“Jangan memanjakannya, Dimples,” ucap Emma setelah kesepakatan di antara kekasih dan adiknya disepakati.
“Untuk adik iparku,” jawab Ethand. Ia segera mengambil cangkir teh dan menyeruputnya.
“Dia akan menjadi seseorang yang gila belajar.” Emma mengambil kue dan memberikannya pada lelaki itu.
“Bukankah itu hal yang baik?”
Emma mengulum bibirnya. Sangat tidak mudah bertemu ketujuh member BTS namun mengingat siapa Ethand, Emma hanya bisa menghembuskan napas pelan. “Apakah kamu sudah siap untuk berbicara dengan ibuku?” tanya Emma.
Ethand meletakkan cangkir teh di atas meja. “Untuk keselamatan dan kebaikan kalian, aku harus segera berbicara dengan ibumu,” jawab Ethand.
“Apa yang mau dibicarakan Nak Ethand?” tanya Ester. Ia datang mengantarkan sepiring kue yang dibawa Ethand untuknya.
“Ibu duduk saja dulu,” ucap Emma seraya bergeser ke kiri
Salah satu lingkungan mewah yang belum pernah dimasuki oleh keluarga Jones adalah kompleks Eves The Hill Vunia. Ketika mendengar di mana mereka akan tinggal membuat Ester dan Alin terkejut. Emma hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Ia tidak terkejut, untuk seorang Ethand tinggal di tempat itu merupakan keharusannya. Beruang dan juga cerdas. Apalagi lelaki yang menjadi kekasihnya ini adalah pewaris tunggal Alves Corp.“Apakah kita akan tinggal di apartemen mewah itu?” tanya Alin dengan mata berbinar. Ethand menganggukan kepalanya.“Apakah apartemen itu benar-benar milik Nak Ethand?” tanya Ester penasaran.“Iya, Bu,” jawab Ethand. Emma menyenggol lengan ibunya. Ester kemudian tertawa dan tidak bertanya lagi. Begitu pula Alin yang kembali fokus pada laptopnya. Sedangkan di otaknya sudah penasaran bagaimana kemewahan Eves The Hill Vunia.“Nak Ethand belum makan malam kan? Mari kita makan bersama,” ajak Ester. Me
Kedua orang seperti tikus dan kucing itu akhirnya memutuskan makan di kafe Janasses. Jane dengan wajah cemberut menatap makanan di depannya. Sedangkan Ryan melipat tangannya menatap wanita yang duduk di depannya.“Aku tidak akan makan sebelum kamu makan,” ujar Ryan dengan nada serius. Jane meletakkan sendoknya di atas piring. Ia mengambil segelas air lalu meneguknya.“Ini mulutku. Mau makan atau tidak bukan urusanmu,” balas Jane lalu menghapus beberapa tetes air tersisa di sudut bibirnya. Ryan hanya bisa menghembuskan napas kesal. Baru saja beberapa jam jadian, hubungan mereka sudah seperti ini.“Jane,” panggil Ryan dengan nada lembut. Jane melihatnya dengan ekor mata. “Apakah kita bisa lebih rukun?” tanya Ryan. Raut wajahnya terlihat putus asa.Jane memaksa menelan salivanya. Jika lelaki lain mungkin tidak akan bisa bertahan dengan sikapnya yang mudah cemberut itu. Namun sudah beberapa jam berlalu
Ethand senantiasa bertanya pada pengawalnya yang menjaga rumah Emma. Ia baru saja melewati tikungan namun ia sudah khawatir akan keselamatan kekasihnya. Setelah mendapat jawaban dari pengawalnya, ia kembali fokus pada jalanan.Kota Vunia masih ramai walaupun sudah hampir tengah malam. Mata Ethand menangkap sebuah Porsche hitam di belakangnya. Ia mencoba berbelok dan melihat apakah mobil itu membututinya. Ternyata benar dugaannya. “Siapa lagi itu?” gumam Ethand dengan mata mngarah pada kaca spion. “Plat mobilnya berbeda dengan dengan yang tempo hari.” Ethand mengambil ponselnya lalu mengirim pesan kepada Ryan. Ia ingin memastikan bahwa sekretarisnya itu baik-baik saja.Ethand segera menelepon Ryan karena lelaki itu tidak membalas pesannya. Ia semakin khawatir karena sekretarisnya itu tidak mengangkatnya. Ethand berdecak kesal. Ia ingin memastikan semua orang terdekatnya dalam kondisi aman. Ethandy segera mencari nomor ponsel ibunya.
Sudah pukul 2 malam. Ethand dan Emma masih saja mengamati ruang server. Berkali-kali terdengar lelaki itu menguap. Emma hanya bisa menahan senyumnya dan membiarkan Ethand menahan rasa kantuknya.“Sepertinya sudah tidak ada lagi usaha dari Melissa.” Emma mulai mematikan laptopnya. Terdengar helaan napas lega dari lelaki itu.“Istirahatlah Emma.” Ethand dengan suara yang hampir saja tidak terdengar oleh Emma. Wanita itu meletakkan laptop ke dalam laci mejanya. Ia menoleh kea arah Ryan yang sejak tadi sudah terlelap. Terdengar suara ngorok dari lelaki itu.“Apakah kamu bisa tidur di kasur tipis itu?” tanya Emma. Ia tahu jika kekasihnya ini sejak kecil hidup di tengah kemewahan.“Tidak masalah. Kamu segeralah istirahat,” ucap Ethand.“Baiklah. Have a nice dream, Dimples,” balas Emma. Lelaki itu mengernyit melihat Emma seakan melupakan sesuatu. “Ada apa dengan raut wajahmu?” tanya
Emma mematung ketika mendengar ucapan Ethand. Bagaimanapun ia telah bersalah pagi ini. Wanita berbalik sejenak menatap Ethand. Ia tidak berkata-kata dan malah memberikan senyum yang membuat lelaki itu menahan napasnya dan menggigit bibir bawahnya gemas akan senyum polos Emma.“Benar-benar cobaan,” batin Ethand dalam hatinya. Dengan tangan kekarnya, Ethand memutar kepala wanita itu dan mendorongnya keluar dari kamar.“Aku belum selesai merapikan tempat tidurnya,” ujar Emma yang berusaha membebaskan kepalanya dari cengkraman tangan Ethand.“Ada Ryan dan Jane,” balas Ethand sambil terus mendorong wanitanya menuju dapur.Ester yang melihat kedatangan Ethand dan Emma hanya bisa tersenyum dengan tingkah lucu pasangan itu.“Ini, Bu. Calon ibu rumah tangga tapi bangunnya siang.” Ethand mulai mengadu pada Ester. Wajah Emma bersemu merah ketika mendengar kalimat yang dilontarkan lelaki itu. Sedangkan si pengadu
Sebuah meja kaca dapat memantulkan bayangan seorang wanita yang berdiri dengan tangan dilipat di dada. Napasnya memburu ketika mengetahui bahwa lelaki yang bersamanya dulu kini sudah memiliki kekasih. Ia tidak menyangka jika lelaki yang tidak bisa hidup tanpanya dulu kini sudah memiliki pasangan hidup dan telah melupakannya. Tangannya mengepal sehingga menampilkan buku-buku yang terlihat jelas.PRAAANGGG!!!Tangan wanita itu menyapu bersih segala sesuatu yang ada di atas meja kerjanya. Semuanya menjadi berserakan di lantai dan vas bunga dengan kaktus di dalamnya pecah menjadi beberapa bagian.“Ethand adalah milikku. Tidak ada wanita lain yang dicintainya selain diriku.” Suara histeris dari wanita itu memekakan telinga bagi siapa saja yang berada di ruangan itu. Seorang lelaki yang menyampaikan kebenaran mengenai Ethand mengorek telinganya.“Sepertinya mereka akan ke Gircaron Villa beberapa hari lagi,” ucap lelaki itu.Seketi
Sepasang kekasih tentu akan mengerti ketika kata tak lagi terucap. Ia mengerti lewat sorotan mata sang kekasih. Entah sedih atau pun senang tentu ia akan mengetahuinya. Ethand menatap lekat wajah kekasihnya itu. Butuh waktu yang tidak mudah untuk mendapatkan hatinya. Dipertemukan dengan waktu yang tak terduga.“Fokus menyetir, Dimple,” ucap Emma ketika mendapat tatapan penuh kasih dari lelaki berwajah rupawan itu. Wajahnya bersemu merah menahan malu. Alin yang duduk di kursi belakang memilih untuk mendengarkan musik dan sudah memakai earphone. Gadis itu seakan enggan melihat Ethand dan Emma. Entah umurnya yang masih muda atau belum terbiasa dengan situasi tersebut.“Katakan apa yang sedang kamu pikirkan, Emma?” tanya Ethand. Ia tidak ingin wanitanya itu terbeban dengan pikirannya sendiri.“Tapi, apakah kamu akan menerimanya?” tanya Emma ragu-ragu.“Kamu belum mengatakannya, Sayang. Bagaimana saya memutuskan untuk
Eves The Hill Vunia masih asri dan indah. Alin segera membuka earphone-nya ketika mobil yang dikendarai Ethand memasuki kawasan apartemen elit itu. Ia berdecak kagum sekaligus memuji keindahan tata letak Eves The Hill Vunia.“Kita akan tinggal di kawasan indah ini, Kak?” tanya Alin masih tidak percaya. Ia seperti mimpi dan tidak ingin bangun dari mimpi indah ini.“Tentu saja, Alin.” Ethand yang menjawab. Karena Emma juga sedang menikmati keindahan komplek apartemen itu. Ada taman bermain untuk anak-anak. Lapangan basket. Taman bunga dengan rumput halus di bawahnya.Menyadari jika Ethand selama ini hidup di tengah kemewahan, Emma menyadari jika jarak keduanya sungguh jauh. Bagaikan langit dan bumi.“Don’t be insecure, Darling,” imbuh Ethand ketika melihat raut wajah Emma yang diam-diam menoleh ke arahnya.“Kamu cenayang yah? Kok bisa tahu apa yang ada di dalam pikiranku?” Emma yang tidak menduga
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku