Pagi-pagi Luna sudah sibuk sekali, terdengar krasak krusuk dikamar. Abimana memaksa membuka kedua matanya dan ia lihat Luna sedang sibuk mondar mandir entah apa yang sedang dilakukannya.
"Ada apa? Sibuk sekali?" Abimana bertanya dengan suara serak khas bangun tidur, matanya masih sedikit susah untuk dibuka.
"Bima, aku harus berangkat sekarang. Jangan marah ya? Aku sudah membuatkan sarapan untukmu," Luna mendekat.
"Sarapan? Kan ada Rudi? Kenapa kamu yang harus membuat sarapan?" Abimana bingung.
"Emm, kamu pagi ini sarapan sendiri. Maaf ya," Luna nyengir.
Abimana mulai paham pembicaraan ini.
"Aku sudah membuat sarapan nasi goreng dan kopi sudah kubuat juga, buah juga sudah aku siapkan," Luna menjelaskan.
"Jadi, ini sebuah sogokan?" Abimana duduk bersandar pada kepala ranjang.
"He...He...He... Iya. Jangan ma
Luna membuka matanya, ia menghapus jejak air matanya dengan tissue. Saat ia menatap keluar jendela, ia merasa ini bukan jalan menuju mansion."Dimas, kita mau kemana?" Tanya Luna akhirnya."Kita akan bertemu Tuan Abimana di restoran," Dimas menjawabnya.Luna diam, ia tidak bisa menolak. Ia akan mengikuti kemanapun Abimana menyuruhnya.Setelah sampai direstoran yang dituju, Abimana segera keluar dari restoran tersebut dan masuk menuju mobil Luna.Para pelayan restoran mengikutinya dari belakang dan menaruh kantong-kantong plastik besar di bagian bagasi mobil dan menutupnya kembali.Setelah pelayan restoran tersebut selesai, mobil kembali melaju meninggalkan restoran."Kita mau kemana?" Tanya Luna pada Abimana."Nanti kamu akan tahu," Abimana mengamati mata Luna."Matamu merah, kenapa?"
Abimana kecil, awalnya ia hanya seorang bocah baik hati penuh kehangatan dan berwajah riang layaknya bocah pada umumnya.Namun, pertengkaran kedua orangtuanya seakan membentuk pribadi Abimana kecil menjadi sosok pemurung dan pemarah.Apalagi hampir setiap hari pertengkaran tersebut terjadi. Terlebih sebab pertengkaran tersebut adalah Ayahnya seorang pemabuk dan berselingkuh dengan wanita lain.Setiap malam, sang Ayah pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Bermula saling melempar kata-kata kasar, sang Ibu yang sudah tak tahan dengan perilaku suaminya selalu mengumpat suaminya dengan kasar.Sang Ayah yang sudah dikuasai oleh alkohol, melakukan pemukulan pada istrinya dan kekerasan fisik lainnya.Pernah suatu malam, Abimana mendengar pertengkaran tersebut lalu ia turun dan berhenti tepat di depan kamar kedua orangtuanya. Ia terpaku melihat sang ayah dengan brutal melakukan persetubuhan dengan ibunya. Ibunya dicambuk dan tak jarang pula kepala sang Ibu d
Luna bergerak perlahan, ia sudah bangun sejak tadi. Namun ia tak sanggup menggerakkan tubuhnya. Ini sakit sekali, perih disekujur tubuhnya masih terasa.Punggung, bahu dan pahanya tercetak garis-garis merah. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. Belum lagi intinya juga terasa perih.Inilah hasilnya jika si iblis yang ada di tubuh Abimana keluar. Penyatuan mereka semalam, sangat luar biasa beringas. Abimana sangat menikmati wajah kesakitan Luna.Luna memejamkan matanya. Ada terbersit penyesalan, kenapa ia mempersilakan Abimana melakukannya."Kamu sudah bangun?" Suara bariton si devil terdengar.Luna hanya bergumam dan mengangguk. Tubuhnya hanya ditutupi selimut tebal. Ia belum memakai pakaiannya sama sekali. Bagaimana ingin berpakaian? Untuk bergerak saja sangat sulit.Abimana naik ke ranjang, ia menyentuh dagu Luna dan menolehkan
"Gila kau Bima!!" Syam menarik lengan Abimana keluar dari kamar mereka.Syam sudah selesai memeriksa keadaan Luna."Apanya?!" Abimana."Kau tidak lihat seluruh tubuhnya penuh luka seperti itu?! Gila Bima! Sebaiknya kau ke psikiater," Syam menggelengkan kepalanya, ia tak habis pikir dengan perilaku sepupunya ini."Aku tidak gila, Syam! Aku melakukannya atas ijin darinya.""Kau memang tidak gila, tapi perilaku menyimpangmu itu harus disembuhkan Bima. Kau pasti paham maksudku," Syam berkacak pinggang menatap sepupunya yang terlihat bimbang."Luna tidak marah aku melakukan itu.""Dia tentu tidak akan marah! Kau menguasainya! Paham maksudku?!" Syam tampak geram."Sialan Syam! Kenapa kau marah-marah!" Abimana baru sadar jika ia dimarahi oleh Syam."Aku tidak tega melihatnya. Dia masih terla
Sekitar pukul 21.00, Devi diantar pulang oleh Dimas. Seharian kegiatan mereka hanya menonton film dan mengobrol. Tadi sempat juga mereka makan malam bersama Abimana.Abimana hanya diam saja, Devi merasa canggung berhadapan dengan Abimana yang pendiam.Abimana sempat beberapa kali melihat Luna tertawa dengan celotehan Devi. Tampak tawa tersebut begitu lepas dan tanpa beban.Luna tidak pernah seperti itu selama bersamanya. Ya bagaimana mungkin mau tertawa lepas? Abimana type pria yang tak banyak bicara, ia hanya akan berbicara yang penting saja dan saat dibutuhkan.Abimana iri melihat Luna bisa selepas itu saat bersama Devi. Tawa itu terlihat begitu menakjubkan saat terlukis di wajah cantik Luna.Abimana yakin, sejak dulu pasti banyak yang mengincarnya. Hanya saja Luna tidak berminat dikarenakan kebutuhan ekonomi yang memaksanya tidak memiliki niat untuk menjalin suatu
"Luna kamu sudah sehat?" Raka menghampiri Luna yang sedang membuat pesanan kopi seorang pelanggan."Sudah Pak. Sekarang sudah lebih baik kok," Luna tersenyum menanggapi Raka.Raka hanya diam, ia memperhatikan setiap gerakan Luna."Baiklah, aku akan keluar dulu," Raka pamit.Ia langsung pergi keluar cafe. Banyak pertanyaan dipikirannya. Pikirannya selalu ke gadis itu, Luna sejak setahun lalu selalu memenuhi pikirannya.Raka sudah mengutarakan perasaannya pada Luna belum lama ini, namun entah mengapa Luna menolaknya. Padahal ia sangat yakin bahwa Luna pun memiliki perasaan yang sama padanya.Dia harus menanyakannya pada Luna dengan cepat, itu sangat mengganggunya.Hari ini Abimana akan menjemput Luna di cafe.Aneh! Tidak seperti biasanya, Abimana mengirim pesan padanya.Setelah se
Syam sudah selesai memeriksa Luna dan membalut luka ditangannya. Luna sudah mendapatkan perawatan terbaik yang bisa Syam berikan. Selang infus kembali terpasang ditangan mungil itu.Tubuh mungil itu terlihat rapuh tapi ternyata kuat menghadapi segala cobaan hidup ini. Bahkan dengan berani ia sudah melakukan dua kali tindakan nekat.Mencoba bunuh diri.Walaupun selalu gagal, ternyata Tuhan belum berencana mengambilnya secepat ini. Dua kali pula Luna harus menjalani kehidupannya. Ia harus menghadapinya.Tuhan berencana membuat gadis ini semakin kuat saja. Syam menggelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir, gadis ini bisa-bisanya selamat, bahkan sampai dua kali.Syam keluar dari kamar Luna, ia menyuruh Maya mengganti baju Luna dengan piyama tidur saja, agar lebih memudahkannya."Dimana Abimana?" Tanya Syam pada Maya sesaat sebelum keluar dari ka
Semua perihal mengenai kepindahan Luna ke apartemen barunya sudah diurus oleh Vino. Abimana menyerahkan semuanya kepada Vino, asisten pribadinya.Sore ini Luna beserta Maya sudah sampai di apartemen mewahnya. Luna tidak menyangka, ia akan ditempati di apartemen mewah. Bermimpi pun ia tak berani akan menempati apartemen mewah seperti ini."Maya.....Ini bahkan terlalu besar untuk kita berdua tempati," netra cokelatnya berkeliling menyusuri setiap sudut apartemen mewah ini."Ini sesuai keinginan Tuan Abimana. Jadi Luna, nikmati saja," Maya masih sibuk dengan beberapa-- bahkan banyak koper yang ia bawa.Itu bukan hanya koper milik Maya, namun juga milik Luna. Sekarang ia harus memasukkan pakaian Luna dulu kedalam lemarinya."Kau pasti akan lebih terkejut dengan kamarmu!" Maya berteriak dari dalam kamar yang akan Luna tempati.Luna masih berkeli
"Roy belum keluar dari sana, Tuan!" Leo menginformasikan pada Abimana yang sedang duduk di dalam mobil. Menunggu targetnya keluar dari sarangnya."Kita tunggu saja!"Leo menunduk hormat dan ia berdiri tak jauh dari mobil Abimana. Ia memantau terus keberadaan Roy dari informannya melalui earpiece.Abimana duduk di kursi belakang memeriksa senjata apinya berjenis berreta M9, pistol semi otomatis kesayangannya. Hadiah dari seorang teman. Ia pasangkan sebuah peredam pada pistolnya."Tuan, Roy sedang keluar bersama seorang wanita!" Leo datang dan memberi kabar yang memang sudah Abimana tunggu-tunggu. Dua jam dia menunggu Roy dengan sabar. Bagai predator yang sabar menunggu buruannya keluar dari sarangnya.Tanpa berkata-kata, ia keluar dari mobil, berjalan tanpa ragu menuju target. Roy yang sedang tertawa dengan teman wanitanya, belum menyadari kedatangan Abimana.Begitu Abimana berada di jarak dua meter, Roy melihatnya. Ia sangat terkejut dengan kedatangan Abimana. Dengan cepat, ia merogoh
Di sinilah dia sekarang. Abimana berdiri tegak mematung di samping ranjang Luna. Ia sungguh tidak tega melihat kondisi Luna yang masih lemah dan tak sadarkan diri. Rasa bersalah langsung memenuhi relung hatinya."Luna, aku di sini. Akan selalu di sini." Abimana berbisik di samping telinga Luna lalu mengecup keningnya dengan lembut.Ia duduk di sebelah ranjang Luna. Tak lama kemudian, dokter dan perawat masuk. Mereka melakukan tugasnya, seperti biasa memeriksa keadaannya."Kapan Luna akan sadar? Kenapa sampai sekarang, dia belum bangun juga?" tanya Abimana."Kondisi setiap pasien berbeda-beda, bisa lebih cepat sadar atau bisa juga sedikit lebih lama. Saat ini, kondisi Nona Luna sudah stabil. Kita hanya tinggal menunggunya bangun. Berdoa saja," dokter menjelaskan.Dokter dan para perawat keluar dari kamar rawat Luna. Abimana hanya memandangi wajah Luna yang pucat."Bangun, Luna. Bicaralah! Apapun itu ... memakiku pun aku siap mendengarnya.""Aku merindukanmu ... tolong bangunlah."Tubuh
Abimana berjalan gontai menuju ruang ICU bersama dokter Laras melewati lorong rumah sakit."Apakah keadaan Luna tidak baik-baik saja, sehingga harus ditempatkan di ICU? Operasinya berhasil kan?" Abimana."Dokter Farhan yang mengoperasi Nona Luna bilang, keadaannya sejauh ini stabil. Operasi otak yang Nona Luna jalani, adalah operasi besar. Nona Luna harus di ICU untuk mendapatkan pengawasan langsung dari dokter selama masa pemulihan pasca operasi."Wajah Abimana tampak lelah, entah selama perjalanan itu sudah berapa kali ia menghela napas panjang, hanya untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya, ia akan mengalami hal seperti ini. Melihat dan hanya bisa menunggu wanitanya yang terbaring belum sadarkan diri."Tapi Luna akan baik-baik saja kan dok?"Dokter Laras menoleh, ada rasa iba saat melihat Abimana cemas, kacau dan lelah.Ia tidak menyangka bisa bertatapan langsung seorang konglomerat yang sangat terkenal dingin dan tak pernah mau terlibat dengan
"Lunaaaa....."Suara Abimana seperti tercekik di tenggorokan, dia hanya terpaku di samping Luna yang terbujur lemah bermandikan darah dan jantungnya yang berhenti berdetak."Buka matamu Luna!" Teriak Abimana seraya air matanya mengalir deras. Ia pun tidak sadar telah menangis tergugu menatap wajah Luna yang sudah pucat pasi."Bangun Luna, kumohon..."Para pengawal yang masih tersisa di lokasi, sangat merasa kasihan pada Abimana. Selama mereka bekerja dengan Abimana, tidak pernah sekalipun melihat Tuannya menangis meraung dan ketakutan seperti itu."Denyut jantungnya sudah kembali! Cepat ke rumah sakit!" Petugas medis segera memerintah sopir ambulance."Cari ponselku di dalam studio, kabari Vino dan Syam segera!" Abimana memberi perintah kepada pengawal yang masih berdiri di depan mobil Ambulance.Tangan Abimana bagai tremor, terus gemetar saat meraih tangan Luna yang sedang berbaring di atas brankar dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungnya.Mobil ambulance melaju cepat
Sejak kepulangan mereka ke Ibukota, hubungan keduanya semakin dekat. Luna sudah pindah kembali ke mansion. Mereka tinggal dan hidup bersama lagi. Dan, Abimana benar-benar serius perihal ingin menikah.Ini sudah bulan kedua rencana pernikahan mereka akan digelar. Tentu saja, Luna merasa ini terlalu cepat. Ia masih belum percaya, bahwa hidupnya akan berubah.Ya, berubah sangat drastis. Dari seorang yatim piatu, kini ia akan mendapat gelar seorang Nyonya Rajendra. Keluarga Rajendra yang sangat dikenal oleh para pengusaha besar dan kaum jetset di negeri ini.Luna bagaikan seorang cinderella. Dalam waktu singkat, ia akan berubah menjadi istri seseorang yang sangat berpengaruh.Luna sudah mengetahui semua perihal pekerjaan Abimana. Dari pekerjaan legalnya dan pekerjaan gelapnya di dunia hitam.Luna hanya berharap, Abimana segera berhenti dari dunia hitam. Bagaimanapun, itu adalah ti
Abimana dan Luna saat ini sedang menikmati waktunya berjalan-jalan ke tempat wisata. Tentu saja beserta para pengawalnya.Abimana tak mau mengambil resiko karena lalai. Kenapa?Dia sadar betul, bahwa ia juga berada di dunia hitam. Tentu saja dunia hitam tidak selamanya akan segan padanya. Mungkin didepannya banyak saingannya yang segan padanya, tapi satu hal yang pasti, rasa iri dan benci akan selalu ada.Di dunia manapun."Bisa tidak, kalau pengawalmu tidak usah ikut?" Luna."Tidak.""Ini aneh, kita berwisata tapi pengawalmu membuat ini seperti sedang di mata-matai," Luna protes."Memang itu tugas mereka. Aku membayar mereka mahal untuk menjaga keselamatan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, you have to accept it," terang Abimana.Luna menghela napasnya, ia melanjutkan memakan makanannya. Saat ini mereka sudah berada d
Kini mereka sudah sampai di hotel tempat Abimana menginap. Mereka sudah memasuki kamar president suite yang dipesan oleh Vino.Vino dan pengawal lainnya diperintahkan Abimana untuk keluar dan memesan kamar tepat disebelahnya, agar saat Abimana membutuhkan mereka cepat tanggap.Abimana melepas kaos polo berkerahnya tanpa melepas celana jeansnya. Ia menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa seraya menyetel acara TV."Kau mau mandi dulu atau kita akan ... bermain disini?" Tanya Abimana ketika ia sudah duduk tepat disamping Luna.Luna menoleh kearah Abimana, tatapannya teralihkan ke tubuh tegap dan berotot Abimana. Ia tidak fokus untuk menjawab pertanyaan tadi."Wanna play?" Abimana bertanya kembali seraya menaikkan sebelah alisnya.Ya Tuhan! Luna sangat tergoda dengan pertanyaannya."Ehem, aku mandi saja dulu," Luna ca
Abimana masih berdiri, menatap sang pemilik netra cokelat yang indah didepannya. Tanpa sadar, ia menahan napas untuk sesaat karena masih terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Padahal ia sudah tahu bahwa sosok indah itu yang akan menyambutnya. Tapi, ternyata tetap saja ia terkejut."Bi..ma...," ucap Luna akhirnya.Abimana, langsung merengkuh tubuh mungil yang sudah dua bulan ini ia rindukan. Ia hirup aroma tubuh Luna dalam-dalam. Ia mendorong tubuh Luna perlahan semakin kedalam masuk kamarnya. Lalu menutup pintu kamar tersebut dengan kakinya.Luna masih mengerjap-ngerjap dengan serangan tersebut. Ia masih bingung, kenapa Abimana sekarang berada disini?"Luna...aku rindu," ucap Abimana tanpa melepas rengkuhannya."Bima...ini sungguhan?" Hanya itu yang Luna ucapkan."Iya ini aku. Aku datang ... dan tidak akan melepasmu lagi," Abimana men
Sudah di bulan kedua tahap pencarian Luna, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan menemukan Luna.Abimana akhirnya pergi menuju tempat kerja Devi, ia seharian duduk didalam mobilnya, mengawasi gerak-gerik Devi.Saat jam pulang kerja, ia juga mengikuti Devi dari belakang. Wanita itu langsung menuju ketempat kostnya. Selanjutnya sampai malam hari, tak ada pergerakan mencurigakan yang dilakukan Devi.Abimana jenuh dan lelah. Sampai malam, belum juga menunjukkan tanda-tanda Devi akan memberikan clue dimana Luna.Saat ia sedang menghidupkan mobilnya untuk pergi dari sana, ia melihat Devi keluar dari pagar kostnya memakai jaket. Akhirnya Abimana urungkan niat untuk pergi, ia kembali membuntuti Devi dari belakang dengan berjalan kaki.Sepanjang gang tempat Devi berjalan, memang tampak sepi. Karena ini memang sudah malam. Abim