Shakira menang, memimpin dengan senyuman puas. Tatapannya sedikit meledek Shula yang tertinggal di belakang. Tampak jelas raut wanita itu bangga karena berhasil unggul daripada Shula. Ya, tentu kemenangan Shakira, membuat Shula sangat marah. Bahkan sejak tadi tatapan mata Shula menatap tajam Shakira—seakan menunjukkan bahwa mereka adalah musuh. Padahal jelas mereka memiliki darah yang sama.
“Kau licik, Shakira!” seru Shula seraya turun dari kuda, dan menghampiri Shakira. Shakira tersenyum tipis melihat kemarahan di wajah Shula. “Ini bukan pertama kali aku menang darimu, kenapa kau sekarang mengatakan bahwa aku licik? Ck! Memalukan! Tuan Putri yang tidak bisa menerima kekalahan.” Shula mengepalkan tangannya kuat mendengar ledekan yang lolos di bibir Shakira. “Anak gundik tidak tahu diri!” geramnya penuh amarah. Shakira mendekat, melayangkan tatapan tajam pada Shula. “Ibuku bahkan jauh lebih terhormat daripada ibumu yang seorang ratu. Kau tahu, kenapa? Ibuku tidak memiliki sifat licik dan kejam seperti ibumu.” “Kau—” Shula ingin memukul Shakira, tetapi dia melihat Stanley sejak tadi menatapnya. Ya, tentu dia tak ingin meninggalkan kesan buruk di hadapan Stanley. Apalagi dirinya akan dijodohkan dengan pria itu. Shula mendekatkan bibirnya ke telinga Shakira, sambil berbisik meledek, “Percuma kau menang berkuda, pada kenyataannya aku adalah calon ratu di masa depan. Ah, satu lagi, aku bahkan memiliki calon suami yang sempurna. Sementara kau? Apa yang kau punya, Shakira? Ck! Kau sangat menyedihkan. Tidak dianggap di istana. Selalu dihina banyak orang, aku sangat yakin tidak ada pria yang mau menikahi anak pelacur.” Setelah mengatakan itu, Shula pergi meninggalkan Shakira yang tampak menatapnya tajam. Wanita cantik itu memutuskan mendekat ke arah Stanley—dan mengabaikan tatapan tajam dari Shakira. Dia merasa puas, karena memiliki apa yang dirinya inginkan. Tangan Shakira mengepal kuat, mengumpat dalam hati. Tak menampik bahwa kata-kata Shula membuat emosi di dalam dirinya terpancing. Dia ingin sekali melampiaskan kemarahan. Detik itu juga dia memutuskan berbalik, dan hendak pergi meninggalkan tempat latihan. “Shakira, tunggu. Kau mau ke mana?” tanya Stanley seraya menahan lengan Shakira. Shakira melihat sebentar ke arah tangan Stanley yang menyentuh lengannya. “Maaf, aku tidak bisa berlama-lama di sini.” “Kau ke sini bersamaku, maka kau juga harus pulang denganku,” kata Stanley menegaskan. Shula yang sudah sejak tadi berdiri di samping Stanley, tampak sangat kesal akan ucapan pria itu. “Stanley, jika Shakira ingin pergi, biarkan saja. Jangan dihalangi.” Stanley mengabaikan ucapan Shula. Sebab, dia merasa bahwa dirinya datang ke tempat latihan kuda bersama dengan Shakira, maka dia juga yang harus mengantar Shakira pulang sebagai bentuk tanggung jawabnya. “Shakira, kalau kau ingin pergi dari sini, aku akan mengantarmu,” ucap Stanley yang sontak membuat mata Shula melebar terkejut. Shakira menghela napas dalam, dan perlahan menyingkirkan tangan Stanley yang menyentuh lengannya. Wanita cantik itu menatap Stanley sebentar, dengan tatapan dalam dan tersirat hangat. Tentu dia sangat berterima kasih pada Stanley yang mengajaknya pergi, tetapi adanya Shula membuat dia ingat akan posisinya. “Stanley, terima kasih atas kebaikanmu. Aku cukup terhibur hari ini. Tapi, lebih baik aku pulang sendiri saja. Ibuku sudah menungguku. Sekali lagi terima kasih,” ucap Shakira tulus, lalu pergi meninggalkan Stanley yang bergeming di tempatnya. Stanley hendak bermaksud mengejar Shakira, tetapi geraknya terhenti di kala Shula menahan lengannya. Tuan putri manja itu menunjukkan tak suka di mana Stanley dekat dengan Shakira. “Stanley, ayo antar aku ke istana. Setelah itu kita bisa makan bersama. Orang tuaku pasti akan senang melihat kau mengantarku,” ucap Shula lembut, dan terdengar manja. Stanley mengembuskan napas kasar, mendengar permintaan Shula. “Tuan Putri yang terhormat, kau bisa datang ke tempat latihan ini, maka pasti kau tahu cara pulang dengan baik. Maaf, aku tidak bisa mengantarmu kembali ke istana. Banyak pekerjaan yang harus aku urus.” Tanpa mau berkata lagi, Stanley melangkah pergi meninggalkan Shula yang tampak kesal. Terdengar suara Shula yang meneriaki nama ‘Stanley’, tapi tetap pria tampan itu melangkah pergi meninggalkan Shula. “Ah sialan! Ini semua karena anak pelacur itu!” seru Shula kesal, di kala semua orang pergi meninggalkannya. *** Aroma kue lezat begitu menyeruak ke indra penciuman, di kala Stanley tiba di mansion keluarganya yang ada di Denmark. Pria tampan itu melangkahkan kaki tegas, bermaksud ingin mencari William Geovan—kakeknya. “Grandpa? Grandpa?” panggil Stanley cepat, memasuki mansion. Marsha yang baru saja selesai membuat kue, menatap hangat dan penuh kasih sayang cucunya. “Sayang, Grandpa sedang di luar bertemu teman lamanya. Sini Grandma membuat kue. Kau pasti suka.” Stanley mendekat, menatap Marsha. “Grandma, ada hal yang ingin aku katakan pada Grandpa.” “Kau ingin mengatakan apa, Sayang?” tanya Marsha lembut, sambil menyuapi kue yang dia buat ke mulut cucunya. Stanley menerima suapan neneknya, menghargai neneknya memberikan makanan. “Aku ingin Grandpa mengkaji ulang lagi tentang perjodohanku dengan Shula. Aku mulai malas dengan wanita itu. Dia terlalu manja, seakan berkuasa, dan menurutku sifatnya tidak menunjukkan wanita bermartabat.” Marsha tersenyum, sambil menggelengkan kepalanya. “Kau jangan membuat Grandpa-mu marah, Sayang. Perjodohanmu dan Shula sudah diatur. Orang tuamu sebentar lagi juga akan datang. Bahkan sebelum berangkat tadi, Grandpa-mu bilang pada Grandma bahwa dia sudah mengatur tanggal pertunanganmu dengan Shula.” Mata Stanley melebar terkejut. “Grandma, kenapa Grandpa terburu-buru sekali? Grandpa bilang perkenalan dulu. Tapi, kenapa sekarang tiba-tiba pertunangan sudah disiapkan?” Marsha membelai rahang Stanley lembut. “Stanley, Grandpa dan Grandma ini sudah tidak lagi muda. Sebentar lagi pasti Tuhan akan memanggil kami. Grandpa dan Grandma ingin sebelum kami meninggalkan dunia ini, kami sudah melihatmu dan saudaramu yang lain menikah.” Stanley berdecak tak suka. “Grandma, kau tahu? Aku sangat benci jika kau membahas kematian. Sudah aku katakan, kau dan Grandpa akan hidup di dunia ini seribu tahun. Malaikat maut tidak akan berani menjemput kalian. Aku yang akan mematahkan leher melaikat maut itu kalau sampai berani menjemput kalian.” Marsha tertawa pelan mendengar ucapan konyol cucunya. “Kau itu selalu saja bicara sembarangan. Sudah, intinya kau wajib berkenalan dengan baik pada Shula dulu. Jangan langsung menilai seseorang, tanpa mengenal dengan baik.” “Grandma, tapi—” “Lakukan demi Grandma dan Grandpa. Perjodohan ini sudah diatur oleh Grandpa. Itu artinya Grandpa-mu yakin bahwa Shula terbaik untukmu,” ucap Marsha memotong ucapan Stanley. Stanley menghela napas dalam, tak bisa berkata apa pun jika neneknya sudah mengatakan hal demikian. Pasalnya, memang sejak dulu dia menolak perjodohan, tapi dia sekarang menerima itu karena ancaman kakek dan neneknya yang mengatakan tidak lama lagi di dunia ini. Ancaman konyol tapi berhasil membuatnya tak berkutik. “Baiklah, aku akan melakukan yang Grandma dan Grandpa inginkan.” Stanley mengecup kening Marsha, lalu dia mendapatkan pelukan hangat dari neneknya itu. *** Shakira pulang ke rumahnya dengan raut wajah kesal. Tampak jelas wanita cantik itu berusaha memendam amarah di dalam dirinya. Namun, semua sulit, karena tak dipungkiri ucapan Shula menusuk hatinya. “Sayang? Akhirnya kau pulang,” ucap Filipa—ibu Shakira—yang masih terlihat sangat cantik dan menawan. Shakira menghempaskan tubuhnya ke sofa. “Ya, aku sudah pulang. Seperti biasa berada di istana layaknya berada di neraka. Mom, bisakah kita hidup tanpa Dad? Aku muak menjadi bayang-bayang di istana.” Filipa tersenyum anggun sambil menyentuh tangan Shakira. “Nak, jangan bicara seperti itu. Kau memiliki pendidikan yang bagus, karena ayahmu memberikan fasilitas yang baik. Jangan dilihat dari sisi buruk, tapi lihat sisi baik ayahmu. Bagaimanapun, ayahmu adalah sosok ayah yang mencintaimu.” Shakira mendengkus tak suka. “Jujur, aku lebih baik menjadi anak seorang tukang kayu daripada anak Raja Jokum. Aku muak dengan semua ini.” Filipa terdiam sebentar, dengan raut wajah muram. “Maafkan Mommy, Shakira. Semua karena Mommy. Kau pasti selalu merasa tersingkirkan. Maaf, Mommy bukan wanita hebat yang pantas menjadi permaisuri.” Shakira menghela napas dalam, menatap ibunya yang menyalahkan diri sendiri. “Mom, ini bukan salahmu. Aku sangat bangga menjadi anakmu, Mom. Sudah, lupakan saja. Tidak perlu dipikirkan. Yang harus kau ingat adalah aku bangga memilikimu,” ucapnya sambil memeluk ibunya. Kisah Filipa—ibu Shakira—dengan Raja Jokum, bagaikan elang dan tikus. Status yang bahkan berbeda jauh. Filipa hanya anak seorang tukang kayu di Denmark, yang jatuh cinta pada Raja Jokum. Tentunya hubungan mereka ditentang oleh kedua orang tua Raja Jokum—yang saat itu masih bertakhta memimpin negeri. Namun, fakta yang ada adalah Filipa tak pernah merampas Raja Jokum dari Ratu Asta. Sebab, Filipa jauh lebih dulu menjalin hubungan dengan Raja Jokum daripada Ratu Asta—ibu Shula. *** “Daddy!” Shula menerobos masuk ke dalam ruang kerja sang ayah. Wanita cantik itu menghentakkan kakinya, tampak menunjukkan jelas kekesalan di wajahnya. Dia sudah tidak bisa menahan diri lagi untuk bicara dengan ayahnya. Raja Jokum menatap Shula yang ada di hadapannya. “Shula ada apa? Kenapa wajahmu kesal sekali?” tanyanya pada putrinya itu. Shula mendecakkan lidahnya sambil melipat tangan di depan dada. “Daddy, kapan aku dan Stanley akan menikah? Aku sudah tidak sabar menikah dengannya.” Raja Jokum tersenyum mendengar ucapan Shula. “Rupanya kau sudah tidak sabar menjadi menantu di keluarga Geovan.” Shula menarik kursi, duduk di hadapan sang ayah. “Jelas aku sudah tidak sabar, Dad. Aku ingin sekali memiliki Stanley sepenuhnya.” Raja Jokum menyandarkan punggungnya ke kursi. “Tadi aku melakukan panggilan telepon dengan William Geovan. Kakek Stanley itu setuju acara pertunanganmu dan Stanley dipercepat. Nanti setelah kedua orang tua Stanley datang ke Denmark, kita akan segera membahas pertuanganmu dengan Stanley.” Raut wajah Shula berubah mendengar ucapan sang ayah. Dia sampai bangkit berdiri, memeluk ayahnya. “Dad, kau tidak bercanda, kan?” Raja Jokum tersenyum samar. “Dalam hal ini, aku tidak mungkin bercanda. Kau sangat mengenal ayahmu dengan baik, Shula.” Shula sumiringah bahagia, dan langsung berseru riang gembira, “Dad! Kau yang terbaik! Terima kasih, Dad!”Shakira duduk di balkon kamar, di kala rasa kantuk tak kunjung datang. Tampak jelas sorot matanya lurus ke depan, melihat pemandangan malam yang sunyi, dan hening. Angin berembus cukup kencang menyentuh kulit mulusnya. Jarum jam terus bergerak, tetapi sayangnya Shakira tak kunjung mengantuk. “Shakira,” panggil Filipa seraya melangkah masuk ke dalam kamar Shakira. Shakira mendongak, menatap ibunya yang muncul di hadapannya. “Mommy? Kau belum tidur?” tanyanya cukup terkejut melihat ibunya mendatangi kamarnya. Filipa mengangguk, sambil duduk di samping Shakira. “Ya, Sayang. Mommy belum mengantuk. Kau sendiri kenapa belum tidur?” “Aku belum mengantuk, Mom,” jawab Shakira lembut. Filipa tersenyum hangat. “Kebetulan kau belum mengantuk. Ada hal yang ingin Mommy sampaikan padamu.” “Ada apa, Mom?” tanya Shakira sambil menatap Filipa. Filipa menyentuh tangan Shakira. “Tadi Daddy-mu menghubungi Mommy.” “Oke, lalu?” tanya Shakira lagi, tampak tak berminat, tetapi dia juga tak mungkin men
Gerakan yang ditimbulkan Shakira membuat tatapan semua orang tertuju pada wanita cantik itu. Ya, tentu hal itu membuat Shakira menjadi gelagapan dan panik—apalagi tatapan ibu tiri dan kakak tirinya begitu menusuk padanya seakan dirinya telah melakukan sebuah kesalahan besar. Shakira kikuk, dan mencoba untuk tenang meski semua orang kini menatap dirinya. Namun, meski dirinya berupaya untuk tenang tetap saja, sangat sulit. Sebab, tatapan semua orang membuatnya menjadi salah tingkah. Sungguh, Shakira benci kondisi seperti ini. “Ah, maaf, aku tidak sengaja menjatuhkan pisauku.” Shakira buru-buru meminta maaf, dan hendak kembali mengambil pisaunya yang jatuh, tetapi geraknya terhenti karena pelayan sudah lebih dulu sigap mengambil pisau Shakira yang jatuh di lantai, dan mengganti dengan pisau baru. Shakira berada di kerajaan. Tidak akan mungkin pisau yang jatuh di lantai diambil kembali dan dia gunakan. Satu-satunya cara adalah mengganti pisau yang baru. Sebab, pisau yang jatuh ke lanta
Shakira menatap cermin setelah dia mencuci tangan. Wanita cantik itu tampak sedikit muram, dan beberapa kali sampai harus mengatur napasnya. Entah, dia tak mengerti kenapa dengan dirinya. Padahal semula semua baik-baik saja. Namun, sejak di mana ayahnya memberikan pengumuman rencana pertunangan Stanley dan Shakira, membuat perasaannya terasa campur aduk tak menentu. “Kau ini kenapa, Shakira?” gumam Shakira kesal pada dirinya sendiri. Beberapa detik, Shakira memejamkan mata seraya menyandarkan punggung ke dinding toilet. Dia merasa bahwa dirinya sudah tidak waras. Harusnya dia bersikap tak peduli, tapi kenapa malah memikirkan? Ini benar-benar sangat konyol, dan tak masuk akal. “Ck! Lupakan! Fokus pada dirimu sendiri!” gerutu Shakira, lalu dia beranjak pergi meninggalkan toilet, tetapi seketika dia terkejut di kala dirinya menabrak tubuh tinggi tegap yang ada di depan toilet. “Awww—” Shakira mengaduh kesakitan seraya mengusap keningnya, dan mendongak terkejut menatap Stanley yang
Hal yang dilakukan Shakira di kala pagi telah menyapa adalah bersiap untuk pulang. Wanita cantik itu tak ingin berlama-lama berada di istana. Sebab, menurutnya ini bukanlah tempatnya. Meski anak dari seorang raja berkuasa di Denmark, tetapi dia sangat tahu posisi di mana dirinya berasal. Shakira melirik jam dinding, dia segera mengemasi barang pribadinya. Dia tak membawa banyak barang. Hanya beberapa alat make up pribadi, dompet, dan ponsel. Semua barang-barang mewah seperti gaun dan perhiasan dia tinggalkan di kamarnya yang ada di istana. Raja Jokum memberikan kamar khusus untuk Shakira di istana. Kamar yang memang hanya bisa Shakira yang gunakan. Bisa dikatakan kamar megah itu sangat jarang Shakira tempati. Sebab, Shakira lebih menyukai tinggal di rumahnya dengan ibunya daripada harus tinggal di istana megah. “Nona Shakira?” sapa seorang pelayan tepat di kala Shakira melangkah keluar dari kamar. Shakira menghentikan langkahnya, dan menatap sang pelayan dengan lekat. “Ya? Ada a
Berita pertunangan Stanley dan Shula telah menggemparkan media Amerika, dan Eropa. Tentu sosok Stanley yang merupakan keturunan billionaire berpengaruh dunia, menjadi sorotan. Terlebih apalagi sosok yang menikah dengan Stanley adalah Shula—yang merupakan calon ratu Denmark. Setiap hari, seluruh media selalu membicarakan rencana pertunangan Stanley dan Shula. Seakan media tidak bosan membahas pasangan itu. Selalu ada saja yang menjadi topik hangat yang diperbincangkan, mulai dari awal mula kisah Stanley dan Shula, hingga media juga sempat berpikir perjodohan bisnis antara Stanley dan Shula. Ya, berita tentang pertunangan Stanley dan Shula, telah membuat saham Geovan Group di pasar saham naik cukup tajam. Pun popularitas Shula sebagai calon ratu Denmark semakin disorot. Setiap kali hal yang dilakukan Shula seakan dianggap bagaikan dewi. Hal yang membuat publik menganggap Shula bagaikan seorang dewi, karena Shula kerap menyumbangkan uang ke Yayasan kanker, panti asuhan, dan bahkan ter
“Stanley, kau sudah pulang.” Stella menatap hangat putranya yang baru saja pulang. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu sedang duduk di ruang tengah bersama dengan ibu mertuanya. Stanley menghentikan langkahnya, menatap ibu dan neneknya yang duduk di ruang tengah, dengan senyuman di wajahnya. “Ya, aku sudah pulang.” “Apa kau baru saja bertemu dengan Shula?” tanya Marsha penasaran, karena dia melihat jelas aura wajah bahagia di wajah Stanley yang sebelumnya sangat jarang dilihatnya. “Kenapa Grandma berpikir aku bertemu Shula?” balas Stanley tenang, pada sang nenek. Marsha tersenyum. “Kau terlihat bahagia. Jadi, Grandma pikir kau bertemu dengan Shula.” Stanley terdiam sebentar, tampak tertarik akan pertanyaan dari neneknya itu. “Sayangnya, aku tidak bertemu dengan Shula. Aku tadi mampir ke ke kafe. Ada kafe kecil yang sengaja aku kunjungi, karena aku ingin mencoba kopi di sana.” “Kau hanya sendirian?” sambung Stella. “Aku datang ke kafe itu sendiri,” jawab Stanley datar
Mobil sport Stanley tiba di alamat yang telah dia lihat di pesan Shakira. Pria tampan itu berhenti tidak tepat di rumah Anja. Dia tidak ingin sampai ada orang yang melihat, jadi dia sengaja menjaga jarak guna mencari aman. “Ini rumah Anja?” tanya Shakira sambil menoleh ke arah Stanley, untuk memastikan. Stanley mengangguk. “Titik maps di ini. Apa kau sudah janjian dengannya?” “Sudah, sebelum aku jalan ke sini, aku sudah kirim pesan ke Anja.” “Kalau begitu, coba kau hubungi dia. Kau bilang sudah di dekat rumahnya.” Shakira menuruti perkataan Stanley, dia hendak menghubungi Anja, tetapi tatapannya tak sengaja melihat anak kecil keluar dari rumah dengan pakaian berwarna merah muda. Detik itu, senyuman di wajah Shakira terlukis. “Stanley, itu Anja,” kata Shakira sambil menunjuk Anja yang baru keluar rumah. Stanley mengalihkan pandangannya, menyipitkan mata, dan mengangguk menanggapi ucapan Shakira. Tepat di kala dia mengangguk, Shakira langsung turun dari mobil—dan berjalan cepat
Shakira tak menyangka Stanley akan mengajaknya ke Geranium restoran yang ada di Kopenhagen. Salah satu restoran mewah yang dikenal dengan suasana yang elegan dan perhatian terhadap detail. Restoran ini menawarkan pengalaman bersantap yang luar biasa dengan pemandangan kota yang menakjubkan. Geranium terletak di lantai delapan sebuah gedung yang menghadap ke taman Fælledparken di pusat kota Kopenhagen. Lokasinya yang tinggi memberikan pemandangan indah berupa kanopi pohon, atap hijau kota, dan bahkan kincir angin Oeresund. Pemandangan ini menambah kesan natural sekaligus urban yang menjadi visi utama restoran ini yaitu menjembatani antara alam dan kehidupan perkotaan.Interior Geranium didesain dengan sangat elegan, tetapi tetap terasa ringan dan terbuka. Ruang makan utama memiliki pencahayaan alami yang lembut dari jendela besar, menciptakan suasana hangat tapi modern. Pun warna-warna interior cenderung netral dengan sentuhan minimalis khas Skandinavia, sehingga fokus pengunjung lebi
Shakira menatap langit kamar seraya memeluk bantalnya. Beberapa kali, dia mengembuskan napas pelan, dan memejamkan mata sebentar guna menenangkan pikirannya yang sedang kurang baik. Ya, terlalu banyak hal berkecamuk di dalam pikirannya, membuat kedamaiannya seakan lenyap. Semua orang mungkin akan senang melihat keluarga berkumpul, seperti tadi ayahnya datang ke rumahnya, berkumpul dengannya dan ibunya meski hanya sebentar. Makan malam singkat, harusnya menjadi suatu momen yang indah, tetapi kenyataan yang dihadapi adalah membuatnya sangat kesal. Harapan Shakira adalah ingin menjadi seperti orang lain yang memiliki kehidupan normal, tetapi sepertinya semesta tidak berpihak padanya. Sejak di mana dirinya lahir ke dunia, takdir kerumitan selalu menghantam dirinya—dan itu membuatnya merasa tersiksa ada di dunia ini. Suara dering ponsel terdengar, membuat Shakira yang sedang melamun langsung mengalihkan pandangannya ke tempat di mana ponselnya berada, dia mengambil ponselnya itu—menatap
“Mom, aku pulang.” Shakira tersenyum bahagia di kala memasuki rumah. Dia tampak berbeda dari biasanya. Bagaimana tidak? Dalam beberapa hari berturut-turut, Tuhan mengirimkan orang-orang yang baik untuk menjadi temannya. Padahal sebelumnya dia berpikir bahwa dirinya tak layak memiliki teman, tetapi ternyata di balik banyak orang yang menghinanya, ada yang tulus ingin menjadi temannya seperti Anja dan Savannah. “Sayang? Kau sudah pulang? Ayo makan, Mommy sudah membuatkan steak kesukaanmu,” kata Filipa hangat, menatap putri tunggalnya itu dengan tatapan penuh kasih sayang. “Oke, Mom! Aku juga sudah lapar.” Shakira meletakan tas di atas meja, dan bermaksud melangkah ke ruang makan, tetapi geraknya terhenti di kala dia melihat Raja Jokum ada di kursi meja makan. Tampak jelas raut wajahnya terkejut sekaligus tak menyangka ayahnya datang ke rumahnya. “Dad? K-kau—” Lidah Shakira sampai tak mampu berkata-kata, melihat kedatangan ayahnya. Bisa dikatakan memang, ayahnya jarang sekali datang k
Shakira menatap malas pesan dari ayahnya yang memintanya untuk datang ke istana. Ayahnya itu mengajak dirinya untuk makan malam bersama. Namun, tentu dia sangat malas, karena memang dia tak suka berada di istana. Menurutnya, istana bukan tempat yang cocok untuknya. “Aku tidak akan datang,” gumam Shakira yang memilih memasukan ponsel ke dalam tasnya. “Shakira,” panggil Filipa yang masuk ke dalam kamar Shakira. Shakira menoleh, menatap ibunya yang tiba-tiba muncul di hadapannya. “Mommy ke sini pasti karena Dad menghubungimu, mengatakan aku mengabaikan pesannya?” balasnya sudah bisa menebak situasi. Filipa mendesah panjang. “Sayang, kau jangan bersikap seperti itu. Daddy-mu kan bermaksud baik mengajakmu makan malam bersama di istana.” “Mom, selama nenek sihir dan anaknya itu berada di istana, tidak ada yang namanya maksud baik. Aku selalu malas bertemu dengan mereka,” ucap Shakira dengan nada sedikit menekankan. “Shakira, tapi—” “Mom, aku ingin ke toko buku. Jika Dad menghubungimu
“Turunkan aku di sini saja. Jangan di depan rumahku.” Shakira meminta Stanley berhenti melajukan mobilnya, tepat di sekitar tiga rumah dari rumah miliknya. Tentu, dia memiliki alasan khusus tak mau Stanley menurunkannya di depan rumahnya. Alasan khusus yaitu Shakira tak ingin ibunya berpikir macam-macam. Stanley menuruti keinginan Shakira. Pria tampan itu menghentikan laju mobilnya sesuai yang diinginkan oleh Shakira. “Kau yakin ingin turun di sini saja?” tanyanya memastikan. Shakira mengangguk. “Ya, aku tidak mau ibuku berpikir macam-macam.” Stanley tak ingin berdebat, dia memilih mengangguk menuruti keinginan Shakira. “Baiklah, jika itu tang kau inginkan, maka aku tidak akan memaksa.” Shakira melepaskan seat belt-nya, dan menoleh menatap Stanley. “Terima kasih kau sudah mengantarku ke rumah Anja. Meski aku tidak meminta, tapi aku tetap menghargai niat baikmu. Terima kasih juga sudah mentraktirku makan di tempat mahal. Aku harap, setelah ini kita tidak perlu banyak berinteraksi.
Shakira tak menyangka Stanley akan mengajaknya ke Geranium restoran yang ada di Kopenhagen. Salah satu restoran mewah yang dikenal dengan suasana yang elegan dan perhatian terhadap detail. Restoran ini menawarkan pengalaman bersantap yang luar biasa dengan pemandangan kota yang menakjubkan. Geranium terletak di lantai delapan sebuah gedung yang menghadap ke taman Fælledparken di pusat kota Kopenhagen. Lokasinya yang tinggi memberikan pemandangan indah berupa kanopi pohon, atap hijau kota, dan bahkan kincir angin Oeresund. Pemandangan ini menambah kesan natural sekaligus urban yang menjadi visi utama restoran ini yaitu menjembatani antara alam dan kehidupan perkotaan.Interior Geranium didesain dengan sangat elegan, tetapi tetap terasa ringan dan terbuka. Ruang makan utama memiliki pencahayaan alami yang lembut dari jendela besar, menciptakan suasana hangat tapi modern. Pun warna-warna interior cenderung netral dengan sentuhan minimalis khas Skandinavia, sehingga fokus pengunjung lebi
Mobil sport Stanley tiba di alamat yang telah dia lihat di pesan Shakira. Pria tampan itu berhenti tidak tepat di rumah Anja. Dia tidak ingin sampai ada orang yang melihat, jadi dia sengaja menjaga jarak guna mencari aman. “Ini rumah Anja?” tanya Shakira sambil menoleh ke arah Stanley, untuk memastikan. Stanley mengangguk. “Titik maps di ini. Apa kau sudah janjian dengannya?” “Sudah, sebelum aku jalan ke sini, aku sudah kirim pesan ke Anja.” “Kalau begitu, coba kau hubungi dia. Kau bilang sudah di dekat rumahnya.” Shakira menuruti perkataan Stanley, dia hendak menghubungi Anja, tetapi tatapannya tak sengaja melihat anak kecil keluar dari rumah dengan pakaian berwarna merah muda. Detik itu, senyuman di wajah Shakira terlukis. “Stanley, itu Anja,” kata Shakira sambil menunjuk Anja yang baru keluar rumah. Stanley mengalihkan pandangannya, menyipitkan mata, dan mengangguk menanggapi ucapan Shakira. Tepat di kala dia mengangguk, Shakira langsung turun dari mobil—dan berjalan cepat
“Stanley, kau sudah pulang.” Stella menatap hangat putranya yang baru saja pulang. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu sedang duduk di ruang tengah bersama dengan ibu mertuanya. Stanley menghentikan langkahnya, menatap ibu dan neneknya yang duduk di ruang tengah, dengan senyuman di wajahnya. “Ya, aku sudah pulang.” “Apa kau baru saja bertemu dengan Shula?” tanya Marsha penasaran, karena dia melihat jelas aura wajah bahagia di wajah Stanley yang sebelumnya sangat jarang dilihatnya. “Kenapa Grandma berpikir aku bertemu Shula?” balas Stanley tenang, pada sang nenek. Marsha tersenyum. “Kau terlihat bahagia. Jadi, Grandma pikir kau bertemu dengan Shula.” Stanley terdiam sebentar, tampak tertarik akan pertanyaan dari neneknya itu. “Sayangnya, aku tidak bertemu dengan Shula. Aku tadi mampir ke ke kafe. Ada kafe kecil yang sengaja aku kunjungi, karena aku ingin mencoba kopi di sana.” “Kau hanya sendirian?” sambung Stella. “Aku datang ke kafe itu sendiri,” jawab Stanley datar
Berita pertunangan Stanley dan Shula telah menggemparkan media Amerika, dan Eropa. Tentu sosok Stanley yang merupakan keturunan billionaire berpengaruh dunia, menjadi sorotan. Terlebih apalagi sosok yang menikah dengan Stanley adalah Shula—yang merupakan calon ratu Denmark. Setiap hari, seluruh media selalu membicarakan rencana pertunangan Stanley dan Shula. Seakan media tidak bosan membahas pasangan itu. Selalu ada saja yang menjadi topik hangat yang diperbincangkan, mulai dari awal mula kisah Stanley dan Shula, hingga media juga sempat berpikir perjodohan bisnis antara Stanley dan Shula. Ya, berita tentang pertunangan Stanley dan Shula, telah membuat saham Geovan Group di pasar saham naik cukup tajam. Pun popularitas Shula sebagai calon ratu Denmark semakin disorot. Setiap kali hal yang dilakukan Shula seakan dianggap bagaikan dewi. Hal yang membuat publik menganggap Shula bagaikan seorang dewi, karena Shula kerap menyumbangkan uang ke Yayasan kanker, panti asuhan, dan bahkan ter
Hal yang dilakukan Shakira di kala pagi telah menyapa adalah bersiap untuk pulang. Wanita cantik itu tak ingin berlama-lama berada di istana. Sebab, menurutnya ini bukanlah tempatnya. Meski anak dari seorang raja berkuasa di Denmark, tetapi dia sangat tahu posisi di mana dirinya berasal. Shakira melirik jam dinding, dia segera mengemasi barang pribadinya. Dia tak membawa banyak barang. Hanya beberapa alat make up pribadi, dompet, dan ponsel. Semua barang-barang mewah seperti gaun dan perhiasan dia tinggalkan di kamarnya yang ada di istana. Raja Jokum memberikan kamar khusus untuk Shakira di istana. Kamar yang memang hanya bisa Shakira yang gunakan. Bisa dikatakan kamar megah itu sangat jarang Shakira tempati. Sebab, Shakira lebih menyukai tinggal di rumahnya dengan ibunya daripada harus tinggal di istana megah. “Nona Shakira?” sapa seorang pelayan tepat di kala Shakira melangkah keluar dari kamar. Shakira menghentikan langkahnya, dan menatap sang pelayan dengan lekat. “Ya? Ada a