Share

4. Ke Mana Gadis Itu Pergi?

Penulis: Johan Gara
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-18 10:00:14

“Tante akan memanggilkan perawat agar lukamu bisa dijahit,” kata Ibuku lalu berbalik, namun langkah Ibu terhenti karena gadis itu memegang tangannya, Ibuku tak dibiarkan pergi.

“Tidak perlu Bibi, tunggu orangtuaku datang terlebih dahulu,” katanya sambil menahan Ibuku dengan memegang tangan Ibuku.

Ibuku memicingkan mata sambil menatap gadis itu, lalu secara sekilas memandangku.

“Saya tidak apa-apa, Bibi,” kata gadis itu untuk meyakini ibuku.

“Benarkah kamu baik-baik saja?” Ibuku nampak tidak tenang. “Tapi jika luka ini dibiarkan, bisa menyebabkan Infeksi!” ucap Ibuku dengan raut wajah yang nampak begitu khawatir.

“Benar, Bibi. Saya baik-baik saja.”

Ibu mengembuskan napas kasar. “Iya sudah kalau begitu.” Ibu mengalihkan pandangannya padaku untuk sejenak, lalu kembali menatap gadis itu dan Ibuku kembali berucap, “Bibi pulang dulu, Bibi akan diantar oleh Nando. Tapi Nando akan datang kembali untuk menjagamu nanti.”

Sebelum pergi, Ibuku memberikan senyuman terakhirnya kepada gadis itu sambil membelai kepala gadis itu. “Nanti bibi akan memanggilkan kamu perawat untuk menjahit luka kamu, jadi kamu jangan pergi kemana-mana, okay?”

Gadis itu mengangguk, lalu kami meninggalkannya.

-o0o-

“Bagaimana kamu bisa menemukan gadis dengan keadaan seperti itu?” tanya Ibuku yang kini tengah duduk di jok samping kursi kemudi.

Aku yang sedang mengemudikan mobil hanya bisa menjawab sambil melirik Ibuku secara sekilas, “Saya menemukan gadis itu di atas gedung dalam keadaan hampir dibunuh oleh vampir—“

“Vampir?” Ibuku terkejut.

“Iya!” aku membenarkan meskipun makhluk yang telah kutemui mungkin saja bukanlah vampir.

Sebelum aku menyelamatkan gadis itu, hanya Ibuku dan Ayahku yang mengetahui kemampuanku, kemampuan yang bagi mereka menakjubkan, namun tidak bagiku. Karena bagiku, kempampuan yang kumiliki ini hanyalah kutukan yang membuatku terlihat aneh dan berbeda dari orangtuaku dan menusia lainnya.

“Jadi, vampir itu benar-benar ada.”

Aku tidak dapat memperhatikan raut wajah Ibu dengan jelas, tetapi sepertinya ia sedang tercenung.

“Apakah mungkin jika vampir itu berkaitan dengan hilangnya bayi-bayi di Rumah Sakit belakangan ini?” kata-kata Ibuku membuat hatiku merasa sedikit tersentak.

“Bayi yang hilang?” ucapku sambil memandangi Ibuku secara sepintas.

Ini baru pertama kalinya ibuku menuturkan tentang bayi-bayi yang hilang.

“Iya, bayi-bayi yang hilang. Polisi sedang menyelidiki kasus ini. Apakah kamu tidak pernah mendengarkan kabar tentang itu?”

Aku menggeleng, karena memang benar aku belum pernah mendengar apapun tentang itu. Aku bukanlah penggemar berita, entah media yang berasal dari media apapun. Karena setahuku, berita-yang tersebar di media belakangan ini lebih banyak berita yang berbau sensasi ketimbang berita yang berbau informasi. Tapi aku tidak merasa hean dengan hal itu, karena kebanyakan penghuni negeri ini memang menyukai segala hal yang berbau sensasi.

Jarak rumahku dari Rumah Sakit tidak terlalu jauh. Setelah melewati beberapa persimpangan lampu merah, mobil yang kukemudikan tiba di gerbang rumah kami.

Ibuku turun terlebih dahulu di depan gerbang rumahku. Sebelumnya, aku mengira Ibuku turun untuk membukakan pintu gerbang Rumah yang tertutup. Akan tetapi, Ibuku malah berkata kepadaku setelah turun dari mobil, “Sampai di sini saja. Kamu harus kembali untuk menemui gadis itu. Kasihan dia.”

“Tapi Nando punya kelas pagi besok, Ibu,” ucapku karena aku merasa sedikit keberatan dengan permintaan itu. Sebagai Mahasiswa akhir, aku harus lebih disiplin, karena jika tidak disiplin,maka aku tidak akan bisa lulus tepat waktu.

“Aku tahu. Tapi kamu bisa pulang setelah orangtuanya datang nanti, Sayang. Jika besok kamu bangun terlambat, aku akan membangunkanmu.”

Aku tidak bisa menolak keinginan Ibuku, karena mengikuti perintahnya adalah mutlak bagiku. Walau merasa terpaksa, aku harus tetap menemani gadis itu dan mendengarkan kata-katanya yang menyebalkan.

-o0o-

Setelah tiba di halaman Rumah Sakit, aku bergegas berjalan menuju ruangan di mana gadis itu dirawat. Suasana Rumah Sakit sudah mulai sepi, hanya ada beberapa orang yang berpapasan di lobi Rumah Sakit. Begitu juga dengan suasana di koridor Rumah Sakit saat aku melewatinya. Dan setelah melewati berbagai ruangan, aku tiba di ruangan yang kutuju. Tetapi ketika aku tiba di ruangan itu, gadis itu sudah meninggalkan ruangan itu.

Saat melihat seorang suster yang akan memasuki ruangan itu, aku bertanya kepada suster itu, “Permisi suster! Kemana gadis yang tengah dirawat di ruangan ini tadi?”

Perawat yang baru tiba itu pun nampak bingung melihat ruangan yang nampak kosong, “Saya juga tidak tahu, Mas. Ibumu memintaku menjahit lukanya, tetapi saya baru saja akan memeriksanya sekarang.”

Gadis itu memunculkan teka-teki baru. “Kemana gadis itu pergi? Bagaimana jika dia tidak bisa selamat dengan kondisinya yang seburuk itu? Tapi, kemana aku harus mencarinya agar bisa memastikan kalau ia akan baik-baik saja?”

Pertanyaan-pertanyaan itu menyerang segala pikiranku. Meskipun sebenarnya, aku tidak begitu memedulikannya. Aku hanya mengkhatirkannya yang sedang dalam keadaan terluka parah.

Bab terkait

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   5. Ternyata Itu Adalah Kamu

    Hari berikutnya. Seusai kelas pertama di kampusku berakhir, aku bergegas pergi menuju ke kantin untuk mengisi perut. Peristiwa semalam membuatku sulit untuk melelapkan diri, dan kesibukan ibuku membuatnya lupa membangunkanku. Akibatnya, aku harus bangun kesiangan yang membuatku berangkat ke kampus dengan tergesa-gesa dan tak sempat melakukan sarapan.Begitu tiba di kantin, aku memilih duduk di bangku paling pojok setelah memesan menu kesukaanku. Seperti biasa pula, semua penghuni kampus ini tak pernah menganggapku ada, dan tak ada yang mau mendekatiku, kecuali siluman bayi berkepala dan berekor rubah dengan pakaian yang compang-camping. Makhluk itu biasa bermain-main dengan bergelantungan dan menarik-narik kain belakang bajuku. Selain makhluk itu, tidak akan ada yang peduli padaku. Bahkan pelayan kantin pun sering kali jika aku telah memesan makanan, karena memang dia tidak pernah mengingatku. Padahal aku tidak pernah alpa menduduki bangku pojok di kantin ini. Tapi di kampus

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   6. Aku Adalah Jin Hal?

    “Ayah mencarikan obat luka yang sekali oles langsung sembuh untukku. Mungkin kamu tidak akan mempercayai ini, akan tetapi seperti inilah kenyataannya.”Mungkin benar, jika aku tidak mempercayai hal itu. Akan tetapi, ada terlalu banyak hal dan kejadian aneh yang sulit untuk dilogikakan dalam hidupku, dan itu bisa menjadi alasan untuk membuatku bisa sedikit mempercayai ucapannya.“Sekarang, aku tidak percaya kalau kamu mengidap Avoident Personality Discover!” ujar gadis itu.Aku bosan dikomentari. Jadi, aku menatapnya dengan tegas dan serius. Tapi gadis itu masih bicara, “Buktinya kamu mau bicara untuk bertanya tentang keadaanku. Padahal kita baru saja bertemu.” Entah apa yang membuatku tidak menyadari hal itu sebelumnya. “Silahkan dicoba! Sekali saja, kamu perhatikan orang-orang di sekeliling kita,” kata Shally dengan nada memelas. Lalu menunjuk dengan dagunya seraya berkata, “Lihatlah, mereka sedang membicara

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   7. Guruku Menjadi Aneh

    “Jin Hal?”“Apa itu?”Ada begitu banyak pertanyaan yang muncul di pikiranku belakangan ini, dan pertanyaan-pertanyaan itu terus berjejalan memenuhi otakku. Aku menyadari, bahwa aku tidak seharusnya pusing memikirkan itu, karena tidak akan pernah ada siluman yang benar-benar jujur, dan mungkin itu hanyalah bualan dari makhluk-makhluk itu. Tapi, terlalu banyak hal aneh yang terjadi pada diriku yang membuatku tidak bisa berhenti memikirkan perkataan siluman-siluman itu.Tiba-tiba pikiranku kembali terpecahkan oleh hawa yang aneh ketika aku sedang melangkah menuju kelas. Hawa aneh seperti hawa yang familier di Rumah Sakit akhir-akhir ini kini kembali kurasakan lagi di sini.Apa mungkin makhluk sejenis vampir yang kulumpuhkan sebelumnya berada di kampusku? Tapi… aku tidak melihat gelagat yang aneh di tempat ini. Bahkan embusan-embusan itu tidak pernah kurasakan sejak tadi pagi. "Haah!" Seharusnya aku tidak terlalu memikirkannya,

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   8. Apakah Singa Itu Akan Membunuhku?

    “Apa yang kau bawa?”“Ini adalah masker wajah.”“Hei, apa kau akan memakaikan masker itu pada kupu-kupu di tempat study tour?”“Tentu saja, itu akan kulakukan untuk membuat kupu-kupu di sana menjadi semakin cantik."Semua siswa yang akan mengikuti study tour sore ini membicarakan hal-hal yang tidak penting bagiku. Beberapa dari mereka juga ada yang tengah sibuk mempersiapkan perlengkapan perkemahan dan memeriksa keperluan untuk beberapa hari ke depan. Sedangkan aku, aku terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang terjadi hari ini.Sebelumnya kalian harus tahu, ternyata Pak Hendro memintaku datang ke ruangannya sebelum pulang, karena aku termasuk beberapa dari mahasiswa pilihan yang mewakili kampus untuk mengikuti study tour di Butterfly Learning Centre.“Bukankah ini sangat mencurigakan?”Pak Hendro telah menjadi dosen pertama yang mengingat namaku. Dan sekarang, dia pulalah yang menjadi

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   9. Kami Berada Dalam Bahaya

    “Kamu sedang melihat apa?” Shally menegurku.Aku mengalihkan pandangan pada Shally yang nampak mendambakan jawaban dariku, terlihat bias matahari di kedua matanya. Tapi aku tidak ingin ada yang mengetahui penglihatanku. “Tidak ada,” jawabku.Setelah memberikan jawaan, aku segera berpindah ke tempat yang lebih ramai agar singa itu tidak menghampiriku lagi.Sesaat semua peserta tour yang berdiri di sekitarku melepaskan pandangan yang tidak mengenakkan padaku, dan aku berusaha tetap bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa. Lalu, mereka kembali berbincang seolah aku tidak pernah ada.“Hrrrgghh.”Aku menyapu ke arah sekelilingku, berusaha mencari sumber suara itu. Tapi, aku tidak menemukannya, hingga suara itu kembali terdengar dari mulut singa yang ternyata telah berada di sampingku.“Aku dikirim oleh ayahmu.”Suara singa itu hampir membuatku meloncat, jika saja aku tidak menahan diri. Akan t

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   10. Singa Itu Terluka

    Dengan tangkas, aku berhasil berkelit dan mengelak sambil membopong Shally untuk menghindari serangan maut yang nyaris saja mencelakai kami. Dan saat itu juga, aku baru menyadari sesuatu. Ternyata kami telah terpisah dari kelompok kami, dan kami telah tertinggal jauh.Aku mencoba terus bergerak selincah-lincahnya seraya mencari jejak kelompok kami. Sementara makhluk itu tak berhenti menghalangi langkahku dengan serangannya.Leherku terkalung lengan Shally. Gadis itu berkata dalam boponganku, “Itu adalah vampir yang selalu mengincarku.”Dari bahuku, Shally dapat melihat dengan jelas makhluk yang sedang mengejar kami di belakangku. Aku pun juga sempat melirik secara sekilas bagaimana bentuk makhluk itu. Matanya nampak jelas menyala seperti mata makhluk yang pernah kuserang sebelumnya. Mata yang dipenuhi dengan kebencian dan pancaran kematian itu telah berhasil membuatku merasa ngeri ketika menatapnya. Setengah dari seluruh tubuhnya berwarna hitam seper

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   11. Bermimpi Di Perkemahan

    Setelah pendar cahaya lampu terlihat, aku menghentikan kecepatanku beberapa puluh meter dari pusat perkemahan, dan menurunkan Shelly dari boponganku. Gadis itu menatapku, matanya seperti menyampaikan sesuatu, namun bibirnya bergetar seperti ada yang menahan suaranya. Lalu..."Terimakasih," kata-kata itu melintas begitu cepat, bagaikan chevrolet yang ingin menabrakku dengan kecepatan tinggi."Gugup!" batinku.Aku mengangguk, lalu mengalihkan pandanganku dari wajahnya menuju ke sekeliling kami. Kami berada di permukaan datar di atas gunung yang dipenuhi rerumputan hijau beberapa senti lebih tinggi dari telapak kakiku, di tepi permukaan gunung itu terdapat semak-semak yang menjulang lebih tinggi dari bahuku.Kami melangkah mendekati perkemahan, cahaya pendar dari balon LED telah menyelimuti semua tenda yang nampak telah siap untuk ditempati. Itu berarti kami telah sangat terlambat. Aku tidak tahu bagaimana harus beralasan pada pak Hendro. Meskipun aku telah

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-20
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   12. Kekacauan Di Perkemahan

    Singa itu menuntunku menaiki jembatan gantung yang menuju ke salah satu istana yang paling megah, seme tara aku terus mengikutinya. Kami berjalan menelusuri jalan setapak yang bertehel perak. Di samping jalan itu, terlihat beberapa beranda yang juga mengambang yang atapnya tidak kutahu terbuat dari apa. Atapnya berbahan cairan hijau, namun jelas itu adalah atap. Setelah melewati gerbang sebuah istana, aku memasuki Ruangan yang nampak seperti tidak berdinding, langit-langitnya seolah langit malam yang berbintang, dan lantainya seperti telaga yang berwarna biru dan hidup. Di tengah telaga terlihat seorang lelaki yang gagah namun parasnya sangat mirip denganku. Lelaki itu berdiri di atas air seperti sedang menungguku. Ketika dia menoleh, aku seperti melihat wajahku sendiri. Matanya yang tajam, hidung mancungnya, kulit putihnya, dan wajah orientalnya mirip sekali denganku. Yang membuatku terlihat berbeda hanyalah jubah zirah berwarna hijau yang tidak kukenakan dan rambut

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-20

Bab terbaru

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   76. Disidang Di Alam Langit

    Setelah lama tak bermimpi, kini aku kembali mengalami mimpi yang aneh, tapi entahlah ini benar-benar mimpi atau bukan, rasanya seperti begitu nyata. Tubuhku terantai dengan rantai yang dipenuhi aliran listrik berwarna biru, dan listrik itu bersumber pada mustika Naga Langit yang melayang-layang beberapa meter di depanku."Tempat apa ini?" gumamku.Tak ada apapun dan siapapun di tempat itu, hanya ruangan kosong yang gelap dan dipenuhi kabut merah yang berkemendang. Ketika aku tengah memperhatikan sekelilingku, tiba-tiba mustika Naga Langit mengembang dan mengeluarkan energi listrik yang lebih besar. Dan tubuhku mulai tersengat."Aaakkhh!" aku menjerit menahan energi itu.Sementara mustika Naga Langit semakin besar, dan aliran energi itu juga semakin besar sehingga aku kian tersiksa. Aku meronta-ronta, namun rantai itu begitu kuat untuk bisa kulawan.Mustika itu semakin dekat, dan energi yang dialirkannya semakin deras hingga menyelimuti tubuhku. Mustika itu terus mendekat seperti terta

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   75. Pasukan Alam Langit

    Tanpa memejamkan mata, aku menyaksikan duri-duri besi raksasa itu pecah berkeping-keping menyentuh tubuhku, aku yang sedikit terperangah dengan kekebalan tubuhku mengalihkan pandanganku ke Mustika berwarna biru yang saat ini kupegang."Jangan-jangan ini adalah Mustika Naga Langit yang sedang kucari," gumamku, lalu memperhatikan ke sekeliling goa dan kembali bergumam, "Dan jangan-jangan, aku sedang berada di dalam perut naga langit."Secara tiba-tiba sebuah gelombang yang sangat kuat menarik tubuhku keluar kembali dari perut Naga Langit. "Aaakh!" Aku terseret kembali menuju ke luar.Benar saja, Naga Langit tengah mengamuk. Sementara aku yang berada beberapa puluh kaki di depannya melihat dengan jelas Matanya yang nampak menyala dan memancarkan warna kebiruan, lalu ia menghisap berbagai halilintar dengan mulutnya, sehingga halilintar-halilintar itu membentuk pusaran besar yang dahsyat dan terpusat di mulutnya.Selang beberapa mili detik kemudian, Naga Langit menyemburkan pusaran halilint

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   74. Tercebur Dalam Lahar

    Kemilau cahaya perlahan-lahan menipis, dan panorama perlahan-lahan semakin jelas. Begitu semuanya benar-jelas dan kemilau cahaya sudah tidak ada, aku baru menyadari jika kami tengah dikelilingi halilintar dan petir yang menyambar ke segala arah.Sementara Zeon terus mengepakkan sayap dan melaju melewati celah-celah petir, Singa berbulu keemasan itu menghindari amukan halilintar dengan tangkas."Hati-hati, Zeon," ucapku."Jangan khawatir, Pangeran," jawab Zeon.Untuk mengurangi ketegangan, aku mencoba mengobrol dengan Tungganganku itu. "Kenapa kamu jarang sekali berbicara?"Bukannya menjawab pertanyaanku, singa itu malah mengajukan pertanyaan kembali, "Untuk apa sering berbicara, Pangeran?""Kau bodoh atau memang judes?" gumamku, kemudian menjawab, "Tentu saja untuk berkomunikasi agar kita bisa lebih mudah saling mengerti."Sambil terus melaju dengan kecepatan tinggi menerobos halilintar, Zeon berkata, "Aku diciptakan untuk peka terhadap tuanku. Jadi, aku tidak memerlukan obrolan untuk

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   73. Menuju Gerbang Alam Langit

    "Zeon?" gumamku.Singa itu merunduk bersamaan dengan sayapnya yang menyusut semakin kecil, hingga sayapnya benar-benar hilang dari pandanganku. Sesaat kemudian, Ayahku turun dari Singa itu.Tiba-tiba saja Nero yang menunggangi singa bersayapnya tiba di sampinging Zeon. "Singa ini sungguh cepat, tungganganku yang dikenal sebagai tunggangan tercepat di Alam Tumaya tidak mampu mengimbangi kecepatannya," ucap Nero sambil menuruni tunggangannya yang telah merunduk."Untuk saat ini, tunggangan adikmu adalah tunggangan tercepat di alam Tumaya," ucap Ayahku sambil mengelus bulu Zeon yang berwarna keemasan."Singa ini masih sangat muda untuk menumbuhkan sayap, bagaimana kau bisa berhasil menumbuhkan sayapnya, Ariuz?" tanya Lensana Merah."Aku memandikannya dengan cairan Paksacakra," jawab Ayahku."Bukankah cairan itu hanya bisa digunakan satu kali? Bagaimana kau akan menumbuhkan sayapmu, Ariuz?" tanya Lensana Hijau."Aku memang berniat menumbuhkan sayapku untuk menembus dinding Julaga, tetapi

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   72. Hari Keberangkatan Dan Kedatangan Singa Bersayapku

    Sejak perbincangan di Amfiteater, Ayahku tidak pernah berbicara denganku. Hingga tiba pada hari ini aku akan berangkat menuju ke Gerbang Alam Langit."Kiyaaakkk!" suara berbagai satwa pun meramaikan acara pengantaran ku.Penghuni Alam Tumaya kecuali Letra berkumpul di gerbang Tumaya, mulai dari Jin penghuni Tumaya dari kalangan bawah hingga Jin penghuni Alam Tumaya dari kalangan atas. Dengan tatapan penuh harapan, semua mata rakyat Tumaya mengiring kepergianku.Berbagai siluman dengan bentuk yang beragam nampak sibuk berbisik-bisik, suara salah satu dari mereka sampai ke telingaku, "Putra Lensana Biru itu adalah satu-satunya harapan kita.""Bukankah itu adalah Jin Hal yang pernah dikalahkan oleh Taro di Arena Bundar, bagaimana bisa dia akan mengembalikan keseimbangan Alam Tumaya?" suara Siluman lain.Mereka terus berbisik-bisik hingga Lensana Hijau mendekatiku. Lensana Hijau mengeluarkan sebuah Permata Putih dari sakunya, kemudian menyerahkannya padaku sambil berkata, "Keponakanku, ini

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   71. Keputusan Berat Ayahku

    "Tentu saja jika tidak ada yang keberatan," jawabku dengan perasaan yang sangat yakin jika aku akan bisa menembus kembali dinding Julaga."Kami percaya, kamu bisa menembus dinding Julaga. Akan tetapi, kau akan berhadapan dengan seluruh penghuni Alam Qulbis, mengalahkan seluruh penghuni Alam Qulbis adalah satu kemustahilan," ucap Lensana Merah dengan wajah yang kurang bersemangat.Ayahku menambahkan, "Apalagi sekarang, raja Lacodra memiliki Permata Seribu yang membuatnya tidak bisa tersentuh oleh senjata apa pun."Melihat para Lensana begitu pesimis, aku bertanya, "Apakah tidak ada cara untuk mengalahkan raja Lacodra?"Semua Lensana terdiam, Lensana Merah nampak berpikir serius, mungkin dia tengah memikirkan solusi, begitu juga dengan Ayahku. Sementara angin sore yang terasa dingin di Tumaya menyentuh kulitku, dan itu membuat keheningan di antara kami begitu kentara.Setelah semuanya terdiam cukup lama, tiba-tiba Lensana Hijau bersuara, "Sebenarnya ada satu cara untuk menembus permata s

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   70. Perbincangan Penting Dengan Ketiga Lensana

    Setelah melewati beberapa bangunan dan jembatan yang telah runtuh, aku tiba di sebuah amfiteater yang dulu begitu luas dan bisa menampung ratusan ksatria Tumaya. Kini bangunan itu nampak telah hancur sebagian, dan sebagiannya lagi masih bisa digunakan sebagai tempat berkumpul oleh penghuni alam Tumaya.Zeon mendarat di arena bundar yang nampak berantakan dengan taman yang telah rusak. Begitu singa berbulu emas itu menunduk, aku turun dari punggungnya sambil menatap wajah para Lensana yang nampak telah menunggungku dan menyambutku dengan senyum yang ramah."Salam hormat dari saya, Ayah, Paman Lensana Hijau dan Paman Lensana Merah," ucapku sambil membungkuk."Selamat datang, keponakanku," ucap Lensana Merah."Terimakasih sudah mau kembali ke Alam Tumaya, Keponakanku. Seluruh Penghuni Tumaya sangat membutuhkanmu," ucap Lensana Merah."Sama-sama, Paman," ucapku sambil melangkah menaiki tangga amfiteater, lalu mendekati sebuah kursi kosong berbahan perak di antara para Lensana kemudian dudu

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   69. Kabar Dari Nero

    Aku menghindari serangan Letra dengan begitu cepat, dan itu membuat putra Lensana Merah itu semakin geram, "Kau semakin menyebalkan anak lemah!""Jangan memancingku, Letra!" ucapku yang telah bosan dikatakan lemah oleh Jin Hal merah itu."Hiyaahh!" serunya sambil melesat dan menukik ke arahku.Dengan sigap aku berhasil menghindar sambil melakukan tendangan memutar yang membuat Jin Hal merah itu terempas dan menabrak Langkan dermaga hingga Langkan itu patah."Aakh!" jeritnya dengan tubuh yang terguling-guling menuju sebuah pohon."Kau bukan tandinganku! Jadi, jangan coba-coba memaksaku melakukan lebih dari itu!" teriakku sambil menunjuk Letra dengan jantung yang berdebar karena menahan amarah."Aku akan melakukan apapun untuk mengalahkanmu anak manusia," ucap pemuda berjubah merah itu sambil bangkit dan menahan sakitnya. Kakinya nampak bergetar, sepertinya tendangan yang telah kulakukan terlalu keras dan tepat mengenai tulang pinggulnya."Kenapa kau senang sekali mengganggu Nando, apa

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   68. Ke Mana Sayapku?

    "Hanya anakmu satu-satunya harapan kita untuk merebut Permata Seribu, Ariuz," suara Lensana Merah telah terdengar sebelum aku membuka mata."Aku tidak ingin menyerahkan nyawa anakku, Artuz," Ayahku terdengar keberatan.Dan saat aku membuka mata, para Lensana yang berdiri mengelilingiku langsung mengalihkan perhatiannya padaku. Tapi mataku langsung tertuju pada Alora yang duduk memangkuku."Nando," ucapnya dengan senyum yang menawan."Alora, apakah kau baik-baik saja?" tanyaku yang masih ingat apa yang telah terjadi pada gadis itu sebelum bertarung dengan raja Lacodra dan pingsan."Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan pandangan yang sayu, bola matanya nampak lembab."Aku baik-baik saja," jawabku kemudian bangkit dari pangkuannya dengan sedikit sempoyongan, lalu bertanya, "Kenapa kau menangis?""Aku tidak menangis," ucap gadis itu sambil mengusap matanya, lalu berkata, "Kau telah menjadi pahlawan di negeri kita.""Itu benar," ucap Lensana Me

DMCA.com Protection Status