Olivia Finley“Tidak ada batasannya, Olive. Habiskan sebanyak yang kau mau.” Kutirukan gaya berbicara Brady sambil mencibir.Sekarang aku di sini. Di sebuah toko perhiasan. Memilih berlian untuk investasi jangka panjang.“Silakan bunuh aku jika kau tahu aku menghabiskan uangmu tanpa batas, Brady sialan!”“Ya, Nona?”“Oh, tidak. Aku sedang mengagumi semua perhiasan yang ada di sini.” Aku tertawa bodoh, saat karyawan toko menatapku dengan bingung.Tunggu, tunggu. Aku tidak sedang ingin membeli perhiasan untuk dikenakan.“Fresia, akan ada lelang berlian merah muda di rumah lelang Sandstone. Aku ingin ke sana untuk melihat-lihat. Tolong jaga toko dengan benar.” Seorang wanita tua, tidak terlalu tua. Hanya gaya berpakaiannya yang mencolok. Warna-warna menarik perhatian. Hijau neon dan merah menyala. Dia tampak berlenggang pergi dari tokonya.Lelang berlian?Aku perlu ke sana.“Halo, Nyonya.” Kutepuk pundaknya perlahan. Tanpa sadar sudah mengikutinya sampai ke tempat dia memarkirkan mobilny
Olivia Finley Aku tahu bahwa Brady bajingan tidak akan masalah dengan apa yang telah kulakukan. “Kau membuat pegawai toko itu kaya dalam sehari.” Brady menghadangku di ruang tamu. Santai, tenang. Dia membahas tentang kelakuanku di toko tas sore tadi. “Ini sudah tengah malam. Kenapa masih di sini? Kau mau melanggar kesepakatan kita?” Brady yang menatapku dalam keremangan cahaya, diam dan terus memberiku pandangan banyak makna. Lampu ruang tamu memang kubiarkan menyala remang, jika ruangan ini sedang tidak digunakan. “Aku sengaja datang karena menurut pelayan rumah, kau belum pulang sejak pergi dari rumah pagi tadi.”“Edgar Vallue tidak melaporkannya padamu?” “Dia kupecat sore tadi.” “Apa? Dasar bajingan berengsek!” Aku mengumpat kesal. Pantas saja Edgar tiba-tiba pergi saat sedang mengawasiku di rumah nyonya Marlot. “Dia menyukaimu. Aku tidak suka itu.” Aku tertawa. Tawa gila yang membahana. “Jangan bicara omong kosong, White. Kau sengaja mengarang cerita bodoh di depanku?” B
Rhys Dimitri OxleyNamanya Diana Heller. Dia ibu tunggal yang memilih menetap di Yellowrin. Hanya tinggal berdua saja dengan William Heller. Tidak berani memperlihatkan wajahnya di depan ayah dan ibu mertuanya, meski mereka berada di kota yang sama.Aku mengingat mereka berdua karena melihat salah satu pelayanku pagi ini, yang bernasib nyaris sama seperti Diana dan putranya. Ditinggal mati oleh suaminya.“Rhys!”Pengacau lain datang.Aku pura-pura tuli.“Kau tidak bisa terus mengabaikanku, oke?” Bicaranya cepat. Secepat langkahnya yang mengejarku.Aku tidak peduli. Terus bergerak menuju lapangan golf. Kolega bisnis ilegalku menunggu.Sapaan mereka menggantung karena Audrey Mika Dawson yang mengekoriku layaknya anak anjing. Tatapan keheranan mereka mulai bekerja untuk wanita sialan ini.Meski begitu, tidak ada satu pun dari mereka yang berani bertanya padaku perihal kenapa adik dari mantan kekasihku di masa lalu bisa ada di sini, bersamaku.Di mana Lucas? Kenapa jalang yang satu ini bi
Olivia Finley“Habiskan sarapanmu, Olivia. Setelah ini, aku akan mengajakmu memancing ikan besar di sungai.”“Hem, oke.” Aku mengangguk. Tidak antusias sama sekali. Masih mengantuk. Semalam itu terlalu larut untuk datang ke Prerana. Dua jam dari Halbur dan tujuh puluh menit untuk memasuki kawasan pedalamannya.Walau begitu, Brady White sialan akan tetap tahu tentang keberadaanku di sini.“Kau tidak sayang nyawamu?” Berdiri di sisi kanan setelah menghabiskan sarapan, kulipat tangan sambil bersandar di dinding.“Brady sudah memecatku. Dia tidak akan suka jika harus berurusan dengan bawahannya lagi.” Edgar Vallue sedang mempersiapkan alat memancingnya. Memang raut wajahnya itu tidak menyiratkan rasa takut akan sesuatu, terutama pada Brady White.“Kalau begitu, kenapa tidak menjelaskan padanya tentang hal yang membuat si gila itu salah paham?”Edgar tertawa. Berhenti hanya untuk melihatku. “Kau pun perlu bicara baik-baik dengannya, Olivia.”“Oh, itu tidak perlu. Brady tidak butuh mendenga
Olivia FinleyMemancing bersama Edgar batal dan aku pulang.Seberapa banyak aku berpikir selama perjalanan pulang untuk menghubungi Rhys dan mencoba mengingat-ingat nomornya, tetap berakhir buntu.Aku tahu, aku hanya perlu ke Yellowrin. Bertemu dan menjelaskan semua ini padanya. Itu yang paling kubutuhkan saat ini.Tanpa gangguan dari Brady sialan. Walau aku sangat lah tahu, itu nyaris mustahil terjadi.Di mana kakiku berpijak, di situ Brady White akan mengikuti.“Kau kembali?” ejek si sialan di depan pintu. Seolah sedang menyambutku.Kuabaikan dia dengan akhir yang selalu bisa kutebak. Dia akan menyentuhku dan menyudutkanku di dinding.Tepat!“Jangan pernah berani mengabaikanku, Olive.” Cengkeramanya berbeda. Penuh hasrat dengan tangannya yang berada di pinggangku.“Kau senang hanya dengan menjadi semena-mena padaku?” Kubiarkan dia saat bagian tubuh depannya menekan bagian yang sama denganku. Kata Edgar, aku mungkin harus terlihat jinak di depannya.Omong kosong! Aku tidak bisa!Kure
Olivia Finley “Kebebasanmu. Kau tuli, Olive?” Bukan kasar. Dia hanya tidak sabaran. Aku yakin, saat ini mataku pasti mengeluarkan banyak bintang-bintang yang bersinar. Berkilau. “Itu artinya, aku boleh pergi darimu? Dari rumahmu? Tanpa kau ikuti?” Brady sialan hanya fokus menatapku. Seolah sengaja mengabaikan si kurus cantik berambut pirang di depan kami. “Kita bicara nanti. Lakukan sekarang atau kau—” “Oke,” selaku cepat. Memang harus cepat, sebelum dia berubah pikiran. Kulingkarkan lengan kananku di pinggangnya. Balasan perbuatannya tadi. Namun kurasa, Brady sialan tidak akan puas dengan hanya apa yang kulakukan. Karena wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Sialan. Apa lagi yang salah? Si pirang mengulum senyum. Dia sadar aku bersandiwara yang terkesan dipaksakan. Mereka hebat. Pasti orang-orang yang biasa mengenakan topeng untuk mengelabui siapa pun yang ingin mereka tipu. Penipu yang tidak mungkin bisa ditipu. “Kami akan segera pergi. Tolong minta salah satu karyaw
Rhys Dimitri Oxley “ZeeZee?” Bukan kilat, apalagi petir yang menyambar di siang terik, lebih dari itu, aku terkejut melihatnya ada di sini. Di depanku. Tersenyum canggung. “Apa aku mengganggumu?” Dia terlihat sangat kaku, daripada marah. Aku segera pergi dari tempat dudukku. Ini memang pasti tidak akan menimbulkan kesalahapahaman, tapi apa yang sedang kulakukan, seolah memperlihatkan aku tengah menikmati makan malam bersama Diana Heller. Ini bukan seperti itu. Terlihat begitu, tapi tidak begini awalnya. “Sama sekali tidak, Sayang.” Kupeluk dia erat-erat. Kecemasanku mereda, ketika dia balas mendekapku. Kututup rasa ingin tahuku yang berharap bisa bertanya tentang banyak hal. Kenapa dia bisa sampai ke Yellowrin? Padahal setahuku, dia tidak ingin kembali ke sini dengan berbagai alasan. Paling membuatku bingung, kenapa dia tidak menghubungiku? Akh, untuk apa hal ini dipertanyakan lagi? Aku pun pergi tanpa pamit, sehari setelah hari pernikahan kami. Dan ... dan, demi apa pun! Ini
Olivia FinleyTidak ada yang terjadi semalam. Aku terlalu lelah. Terbangun pagi ini pun, tanpa Rhys di sisiku.Ke mana dia? Apa wanita yang semalam duduk di meja makan keluarga Oxley itu mencari kekasihku dan membangunkannya dari tidur di pagi buta?Persetan, ZeeZee!Jika Rhys menemukan kesenangan lain dengan cara seperti itu, mungkin aku harus coba bercermin pada diriku sendiri.Aku memiliki hubungan yang ‘sesuatu sekali’ dengan Brady White. Andai Rhys tahu, mungkin perang akan terjadi.Aku tidak suka itu. Sungguh. Sebisa mungkin aku akan mencegah hal itu terjadi, meski rasa bersalah akan mengikuti sepanjang hidup.Tapi, apa mungkin selamanya Rhys tidak akan tahu tentang apa yang terjadi padaku dan Brady? Rasanya, teramat sangat mustahil.Namun setidaknya, aku akan coba menaikkan kewaspadaanku.“Selamat pagi, Nona Olivia Finley.”Aku menoleh. Melihat sosok Lucas di sana. Masih sama. Walau tidak sebaik dari terakhir kali aku merasakan keramahtamahannya. Mungkin, dua tahun membuatnya j
Olivia FinleyPenata rias sedang menyentuh pipiku, ketika dia mengaduh karena melupakan alat makeup-nya yang entah apa penyebutannya tadi.“Aku akan segera kembali,” katanya.“Okay.” Sambil tersenyum, kutatap lekat gambaran diriku di cermin. Gaun pengantin baru akan kukenakan setelah riasan wajahku selesai.Aku terlonjak saat di menit pertama seseorang muncul di belakangku. Brady!“Kenapa kau—”“Aku cuma ingin bicara sebentar. Tidak akan ada yang tahu. Tenang saja.” Kedua tangannya berada di pundakku, menekan sedikit kuat agar aku tetap di sana dan tentu memaksaku untuk tidak memberontak.Brady membungkuk, menatapku dari pantulan cermin, begitu pun sebaliknya. Kami saling tatap. Bedanya, aku melihatnya penuh rasa benci. Tidak perlu berpikir berulang kali, tapi rasa benci ini tetap akan berakhir dengan kebencian pula.Salahku memang. Andai aku segera kembali ke pelukan Rhys, pulang ke Yellowrin sebelum bertemu Brady, pastinya hal mengerikan seperti ini, tidak mungkin terjadi. Kami tida
Rhys Dimitri OxleyAku akan pura-pura tidak tahu kalau ZeeZee bertemu Diana dan wanita sialan itu mengungkap fakta yang terjadi di antara kami berdua.Bergeming, ketika ZeeZee canggung padaku saat malam ini kami ada di kamar yang sama untuk membahas pernikahan besok.“Masih belum terlambat jika kau tidak siap kita menikah besok,” kataku lagi. Menjurus ke arah pembatalan pernikahan, karena kupikir, dia pasti kecewa, marah, sakit hati dan entah apalagi yang dirasakannya saat mendengar kebenaran itu.Dia malah tersenyum, meraih tanganku dan dibawa ke dalam pelukannya. “Sudah terlalu lama kita seperti ini, Rhys. Hubungan kita seakan jalan di tempat.”Aku terlalu takut untuk mengakui kesalahanku. Sangat pecundang, karena tidak berani mengakui kalau akhirnya aku tergoda oleh Diana yang menerobos paksa pertahananku.“Mungkin saja kau butuh waktu lagi, Sayang.” Bisa jadi dia berubah pikiran karena kesalahan besar yang telah kulakukan.Senyum ZeeZee menghancurkanku. Aku merasa semakin sangat b
Olivia FinleyPercuma menyesal. Tidak akan ada gunanya. Apa yang kami lakukan telah terjadi.Aku di sini karena mencari tahu kebenaran untukku, sekaligus kesalahan Rhys padaku. Sebaliknya, dia memiliki kebenaran untuk dirinya sendiri dan kesalahanku padanya.Impas? Sungguh?Pesan Rhys yang menanyakan tentang keberadaanku, kuabaikan. Meski begitu, semenit kemudian kubalas dengan mengatakan bahwa aku perlu memilih pakaian dalam baru untuk malam pertama kami.Aku tidak peduli pada balasan selanjutnya, karena wanita itu sudah terlihat dari pintu kaca tembus pandang, sedang mendorong pintu pintu dan masuk.Mungkin wanita itu sudah memantauku dari luar, karena dia langsung tahu di mana aku duduk menunggunya. Dia menatapku sejenak sebelum akhirnya menghela napas dan mendatangiku yang berusaha tidak cemas, tetap waras.“Nona Olivia?”“Ya. Silakan duduk, ibunya William.” Oh, aku sengaja.Namun aku harus kecewa, karena dia tidak terkejut sama sekali. Malahan tersenyum. Pasti karena dia sudah me
Olivia FinleyAku hanya harus percaya. Andai bisa, tapi rupanya itu sulit.Begini. Selagi acara pernikahan kami masih sedang diurus, aku pun ingin sibuk. Melakukan sesuatu, apa saja. Dan yang terpikir adalah pergi mendatangi Osen Murald. Kata Lucas, pria itu di sini. Entah untuk kepentingan apa, tapi kurasa ada hubungannya dengan Luigi.Aku ... butuh bantuan.Karena sekembali Rhys dari luar mengantarkan Brady, kekasihku itu tidak bicara sama sekali soal kucing-kucing yang akan Brady titipkan padanya.Tapi Rhys justru berharap kami bisa bercinta tanpa pembicaraan.“ZeeZee, aku ingin ada di dalam dirimu. Tapi kuminta untuk tidak mengajakku terlibat obrolan apa pun. Kita harus menikmati percintaan ini dengan hanya saling menatap satu sama lain. Apa kau keberatan?”“Tidak.”Itulah jawabanku kemarin. Aku setuju. Kami hanya menyuarakan kenikmatan, menyebut nama satu sama lain, mendesah penuh minat, dan bibir yang terus sibuk. Sibuk, tapi bukan untuk mengobrol.Kami merasai penyatuan yang lu
Rhys Dimitri Oxley“Siapa?” ZeeZee menatap tajam pada Brady, bukan padaku.“Kucing-kucingku.” Brady tersenyum, pura-pura canggung sepertinya.“Kucing? Kau menitipkan kucing pada Rhys?” ejek ZeeZee. Tujuannya mungkin karena dia ingin mendesak Brady untuk punya jawaban lain, sehingga memiliki banyak alasan membenci pria itu.Andai aku pun bisa seperti ZeeZee, mungkin dengan bebas aku lebih dari mampu untuk mengekspresikan rasa benciku pada Brady White yang saat ini, setelah kulakukan penyelidikan lebih jauh, patut kucurigai hingga sampai ke persentase delapan puluh persen.Ludwig yang menyelidiki. Melarangku meminta bantuan Lucas.“Ya, kucing.” Brady tertawa pelan. Sikapnya pada ZeeZee seharusnya kucurigai sejak awal.“Kenapa, Sayang?” tanyaku sambil tetap berdiri di sini, tidak mendekat pada ZeeZee.ZeeZee menatapku, tatapannya sendu padaku, tidak demikian matanya saat melihat Brady. Dugaanku mungkin ada sesuatu, tapi aku tetaplah pria mengecewakan yang telah melakukan seks dengan wani
Olivia FinleyBrady membawa Eri pergi, entah ke mana, setelah satu kali dua puluh empat jam berada di rumah sakit yang ada di Yellowrin.“Brady lebih berhak karena kini Eri adalah calon istrinya,” kata Rhys, ketika aku protes kenapa dia membiarkan Brady melakukan itu pada sahabatku. Seolah memisahkan kami. Dengan sengaja pula.“Karena aku cuma teman, aku tidak cukup berhak, ya?” Rhys mengecup pelan bibirku selagi mengelus kulit lenganku.“Eri baik-baik saja. Percayalah, Sayang.”Kuembuskan napas tepat di dadanya yang kini menjadi sandaranku. “Katanya, kau ingin membicarakan hal serius denganku. Soal apa itu? Eri?”“Bukan, ZeeZee. Ini soal kita.”Spontan aku mendongak dan menatapnya dari bawah sini, namun rasanya kurang tepat. Keluar dari sandaran dekapannya setengah tidak rela, kutatap dia lekat-lekat.Sepertinya sudah sangat lama aku tidak diajak bicara seserius ini dengan pria terkasihku.“Kita? Kita kenapa?”Helaan napas Rhys membuatku tegang. Seperti ada sesuatu yang malah membuat
Rhys Dimitri OxleyYang kutemukan adalah kepanikan. Para pelayan rumah masih di sini, karena membantu menyelesaikan semua sisa dari acara pertunangan Brady dan Eri.Merekalah yang panik dan ketakutan.“Ada apa ini?”Bukan aku yang bertanya, tapi Hugo. Bahkan Leon dan Adorjan juga ada di sana.“Tu-tuan tamu, oh maksudku, tuan Brady dan tunangannya terjatuh dari lantai tiga.”“Kalian melihat langsung saat mereka terjatuh?” tanyaku sambil mendekat. Semua mata mendadak mengarah padaku. “Tidak, Tuan Rhys. Kami sedang di dapur saat kejadian berlangsung. Jeritan nona Eri mengejutkan kami. Saat kami keluar rumah, keduanya sudah ada di atas mobil tuan Leon dalam keadaan tidak sadarkan diri dan berdarah-darah.” Salah satu dari keempat pelayan memberi keterangan.“Bagaimana sekarang?” Leon bertanya padaku.Kenapa bertanya? Harusnya mereka bergerak untuk mengatasi hal ini atau setidaknya memastikan keadaan kedua orang itu.Karena memang sudah jadi kesepakatan antara kami dan para pekerja di rumah
Olivia Finley“Aku tidur di sini, ya?” Eri menggulung gaunnya menjadi buntalan, setengah telanjang di atas ranjangku. Hanya bra dan celana dalam. “Lakukan sesukamu, Nona cengeng.” Beranjak untuk berganti pakaian, pintu kamarku diketuk.Rhys!Pasti dia!Aku berlari ke arah ranjang, menarik selimut dan mengancam Eri dengan suara pelan. “Itu Rhys, jadi tutupi tubuhmu, Nona!”Eri terkikik, menutupi tubuh bahkan bersembunyi dibalik selimut.Pintu terbuka, bukan Rhys yang berdiri dihadapanku, tapi Brady.“Olive, a—”“Eri, calon suamimu datang!” Aku menyela dengan menyeru. Tujuanku tentu saja agar Brady tidak bertindak seperti saat sebelumnya dia datang ke kamarku.“Hah? Brady!” Suara Eri terdengar riang, bahkan lompatannya dari atas ranjang ke lantai bisa terdengar. Oh—“Hei, Eri! Pakai selimutmu!” Panik, aku melotot padanya, tapi wanita itu santai saja berlarian kecil menghampiri kami di pintu.“Meski tampilannya begitu, aku tidak tertarik.” Brady menatapku.“Apa?” Eri menyela. Langsung b
Olivia FinleyOh, si paling tampan di keluarga Oxley. Hugo.“Apa kabarmu, ZeeZee terkasih?” Dekat-dekat hanya untuk mengecup puncak kepalaku.Hei, hei. Dia satu tingkat lebih berani dari saat terakhir kali kami bertemu. Kudorong wajahnya yang ingin merapat padaku.“Hugo, hentikan.”“Rhys sedang memberi kata sambutan. Jadi dia tidak akan melihat kita,” bisik Hugo.Tinju seriusku mendarat di perutnya. “Berhenti bercanda, Hugo. Aku sungguh-sungguh saat memperingatimu.”Hugo tampak jelas berpura-pura tuli karena dia langsung beralih pada Eri yang sedang cekikikan melihat interaksi kami berdua.“Nona Eri yang cantik jelita, langsung pergi ke sisi calon tunanganmu sekarang. Rhys itu tidak pernah memberi sambutan panjang lebar.” Hugo dengan gaya pria sejati, membungkuk mempersilakan Eri seolah dia pengawal sang tuan putri.Terkikik geli, Eri menurutinya daripada aku yang sudah melotot dan tidak bisa menggapai tangannya sebab dia berlari pergi meninggalkan kami.“Wajahmu tampak tidak rela,” tu