“Apakah nama Melissa begitu berpengaruh? Sudah dua orang yang bertanya tentang nama itu,” gumam Emma dengan melipat kedua tangannya. Ia enggan masuk ke dalam ruangan IT dan hanya berdiri di depan pintu. “Ah sudahlah.” Emma pun membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan.
“Ada apa lagi, Emma?” tanya Json penasaran.“Tidak ada apa-apa,” jawab Emma tersenyum. Melihat senyum Emma, Json akhirnya melanjutkan kembali pekerjaannya. Mereka bersama-sama membantu Emma memperbaiki komputer. Yang tidak bergabung hanyalah Sobig karena masih sibuk dengan program yang dibuatnya.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Sobig ketika Emma sudah duduk di kursi kerjanya. “Aman kok. Setelah menjadi kucing sesuai saran kamu,” jawab Emma.“Syukurlah.” Sobig kembali pada komputernya dan Emma meng-copy software untuk diinstal pada komputer yang sedang diperbaiki oleh rekan-rekan keUntuk pertama kalinya, Emma merasakan sakit hati akibat dikhianati oleh seseorang yang memiliki tempat istimewa di hati. Jika pemikiran Emma sebelumnya yang selalu menganggap bahwa setiap perubahan warna daun itu indah dan setiap situasi kehidupan yang berubah sangat bermakna maka perubahan dan situasi yang dialaminya sekarang adalah sisi tidak beruntung yang melemparkannya ke dalam jurang kegelapan. Sakit dan sesak rasanya dada Emma.Kakinya terus melangkah sedangkan pikirannya dipenuhi oleh penyesalan dan kesedihan. Rasa lapar dan letih yang dirasakannya sebelumnya kini tergantikan kesedihan yang masih saja ditahannya.DUARRRR!!Petir menggelegar dan tidak lama hujan pun turun. Tetesan demi tetesan hujan mengenai tubuh Emma. Seakan enggan menepih dan berteduh, Emma terus melangkah di tengah derasnya hujan.Derasnya air hujan tidak akan menenggelamkan kamu. Air hujan turun untuk menyuburkan tanaman dan menghilangkan panas yang senantiasa terbak
“Bisakah dipercepat, Bu? Atasan anda sedang menunggu untuk makan siang.” Suara pelayan dari balik pintu.“Apa?” Emma tidak mengira bahwa ia akan makan bersama dengan Ethand kali ini. Ia juga malu dengan kejadian yang menimpanya sehingga berakhir di restoran ini. Tidak ingin membuat atasannya menunggu lama, Emma segera bertukar pakaian. Ia memilih kemeja berwarna navy dipadukan dengan celana highwaist cokelat berbahan katun. Rambutnya yang lembab dibiarkan terurai. Emma melihat ada serangkaian make up di atas meja. Ia hanya memakai bedak dan lipstick matte berwarna merah muda yang membuatnya begitu mempesona. Dia hanya memakai kedua make up tersebut namun sudah terlihat menawan. Pipinya yang merah ranum alami bagaikan di poles dengan blush on. Emma melihat penampilannya sekali lagi di cermin. Setelah merasa cukup ia pun memutuskan untuk keluar.Pelayan yang melihat Emma merasa kagum dengan penampilannya. Pakaian bermerek tidak dipilihnya namun lebih
Kota Vunia yang di guyur hujan membuat Emma enggan melihat keluar. Taksi yang ditumpanginya terus membawanya pulang ke Alves Corp. Dalam hatinya masih tidak terima dengan perselingkuhan Orlando. Lelaki itu datang menjadi bagian hidup, namun memiliki cara pergi yang berbeda. Menyisahkan luka dan kekecewaan. Emma meyakini bahwa semua yang datang menghampiri dan menggenggamnya punya cara masing-masing untuk pergi termasuk dengan orang yang kamu pikir bahwa ia mencintaimu. Setiap kisah senantiasa dibuka dengan hal yang sama namun akhirnya akan diakhiri dengan cara yang berbeda. Bahkan kepergiannya meninggalkan rasa sakit dan bekas yang akan menemanimu melanjutkan hidup. Seiring dengan rintik hujan yang kembali perlahan deras, hujan mampu meneduhkan hati Emma, menurunkan segala rasa marah, segala rasa kekecewaan. Kedua hal itu mereda ketika mata Emma beradu dengan rintik hujan yang rela jatuh berkali-kali dan berkumpul menjadi satu menuju lautan lepas. Ada rasa ego yang mereda. Ada harap
Dari kejauhan ekor mata Ethand terus membidik ke arah wanita yang di kelilingi oleh enam lelaki. Ia menghembuskan napas kasar dan melangkah dengan gusar. Entah kenapa pemandangan itu sangat mengganggunya. Padahal Emma bukanlah siapa-siapa. Sampai ketika lift hampir tertutup, Ethand masih saja melihat ke arah Emma dan rekan-rekan kerjanya.“Apakah tim IT selalu santai seperti itu?” tanya Ethand dengan nada dingin. Ryan yang tidak tahu apa-apa lagi-lagi dibuat bingung dengan pertanyaan Ethand.“Mereka selalu bekerja dengan giat, Pak,” jawab Ryan. Ia tahu bagaimana performa kerja tim IT yang selalu membuatnya puas. Jika Ethand sampai bertanya demikian maka ada sesuatu yang dilihatnya. Tentunya telah membuat atasnnya gusar. Ryan langsung mengirim pesan pada Mac agar memperhatikan timnya.Ethand tidak menjawab dan kembali terdiam. Lift yang biasanya hangat kini terasa dingin. Ryan mengusap tengkuknya. Ekor matanya menangkap wajah Ethand yang muram d
“Orlando Anderson adalah kekasih Emma, Pak.” Ryan berucap dengan hati-hati. Mac baru saja mengirimkan pesan padanya. “Dan… tadi Emma tidak sengaja bertemu Orlando berselingkuh dengan wanita lain.”Sudut bibir Ethand berkedut samar. Mendengar Orlando adalah kekasih Emma membuatnya gusar. Namun ketika mendengar mereka telah putus, hati Ethand langsung lega. “Orlando dari perusahaan Fuller?” tanya Ethand.“Betul, Pak.” Ethand tersenyum sarkastik. Ia memiliki investasi di Fuller. Jika ia berhenti investasi, maka dapat dipastikan Fuller akan segera gulung tikar. Ryan mencium aroma-aroma balas dendam dari raut wajah Ethand.“Not today,” harap Ryan dalam hati.“Hentikan kerja sama dengan Fuller.” Perkataan Ethand membuat Ryan menghembuskan napas kesal. Apa yang tidak ingin di dengarnya kini diperintah oleh Ethand.“Baik, Pak.” Ryan hanya mampu melaksanakan apa yang dipe
Json dan yang lainnya sudah masuk ke dalam mobil masing-masing. Sedangkan Emma menunggu mereka di depan pintu masuk perusahaan. Keenam mobil sama-sama berhenti di depan Emma.“Apakah mereka sedang berarak-arakan?” Emma melihat deretan mobil rekan kerjanya yang terparkir di depan gedung. Tidak lama kemudian terdengar bunyi klakson panjang di belakangnya. Beberapa mobil pegawai lainnya terhalang oleh mobil para lelaki dari tim IT. Melihat situasi demikian, Emma langsung melangkahkan kakinya menuju halte bus. Kecepatan mobil mereka juga mengikuti cepatnya langkah Emma. Emma hanya menggeleng heran namun menahan tawanya. Beberapa pegawai lain ada yang mengumpat namun tidak dihiraukan oleh Json dan kawan-kawan. Emma sedikit berlari agar cepat sampai di halte bus dan tidak menjadi pusat perhatian dari pegawai dan orang-orang di sekitar.“Kita tunggu sampai bus datang yah,” pinta Json.“Aku bisa sendiri. Kalian duluan saja,” jawab Emm
“Apakah dia sudah pulang?” tanya Ethand pada Ryan yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.“Sepertinya sudah, Pak.” Ryan lagi-lagi mengutuk dirinya dalam hati. ia sennatiasa lupa jika atasannya tidak menyukai jawaban yang tidak pasti. “Saya akan memeriksanya lewat cctv, Pak.” Ryan dengan cepat mengambil ponsel dari saku celana kerjanya. Ia melihat Emma keluar sambil memapah bungkusan cokelat di tangannya. “Dia baru saja keluar dari ruangan, Pak. Sambil membawa sekotak cokelat,” ucap Ryan sumringah.Sebuah senyum membentuk lengkungan tipis dan sorot mata yang hangat terpancar dari wajah Ethand. Baru pertama kali ia melihat raut wajah Ethand begitu menenangkan bagi siapa saja yang memandangnya. Ia sampai berkedip untuk memastikan bahwa yang dilihatnya kini adalah nyata. Ryan berusaha membatuk untuk menormalkan segala pikirannya.“Sudah waktunya pulang, Pak.” Ryan melihat jam di pergelangan tanganny
Setelah diketahui Ryan bahwa ada private lift bagi penghuni penthouse, kini Ryan disuguhkan dengan ruangan mewah dan modern. Penthouse itu memliki dua lantai dan ada tangga untuk berpindah di antara lantai yang terletak di dalam ruangan itu. Hunian milik Ethand juga memilki balkon besar yang membentang di sepanjang rumah, menciptkan outdoor yang besar dan nyaman untuk pemilik hunian. Alih-alih menggunakan bingkai kaca, hunian Ethand menggunakan panel kaca besar dengan pemandangan luar yang tidak terhalang. Lampu langit-langit yang besar membawa keindahan ke seluruh ruangan.Ryan meletakkan tas atasannya di atas sofa. Sofa berwarna navy itu bisa digunakan Ryan untuk tidur, panjang dan empuk.“Duduklah,” ujar Ethand. “Mau minum apa?”“Ah… Saya ambil sendiri saja, Pak,’ jawab Ryan.“Baiklah. Dapur ada di ujung lorong.” Ethand menunjuk kea rah sebuah lorong dengan sedikit penerangan. Ethan
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku