“Apakah anda Emma Liandra?” Seorang wanita menghentikan langkah kaki Emma yang hendak menaiki tangga.
“Iya benar,” jawab Emma.
“Perkenalkan saya Riana sekretaris ketua panitia. Pak Doni meminta saya untuk memberikan kunci kamar ini pada Anda.” Riana menyerahkan sebuah kunci dengan nomor 25 terlihat jelas oleh Emma.
“Terima kasih,” ujar Emma lalu menerima kunci tersebut. Riana langsung pergi tanpa pamit pada Emma. Melihat tingkah Riana, Emma hanya bisa mengangkat kedua aslisnya karena tidak mengerti dengan sikap wanita itu. “Mungkin sikapnya memang seperti itu.” Emma kembali menapaki tangga menuju kamar nomor dua puluh lima sesuai dengan kunci yang sudah dipegangnya.
“Halo, Emma,” sapa Json. Lelaki itu baru saja keluar dari kamarnya.
“Halo, Json,” balas Emma lalu mencari letak kamarnya. Sudah sampai di angka dua puluh, Emma mempercepat langkahnya agar segera sampai d
Ruangan aula vila sudah nampak ramai oleh tim IT. Alunan musik dari piano menemani acara pembukaan pelatihan mereka malam ini. Emma sudah cantik dengan dress suits berwarna navi, kakinya memakai high hills hitam dan membuatnya sedikit lebih tinggi. Ia melihat ke sekeliling aula dan mencari sosok lelaki yang sejak siang tadi pergi bersama Ryan dan belum kembali menemuinya.“Apakah mereka masih membahas tentang pekerjaan?” gumam Emma lalu pergi bergabung dengan rekan timnya. Sobig yang melihat kehadiran Emma langsung menyambut kedatangannya.“You look so beautiful, NN,” ucap Sobig. Ia memang tidak peduli dengan keadaa di sekitarnya namun matanya tidak bisa membohongi setiap kali melihat Emma. Apalagi malambini wanita itu begitu memesona dengan dengan gaun navi yang melekat di tubuhnya. Ditambah lagi dengan senyum manis yang senantiasa menghiasi wajahnya. Seakan menjadi paket lengkap dari segala keindahan seorang wanita.“Thank y
Mendengar Caroline akan datang ke Gircharon villa, Ethand menjadi tidak tenang. Wanita itu sudah mengganggu ketenangannya selama beberapa hari ini. Ia juga baru saja berbaikan dengan Emma. Ethand ingin menemui mantan kekasihnya itu namun hatinya belum siap.“Aku lihat kamu masih dilemma. Pikirkan hal ini dan putuskan yang terbaik. Satu hal yang ingin ku katakan, jangan mengecewakan kami.” Ryan dengan nada serius lalu pergi meninggalkan Ethand di taman itu.Drt…drt…Ponsel Ethand bergetar. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kala melihat isi pesan tersebut. Lelaki itu langsung berlari dan tidak peduli Ryan memanggil namanya.“Kemana dia pergi?” Ryan segera menyusul Ethand. Ia semakin bingung ketika melihat atasannya itu sudah melesat pergi dengan Buggati Chironnya. “Apakah telah terjadi sesuatu?” gumam Ryan.Karena Ethand pergi tanpa memberitahunya, Ryan memutuskan untuk menyusul atasan
“Rahasiamu ada di tanganku. Perlakukan keponakanku dengan baik!” Sebuah pesan tanpa nama pengirim. Namun Ethand tahu siapa pengirim itu.“Aku akan mengantarkanmu ke Vunia,” ujar Ethand setelah keluar dari kafe. Terlihat Ryan masih menunggunya. Lelaki itu duduk bersandar di kursi kemudi dan terlihat sudah terlelap.“Aku ingin ke Gircharon vila, Gino.” Caroline dengan nada tegas.Mendengar nama panggilan yang biasa dipanggil oleh wanita itu membuat Ethand sesak napas. “Bagaimana jika penyakitmu kambuh?” tanya Ethand. Bagaimana ia bertemu Emma nanti. Bagaimana Ethand harus menjelaskannya pada wanita yang kini mengisi hatinya itu.“Aku sudah membawa obatnya. Aku janji tidak akan kambuh dan mempersulit dirimu,” jawab Caroline dengan riangnya. Ethand tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa menuruti perkataan wanita itu.“Masuklah ke mobil.” Ethand langsung berjalan menuju mobi
Sudah dua puluh menit Ethand menunggu di kamarnya. Lelaki itu sedang menunggu Caroline menyiapkan diri. Di dalam hatinya merasa cemas bagaimana reaksi Emma ketika melihat dirinya bersama Caroline nanti.Tok…tokEthand segera membuka pintu kamarnya. Caroline sudah terlihat cantik dengan dress merah yang menampakkan body goalsnya. “Kita sudah terlambat. Ayo kita ke aula.”Caroline menelan salivanya kesal karena Ethand tidak memuji penampilannya malam ini. Lelaki itu tidak menggandeng tangannya dan berlalu pergi melewatinya. “Gino, tunggu dong,” panggil Caroline. Ethand menghembuskan napas kesal dan menghentikan langkahnya. “Kamu lupa menggandeng tanganku.” Caroline melingkarkan tangannya di lengan Ethand.“Kita akan menuruni tangga dan pasti rumit jika harus bergandengan seperti ini.” Kernyitan di dahi lelaki itu terlihat jelas pertanda ia sedang menahan kesalnya. Caroline segera melepaskan genggaman tangannya di lengan Ethand.“Baiklah.”Mereka akhirnya berjalan menuju ruangan aula. Su
Ethand tidak memedulikan Caroline yang mengucapkan kalimat manis padanya. Ia hanya berhenti sejenak dan enggan berbalik menatap wanita itu.“Kamu sudah tahu bagaimana statusku. Aku sudah mencintai wanita yang bersamaku sekarang,” ujar Ethand lalu kembali melanjutkan langkahnya. Ia tidak peduli ketika mendengar suara isak tangis dari wanita itu. Ethand sudah mengecewakan Emma. Entah wanita itu akan memaafkannya atau tidak.Kamar nomor 25 membuat langkahnya terhenti. Ingin sekali rasanya ia masuk ke dalamnya. Ethand melihat Caroline sudah masuk ke kamarnya. Dengan menguatkan mental, Ethand mengarahkan tangannya pada handle pintu kamar tersebut. Setelah terdiam sejenak, lelaki itu memberanikan diri memutarnya.“Dikunci?” gumam Ethand. “Apakah dia belum kembali ke kamarnya?” tanya Ethand. Ia kemudian mengetuk pintu kamar Emma. Setelah tiga kali mengetuk, pintu itu tetap terkunci dan tidak ada tanda-tanda penghuninya membukakan pintu.“Emma tidak ada?” tanya Ryan yang baru saja datang sete
Satu bakat tersembunyi Emma selain jenius dalam dunia peretas, wanita juga suka memanjat. Bahkan pohon yang sukup tinggi saja wanita itu dapat memanjatnya. Ia biasa melakukan itu sejak dirinya masih kecil. Emma selalu memanjat pohon dengan tujuan untuk memantau ayahnya sudah pulang kerja atau belum. Sudah berulang kali Ester menegurnya namun wanita itu tetap kekeh pada kebiasaannya.“Jika aku kembali ke kamar lewat tangga pasti akan bertemu dia,” gumam Emma lalu berjalan keluar dari vila dan menyusuri bagian taman sampai di bawah balkon kamarnya. Emma tersenyum senang. Sebelumnya ia hampir ketahuan oleh Ethand, kini ia melihat di balkon lelaki itu tidak terlihat batang hidungnya.Emma seperti atlet pemanjat. Dalam waktu yang singkat saja ia sudah sampai di balkon kamarnya. Wanita itu menepuk tangannya untuk menghilangkan debu yang melengket di tangannya.Sudah pukul 23.00 malam, Emma belum juga mengantuk. Ia memutuskan untuk membuka kembali laptopnya. Selain hatinya yang kecewa, wani
Segala perbuatan akan ada akibatnya. Ethand telah memilih langkah yang salah. Mendengar perkataan Emma membuat hatinya perih. Matanya menatap pintu kamar wanita itu. Kaki dan hatinya merasa enggan untuk keluar dari kamar Emma.“Aku tidak mendengar kalimat itu malam ini.” Ethand masih menatap pintu kamar. Ia tidak mau menunjukkan wajah sedihnya pada Emma. “Aku akan bertanggung jawab atas rasa sakit yang kamu alami hari ini.” Ethand kemudian berjalan mendekati pintu namun masih enggan membukanya. “Maafkan, aku.” Ethand kemudian membuka pintu kamar dan berjalan keluar dari kamar Emma.“Bagaimana caranya ia bertanggung jawab kalau yang terluka adalah aku,” gumam Emma yang merasa bingung dengan perkataan Ethand.Ethand berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamarnya. Ia merasa hancur karena perkataan Emma mampu membuatnya terpuruk. Bahkan lebih hancur dari Caroline yang meninggalkannya. Dari kehilangan, sudah banyak yang dipelajari lelaki itu. Kehilangan tidak mampu mengembalikan yang telah h
Setelah mendengar adanya penambahan jam pelatihan, tim IT hanya bisa menghela napas panjang. Mereka mengira bahwa pelatihan ini membuat mereka sedikit lebih santai setelah sehari-hari hanya bekerja memperbaiki peralatan elektronik dan jaringan komputer. Begitu pula Emma dan Sobig yang setiap hari selalu bergumul dengan bahasa program dan alur coding yang membuat mereka lelah dan bosan.“Apakah performa kita selama ini kurang bagus sehingga pak Ethand menambah jam pelatihan kita?” tanya Page dengan wajah suram. Niat untuk bermain game kini telah sirna.“Bukankah atasan kita sedang bahagia bersama kekasihnya? Malah menambah jam pelatihan.” Linus tanpa sadar melontarkan kalimat itu. Emma yang sedang memutar sekrup di CPU langsung terhenti. Ia terdiam kemudian menengadah menatap langit-langit ruangan.Pagi ini ketika Emma lewat di depan kamar wanita itu, ia melihat jika ada seorang wanita paruh baya yang secara khusus membersihkan kamar tersebut. Sepertinya Ethand benar-benar masih peduli
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku