Eves The Hill Vunia masih asri dan indah. Alin segera membuka earphone-nya ketika mobil yang dikendarai Ethand memasuki kawasan apartemen elit itu. Ia berdecak kagum sekaligus memuji keindahan tata letak Eves The Hill Vunia.
“Kita akan tinggal di kawasan indah ini, Kak?” tanya Alin masih tidak percaya. Ia seperti mimpi dan tidak ingin bangun dari mimpi indah ini.
“Tentu saja, Alin.” Ethand yang menjawab. Karena Emma juga sedang menikmati keindahan komplek apartemen itu. Ada taman bermain untuk anak-anak. Lapangan basket. Taman bunga dengan rumput halus di bawahnya.
Menyadari jika Ethand selama ini hidup di tengah kemewahan, Emma menyadari jika jarak keduanya sungguh jauh. Bagaikan langit dan bumi.
“Don’t be insecure, Darling,” imbuh Ethand ketika melihat raut wajah Emma yang diam-diam menoleh ke arahnya.
“Kamu cenayang yah? Kok bisa tahu apa yang ada di dalam pikiranku?” Emma yang tidak menduga
Rumah baru bagi keluarga Jones sungguh membuat Ester berkaca. Alin yang sibuk memilih kamarnya dan Emma masih bingung memilih kamar dengan view kota Vunia atau ke arah matahari terbenam.“Kamu lebih menyukai ketenangan atau sebaliknya?” tanya Ethand yang menemani Emma melihat isi rumah baru mereka.“Ketenangan, Dimple,” jawab Emma.“Aku sarankan yang view-nya menuju laut lepas dengan sunsetnya.” Ethand juga menyukai ketenangan. Jadi hal seperti matahari terbenam, nuansa monokrom dan musik yang lembut membuatnya nyaman.“Aku juga pikirnya begitu.” Raut wajah Emma seketika cerah. “Kamar ini aku gunakan sebagai ruangan kerja saja,” imbuh wanita itu dengan senyum di wajahnya.“Pilihan yang bagus.” Puji Ethand pada kekasihnya.“Hari ini langsung masukkan barang-barang dari rumah lama. Sehingga malam ini sudah bisa tidur di kamar masing-masing.”Ethand mengu
Los Angeles tahun 2014Ethand dengan celana kargo, berkaos putih dan topi hitam. Di punggungnya terdapat ransel berukuran sedang. Dari perempatan Los Felizh Boulevard, lelaki itu menaikki shuttle DASH. Ketika bus baru beberapa menit meninggalkan Los Feliz, terlihat beberapa orang yang berpakaian seperti yang dikenakan Ethand. Lelaki itu berniat untuk hiking namun telepon dari kekasihnya membuat Ethand harus membatalkannya.Griffith Park dengan luas mencapai 1.740 hektar meliputi perbukitan, gua, hutan, ranch, lembah dan ngarai, serta danau-danau alami. Berdiri juga belasan museum dan bagunan bersejarah serta area piknik tempat anak-anak bisa naik kuda poni dan komidi putar. Plus lereng bukit tempat berdirinya tanda Hollywood yang sangat terkenal itu.Setelah turun dari bus, Ethand berjalan menuju observatorium di mana kekasihnya sedang menunggu. Dari kejauhan seorang wanita sedang bersama seorang lelaki berdiri dan bercengkerama dengan mesranya. Ethand mempercep
Ryan membawa Ethand ke sebuah sudut Wilobi mall. Raut wajah sekretarisnya membuat Ethand mengernyit heran. Sepertinya ada hal penting yang ingin dikatakan Ryan padanya.“Kamu tulus mencintai Emma?” tanya Ryan tiba-tiba. Kernyitan di dahi Ethand semakin jelas.“Ada apa, Ryan?” Ethand tidak mengerti maksud perkataan sekretarisnya itu.“Aku melihat Caroline tadi.”Mendegar nama wanita yang pernah hadir dalam hidupnya membuat kepala Ethand berputar. Segala kenangan indah dan sedih mulai bermunculan di kepalanya. Los Angeles menjadi saksi kisah cinta sekaligus perpisahan mereka berdua. Tidak ada kata perpisahan di antara mereka. Menjadikan Ethand lelaki dingin dan tidak ingin lagi mengenal cinta.“Aku melihat kamu sampai menoleh berkali-kali padanya tadi.” Lanjut Ryan seraya menghembuskan napasnya kasar.“Jadi tadi benar-benar dia?” tanya Ethand tidak percaya.“Jika hatimu m
Setelah berpamit pada ibunya dan Alin, Emma dan Jane berjalan bersama keluar dari apartemennya. Terlihat Jane membantu sahabatnya membawa sebuah paperbag berukuran besar di dalamnya berisi beberapa snack yang dibelinya beberapa hari yang lalu.“Ryan juga tidak meneleponku. Apakah para lelaki itu sedang PMS?” Jane dengan nada kesal.“Sejak kapan dia tidak menghubungimu?” tanya Emma.“Pagi ini.”Emma mengangkat kedua alisnya seraya menghembuskan napas kesal. “Mungkin saja dia sedang dalam perjalanan menuju perusahaan, Bestie.” Emma merasa heran dengan ke-bucinan sahabatnya ini. Padahal umurnya sudah tidak muda lagi.“Tapi biasanya dia bangun tidur sudah say hallo padaku.”Emma kembali menghela napasnya kesal. Apa jadinya jika Ryan tidak menghubunginya seminggu? “Kan hari ini kita ke puncak, kamu pahami keadaannya, Bestie.”“Tetap saja aku marah. Dia menomordua
Ethand menyadari jika sikapnya beberapa hari ini telah membuat wanita itu menjauh. Namun yang membuatnya resah adalah Emma tetap tersenyum padanya. Entah kenapa ia merasa jika Emma adalah karyawannya dan bukan kekasihnya.“Kamu berhasil membuatku terpojok, Emma,” gumam Ethand yang masih berdiri dan enggan kembali ke dalam mobilnya. Ia menoleh ke arah Ryan yang sedang berpelukan dengan Jane. Ethand hanya bisa menghembuskan napasnya kasar. Kisahnya tidak semulus sekretarisnya.Tangan Ethand sudah memegang handle pintu mobilnya namun kepalanya masih menoleh ke arah bus. Ia berpikir sejenak lalu kembali melihat Ryan yang sedang melambaikan tangannya pada mobil Jane yang perlahan melesat pergi.“Emma mana?” tanya Ryan ketika ia melihat Ethand saja yang berdiri di samping monil.“Kamu yang bawa mobil.” Ethand berbalik dan berjalan menuju bus dan tidak menghiraukan Ryan yang memanggilnya.“CEO naik bus?” Rya
Sudah satu jam perjalanan. Bus yang ditumpangi tim IT sudah memasuki kawasan pegunungan. Pohon yang menjulang tinggi dan padat mulai terlihat dengan suasananya yang asri. Emma menggeliat setelah mendengar suara burung dan udara yang sejuk mengenai wajahnya. Namun kenyamanan yang dirasakan wanita itu membuatnya ingin memejamkan matanya kembali.“Aroma ini?” batin Emma lalu perlahan membuka matanya.Betapa terkejutnya Emma ketika melihat kepalanya tepat di dada Ethand. Ia menengadah menatap lelaki itu.“Sudah bangun?” tanya Ethand yang juga menyadari wanita di dadanya sudah bangun. Emma mengulum bibirnya dan menunduk.“Iya,” jawabnya dengan suara pelan.“Maafkan aku,” ucap Ethand tiba-tiba. Emma seketika mengernyit.“Mengapa tiba-tiba minta maaf?” tanya Emma.“Beberapa hari ini aku tidak memedulikanmu. Mengabaikanmu bahkan tidak mendengarkanmu.” Ethand dengan serius
Hutan pinus mengelilingi Gircharon Vila. Berada di dataran yang sejuk dan jauh dari keramaian kota membuat Emma menutup matanya dan menghirup napas dalam udara yang sejuk itu. Sudah lama ia tidak menimati udara sesejuk ini. Terakhir kali dirinya bersama Ethand pegi ke lembah surga Sanis dan sekarang dia mendapatkan kesejukan yang berbeda ditemani dengan kicauan burung yang terbang ke sana kemari dari pohon yang satu ke pohon lainnya.“Kamu menyukainya?” Emma seketika membuka matanya. Ia tidak mendengar langkah kaki lelaki itu. Entah dengan apa ia bisa berdiri di sisi Emma.Emma mengulum senyumnya lalu menengadah menatap wajah kekasihnya itu. “Terima kasih selalu membawaku ke tempat yang indah,” ucap Emma dengan nada tulus.Emma menoleh dan manik hitamnya langsung bertemu dengan hodeed eyes milik Emma. “Aku hanya berusaha membuatmu bahagia,” balas lelaki itu. Emma langsung mencolek lengan Ethand. Suara ringisan pelan Ethand mem
“Apakah anda Emma Liandra?” Seorang wanita menghentikan langkah kaki Emma yang hendak menaiki tangga.“Iya benar,” jawab Emma.“Perkenalkan saya Riana sekretaris ketua panitia. Pak Doni meminta saya untuk memberikan kunci kamar ini pada Anda.” Riana menyerahkan sebuah kunci dengan nomor 25 terlihat jelas oleh Emma.“Terima kasih,” ujar Emma lalu menerima kunci tersebut. Riana langsung pergi tanpa pamit pada Emma. Melihat tingkah Riana, Emma hanya bisa mengangkat kedua aslisnya karena tidak mengerti dengan sikap wanita itu. “Mungkin sikapnya memang seperti itu.” Emma kembali menapaki tangga menuju kamar nomor dua puluh lima sesuai dengan kunci yang sudah dipegangnya.“Halo, Emma,” sapa Json. Lelaki itu baru saja keluar dari kamarnya.“Halo, Json,” balas Emma lalu mencari letak kamarnya. Sudah sampai di angka dua puluh, Emma mempercepat langkahnya agar segera sampai d
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku