Seusai makan malam, Emma kembali ke kamarnya. Seharian bergelut dengan komputer membuatnya lelah dan gerah. Ia segera membersihkan diri agar segera beristirahat. Emma menyalakan lilin pengharum ruangan yang sudah dibelinya dari Vunia dan menaruhnya di kamar mandi. Ia ingin berendam sejenak untuk melunakkan kembali otot-ototnya yang terasa kaku.Tiga puluh menit berlalu, Emma baru keluar dari bathub dengan air yang hangat. Ia segera mengambil handuk dan menyelimuti setengah badannya. Ia mulai bersenandung dan bernyanyi pelan dan keluar dari kamar mandi.“Aku pikir kamu tidur di kamar mandi,” ucap seorang lelaki setelah mendengar pintu kamar mandi terbuka. Emma langsung menyilangkan tangan di dadanya karena terkejut.Ethand segera membuang tatapannya ke tempat lain. Ia tidak menduga jika Emma akan keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk. Bagian dadanya terekspos dengan jelas dan bagian pahanya yang putih mulus. Emma segera berbalik dan kembali masuk ke dalam kamar mandi.Ethand
Dalam lelap, Emma dapat merasakan sebuah tangan kekar mengangkat kepalanya. Aroma parfum maskulin yang disukainya akhir-akhir ini tercium olehnya. Tidak lama kemudian ia dapat merasakan kecupan hangat di keningnya. Emma segera membuka matanya.“Dimple?” ucap Emma.“Tidurlah. Sudah larut.”Entah sejak kapan Ethand sudah berada di ranjang dan memeluk Emma, yang jelas hati dan mental Emma seakan di uji. Rasa kantuknya langsung lenyap digantikan dengan rasa gugup yang memenuhi dirinya. Ia segera membenamkan wajahnya di dada lelaki itu. Wajahnya panas ditambah dengan jantung yang berdebar hebat.“Jangan bergerak, Emma. Aku adalah lelaki yang perasa,” ucap Ethand. Emma yang hanya bergerak memundurkan badannya saja seketika terhenti. Ia menggigit bibir bawahnya.“Mengapa kamu ada di kamarku?” tanya Emma dengan nada pelan.“Aku hanya ingin membayar rasa penyesalan karena telah berulang kali mengecewakanmu,” jawab lelaki itu. Emma mengernyit bingung dan masih menggigit bibir bawahnya.“Tapi ap
“Banyak yang memiliki hodeed eyes di negeri ini, Carol,” sergah Melissa dengan santainya.“Aku tidak mengatakan jika matanya adalah jenis mata hodeed eyes.” Caroline dengan senyum aneh di wajahnya. Ia memundurkan wajahnya setelah menatap lelaki itu sejenak. “Apa pun hubungan kalian aku tidak peduli. Yang aku pedulikan sekarang adalah bagaimana merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.”Melissa menghembuskan napas pelan ketika Caroline tidak lagi membahas tentang Emma. “Jika ingin menyentuh Prima sebaiknya pikirkan matang-matang, Carol. Prima dan Alves sudah menjadi rival yang cukup lama. Padahal dulu mereka adalah dua sejoli yang saling membantu dan membutuhkan.” Melissa dengan nada sendu. Ketika mengingat kembali kenangan lama itu membuatnya sesak. Ia segera bangkit dari duduknya dan mengambil segelas air.“Jangan mengingatnya jika jiwamu tidak siap. Aku merasa sedih melihatmu seperti itu.” Caroline kemudian mengambil tasnya dan berniat pergi. Namun langkahny terhenti tepa
Setelah mendapatkan vitamin dari Emma, Ethand segera melepaskan tangannya dari tubuh wanita itu. Seakan lepas dari kurungan, Emma segera turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi.“Aku basuh muka dan sikat gigi terlebih dahulu,” ucap wanita itu sambil berjalan cepat ke kamar mandi. Ethand meregangkan tubuhnya dan mencari air minum. Ternyata Emma selalu menaruhnya di meja dekat ranjang. Ia segera mengambil sebotol air mineral lalu meneguknya sampai setengah.Ethand melihat ke sekeliling kamar dan segera turun dari ranjang. Dengan telaten ia mulai merapikan kamar kekasihnya. Setelah selesai merapikan ranjang Emma, Ethand segera keluar dari kamar itu. ia juga harus membasuh mukanya dan sikat gigi.“Di mana dia?” tanya Emma ketika keluar dari kamar mandi dan tidak melihat Ethand. “Lah dia?” Emma tersenyum simpul ketika melihat ranjagnya yang sudah rapi. Wanita itu segera mengganti pakaiannya dengan pakaian olahrga dan tidak lupa pula mengenakan sepatu.Tok..tok…Emma segera membuka p
Jane baru saja menghabiskan segelas susu dan sepotong roti. Hari ini ia berencana mengunjungi vila dimana Emma mengikuti pelatihan.“Ini ada makanan untuk mereka. Ada salad buah juga kesukaan Emma,” ucap Ester yang sejak pagi menyiapkan makanan untuk putri sulungnya itu.“Apakah hanya untuk Emma saja, Bu?” tanya Jane.Ester tersenyum, “untuk nak Ethand dan nak Ryan juga,” balas Ester. Jane langsung tertawa senang. Ia memang memiliki kafe namun dirinya kurang pandai masak. Ketika mendengar Ester sedang menyiapkan makanan, Jane menunggu dengan cemas.“Terima kasih, Bu,” ucap Jane seraya memeluk Ester.“Sampaikan salam ibu untuk Emma dan semuanya,” balas Ester.“Baik, Bu. Aku pamit yah. Hati-hati di rumah.” Jane kemudian berjalan keluar dari apartemen sambil menenteng kotak makanan yang lumayan berat. Di depan apartemen ada dua lelaki berbadan kekar yang selalu menjaga mereka. Melihat Jane kesulitan membawa barang seorang lelaki langsung mendekatinya.“Bolehkah saya bantu, Nona?” tanya l
“Aku rasa ibumu menyembunyikan sesuatu.” Jane dengan tatapan serius. “Ibumu bahkan sering melamun dengan tatapan kosong. Alin bilang, dia sering mendapati ibumu tidak tidur beberapa hari ini.”Mendengar perkataan Jane, Emma mulai gelisah. Sudah lama Emma juga menaruh curiga pada ibunya.-Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ibunya akan selalu menjawab baik-baik saja ketika ditanya.“Dua hari lagi pelatihan ini selesai. Pulang nanti aku harus membawa ibu kembali periksa. Sepertinya penyakit yang ia derita mulai kambuh dan tidak bernai menceritakan padaku atau Alin.” Emma mulai cemas.“Aku temani kamu,” ucap Ethand seraya menggenggam tangan Emma. Lelaki itu ingin memberi separuh kekuatannya pada wanita itu. Emma mengangguk setuju.Jane merasa bahwa berubahnya Ester bukan karena penyakitnya melainkan pada sesuatu yang seakan mengganggu ketenangan batinnya. Namun Jane tidak ingin mengatakan kebenarannya dan membiarkan Emma sendiri yang menanyakannya pada ibunya.“Jika kamu khawatir
Hari ini tidak ada kegiatan pelatihan sehingga tim IT memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi ke air terjun. Begitu pula Emma dan Jane. Ditemani Ethand dan Juga Sobig, kedua wanita itu bagaikan ratu yang dijaga ketika menuruni jurang yang sedikit curam. Ethand bahkan berulang kali menawarkan diri untuk menggendong kekasihnya.“Jika kamu takut terjatuh aku bisa menggendongmu, Emma,” ucap Ethand dengan nada meminta. Wanita yang di tawar hanya bisa tertawa.“Kamu pikir aku wanita lemah?” tandas Emma seraya menuruni jurang dengan memegang akar pohon di sekitarnya.Jane yang ditemani Sobig hanya bisa menahan tawanya. Ia pikir hanya Ryan saja yang berlebihan memperlakukannya ternyata Ethand terhadap Emma juga.“Kalau begitu pegang tanganku.” Ethand mengulurkan tangannya.“Ada akar ini, Dimple.” Emma menunjuk pada akar besar yang menjalar di tepi jurang.“Aku tidak percaya pada benda itu, Sayang.” Emma mengangkat kedua alisnya melihat Ethand begitu berlebihan mengkhawatirkannya.“Kalau kamu
Jane mengambil batu dan melemparkannya ke arah kolam. Ia terlihat semakin kesal. Ryan sudah tiba di tempat itu namun ia lebih memilih menemuni Ethand terlebih dahulu daripada dirinya. Emma mengamati sahabatnya itu.“Ryan harus melaporkan pekerjaannya pada Ethand terlebih dahulu, Bestie,” ucap Emma seraya memeluk pundak Emma. Jane tidak menimpali perkataan Emma dan terus melemparkan batu ke dalam air.“Oh iya, Emma. Jika besok kamu kembali ke Vunia, saya ingin titip sesuatu untuk putriku,” ucap Mac.“Baik, Pak. Tapi dimana alamat rumah, Bapak?” tanya Emma.“Di apartemen yang sama denganmu. Tapi di lantai dua belas,” jawab Mac.“Jadi kita tinggal di gedung yang sama?” Emma tidak menduga jika ketua tim IT juga tinggal di Eves The Hill Vunia.“Iya, Emma. Saya juga baru tahu dari pak Ryan jika kamu juga baru masuk di apartemen yang sama.”“Baiklah. Saya akan sering berkunjung di rumah Bapak nanti,” ucap Emma seraya tersenyum.“Apakah pak Ryan sudah kembali?” tanya Mac ketika melihat Ryan s