Jane baru saja menghabiskan segelas susu dan sepotong roti. Hari ini ia berencana mengunjungi vila dimana Emma mengikuti pelatihan.“Ini ada makanan untuk mereka. Ada salad buah juga kesukaan Emma,” ucap Ester yang sejak pagi menyiapkan makanan untuk putri sulungnya itu.“Apakah hanya untuk Emma saja, Bu?” tanya Jane.Ester tersenyum, “untuk nak Ethand dan nak Ryan juga,” balas Ester. Jane langsung tertawa senang. Ia memang memiliki kafe namun dirinya kurang pandai masak. Ketika mendengar Ester sedang menyiapkan makanan, Jane menunggu dengan cemas.“Terima kasih, Bu,” ucap Jane seraya memeluk Ester.“Sampaikan salam ibu untuk Emma dan semuanya,” balas Ester.“Baik, Bu. Aku pamit yah. Hati-hati di rumah.” Jane kemudian berjalan keluar dari apartemen sambil menenteng kotak makanan yang lumayan berat. Di depan apartemen ada dua lelaki berbadan kekar yang selalu menjaga mereka. Melihat Jane kesulitan membawa barang seorang lelaki langsung mendekatinya.“Bolehkah saya bantu, Nona?” tanya l
“Aku rasa ibumu menyembunyikan sesuatu.” Jane dengan tatapan serius. “Ibumu bahkan sering melamun dengan tatapan kosong. Alin bilang, dia sering mendapati ibumu tidak tidur beberapa hari ini.”Mendengar perkataan Jane, Emma mulai gelisah. Sudah lama Emma juga menaruh curiga pada ibunya.-Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ibunya akan selalu menjawab baik-baik saja ketika ditanya.“Dua hari lagi pelatihan ini selesai. Pulang nanti aku harus membawa ibu kembali periksa. Sepertinya penyakit yang ia derita mulai kambuh dan tidak bernai menceritakan padaku atau Alin.” Emma mulai cemas.“Aku temani kamu,” ucap Ethand seraya menggenggam tangan Emma. Lelaki itu ingin memberi separuh kekuatannya pada wanita itu. Emma mengangguk setuju.Jane merasa bahwa berubahnya Ester bukan karena penyakitnya melainkan pada sesuatu yang seakan mengganggu ketenangan batinnya. Namun Jane tidak ingin mengatakan kebenarannya dan membiarkan Emma sendiri yang menanyakannya pada ibunya.“Jika kamu khawatir
Hari ini tidak ada kegiatan pelatihan sehingga tim IT memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi ke air terjun. Begitu pula Emma dan Jane. Ditemani Ethand dan Juga Sobig, kedua wanita itu bagaikan ratu yang dijaga ketika menuruni jurang yang sedikit curam. Ethand bahkan berulang kali menawarkan diri untuk menggendong kekasihnya.“Jika kamu takut terjatuh aku bisa menggendongmu, Emma,” ucap Ethand dengan nada meminta. Wanita yang di tawar hanya bisa tertawa.“Kamu pikir aku wanita lemah?” tandas Emma seraya menuruni jurang dengan memegang akar pohon di sekitarnya.Jane yang ditemani Sobig hanya bisa menahan tawanya. Ia pikir hanya Ryan saja yang berlebihan memperlakukannya ternyata Ethand terhadap Emma juga.“Kalau begitu pegang tanganku.” Ethand mengulurkan tangannya.“Ada akar ini, Dimple.” Emma menunjuk pada akar besar yang menjalar di tepi jurang.“Aku tidak percaya pada benda itu, Sayang.” Emma mengangkat kedua alisnya melihat Ethand begitu berlebihan mengkhawatirkannya.“Kalau kamu
Jane mengambil batu dan melemparkannya ke arah kolam. Ia terlihat semakin kesal. Ryan sudah tiba di tempat itu namun ia lebih memilih menemuni Ethand terlebih dahulu daripada dirinya. Emma mengamati sahabatnya itu.“Ryan harus melaporkan pekerjaannya pada Ethand terlebih dahulu, Bestie,” ucap Emma seraya memeluk pundak Emma. Jane tidak menimpali perkataan Emma dan terus melemparkan batu ke dalam air.“Oh iya, Emma. Jika besok kamu kembali ke Vunia, saya ingin titip sesuatu untuk putriku,” ucap Mac.“Baik, Pak. Tapi dimana alamat rumah, Bapak?” tanya Emma.“Di apartemen yang sama denganmu. Tapi di lantai dua belas,” jawab Mac.“Jadi kita tinggal di gedung yang sama?” Emma tidak menduga jika ketua tim IT juga tinggal di Eves The Hill Vunia.“Iya, Emma. Saya juga baru tahu dari pak Ryan jika kamu juga baru masuk di apartemen yang sama.”“Baiklah. Saya akan sering berkunjung di rumah Bapak nanti,” ucap Emma seraya tersenyum.“Apakah pak Ryan sudah kembali?” tanya Mac ketika melihat Ryan s
“Apakah kamu mengenal nickname Ch4r7ch4 selama menekuni dunia peretas?” tanya Emma pada Sobig.“Ch4r7ch4?” Sobig mencoba mengingat namun ia menggeleng. “Tidak pernah. Sepertinya peretas baru,” ucapnya.“Dia mencoba meretas Alves Corp beberapa saat yang lalu dan meninggalkan nickname-nya,” ucap Emma.“Benarkah? Berarti bukan Melissa saja yang mengincar Alves Corp.”“Oh iya Sobig. Aku ingin tanya, pada saat Prima dan Alves Corp berseteru apakah kamu sudah bekerja di Alves?” tanya Emma.“Iya, NN. Aku sudah kerja selama setahun sebelum kejadian itu terjadi.”“Jadi kamu tahu siapa Melissa?” tanya Emma.“Aku pernah beberapa kali berjumpa dengannya. Dia orang yang sangat ramah dan baik. Aku bahkan tidak percaya kalau dia akan berpihak pada Prima sampai sekarang.”Mendengar jawaban Sobig, Emma merasa terkejut sekaligus heran. “Berpihak pada Melissa? Memangnya sebelumnya dia bekerja pada siapa? Alves atau Prima?” tanya Emma penasaran.“Dulu, pak Gregorio, pak Gustano dan Melissa adalah sahabat
Emma sedang mengemasi pakaiannya dan dibantu oleh Jane. Mereka berdua akan kembali ke Vunia hari ini. Tim IT sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti pelatihan terakhir sisanya mereka diijinkan untuk berkemah di bukit Maldaves. Selama ini mereka sudah bekerja keras jadi Harvey memberikan dua hari yang tersisa untuk mereka berlibur dan berkemah.“Apakah selama disini kamu baik-baik saja?” tanya Jane. Ia ingat ketika Emma berangkat dari Vunia, hubungannya dengan Ethand tidak baik-baik saja.“Baik-baik saja, Bestie. Hanya, beberapa hari yang lalu mantan kekasihnya datang dan mencoba menggodanya," jawab Emma. Jane langsung tersentak kaget.“Kenapa ada berita sepenting itu kamu tidak menceritakannya padaku?” tanya Jane marah.“Karena masih bisa ku atasi, Bestie.” Emma sibuk melipat pakaiannya.“Tetap saja, Emma. Bagaimana jika perempuan itu memukulmu?” Jane dengan nada kesal.“Tidak ada yang berani atas diriku. Kamu lihat sendiri kan kemarin ketika menuruni jurang itu?”Jane masih ingat b
Danau Zarpen yang belum diketahui oleh banyak orang, terlihat indah dengan airnya yang jernih. Dengan latar belakang gunung dan bukit yang hijau membuat danau itu terlihat biru kehijauan dan berkilau. Semakin dekat, dapat dilihat angsa-angsa berenang membentuk kelompok dan burung yang terbang dengan bebasnya. Di bagian barat danau Zarpen terdapat sebuah kastil dengan aneka bunga di halamannya.“Aku tidak tahu jika danau seindah ini di negara kita,” ucap Jane dengan nada kagum.Emma tidak bisa berkata-kata dan melihat ke seluruh danau. “Vunia serasa di Zwitzerland,” tukas Emma.Ethand menghampiri kekasihnya dan melihat mata wanita itu berbinar-binar. “Apakah kamu menyukainya?” tanya Ethand. Emma menganggukkan kepalanya senang.“Aku hanya melihat gambar di internet tentang danau Luzern di Zwitzerland ternyata di Vunia ada juga danau seindah ini.” Emma sangat mengagumi keindahan alam yang membuatnya bahagia. Selain kasih dan sayang, keindahan alam juga memberikan kesan tersendiri untuk k
Ester mulai cemas namun tetap berusaha tenang. “Ibu baik-baik saja, Emma,” tegas Ester.“Jika Ibu baik-baik saja, apakah bisa katakan padaku apa yang Ibu sembunyikan dariku?” tanya Emma. Setelah sekian lama memendam rasa penasaran dengan sikap ibunya, Emma akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada Ester.“Ibu tidak menyembunyikan apa-apa darimu.” Ester dengan dahi mengernyit.“Aku bisa merasakan jika Ibu sedang menyembunyikan sesuatu dariku dan Alin, Bu.” Emma dengan nada memohon. Matanya mulai berkaca-kaca menahan kecewa dan juga sedih.“Benar, Emma. Ibu tidak menyembunyikan sesuatu darimu.” Ester dengan nada tegas.“Apakah Ibu bisa menjelaskan darimana uang untuk membeli apartemen ini?” tanya Emma.“Itu adalah tabungan ibu dan ayahmu dulu, Emma.” Ester juga menahan sedihnya. Emma segera menghapus air matanya. “Aku sudah memeriksanya, Bu. Uang itu berasal dari akun yang tidak di kenal, Bu. Bahkan berasal dari bank luar negeri dengan nama yang tidak ku kenali.” Emma mengusap waj
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku