'Mom, aku merindukanmu, ‘ batin Druf.
Ia berdiri di balkon rumahnya dengan tatapan dingin. Dihirupnya udara hutan yang segar. Suasana hutan Epping yang rimbun terlihat indah di siang hari.“Tuan, sesuai tradisi, kita akan mengadakan pesta pengukuhanmu sebagai pangeran vampir. Satu-satunya keturunan langsung raja Cezar, raja ketiga Transylvania. Penguasa hebat. Rajanya para raja. Kaisar para vampir.”Druf sama sekali tak berekspresi menyambut berita baik itu. Apa yang bisa ia banggakan. Justru sebagai keturunan raja. Dialah keturunan yang bisa dibilang cacat. Ia terlahir dengan virus yang ikut tumbuh di tubuhnya.“Jangan lupa paman. Bahwa aku terinfeksi sejak dalam kandungan. Kau sendiri yang mengatakannya. Darah murni vampir kau bilang.” Ucapnya.“Justru itulah tuanku. Kau akan lebih hebat dari ayahmu. Bahkan lebih hebat dari kakek dan buyutmu.”Druf sekali lagi sama sekali tak berekspresi. Iris matanya mendadak berubah hitam pekat.Samuel melihat perubahan itu. Entah ada berapa warna iris yang dimiliki ponakannya itu. Ia sangat meyakini. Kekuatan pangeran AlexandruCezar atau yang biasa dipanggil Druf, sangatlah besar melebihi siapa pun.Ia takkan lupa pesan raja Cezar. Bahwa anak itu akan menjadi penengah antara manusia dan vampir. Dan ia akan sanggup melindungi keduanya. Sehingga kedamaian akan tercipta. Oleh karena itu para raja vampir dari seluruh negeri di dunia ini. Menginginkannya menjadi kaisar. Pemimpin tertinggi para raja vampir di seluruh dunia. Apakah posisi itu tidak terlalu berlebihan dan mengada-ngada. Kadang sempat pertanyaan itu hadir di benaknya. Selama ini para vampir antar negara tidak pernah akur. Terkadang terjadi perkelahian. Terkadang juga banyak vampir menggigit manusia secara membabi buta. Sehingga populasi vampir liar sulit ditangani. Mungkin keputusan dewan penasihat untuk mengangkat seorang kaisar seperti dinasti cina jaman dulu tidaklah salah. Dengan adanya seorang kaisar semua kebijakan akan berlaku dan lebih terarah dari sebelumnya. Hanya saja Samuel tidak menampik kekawatirannya. Apakah Druf sanggup menjadi pemimpin dunia vampir.“Pestanya akan digelar dua hari lagi. Saat itu puncak gerhana bulan. Malam yang baik untuk pengukuhanmu. Dan dua hari ini sebelum acara dimulai persiapkanlah dirimu. Jangan bertindak konyol.”Druf hanya mengangguk paham. Sebenarnya ia tidak suka pada tahta itu. Kedudukan itu seperti rantai yang menjerat kebebasannya.Tapi apa bedanya. Toh hidupnya juga tidak jelas. Ketimbang ia melakukan banyak hal sia-sia. Lebih baik seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk kedamaian bangsa vampir dan manusia.“Acara itu akan dikemas dalam bentuk ulang tahunmu Tuan. Jadi hanya manusia yang tidak tahu bahwa pesta itu sebenarnya hanya kamuflase. Agar tidak ada kecurigaan dari kerajaan Inggris dan pemerintah London.”Sekali lagi Druf hanya mengangguk. Bukankah sudah menjadi hal yang biasa keberadaan mereka sebagai manusia terinfeksi di sembunyikan tubuh manusianya.“Apa seluruh mahasiswa diundang?” Tanya Druf.“Tentu saja. Karena tidak ada liburan akan sangat mencurigakan bila mereka tidak datang dan turut memeriahkan pestamu. Terutama mahasiswa di asrama.” Terang Samuel.“Baguslah.” Druf bernafas lega. Sejenak ia mengingat wajah gadis polos yang bernama Elena. Entah mengapa nama itu selalu diingatnya.Setiap nama itu di sebut. Hatinya selalu merasakan desiran aneh.***Pengumuman pesta ulang tahun Druf telah tersebar di kampus.Semua mahasiswa diundang.Dalam pengumuman itu tertulis pestanya bertemakan halloween. Jadi bagi mereka yang hadir harus berkostum hantu. Sedangkan bagi mahasiswa yang tinggal di asrama, karena mereka tidak diizinkan keluar, meski hanya untuk menyewa kostum. Maka khusus mereka diwajibkan memakai baju atau gaun warna hitam.“Kyaaaaaa.” Teriak seorang mahasiswi kegirangan.” Aku akan pakai kostum apa ya, setidaknya biar Druf tertarik padaku.”Begitu juga dengan mahasiswi lainnya. Mereka mulai sibuk menyiapkan seluruh keperluan meski acaranya masih dua hari lagi.Risma dan Elena, keduanya terduduk lesu. Mereka berdua tinggal di asrama. Jadi hanya bisa memakai baju hitam.“Kau sudah baikan???”Sebuah suara mengejutkan keduanya.Betapa terkejutnya mereka, melihat cowok ganteng di hadapannya.Tatapannya yang dingin dan auranya yang begitu kuat membuat Elena merasa tidak nyaman.“S..Sudah.” Jawab Elena singkat.Ditatapnya cowok itu tapi tidak jadi. Karena pandangan tajam cowok itu menyiutkan nyalinya. Apalagi dengan warna bola matanya yang berwarna biru. Elena takut ketahuan bahwa degub jantungnya bisa saja copot saat menatapnya.Tanpa diduga, tiba-tiba saja tangannya ditarik paksa olehnya. Hingga ia berdiri menuruti kemauan Druf. Lagi pula siapa yang akan kuasa melawan kehendak sang pangeran kampus.“Benarkah???” Tanyanya datar. Dalam satu sentakan ia menarik Elena ke arahnya. Karena gadis itu tidak siap. Tanpa sadar ia jatuh ke dada bidang Druf yang sungguh membuat Elena tak dapat menahan diri karena pesonanya.“Lepas.” Ucap Elena. Ia merasa risih karena banyak pasang mata melihatnya dengan tatapan tak suka. Karena ucapannya tak digubris Elena mulai meronta-ronta. Dengan begitu ia pikir Druf akan melepasnya.Namun apa yang terjadi sungguh diluar dugaannya. Druf justru menangkap kedua tangan Elena. Menatapnya dengan tajam. Hingga gadis itu mundur mengikuti langkah Druf yang kian maju. Gerakan itu berhenti, saat tembok menahan langkah keduanya.“Lepaskan aku. Dasar cowok mesum.” Ucap Elena kasar. Maksud hati ia tidak ingin berkata kasar seperti itu. Tapi Elena tidak memiliki cara lain agar Druf menjauh darinya.Dikatakan demikian Druf tentu saja tak terima. Selama ini tidak ada seorang pun yang berani berkata kasar padanya, apalagi mengatainya. Ia sengaja semakin menghabiskan jarak antara mereka. Hingga jarak Elena dengannya hanya bersisa beberapa inci. Druf mendekatkan wajahnya. Elena ketakutan sekaligus deg-degan tak karuan. Ia tak menyadari di sisi lain, Risma yang melihat adegan itu merasakan kebencianyang mencapai ubun-ubun. Entah sihir apa yang membuat Druf selalu mendekati gadis kampungan itu. Andai saja ia tidak bisa menahan diri. Pasti saat itu ia sudah mencakar-cakar wajah Elena. “Maaf tuanku, Dr. Samuel memanggilmu.” Ucap seseorang dibelakang.Druf merasa terganggu tapi ia bisa apa. Ia harus merasa beruntung. Ini kali kedua panggilan pamannya menyelamatkannya agar tidak lepas kendali. Bisa saja tadi ia sudah berbuat sesuatu terhadap Elena.Huh. Sial.Gadis itu selalu menarik perhatiannya. Entah bagaimana dan kenapa. Ia selalu ingin dekat dengannya. Elena. Elena dan Elena.Di ruangannya Samuel masih berdiri menghadap dinding kaca. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat semua kegiatan yang dilakukan mahasiswa di taman. Tak terkecuali tempat dimana Druf mengganggu Elena. Ketika menyadari Druf sudah di belakangnya ia segera berbalik.“Sudah berapa kali Tuan aku ingatkan. Jauhi gadis yang bernama Elena.” Ucap Samuel dengan nada menahan amarah.“Tapi kenapa?” Tanya Druf heran.“Pokoknya dengar. Paman lakukan semua ini demi kebaikan kamu. Kamu boleh menikah dengan manusia yang kamu cintai siapa pun itu. Tapi jangan gadis yang bernama Elena.”“Tapi kenapa Paman. Aku tak mengerti. Ada apa dengan Elena. Kupikir dia gadis baik. Lugu dan tulus. Tidak seperti perempuan kebanyakan. Aku suka dia. Setiap hari aku merasa namanya selalu terngiang di telingaku. Hatiku merasa aneh bahkan hanya dengan menyebut namanya. Aku merasa dekat dan cocok dengannya.” Kali ini Druf tidak diam. Ia mengeluarkan semua isi hatinya.“Paman mengerti. Tapi jangan yang bernama Elena. Lebih baik kau memilih Risma. Ia gadis dari teman bisnis kita. Bahkan dulu ketika ayahnya meminjamkan kita modal usaha. Paman pernah berjanji menjodohkannya denganmu.”Druf menatap Samuel dengan bingung. Memangnya apa hubungan nama Elena dengan dirinya. Apakah ada sesuatu yang Samuel sembunyikan darinya. Tapi, bagaimana mungkin Druf membohongi hatinya. Selama ini ia cukup merasa kesepian. Dan mengetahui hatinya mulai tertarik kepada seorang wanita bukankah itu kabar bagus. Mengapa paman harus keberatan. Dan perjodohan ? Itu alasan yang lebih tidak masuk akal lagi bagi DrufDruf tak lagi mendebat Samuel. Ia tahu betul watak pamannya. Sekali ia memutuskan sesuatu, maka itulah keputusannya yang takkan pernah bisa diubahsiapa pun. Tapi satu hal yang harus ia tegaskan. Boleh jadi Samuel yang paling berjasa dalam hidupnya. Bisa saja ia yang mengatur segalanya. Tapi masalah cinta dan pernikahan hanya Druf yang ber-hak memutuskan dengan wanita mana dia akan menikah. Siapa gadis yang akan dipilih hatinya untuk di cintai.“Di pelantikan nanti aku hanya ingin darah Elena saja.” Ujar Druf mengejutkan Samuel. Kemudian ia melangkah pergi dengan angkuh.Meninggalkan Samuel yang menatapnya dengan frustasi.Gerbang setinggi tiga meter dibuka tepat sejak matahari tenggelam. Para penjaga bertubuh kekar nampak siaga di pos masingmasing. Beberapa di antaranya memakai jas layaknya pakaian resmi. Sementara sebagian yang lain memakai setelan kaos hitam. Dan kebanyakan dari mereka memakai semacam earphone ditelinga masing-masing. Alat itu menghubungkan komunikasi mereka dari posisi yang satu ke posisi lain. Sesuai pengumuman yang telah di siarkan. Semua orang yang ada di sekitar rumah Druf memakai baju hitam..Bahkan tamu yang datang dengan mobil mahal juga memakai setelan warna hitam. Nampaknya mereka para pengusaha kaya luar kota yang diundang untuk acara besok malam. Risma dan Elena memperhatikan semua pergerakan itu. Saat ini semua penjagaan terfokus pada rumah besar nan megah seperti istana. Jadi mereka bisa leluasa pergi tanpa takut diketahui siapa pun. Kebetulan ibu asrama mereka sedang rapat, jadi kesempatan itu tak akan disiakan. Keduanya sudah siap melaksanakan rencana yang mereka
