Bram sibuk dengan segala urusan yang menumpuk di kantor dan sibuk mencari orang yang mencelakai Kayla, semua laporan yang ia terima selalu membuatnya emosi karna tak ada titik terang yang menunjukkan tempat persembunyian orang yang mencelakai Kayla, sedangkan Rey lagi duduk santai sembari memelototi laptopnya di kamar Kayla di rawat, jari jemari Rey terus menari-nari di atas keyboard.
“Rey....” Memanggil lirih.
Rey tidak mendengar Kayla memanggilnya sejak tadi, sepasang bola mata Rey masih fokus dengan layar laptopnya sembari menelepon salah satu karyawannya untuk proyek baru yang akan di bangun minggu depan di salah satu kota besar di luar negeri sana.
“Rey, Tolong ambilkan Aku air!” Kayla mengelus pelan lehernya.
“Akhirnya Kau bangun juga...” Tuturnya sambil menuang air ke gelas besar, Rey juga membantu Kayla duduk dan mengulurkan gelas yang ia pegang.
“Astaga! Rupanya gelas ini bocor...” Celetuk Re
Sudah berhasil menangkap penyusup Bram dan anak buahnya pergi dari home black, di tengah perjalanan Bram dan penyusup itu pindah ke mobil lain dan mengambil jalan memutar menuju rumah sakit. Mobil yang semula di kendarai Bram kini di kendarai Hendra dan Jefri mereka mengambil jalan yang berbeda, Hendra dan rombongan anak buahnya pergi menuju perusahaan.“Kalian akan menyesal nanti!” Sarkas pria itu penuh kebencian.“Kau tak perlu menghawatirkan Kami! pikirkan saja nasibmu hari ini!!” Bram menepuk pipi penyusup itu.“Untuk apa Aku memikirkan nasibku yang telah jelas...” Senyuman sinis yang tampak dari bibirnya.Bram tak menghiraukan ocehannya, dia hanya mengkhawatir akan keselamatan Hendra, adiknya yang menggantikan posisinya di mobil itu.“Apa yang akan terjadi kepada mereka?” Gumam Bram lirih.Kerisauan hati Bram benar tentang adiknya benar, rombongan Hendra di cegat sekelompok orang bertopeng
Bram dan Rey masih mengobrol serius untuk merencanakan serangan di sebelah ruang isolasi tempat di mana Dikta di sekap.“Di mana kau akan menyerang Mereka? Apa kau sudah tahu markas Mereka?” Tanya Rey sambil menyandarkan badannya di kursi.“Aku belum tahu di mana mereka berada? yang pasti Kita harus bergerak cepat!” Pungkas Bram seraya mengelus-ngelus kepalanya.Rey terbengong dan matanya menatap ke arah sudut ruangan sambil berpikir langkah apa yang akan dia ambil nantinya yang membuat semua orang aman tanpa ada darah yang menetes sedikit pun, walau dia tahu harapan itu tidak akan pernah terwujud dengan mudah.“Apa yang membuatmu termenung Rey? kau punya segalanya dan bisa mengalahkan semua orang di kota ini!” Bram menendang sepatu Rey.“Memang benar aku punya semuanya dan sangat mudah mengalahkan orang! sedikit pun Kita tidak tahu siapa mereka sebenarnya. Dan apa tujuannya menyakiti banyak orang,” k
“Ya Tuhan, inikah bidadari ciptaan-Mu?” gumamnya dalam hatinya.“Bram, kamu kenapa?” ibu melambaikan tangan di hadapan wajah Bram.“Ma-maaf Tante! tadi saya melihat Bida...” tandasnya dengan suara yang terbata-bata.“Hahaa, kamu lucu sekali! pantas saja Kayla menyuruh kamu kesini,” suara tawa ibu menggema di ruang tamu.“Gadis yang barusan lewat itu siapa ya? Maaf saya lancang.” Sepasang bola matanya celingukan mencari keberadaan Tasya.“Itu Tasya, adiknya Kayla!” sahut ibu seraya mengangkat cangkir tehnya.“Kenapa wajahmu terlihat bingung seperti itu?” tanya ibu seraya menelisik pemuda yang ada di hadapannya.“I-itu mereka terlihat sangat mirip Tan!” Jawabnya gugup.“Masa sih? enggak aah...” cetus ibu dan tersenyum tipis.Setelah berbincang panjang lebar Bram pamit Pergi dari kediaman Kayla, saat di depan pintu Br
Kayla dan Rey menikmati sarapan mereka tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir mereka suasana yang canggung membuat mereka membisu seribu bahasa, saat Kayla hendak mengawali percakapan telepon genggam Rey berdering dengan cepat Rey meraihnya dan meninggalkan meja makan untuk menjawab panggilan tersebut, samar-samar Kayla mendengar obrolan serius Rey dengan seseorang di seberang telepon. “Awasi semuanya dan jangan membahayakan dirimu sendiri!”Rey mengakhiri percakapannya di telepon dan kembali lagi ke meja makan. “Siapa yang telepon Rey?” tanya Kayla seraya menatap pemuda yang duduk di hadapannya. “Kau tak perlu tahu itu siapa! cepat sembuh dan kembali bekerja lagi!” tuturnya pelan namun tajam, Kayla melirik Rey sambil mengernyitkan dahinya. “Dasar pria aneh sebentar baik sebentar jahat, punya hati apa enggak sih?” gerutu Kayla lirih sembari menyeruput jus apel. “Apa yang kau gumamkan?” Liriknya. “Aku tidak berbicara apa-a
Suara bel darurat berbunyi, pelayan tukang kebun dan penjaga berkumpul di aula menghadap Rey dengan sigap dan tegap, Rey duduk di sebuah kursi dan memberi informasi wajah datarnya memiliki daya tarik yang cukup kuat dan gayanya yang cool membuat jatuh hati pelayan muda yang bekerja di sana.“Beberapa hari ke depan saya tidak ada di rumah! Saya mohon jagalah Kayla dengan baik dan jaga keamanan rumah ini jangan sampai ada masalah apa pun. Kalau sudah mengerti dan tak ada pertanyaan kalian bisa kembali bekerja...” Rey berbicara dengan tegas, jelas dan padat.“Baik Tuan Muda,” jawab mereka serempak.Semua orang meninggalkan aula dan kembali bekerja seperti biasa sedangkan Rey menunggu Bram sembari membaca berita di Gawainya, selang beberapa menit kemudian Bram datang dengan gaya yang khas.“Apa kau telah siap Tuan Muda tampan?” sapa Bram.“Sudah 10 menit aku menunggumu di sini! ke mana saja kau?” liri
“Jangan sentuh dia!!” Cegah Bram.“Kenapa?” Tanya Agen 57.“Gadis itu memiliki penyakit kulit yang menular,” ujarnya dengan cepat. Agen 57 menatap ragu wajah Kayla dan mengurungkan niatnya, melihat hal itu Bram tersenyum tipis karna berhasil membodohi Agen 57. Dua jam telah berlalu Kayla masih belum sadarkan diri dari pingsannya, karna rasa penasarannya yang terlalu besar Bram melontarkan pertanyaan kepada Agen 57.“Kenapa wanita itu tak kunjung siuman?” Tanyanya lirih.“Dia tidak akan siuman sampai lusa!” Jelas Agen 57.Bram menatap Hendra dan Agen 57 dengan mata yang membulat sempurna sambil berkata, “Apa yang kau berikan padanya? sehingga dia tak akan bangun.”“Entah apa yang di buat oleh rekan rahasia Kami, hannya dia yang tahu racikan bius itu,” bisiknya pelan.Hendra terus menatap Kayla yang terduduk lemah, pandangan matanya tertuju
Kayla duduk menghadap jendela dia melihat sekelompok burung yang terbang ke sana ke mari mencari makanan, terlintas di pikiran Kayla tentang hidupnya selama ini yang terbilang enak dan nyaman kebutuhannya selalu terpenuhi tanpa bersusah payah mencari uang.“Selama ini aku hanya mengandalkan mereka tanpa berusaha sendiri,” gumamnya lirih.“Maaf, Nona Muda tadi bicara apa? saya tidak mendengar secara jelas!” Nuri menghampiri Kayla.“Aku tidak berbicara apa pun, mungkin kamu salah dengar,” Kayla tersenyum manis sambil mengikat rambutnya.Tiba-tiba ia teringat kejadian kemarin malam saat dia di bebaskan dari penyekapan, Kayla pun mengingat-ingat suara yang ia anggap tidak asing di telinganya. Masih berpikir keras di mana dia mendengar suara pria yang telah menyelamatkannya, hampir satu jam Kayla bengong dan hanyut dalam pikirannya sendiri.Dengan suara yang lantang dia berkata, “Aku ingat sekarang! di mana aku
Kayla terus berlari menuju jalan keluar taman dan Rey hanya membuntuti di belakang Kayla karna dia tidak tahu siapa yang akan di temui Kayla saat ini, sesampainya di sana Kayla celingukan mencari ke sana kemari keberadaan orang misterius terebut.“Sebarnya kamu mencari s-siapa, Kay?” Terdengar suara nafas Rey ngos-ngosan.“Orang yang membatuku kemarin!” Jawab Kayla sembari menatap sekeliling.“Coba kau telepon dan tanyakan di mana dia berada,” seru Rey dengan tangan menepuk bahu Kayla.Kayla mengikuti saran dari Rey, dia mencoba menghubungi orang itu tetapi tidak ada jawaban, Kayla terus mencoba tanpa putus asa sambil berjalan menelusuri taman sampai akhirnya Kayla menyadari nada dering handphone yang tak jauh darinya berdiri.“Apa iya orang yang terbaring di kursi itu?” Tanya Kayla pada dirinya sendiri.Kayla mendekati orang yang mengenakan jaket hitam tersebut, sambil terus menghubungi nomor