berburu. Brady memaklumi hal itu dan pergi berkeliling bersama Lucas. Kami tidak akan terlambat jika cuma memakai waktu tidak lebih dari tiga puluh menit.“Ya, Sayang? Apa yang mau kau ketahui?” Kupeluk erat pinggangnya yang masih tanpa perubahan, ramping, lalu menatapnya lekat-lekat.Aku mengajaknya setengah berdansa sambil maju mundur beraturan, bergantian. Dia naik ke kakiku. Tertawa pelan, senang pastinya karena dia tidak perlu terinjak dan menginjak. Seperti dulu.“Siapa dia?” Akhirnya, itu pertanyaannya.“Temanku, Sayang.”“Kau jarang punya teman, Rhys.”“Punya, ada beberapa. Tidak pernah kuceritakan padamu. Tidak perlu kuperkenalkan juga.”“Kenapa?” Dia mendongak. Sangat serius untuk pertanyaan tentang teman-temanku yang hampir tidak pernah kutemui lagi setelah kepergian kedua orang tuaku, kecuali menyangkut urusan bisnis. Terlalu sibuk untuk sekedar kumpul-kumpul atau bermain sepak bola di malam hari.“Mereka ....”
Olivia FinleyRasanya, aku ingin berlari ke rumah Ery dan mempertanyakan kegilaannya sampai rela dilamar oleh pria sebajingan Brady.Namun nyatanya tidak. Aku tetap melangkah pelan masuk ke hutan, sambil melirik kesal pada Brady yang sedang terang-terangan menatapku. Dia melakukan itu selagi Rhys menjawab panggilannya sejak semenit lalu.Kekasihku terlalu fokus atau memang sangat mempercayai Brady, hingga dia terus saja melangkah sambil bicara serius ditelepon. Entah apa isi percakapannya, aku tidak terlalu mendengarkan karena was-was sebab bisa saja ketika tubuh Rhys berbalik, dia menangkap basah Brady yang sedang menatapku.Oh, bukan itu. Bukan maksudku aku senang diperebutkan oleh dua pria, tapi aku cuma tidak ingin ada saling todong pistol di depan mataku. Itu konyol sekali.“Apa yang kau lakukan, sialan? Kenapa menyeret Eri dalam hal ini?”“Eri?” Brady terkekeh, sebelum akhirnya terlihat menampilkan raut wajah bingung. Entah apa yang tengah dipikirkan si berengsek ini. “Aah, wani
Olivia FinleySudah tahu lengan kanannya terluka, tapi masih saja bertingkah.Beberapa jam yang lalu, kami kembali ke rumah, karena Brady yang mengalami tulang bergeser. Tidak parah, tidak. Tadi itu, Rhys langsung bertindak cepat dengan memanggil bantuan. Lucas datang setelah kami menunggu tidak lebih dari lima belas menit.Rhys mendatangkan dokter terbaik untuknya. Sekarang dia malah berlagak sombong seolah mampu minum sendiri menggunakan lengannya itu. Padahal, pelayan di rumah ini dengan senang hati membantu.Banyak tingkah! Sungguh luar biasa.“Nona Olivia, bisa tolong aku?”Dengar, ‘kan? Lagi-lagi dia cari masalah denganku.Pura-pura tuli, aku melewatinya. Pelayan sudah pergi dari hadapannya, tapi masih ada di sekitar dapur.“Nona Olivia!” Itu teriakan. Spontan aku terkejut dan berbalik. Lupa bahwa seharusnya aku mengabaikan pria itu.Aku tidak berkata-kata. Menunggunya yang datang menghampiriku.“Olive, bantu aku minum.” Dia meminta dengan suara berbisik, meski tidak dilakukanny
Rhys Dimitri OxleyKata Lucas, kudanya mengamuk karena Stellon meminta Diana menungganginya menuju sungai.Kandang belakang tidak kekurangan air, seharusnya.Menurutku, Stellon tak suka pekerjaannya dicampuri. Padahal jelas kuminta Lucas untuk berbagi tugas. Mereka bisa membagi rata atau Stellon tetap memegang peran terbanyak.Mereka baru saja pergi. William meminta Lucas menemaninya menebus obat. Diana keras kepala dengan memaksa keluar dari rumah sakit, padahal belum juga seharian dia dirawat.“Kepalamu seperti batu.”Diana meringis. Kurasa bukan karena mengharap perhatian dariku, sebab kulihat setelahnya dia bisa mengambil gelas dengan tangannya sendiri tanpa minta bantuan padaku yang cuma ada dihadapannya.“Tapi Anda datang. Itu bentuk kepedulian bagiku.”Tidak ada yang bisa kukatakan untuk menjawab, apalagi menyangkal ucapannya.Benarkah?Kenapa aku tiba-tiba datang ke sini? Setelah tadi Lucas berkata bahwa Diana mengalami patah tulang serius.“Kulipatgandakan hutangmu jika menet
Rhys Dimitri OxleySecara jelas kulihat bahwa kakinya tidak berubah bentuk. Maksudku, tidak bengkok atau jadi lebih parah dari sebelum dia terjatuh.Setengah bugil ke bawahlah yang terlambat kusadari, bahwa aku melihatnya walau tidak berlama-lama. Terpaksa kuangkat tubuhnya sambil membiarkannya menutupi kemaluannya dengan menarik ujung kaus longgarnya. Celana dalamnya tergeletak basah di lantai.“Maaf, maafkan aku, Tuan.” Permintaan maafnya tidak terdengar sungguh-sungguh. Aku tidak bodoh untuk urusan tipu menipu.Setelah membaringkannya kembali ke tempat tidur, dia mencengkeram lenganku dengan usaha yang kunilai bagus. Soal kekuatan fisik, Diana lebih baik dari ZeeZee.“Mau apa?” tanyaku setengah membentak.“Masukkan jarimu ke dalam diriku, Tuan.”“Tidak.” Kupalingkan wajah dan menghempas tanganku dari cengkeramannya, tapi dia berhasil menarik kembali untuk dituntun ke bagian tersensitif dari dirinya.“Hei, jangan paksa aku,” geramku sambil menatapnya tajam. Bisa saja dia kudorong at