Rais tidak melihat World Trade Center sebagai tempat yang istimewa. Ia bahkan tidak mengerti kenapa orang mau bekerja di sini. Ini hanya gedung pencakar langit, seperti gedung-gedung pencakar langit lainnya. Rais hanya pernah membaca tentang World Trade Center dari artikel, dan itu didapatnya dari internet.
Ia tahu bahwa orangtuanya memiliki saham dalam jumlah besar pada mayoritas perusahaan di dunia. Dan sebagian perusahaan itu memiliki kantor di World Trade Center.
Ayahnya ingin Rais sesekali mengunjungi kantor mereka. Kantor-kantor perusahaan di bawah bendera Hoetomo Group. Termasuk yang berada di World Trade Center.
Rais tidak mengenal New York City dengan baik. Tapi ia merasa sesekali harus memenuhi keinginan ayahnya.
Maka pagi ini ia memasuki salah satu bangunan menara kembar tersebut. Baginya ini seperti sebuah istana, tapi dengan kubik-kubik. Diliriknya arlojinya. Ini masih terlalu dini untuk memulai hari.
Baru ada sedikit orang di sini, dan sebagian di antara mereka mengenakan jas dan dasi.
“Selamat pagi, Mr. Hoetomo,” sapa seorang petugas kebersihan.
Rais menatap si petugas, mencoba mengingat apakah ia mengenal orang ini.
Si petugas tersenyum, lalu pergi.
Rais memasuki lift dan memandangi pemandangan New York City. Ia tidak pernah berpikir untuk pergi ke puncak World Trade Center, dan sekarang ia sedang melakukannya.
Ia terkesan.
Melihat ke luar jendela, Rais teringat akan Si Orang Krypton. Apakah Orang Krypton bisa terbang setinggi ini, tanyanya pada diri sendiri.
Atau apakah dirinya akan bisa terbang dan setinggi ini?
“Sangat senang bertemu dengan Anda, Sir. Akhirnya saya bisa bertemu dengan pemegang saham utama kami,” sambut seseorang yang memperkenalkan dirinya sebagai sekretaris, begitu Rais mencapai lantai puncak.
“Oh, kehormatan bagi saya,” jawab Rais.
“Lebih tepatnya bagi saya,” si sekretaris tersenyum.
“Baiklah,” Rais balas tersenyum.
Ia menemukan plang bertuliskan “HOETOMO, Inc.” dan memasuki ruangan. Mereka berjalan melewati sejumlah karyawan. Beberapa wajah nampak familiar bagi Rais, sebagian lagi baru dilihatnya hari ini.
Rais sedikit mengembangkan senyumnya untuk kesopanan.
Seseorang mendatangi mereka, dengan antusias dan penuh semangat, memperkenalkan dirinya sebagai direktur.
“Rais, kawanku, lihat diri Anda sekarang! Sangat dewasa dan tentu merupakan kebahagiaan serta kebanggaan bagi keluarga Hoetomo!” sang direktur menepuk hangat bahu Rais.
“Seingatku, terakhir kali kita bertemu adalah saat thanksgiving tiga tahun lalu!” lanjut sang direktur, masih dengan semangatnya.
Rais lalu tersenyum, “Ahh yaa, bagaimana saya bisa lupa akan apple chowder terbaik yang pernah saya rasakan, yang dibuat oleh putri Anda!” jawabnya.
Sang Direktur tertawa lepas, “Ya! Ya! Saya sangat bangga dengan keahlian memasaknya! Jika nanti ada kesempatan, mainlah ke rumah kami lagi. Ia akan dengan senang hati memasak untuk Anda. Ia sudah menikah sekarang, dan saya ingin menunjukkan cucu perempuan saya pada Anda!”
Mereka melanjutkan sedikit obrolan, lalu Rais beranjak memeriksa divisi-divisi lain.
Rais juga disuguhi coklat Godiva terlezat yang pernah dinikmatinya oleh sang sekretaris. Ia juga mendapat beberapa undangan dari sejumlah eksekutif, pelukan yang dapat meremukkan tulang dari orang-orang yang telah bekerja untuk ayahnya selama berdekade-dekade, dan juga ajakan minum-minum nanti malam oleh sejumlah orang muda.
Hari itu selesai dengan cepat. Setelah memeriksa arlojinya, Rais merasa bahwa kunjungannya sudah cukup. Ia akan mulai bekerja di kantor ini cepat atau lambat. Sang direktur menawari mobil dan supir untuk mengantarnya, namun Rais menolak. Ia pergi ditemani sang sekretaris. Hingga lantai paling bawah, sang sekretaris mengobrol dengan Rais.
Rais tidak terlalu ingat namanya, namun sekretaris ini sangat ramah. Tetapi tetaplah Rais terlihat bosan dengan obrolan mereka.
“Kami tidak sabar untuk menanti kunjungan Anda berikutnya,” kata sang sekretaris.
“Terima kasih...” Rais mengintip ke arah kartu pengenal sang sekretaris, “Ally, saya harap kita akan bekerja sama di waktu dekat,”
Ally tersenyum.
Rais pun pergi. Ia merasa sangat lega. Sebenarnya Rais merasa nyaman berada di sana. Untuk setiap detiknya. Setidaknya ia mendapat sambutan yang hangat dan lingkungan yang menyenangkan. Ia tahu bahwa itu adalah kemewahan yang jarang didapat oleh orang lain.
Ia berjalan, dan berjalan, melewati orang-orang yang berlari di jam sibuk.
Hari itu sungguh indah.
Lalu...
Beberapa saat kemudian, terjadilah...
Rais mendengar suara pesawat terbang, deru mesinnya sama seperti deru mesin pesawat pada umumnya. Lalu semakin lama semakin keras. Kemudian disadarinya pesawat itu memang mendekat ke arah gedung kembar. Cahaya matahari tertutup oleh tubuh pesawat sebelum Rais menyadarinya.
Semula ia berpikir bahwa itu adalah sebuah bayangan.
Bayangan yang sangat besar.
Lalu kemudian terdengar suara, seperti suara petir. Setelahnya...suara orang-orang berteriak. Teriakan yang semakin lama semakin keras. Teriakan orang-orang yang terjebak di lantainya masing-masing.
“OH MY GOOOOOOODDDD!!!” suara teriakan seorang perempuan.
“WHAT’S THAAAAAAATT???”
“IS IT A BOMB????”
Kertas-kertas putih berhamburan seperti salju. Rais mendongak dan melihat ke arah Menara Utara.
Di sanalah terlihat.
Sebuah lubang.
Lubang yang sangat besar.
Kobaran api berwarna oranye menyala, asap menyembul ke luar dari menara.
Orang-orang berteriak, berteriak, dan berteriak.
Semakin keras.
Dan semakin keras.
Rais terus memandangi Menara Utara. Benda-benda mulai berjatuhan.
Meja, kursi, pendingin udara, pemanas air, lalu diikuti dengan orang-orang yang juga mulai berjatuhan.
Mereka meloncat menjemput kematiannya.
Rais berlari ke arah menara, sambil berpikir apakah ia bisa menyelamatkan seseorang di antara mereka.
Siapapun itu.
Tolong, selamatlah, tolong...
Tetaplah hidup...
Orang-orang berlari ke arah berlawanan dari dirinya, menyelamatkan diri masing-masing. Sementara dilihatnya semakin banyak manusia berjatuhan dari menara, sebagian dari mereka meloncat dan menimpa orang-orang di bawah.
Orang-orang berlari secara reflek menjauhi menara. Bahkan di antara mereka ada yang berlari dari apartemennya tanpa sempat berpakaian.
Langkah Rais terhenti. Ia memandangi kerusuhan di hadapannya. Lalu dilihatnya seseorang jatuh, dan mendarat tepat di pinggirnya.
Dengan kepala dan tubuh yang hancur.
Namun ia dapat mengenali siapa orang itu. Dialah Sang Direktur. Rais tidak menyadari bahwa air mata mulai turun dari matanya.
Di antara orang-orang, barang, dan kertas yang berjatuhan, Rais mendapati sesuatu yang melayang-layang jatuh.
Benda itu ringan, semakin lama semakin mendekati bumi, dan jatuh di dekat dirinya.
Rais memungutnya, dan melihat benda yang dikenalnya itu.
Sebuah kartu pengenal, sebagian sudah agak hangus, namun nama yang tertera di atasnya masih terbaca, juga fotonya.
Ally.
Kemudian sebuah suara lain mendekat. Sebuah suara mesin jet. Rais melihat ke arah suara tersebut. Sebuah pesawat lain nampak akan menghantam Menara Selatan.
Sejak awal Rais tidak berteriak.
Kali ini pun tidak.
Ia hanya melihat ke atas, ke arah pesawat itu.
Orang-orang masih berteriak, dan berteriak.
“NOOOOOOOOOOOOOOO!!!!!!!”
“HELP MEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!”
Rais memandangi pesawat yang mulai menghantam Menara Selatan.
Debu mulai turun.
Rais tetap memandang ke arah menara yang kini telah meledak, dengan tatapan penuh kebencian.
Beberapa saat kemudian, menara-menara mulai runtuh. Semua kemewahannya telah hilang. Tidak ada yang tersisa.
World Trade Center kini tidak lebih dari butiran debu.
***
Seseorang menyorongkan segelas air putih kepadanya.
“Minumlah, Anda akan merasa lebih baik.”
Rais melihat ke arah si pemberi air. Ia seorang perempuan berkulit putih dan berambut pirang. Wajahnya lebih mirip orang Rusia, bermata coklat, wajahnya tampak keras namun ramah.
“Saya Andrea Izmaylov,” kata orang tersebut. “Apakah Anda menginginkan sesuatu untuk dimakan?”
Rais diam tidak menjawab.
“Apakah ada keluarga Anda di sana?” tanya perempuan itu lagi.
Rais menatap reruntuhan dan puing-puing World Trade Center. Andrea menepuk pundaknya.
“Saya ikut menyesal.” lanjut perempuan itu.
Rais mengangguk.
“Izmaylov! Anda harus melihat ini!” suara seorang pria bertubuh tambun berseragam kepolisian memecah obrolan mereka.
Andrea beranjak dan menuju pria tambun yang memanggilnya.
Seorang pria berseragam lain mendekati Rais. Ia duduk di sebelahnya dan mengajaknya bicara.
“Anda akan sangat terkejut,”
Rais menoleh.
“Mereka, atau kalian sendiri yang melakukannya,” lanjut pria tersebut.
“Melakukan...apa?” tanya Rais.
“Ini semua,” si pria menunjuk semua reruntuhan yang ada.
“Maksud Anda?”
“Menurut Anda? Muslim, ini semua perbuatan kalian!!!”
Kata-kata pria tersebut tidak lagi dapat dicerna Rais. Semua hanya terdengar seperti gumaman. Sebagian bisa didengarnya, tapi ia tidak bisa mengerti maksudnya. Rais hanya duduk dan merasakan sesuatu mengaduk-aduk perutnya.
Ia seperti seorang makhluk tanpa nyawa, melihat mayat-mayat bergelimpangan sambil masih mengenakan pakaian kerja mereka, yang sebagian besar sudah terbakar. Semua balutan keindahan mereka kini hilang, kini yang terlihat adalah mereka yang asli. Dalam kondisi yang mengenaskan.
Letnan Andrea Izmaylov mencapai rumahnya menjelang tengah malam. Adiknya, Svetlana, telah meninggalkan makan malam untuknya. Mereka telah tinggal di New York sejak lahir. Orangtua mereka yang imigran telah berusaha sangat keras untuk bisa keluar dari Soviet dan menjadi warga negara Amerika.Andrea mendapati adiknya telah tidur. Svetlana telah menumpang di rumahnya selama enam tahun sambil berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.Tak disangkanya, Svetlana terbangun. Ia lalu mengambil segelas air dan menemani kakaknya menonton televisi sambil makan malam.“Sangat mengerikan,” kata Svetlana.“Bisa dibilang demikian,”“Memang,”“Andai kau ada di sana untuk melihat apa yang terjadi,”“Kuharap tidak perlu. Menyaksikannya dari sini saja sudah cukup membuatku bermimpi buruk.”Andrea menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa.“Kau tidak apa-apa?” Svetlan
Beberapa hari telah berlalu.Pada sebuah pagi yang terik, Rais menghadiri pemakaman puluhan orang yang menjadi korban 11 September. Mereka diantar dan dimakamkan dengan diiringi tangisan dari keluarganya.Rais ingin ikut menangis, ia sangat ingin. Bagaimanapun di antara mereka ada pegawai-pegawainya. Ia ingin menunjukkan simpati, tapi sekeras apapun ia berusaha, air matanya tak kunjung turun.Kerumunan orang saling mengucapkan bela sungkawa, lalu disusul dengan ucapan-ucapan selamat tinggal. Rais berdiri di samping ayahnya sampai seluruh upacara pemakaman selesai. Perlahan langit tertutupi awan. Tidak lama kemudian cuaca cerah berubah menjadi rintik-rintik gerimis.Pandji Hoetomo, ayah Rais, menepuk pundak anaknya.“Ini akan menjadi masa sulit. Aku harap kau kuat.”“Maksud Ayah?”“Kita mengalami kerugian cukup besar, tapi asuransi akan menanggungnya. Tidak akan ada masalah finansial. Tapi ada sebuah kerug
Hari ini Rais telah melewati semuanya. Di usianya yang keduapuluh dua, ia memperhatikan apa yang terjadi dari waktu ke waktu sejak kejadian yang memilukan di New York City. Dari sana ia berpikir bahwa diriya harus bisa menjadi pembela masyarakat sipil. Membela mereka dari teror-teror besar maupun kecil. Juga menghancurkan para teroris yang menebar ketakutan di mana-mana.Maka ia harus mempelajari ilmu bela diri. Semua itu sebagai awalan dari rencana-rencana besarnya. Satu tahun sudah dihabiskannya waktu mempelajari martial arts yang sangat dinikmatinya.Ia menghadapi satu demi satu lawan tandingnya. Memukul, menendang, menghindar, mengelabui, dan merobohkan. Hari-hari indah yang sangat ia nikmati. Selain itu, apa yang ia lakukan ini juga cukup untuk membuatnya teralih dari tragedi besar umat manusia, di mana ia sendiri menjadi saksi hidupnya.Selama setahun Rais tidak pernah menghubungi keluarganya. Ia merasa perlu untuk mengunjungi orangtuanya, melihat
Ikhwan sekalian, hari ini aku berjalan-jalan berkeliling. Kudapati dunia ini begitu indah. Kuhirup napas dengan segar dan kuhembuskan kembali dengan nikmat. Di sini terasa keindahan dunia yang sesungguhnya.Tapi dunia di luar sana telah rusak. Itu tidak perlu terjadi andai saja dunia tidak perlu dikotori oleh ketamakan dari Amerika Serikat. Ya, andai saja Amerika Serikat tidak perlu ada di muka bumi.Dunia ini tentu akan lebih baik.Ikhwan sekalian, hari ini juga aku teringat bahwa diriku tidak akan selamanya berada di dunia. Secepatnya harus kulaksanakan misiku. Tentaraku sudah siap. Pasukanku akan melaksanakan apa yang kuperintahkan. Akan kuakhiri masa yang mengenaskan dari dunia ini. Kuharap semua akan berhasil. Meskipun akan ada harga yang harus kubayar.Telah kuputuskan untuk menyalurkan semua ilmuku kepada kalian, para pasukanku, para mujahidinku. Bagaimanapun aku harus memiliki penerus. Dan aku harus memilih orang-orang terbaik untuk menjalankan re
Rais telah memimpin perusahaannya selama beberapa bulan. Strategi-strategi korporasi telah dikuasainya, bahkan lebih dari orang-orang yang berkecimpung di perusahaan multinasional selama bertahun-tahun. Kejeniusannya merumuskan strategi telah membuat Hoetomo, Inc. kembali menguasai pasar. Namun Rais merasa misi utamanya bukan itu. beberapa hari sejak perusahaannya kembali memuncaki pasar modal, Rais menemui ayahnya.Ia mengatakan kepada ayahnya bahwa dirinya kembali meminta waktu untuk melakukan perjalanan. Rais mengatakan akan berkeliling Amerika, bahkan dunia, untuk mempelajari banyak hal. Motivasi sebenarnya adalah ia ingin melihat sejauh mana akibat yang ditimbulkan oleh 9/11 terhadap umat Muslim di Amerika. Oleh karena itu, perusahaannya sementara kembali akan dipegang oleh sang ayah, walaupun ayahnya terlihat berat melepas dirinya.Bagaimanapun Rais telah menunjukkan bahwa dirinya kader yang tepat untuk menjalankan Hoetomo, Inc.Rais pun memulai perjalanan
“Islam telah berkembang pesat di dunia. Tidak terkecuali di negara kita, Rais. Kita bahkan akan menjadi agama terbesar kedua di sini.” Terang Abdul Aziz.“Sampai tragedi sebelas September terjadi dan mengacaukan semuanya.” Timpal Rais.“Saudaraku, semua ini adalah kehendak Allah. Bahkan kita harus berterima kasih kepada para penyerang.”“Maksudmu?”“Kau lihat, setelah serangan itu, kita berada di bawah pengawasan ketat FBI. Kita merasa diintimidasi. Mesjid-mesjid kita, rumah-rumah kita, bahkan sekolah kita pun diawasi. Mereka memperlakukan semua Muslim di negara kita seperti tersangka, bahkan sejumlah televisi menggambarkan Islam sebagai musuh negara.Tapi engkau lihat, justru sekarang saudara-saudara kita lebih kuat spiritualitasnya. Mereka menggali Islam lebih giat untuk memastikan dan membuktikan bahwa ajaran mereka tidak seperti yang dituduhkan. Perempuan-perempuan Muslim semakin banyak yang
Seiring waktu berlalu, banyak orang yang mempertanyakan ke mana perginya Rais Hoetomo. Ia dikenal sebagai pemuda jenius yang baru beberapa bulan aktif di jajaran direksi Hoetomo, inc. Menghilangnya Rais tanpa jejak tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan.Hanya segelintir orang yang mengetahui keberadaan Rais saat ini.“Apakah ia berlibur keliling dunia?”“Atau ia pindah ke Eropa dan menikahi gadis yang ditemuinya di sana?”“Mungkin dia sedang berpelesir menghabiskan uangnya di kasino-kasino Las Vegas tanpa ada yang mengenalinya,”“Kudengar ia melakukan operasi plastik,”“Jangan-jangan sekarang ia berubah menjadi manusia siluman,”“Apakah dia masih hidup?”“Mungkin akhirnya dia menemukan kedamaian.”“Bisa jadi ia telah menjadi seorang biksu.”Semua gosip dan rumor tentang dirinya begitu ramai menghiasi kehidupan orang-ora
Untuk kesekian kalinya, Rais mencoba bangkit dan kembali bertarung. Ia telah kembali kepada perjalanan martial arts-nya. Pelatihnya sama sekali tidak peduli tentang siapa dirinya. Ia menerjunkan Rais dalam kehidupan jalanan. Rais diharuskan bertahan hidup di masyarakat kelas bawah, yang merupakan sisi lain Amerika. Dengan demikian, Rais harus terbiasa menghadapi pertarungan jalanan.Walaupun ia harus terbunuh.Rais dibiarkan berjuang mempertahankan hidup di arena latihan. Setiap pertarungan yang ada adalah kepedihan. Lawannya tidak akan menaruh belas kasihan, walaupun Rais telah berada di titik nadir. Memang ini yang diinginkannya, dan untuk itu Rais membayar mahal.Rais melatih apa pun yang bisa dilatihnya. Ditempanya dirinya dengan mengangkat beban, menarik rantai, memanjat gedung, bahkan menghajar ban traktor. Di akhir hari tentu tubuhnya hancur lebur. Ototnya lemas, punggungnya sakit, kepalanya berdenyut, dan kakinya serasa tidak bisa diger
Silvester Morran memasuki ruangan kantornya. Ia telah menyaksikan apa yang terjadi. Walaupun Morran menyatakan turut bersukacita atas apa yang dicapai Abdul Aziz, tapi ia tidak pernah serius mengatakannya.Bagi Morran, saat ini yang penting adalah pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat semakin memiliki saingan kuat. Dan ia tidak bahagia akan hal itu.“Pagi.” Sebuah suara mengagetkannya.Seseorang telah berada di ruangan kerja Morran sebelum dirinya masuk.“Ka...kau...” Morran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Kejutan, bukan?” tanya orang tersebut.“Dengar, kau tidak seharusnya ada di sini.”“Begitu juga denganmu.”“Apa maksudmu?”“Kau sama sekali tidak layak berada di tempat ini. Tidak sedikit pun.”Orang itu mengokang pistol, membidik ke arah kepala Morran.“Hei, tunggu, ada apa ini?” Morr
Di kantor FBI, Andrea Izmaylov telah menerima pesan dari nomor tidak dikenal mengenai posisi Al Qassar. Walaupun nomor tersebut tidak dikenalnya, ia tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Andrea segera memerintahkan mobilisasi.“Cepat, siagakan pasukan dan bergeraklah menuju Gedung Putih!!!” perintahnya.Sementara itu di Gedung Putih, Presiden menyambut Abdul Aziz. Mereka adalah saingan berat pada pemilihan sekarang, namun Presiden merasa perlu untuk menunjukkan wajah hangat Amerika Serikat.Karena itu ia mengundang Abdul Aziz, Janna, dan Fathia, putri mereka. Presiden memandu sendiri tur mereka mengelilingi bagian dalam Gedung Putih. Ia menunjukkan kantor-kantor, sayap Barat dan Timur, bahkan Oval Office.Tidak lupa, Presiden juga menunjukkan area residency.“Ini tempat Presiden Amerika Serikat menjalani kehidupan pribadinya.” Kata Presiden.Abdul Aziz dan Janna mengangguk-a
Penjara Distrik Columbia yang baru saja menerima tamu istimewa semalam tidak terlihat akan mendapat kejutan di hari yang baru ini. Betapa tidak, malam sebelumnya mereka baru saja merayakan keberhasilan gabungan pasukan MPDC, SWAT, dan Garda Nasional dalam meringkus seorang teroris paling berbahaya di Washington.Tapi kini, justru keadaan berbalik. Orang tersebut berjalan dengan bebasnya di area penjara, bahkan tidak ada seorang pun petugas keamanan yang mencegahnya.Al Qassar berdiri di hadapan kepala penjara.Di sekitar mereka, pasukan berseragam petugas penjara berjaga-jaga sambil bersiap dengan senjata masing-masing.“Kau... benar-benar orang gila.” Kata kepala penjara.“Jika kau tidak keberatan, akuilah, bahwa pasukanmu lebih loyal kepadaku dibandingkan bos mereka sendiri.”Si kepala penjara terdiam menahan geram.“Aku tahu kau marah. Aku tahu kau juga sedih. Tapi inilah kenyataan. Kau harus belajar u
Washington Monument, keesokan harinya.Podium telah disiapkan. Tidak ada panggung khusus, hanya podium. Masyarakat Washington telah ramai memenuhi area tersebut. Pers juga tidak tertinggal.Waktu telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Abdul Aziz menaiki podium. Janna menyaksikan di antara masyarakat Washington.Sementara dari sisi lain kota, di sebuah griya tawang, Rais Hoetomo menyaksikan CNN yang meliput Abdul Aziz.“Telah banyak tersebar berita dalam beberapa waktu ke belakang ini. Berita-berita yang membahas tentang pencalonan sejumlah nama sebagai Presiden Amerika Serikat. Banyak nama yang beredar, di antaranya nama saya. Tapi hal itu bukan menjadi perhatian saya pada waktu-waktu tersebut.“Perhatian saya tertuju kepada timbulnya kelompok-kelompok ekstremis dan teroris, baik di Amerika Serikat maupun seluruh dunia. Aksi dari kelompok-kelompok tersebut, sejak awal saya percaya, tidak mewakili apa pun di atas muka bumi i
Abdul Aziz telah berada di mobil evakuasi. Sesuai rencana, pasukan SWAT akan segera membawanya pergi sesaat setelah Al Qassar datang.Sasaran mereka adalah Al Qassar. Sejak awal, tidak ada niat dari pasukan SWAT maupun MPDC untuk membiarkan Abdul Aziz menjadi umpan yang akan disantap Al Qassar.Di depan dan belakang mobil yang ditumpangi Abdul Aziz, terdapat masing-masing dua mobil SWAT yang mengawal mereka. Sekilas, mereka tampak aman.Namun itu hanya nampaknya.Mobil pengawal paling belakang tiba-tiba terjungkal. Dari bawahnya terlihat api berkobar.Di belakang mereka, terlihat pasukan Al Qassar.Al Qassar memang bukan orang bodoh. Ia tahu bahwa sejak awal tidak mungkin mereka menempatkan senatornya sebagai tumbal.Karena itu ia menempatkan seorang Al Qassar palsu untuk menyerang Northwest, sementara ia sendiri mengamati ke mana Abdul Aziz akan dibawa pergi.Kini Al Qassar hanya me
Jika dibandingkan dengan peperangan-peperangan yang telah dialaminya, baik di Timur Tengah maupun tempat lain, malam ini bukanlah hal yang aneh bagi Rais. Ia akan berhadapan dengan satu atau sekelompok teroris.Dan ini bukan hal baru baginya.Tapi Rais tahu bahwa ia harus tetap waspada. Al Qassar bukan teroris biasa. Ia adalah seorang mastermind. Bahkan masih belum dapat dipastikan apakah Al Qassar akan memakan umpan Rais.Jika umpan ini berhasil, Al Qassar akan menyerang Abdul Aziz di Northwest. Saat itulah Rais akan beraksi.Rais juga menyadari bahwa Al Qassar tidak akan datang sendirian. Orang ini tidak cukup bodoh untuk menghadapi pasukan MPDC seorang diri. Ia pasti membawa pasukannya.Dalam hatinya Rais berharap semua rencananya bersama Abdul Aziz berhasil. Lalu Al Qassar akan ditangkap dan dipenjarakan dengan keamanan maksimum sebelum menerima hukuman terberat dari pengadilan. Mungkin hukuman mati.Tapi seperti yang telah dika
02.30 am“Saudara sekalian, perubahan di posisi perolehan suara terus terjadi. Fenomena yang terjadi dari detik ke detik semakin tidak terprediksi. Saat ini secara mengejutkan, Massachussets berada di posisi puncak perolehan suara menggeser Washington yang lima belas menit lalu menjadi pendulang suara terbanyak. “Sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets mengatakan bahwa mereka menduga kuat bahwa warga Washington memveto Massachussets sebanyak mungkin untuk menyelamatkan negara bagian mereka.“Netizen yang mengaku sebagai warga Massachussets ini mulai melakukan provokasi kepada seluruh warga negara bagian lain agar memveto Washington. Mereka bahkan menyebarkan tagar #VoteWashington di Twitter. Hal ini segera ditanggapi oleh sejumlah netizen yang mengaku sebagai warga Washington yang membalas dengan tagar #VoteMassachussets sambil mereka juga membantah tuduhan yang di
01.00 amWarga negara Amerika Serikat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang berusaha melarikan diri dari negaranya. Mereka mencoba melakukan segala cara untuk menembus perbatasan ke Meksiko dan Kanada.Perdana Menteri Kanada telah membuka perbatasan negaranya untuk mempersilakan orang-orang dari Amerika Serikat yang hendak berlindung di negeri tersebut. Meskipun ada beberapa pemeriksaan oleh petugas, namun semua itu hanya dilakukan sebagai syarat administratif untuk memastikan orang yang mengungsi tidak memiliki catatan criminal apalagi tercatat sebagai teroris.Sementara pemerintah Meksiko memberlakukan kebijakan yang jauh berbeda. Meksiko menutup perbatasan sehingga para pengungsi dari Amerika Serikat menumpuk di daerah batas antara dua negara.Ada belasan ribu orang Amerika yang berada di perbatasan Meksiko dan menunggu pemerintah negara tetangga mereka tersebut membuka perbatasannya dan mengizinkan mereka
Iqbal Anwar membalas tatapan Abdul Aziz. Mereka berdua beradu pandang tanpa berkedip. Iqbal mengeluarkan senyum liciknya. Sementara Abdul Aziz masih bergeming.Abdul Aziz berdiri dan duduk di sisi meja tempat Iqbal duduk.“Aku tidak ingin membuang banyak waktu di sini. Jadi, sebaiknya kau bekerja sama.” Kata Abdul Aziz.Iqbal tersenyum lagi.“Aku tahu kau berusaha mempermainkan kami. Tapi percayalah, di sini bukan tempat kau bisa melakukan itu. Pikirkanlah, berapa lama kau akan bisa bertahan dengan terus bersikap seperti ini.”“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”“Itu bukan wewenangku. Bahkan bukan hakku untuk berada di sini dan menginterogasimu. Tapi aku bisa berada di sini, di hadapanmu, tanpa ada satu pun petugas yang mendampingiku. Kau tahu kenapa? Karena mereka sudah muak terhadapmu sehingga harus memintaku untuk turun tangan. Dan kau tahu? Aku tidak memiliki dasar pelatihan interogasi. Karena