Druf terbangun agak siang. Dilihatnya kain yang membungkus bekas luka di jari jempolnya. ‘Dasar gadis ceroboh, ‘batinnya. Tiba-tiba ia ingat sesuatu. Diambilnya handphone di meja samping tempat tidurnya yang mewah. Tak butuh waktu lama suara yang sangat dikenalnya menyapa di sebrang. ‘iya Tuanku. Ada yang bisa saya lakukan untukmu? ‘ “Apakah lehermu ingin kupatahkan sepagi ini? Setidaknya saat kita hanya bicara berdua. Berhentilah memanggilku dengan kata ‘tuanku’ .” Ucap Druf. Suara disebrang terkekeh. ‘Mau bagaimana lagi Druf. Kau sekarang sudah menjadi junjunganku.’ Druf mendengus kesal. “Ayo dengarkan titahku, jika terjadi kesalahan kupastikan kau tak jantan lagi. “ Ancam Druf. ‘Ampuuuunnntuannn... Aku percaya kau bisa lakukan itu. Hambamu yang setia ini siap laksanakan apapun titahmu. ‘ Kini giliran Druf yang tertawa. Ia memang selalu ingin tersenyum jika mendengar kelakar Brian. *** Risma terpekik kecil melihat Elena dikamarnya. Ia merasa sangat bersalah kare
Druf memejamkan mata cukup lama. Di sekelilingnya para petinggi vampir menunggu reaksinya. Ia lolos ritual pertama, berkomunikasi langsung dengan manusia dalam jumlah banyak. Jika ia terlihat kehausan dan kesulitan dengan banyaknya bau amis darah berarti ia gagal. Sekarang ia meminum darah lagi. Darah kedua. Darah yang sama dari darah yang pertama ia minum. Sebenarnya Druf tak mengerti betul ritual tersebut gunanya untuk apa. Bagi Druf meminum banyak darah atau tanpa darah sama sekali tidak ada masalah. Samuel tak henti-hentinya mengusap dagunya. Ia tegang. Berharap anak yang dirawatnya itu lolos dari ujian ini. Meski ia tahu Druf akan lolos dengan mudah. Tetap saja ia merasa hawatir. Biasanya kebanyakan vampir akan tambah liar jika meminum darah murni manusia. Darah yang diambil dari gadis perawan atau perjaka. Dan vampir kaum bangsawan yang kesakitan merupakan pertanda bahwa mereka tidak bisa menjadi raja. Bagi Druf melalui prosesi ini dengan mulus sangatlah penting. Ia harus me
Kepalanya masih terasa sakit. Namun tidur terus-terusan bukanlah hal baik. “Maaf mengganggu Tuanku.” Suara khas Samuel dan ucapan ‘tuan’ kembali mengganggu Druf. “Paman, bisa tidak kalau cuma berdua panggil aku seperti sebelumnya. Seperti dulu,” ucapnya kesal. “Anda harus terbiasa Tuan.” Druf memoncongkan bibirnya. Ekspresinya sungguh lucu sekali. “Ada perlu apa Paman? Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan.” Samuel mengambil nafas sejenak kemudian berkata, “Tuan sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku. Beberapa hari ini pergerakan Tuan seperti diluar kendali.” “Apa maksud Paman?” Samuel menceritakan semuanya seperti seorang detektif. Sejak Elena jatuh dan ia hendak menciumnya. Kemudian mengganggunya di koridor kampus secara detail. Bahkan, menunjukkan video ketika Druf membunuh vampir liar dan menyelamatkan Elena. Saat ia memeluknya kemudian Elena mengisap darah ditelunjuknya. Sesaat setelah itu tampak Elena seperti melamun agak lama hingga ia menyuruhnya pulang
Plak. Tamparan keras Brian mendarat di pipi Kris. “Adik tak berguna!” bentak kakaknya kasar. Sementara itu Misha dan Cloe berpelukan. Mereka takut mendapat hukuman dari kakak Kris. “Maafkan kami.” ucap keduanya bersamaan. “Diam!” bentak Brian pada keduanya. “Harusnya kalian menjaga Elena dan memastikannya di mobil yang mana dan dengan siapa dia ikut.” Mata Brian merah menyala. Taringnya sudah sejak tadi tampak. “Kak, pliss... Tolong maafin aku,” ucap Kris memelas. “Bagaimana ini, bagaimana jika tuan Druf tahu kalau Elena menghilang,” ucap Brian gusar. Ia menarik-narik rambutnya. ”Ini semua gara-gara kalian. Diberi satu tugas saja gak becus.” Kemarahan Brian meradang. Dibuangnya buku-buku yang tadinya tertata rapi hingga berjatuhan dilantai. “Oh, jadi Elena menghilang,” suara berat dan dingin milik Druf mengagetkan Brian dan ketiga gadis itu. Druf melayang di udara ia memejamkan matanya cukup lama. “Cepat! sekarang juga cari Elena!” ucap Druf dengan kemarahan yang lua
Druf dan Frans berpandangan. Hidung keduanya yang tajam samar-samar mencium amis darah yang mereka kenal. Bau darah itu tidak begitu kuat karena terhalang aroma lain yang lebih menyengat. Tapi keduanya yakin itu darah Elena. Druf sangat hafal dengan darah Elena sedangkan Frans dialah yang merawat Elena selama gadis itu terluka. Bahkan disaat pengukuhan putra mahkota dialah yang menukar darah Risma yang disiapkan Samuel untuk diminum Druf ke darah Elena yang lebih suci dan masih perawan. Frans adalah penjaga Druf. Dia tidak peduli siapapun yang akan dilawannya. Tercium saja sedikit pengkhianatan dia akan langsung melawannya meskipun itu Samuel sendiri. Dengan sigap Frans melesat melebihi tuannya. Ia sengaja mendahului Druf untuk memastikan adanya bahaya atau tidak. Hidungnya menelusuri bau darah yang hilang dan timbul bercampur aduk dengan bau bensin yang menyengat. Tidak berapa lama ia berdiri di depan gudang yang sebelumnya ia pernah menyelamatkan Elena yang pingsan disana. “
Druf menatap langit-langit kamarnya. Ia baru tersadar setelah terkena tembakan bius dari Frans. Tubuhnya terasa berat. Namun bukan itu yang membuatnya tetap diam di atas kasur. Ada hal yang ia hindari. Hal yang rasanya tidak ingin ia dengar. Kenyataan pahit yang harus ia terima. Luka di hati yang membuatnya lemah dan tak berdaya. Rasa kehilangan yang terus menerjang hatinya. Druf duduk dengan pikiran kalut. Penghianatan. Kehilangan. Menyerang ketenangan hidupnya bersamaan. “Tuan.” Druf menoleh. Ia melihat Frans sedang berdiri di ambang pintu. “Aku percaya kau akan sanggup melewati semua ini.” Ujar Frans. Ia duduk di samping Druf. “Apa kau tidak mau melihatnya untuk yang terakhir kali?” Kata-kata Frans seperti sembilu yang mengiris-ngiris hatinya. “Harusnya malam itu aku menggigitnya. Setidaknya dia akan tetap hidup hingga detik ini.” Sesal Druf. Frans memegang pundaknya. “Tapi aku tahu Tuan tak akan melakukannya. Bukankah kita sepakat bahwa hidup terlalu lama di dunia in
Hari-hari berlalu. Druf kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Meski semuanya telah berubah dan berbeda ia tetap bertahan. Kekacauan di gudang asrama sudah dibersihkan. Bahkan gudang itu digusur. Druf tak ingin kenangan menyakitkan yang menimpa Elena masih ada. Selain itu, gudang tersebut juga tidak terpakai. Di atas lahan tersebut Druf berniat membangun taman yang indah. Setidaknya itu akan menggantikan kisah kelam di baliknya. Banyak mahasiswa asrama yang tidak tahu mengenai kejadian tersebut. Karena saat kejadian berlangsung mereka semua dalam keadaan tak sadarkan diri, akibat obat tidur yang dicampurkan Samuel ke dalam makanan mereka. Kini rutinitas perkuliahan berjalan normal seperti biasa. Seolah tak pernah terjadi apa-apa. Bahkan ujian semester sudah usai. Untuk sementara Brian memimpin universitas. Sedangkan Frans kembali ke kantornya di bidang kesehatan. Druf? Sudah seminggu ia mengunci dirinya di dalam kamar. Mimpi buruk selalu menghantuinya. Dulu hanya mimpi
Pesawat yang membawa Elena tiba di Sydney. Mereka di jemput seorang lelaki setengah baya ber-jas rapi yang tak lain bawahan Druf di perusahaan Sydney Blue Sky. Selama perjalanan Samuel tidak banyak bicara. Sebenarnya ia sudah mengetahui kabar Druf yang sedang koma. Ia chattingan dengan William. Membantunya melakukan penyelamatan darurat sebisa mungkin. Ia mengirim pesan-pesan yang harus William lakukan. Andaikan Frans ada di sana ia tidak akan sehawatir ini. Samuel mendesah. Pikirannya kalut. Wajahnya tampak muram dan kusut. Elena yang melihat hal itu memandangnya dengan curiga. “Apa kau sudah mendapat kabar dari William?” Tanyanya antusias. “Eh, belum.” Kejut Samuel. Dengan cepat ia menyembunyikan ponselnya di saku jasnya. Elena melihat gerakan Samuel yang menurutnya mencurigakan. “Tolong, jangan sembunyikan apapun dariku.” Ucap Elena dengan mata berkaca-kaca memandang Samuel.”Aku akan lebih menderita jika kau menyembunyikan sesuatu dariku. Aku berjanji akan tangguh dan siap
“Sebelum kau melawan tuanku. Hadapi kami dulu!!” Teriak Brian dan Frans bersamaan. Ratu Victoria menyeringai. “Kalian bukanlah tandinganku HUH!!”Gertaknya. Druf memegang satu bahu Frans dan satu bahu Brian. Keduanya menoleh. “Kalian..Pergilah susul Samuel dan Elena.” Ucap Druf dalam mindline. “Tapi tuan.” Ucap Brian dan Frans bersamaan. “Ini perintah... Aku titipkan Elena dan anakku.”Mata Druf terlihat sendu. “...........” Frans dan Brian saling pandang, menunduk lalu mundur. Mata Druf bertemu dengan mata ibunya. Dua bola mata yang dulu pernah berwarna sama kini telah berubah. Druf memandang dengan iba sedangkan ibunya memandangnya penuh gairah. Ia tidak tahu mengapa harus seperti ini. Apakah ia sanggup melawan ibunya sendiri. “Seraaaang!!!!!” Perintahnya kepada setiap yang hadir. William langsung mengambil alih. Sebagai jenderal ia langsung memimpin para vampir melawan makhluk berjubah hitam. Sedangkan Druf fokus pada ibunya. “Pangeranku yang tampan. Aku tidak tahu a
Seorang wanita cantik berdiri menatap Elena lekat. Matanya merah menyala di penuhi kemarahan. Elena ketakutan. Diliriknya Druf yang tengah memandang wanita itu dengan waspada. “Itu siapa?” Bisik Elena di telinga Druf. Kemunculannya yang diawali dengan makhluk berjubah hitam yang kini sedang menawan para undangan. Membuat Elena yakin, jika wanita itu bukan teman. “My Mom.” Ucap Druf datar. Elena terkejut mendengar jawaban itu. Bukan karena usia wanita cantik itu yang tampak muda. Melainkan ia masih mengingat ucapan Frans tempo hari untuk tidak mendekati wanita itu, meski dia ibu Druf sekalipun. “Paman Sam, keluarlah!!!” Teriak Druf. Seorang pemuda muncul dari balik kursi yang Druf duduki. Brian dan Frans terkejut mengetahui keberadaannya. Bahkan keduanya yakin jika tuannya sengaja menyembunyikan keberadaannya. “Heh, mau apa kau Sam!!” Ucap wanita itu lantang. Para undangan menahan nafas. Mereka kenal betul siapa wanita ini. Dia adalah Ratu Victoria, ratu kegelapan. Seolah
Deru mobil Brian terdengar. Druf yang sedari tadi menunggu dalam diam masih mematung. Tiga jam ia duduk di sana. Dengan wajah datar tanpa bicara sepatah kata pun. Elena gelisah menatapnya. Sementara David duduk dengan lesu di dekat pintu yang mengunci Anggelica. Kadang-kadang gadis itu masih berteriak. Pintu terbuka. Brian muncul di sana dengan wajah muram. Tak lama setelahnya muncul seorang gadis cantik berambut pendek. Matanya berbinar melihat ke arah Druf yang masih tidak menatapnya. “Druf.” Gadis itu berlari dengan riangnya. Ditangkupnya wajah Druf dengan kedua tangannya.”Lama sekali kita tidak berjumpa.” Ucapnya tersenyum. Brian menatap frustasi ke arah Dilara. Bagaimanapun ia sudah sangat mencintai gadis itu. Hatinya sedikit sakit melihat gadisnya begitu memuja tuannya. Druf yang tidak merespon apapun berdiri. Bahkan ia sama sekali tidak melihat ke arah Dilara. “Brian, bawa dia ke kamarmu.” Ucap Druf. “Tidak. Aku tidak mau. Aku masih ingin bicara denganmu.” Teriak D
Nafas berat Druf semakin terasa. Elena tak dapat lagi menutupi kegeliannya. Bahkan nafasnya memburu. Ia merasa sesuatu yang nyaman dan geli bersamaan. Hingga tanpa sadar ia mencengkram rambut Druf kuat. Dan mulutnya tanpa sengaja mengeluarkan erangan yang kemudian ia tahan. Druf bergerak. Mungkin ia terjaga karena cengkraman tangannya. Elena menatap Druf yang tengah menatapnya sayu. Dan entah atas dorongan apa. Elena mencium bibir Druf. Mengulumnya. Ia merasakan kenikmatan luar biasa saat melakukannya. “Jangan Elena. Aku akan menikahimu sesuai adat bangsamu.” Ucap Druf saat bisa menghindar. Elena menatapnya dengan nafas yang semakin memburu. “Ta..Tapi.” Elena menyatukan dahinya dengan dahi Druf. Hidungnya mencium wangi nafas Druf yang menggoda. Ia kembali kehilangan akal sehatnya. Mengecup bibir Druf kembali dan merasakan kenikmatan yang mungkin tak banyak orang tahu. Tanpa sengaja tangannya menyentuh dada Druf yang bidang dan berotot. Tangannya mengusapnya dan memainkannya. Druf
Elena tersadar. Dirabanya lengannya yang masih perih. Ia melihat sekeliling. Ini kamar Druf, batinnya. Peristiwa memalukan itu kembali terbayang di matanya. Saat ia melihat handuk yang dipakai Druf terjatuh. Seketika wajah Elena memerah. Dihapusnya segera bayangan itu dari ingatannya saat ini. Pikirannya kembali mengingat peristiwa sebelumnya. Tapi, bagaimana ia bisa ada di sini. Seingatnya malam itu ia hendak dibawa wanita cantik namun ia melihat paman Samuel. Setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi. Krieeeettttt. Elena terkejut. Terdengar bunyi engsel pintu yang dibuka paksa. Elena mematung. Ia seperti melihat bayangan seseorang yang bungkuk mendekat ke arahnya. Elena tidak bisa bernapas. Tubuhnya juga tidak bisa bergerak. Ia shock. Melihat bayangan itu samar-samar telah mendekati tepian kasurnya. Ia mendongak menatap Elena di kegelapan. Sepasang matanya hitam pekat. Elena sangat ketakutan luar biasa. Ia ingin lari tapi tak bisa. Ia juga ingin teriak tapi tenggorokannya terceka
“Tuan, kita tidak bisa menemukannya. Tapi dari baunya. Sepertinya Elena lari ke arah sini.” Frans menyisir tempat itu dengan teliti. Druf membenarkan hal itu. Ia bisa mencium wangi bunga Levender. “Tuan, ada dua mayat vampir.” Ucap Frans. Druf mendekat. Ia yakin itu prajurit ibunya. Bahkan hidungnya pun bisa mencium wangi wanita itu. Wanita yang telah melahirkannya sekaligus membuat hidupnya lebih menderita dari kematian. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari sikap ibunya yang ingin menikahi putranya sendiri. Druf memegang dadanya. Ia merasakan luka yang luar biasa sakit. Ia tidak ingat sama sekali mengapa ibunya bersikap seperti itu. Kehidupan macam apa ini. Walaupun manusia biasa menganggapnya iblis. Tapi Druf masih punya hati nurani. Virus vampir sama sekali tidak akan mengubah hatinya menjadi iblis. Mana ada seorang ibu yang mencintai anaknya sendiri seperti seorang kekasih. “Sudah paman katakan kan Druf, apapun yang ada di dirimu adalah candu. Siapa yang pernah bersent
Secantik apapun cewek yang berdiri telanjang di hadapan. Takkan bergairah tanpa adanya rasa suka. Itupun kalo jiwa elo masih waras. Alexandru Cezar. *** “FRAAAANNNNNNSSSS.” Teriaknya. Ia meraih handuknya cepat. Memakainya sekenanya kemudian keluar dari kamar itu. Frans yang tadinya masih nyantai, sampai tersedak melihat tuannya keluar dari kamar dengan kondisi yang bisa dibilang me-nak-jub-kan. “W- o -w.” Ucap frans. Yang diikuti anggukan Brian. Druf mendelik melihat kedua penjaganya malah mematung memerhatikannya. “Jangan bengung aja lu. Cepat bius tuh gadis gila biar tiduRrr.” Bentaknya. Bukannya segera melaksanakan apa yang diperintahkan, Frans malah ngomong ngelantur. “Perasaan staminanya dan bodynya yang hot gak bakalan kalah kan naklukin tuh cewek. Iya nggak Brian?” Ucap Frans masih sempat menyeruput tehnya dan diikuti anggukan Brian.”Trus kenapa dia melarikan diri, padahal anunya kenceng gitu.” Pletakk. Pletakk. “Auu!!” Teriak Brian dan Frans bersamaan. Kepal
Dalam perjalanan tak satupun ada yang bicara. Baik Elena maupun Druf. Mereka berdua sama-sama canggung. Di benak Elena kini ada perasaan takut. Mengingat kejadian tadi siang di sekolah. Mungkin kali ini rasa takutnya lebih besar dari perasaan sukanya pada Druf. Cowok di sampingnya itu tidak mudah di tebak. Kadang baik, kadang kejam. Berbeda dengan Brian maupun Frans, mereka ramah. Jangan-jangan mereka bertiga bukan bersaudara seperti yang dikatakan Druf. Tapi Elena mana tahu selama kerumahnya ia belum pernah bertemu dengan orang tua Druf. “Turun.” Ucap Druf singkat. Elena kebingungan. Andaikan ia tidak melihat keluar mungkin ia tak paham dengan maksud Druf. Mereka telah sampai. Sepatu hak tinggi Elena menyentuh karpet merah. Aula sekolah sudah berubah jadi ruangan pesta kelas elit. Bahkan ada karpet merah segala. Sejenak Elena merasa malu. Baru kali ini ia memakai gaun sebagus ini. Itupun di pinjamkan Brian, katanya ia punya butik merek sendiri. Syukurlah gaun itu pas di tubuhnya.