“Apa kau merasa sakit? Ingin memukulku? Ingin menyumpahiku?” desis Adam yang kini berjongkok menyejajarkan posisi wajahnya pada Angelina.
Wanita yang masih menangis itu balas memandang ke dalam sepasang mata abu-abu milik Adam dengan sorot ragu. Pertama kalinya, Angelina dapat kesempatan untuk menatap jelas iris dingin yang pernah menawan hatinya lagi setelah sekian lama berpisah. Tanpa serbuan rasa takut yang sempat menodong dadanya di flat sore kemarin.
Angelina spontan menyeka air mata dan benda dengan potongan asscher—bentuk persegi yang meninggi—itu mengenai pipi kanannya. Dia mengerjap-ngerjap demi menjernihkan pandangan ke arah batu berlian yang memancarkan sejuta kilau di jari manisnya. Cincin yang membuat wanita itu
Angelina melepaskan handuk yang semula melekat di sana. Tubuh polosnya pun seketika terakses dengan leluasa, sementara sorot mata tajam Adam memindai dirinya tanpa kedip. Lekum di tenggorokan pria itu bergerak turun, lantas kembali naik dan menghamburkan segenap dahaga yang menuntut untuk dipuaskan.Setelah menunggu tahun demi tahun, akhirnya hari itu tiba. Masa di mana Adam dapat menyaksikan Angelina-nya meliukkan pinggul seksi itu lagi. Masa di mana Adam dapat mencicipi bibir wanita yang selalu membuatnya dijerat oleh candu.Semua penderitaan Adam akan terbayar tuntas sekarang. Seluruh kepedihan yang sempat mencengkeram erat setiap fragmen di dadanya juga akan lenyap dan tergantikan dengan sorak penuh kemenangan. Wanita itu resmi menjadi miliknya selepas janji sepihak yang terucap di depan seorang pendeta yang dipaksa untuk bungkam
Detik berikutnya, Adam serta-merta berubah menjadi sosok yang berbeda. Segalanya langsung terjadi dalam sekejap. Dia membuka ikatan gesper yang sempat membelenggu Angelina, lantas membopong tubuh polos itu ke atas ranjang dengan ayunan langkah panjangnya.Gerakan Adam lembut dan penuh perlindungan, seolah-olah Angelina merupakan figur yang akan rapuh oleh satu sentuhan. Dia menurunkan punggung kecil itu dengan hati-hati, kemudian mengecup singkat keningnya yang setengah basah sebab rambutnya—dari sisa keramas—masih belum kering sempurna.“Berbaringlah sebentar. Aku akan mengambil alat pengering rambut untukmu,” ucap Adam yang menjaga emosi di wajahnya tetap datar seperti semula.Adam beranjak ke arah nakas yang berukuran lebih pendek di dekat jendela, lantas memeriksa isi lacinya dengan sikap tenang. Setelah menemukan benda yang dicari, dia pun berbalik dan menyalakan alat yang mengeluarkan suara dengung itu untuk Angelina. Adam tersenyum
“Mengapa Mom pergi tanpa pamit, Dad? Apa dia sedang membeli kue pai untuk kita?” tanya Arthur yang baru saja memeriksa kamar Rupert di flat.“Entah, Arthur. Kita akan mengetahuinya nanti. Ponselnya masih tidak dapat tersambung sekarang.”“Well, aku agak sedikit lapar.”“Lapar? Baiklah, Kawan. Kita akan lihat ada bahan makanan atau tidak di dapur.”Mereka beranjak ke lorong yang langsung mengantar langkah kecil Arthur menuju dapur. Bocah itu melongok ke atas meja berbentuk persegi panjang yang kosong dan mengedarkan pandang ke samping—mencoba mencari tahu di area lain—sambil menyimpan harap akan menemukan sebatang cokelat atau apa saja.“Apa Mom sudah menghabiskan semuanya? Mengapa dia tidak menyisakan satu permen untukku?”Kening Saga seketika mengernyit menyaksikan pemandangan ganjil di depannya. Tiada tanda-tanda bahwa Angelina pernah menggunakan kompor atau pun melaku
Tubuh Angelina terbaring tanpa kuasa di bawah dekapan Adam. Ciuman penuh hasrat dari pria itu memberondong bibirnya secara bertubi-tubi. Sukses membuat tarikan napasnya melenguh seperti amukan badai.Akal sehat Angelina pun mendadak menguap dan berhenti bekerja, lantas membujuk dirinya untuk larut dalam permainan yang Adam tawarkan. Sisi Adam Ford yang liar itu menciptakan sejenis keputusasaan tersendiri di dalam hatinya. Matanya terpejam menahan gejolak yang sang CEO itu berikan tanpa jeda.Membuat Angelina mengerang dan mencapai klimaks di bawah pacuan tubuhnya merupakan ambisi yang ingin Adam capai kala itu. Dia meraup rahang Angelina—menempatkannya di hadapan wajah—melancarkan aksi pertukaran saliva yang kelewat menggebu-gebu itu dengan cepat.Raungan tertahan dari mulut Angelina sontak mengudara sesaat setelah jemari Adam menyusup masuk ke balik pakaian berpotongan longgar yang sedang dia kenakan. Bulu kuduknya seketika meremang merasakan sensas
“Ke mana kita akan pergi, Dad?”Saga menoleh sekilas pada Arthur yang merasa heran dan membalas, “Menjemput Mom.”“Mom?”“Ya, Nak. Kita akan bertemu Mom sebentar lagi. Kemasi barang-barangmu dan pastikan kau tidak meninggalkannya, hm?”“Baiklah, Dad. Berikan aku waktu lima menit untuk mengecek semuanya.”Saga mengangguk pada Arthur yang kemudian beranjak dari dapur setelah kenyang dan selesai menghabiskan empat potong piza berukuran besar. Bocah itu setengah berlari demi mempercepat langkah. Dia kembali mendatangi Saga sekitar tiga menit selepasnya.“Segalanya beres!” seru Arthur yang kelewat bersemangat untuk berjumpa kembali dengan sang ibu.“Sempurna. Kita akan berangkat sekarang.”Dengan mengendarai taksi, mereka pun bergegas menuju ke satu tempat yang asing. Kawasan paling timur yang megah. Area prestise yang akan membuat orang-orang mendad
“Pengantin apa?” raung Saga yang suaranya kembali menggelegar seperti gemuruh.“Apa kau ingin memberi ucapan selamat pada kami?”“Dasar bajingan!” umpat Saga yang kemudian melayangkan tinjunya tepat ke rahang kiri Adam.Adam sontak terhempas ke belakang. Punggungnya menabrak anak tangga hingga terjengkang dan membuatnya meringis menahan nyeri. Pria itu pun bangkit dengan segera.Adam memberi serangan balasan pada Saga—menendang dada dan mendaratkan satu tinju lain di hidungnya—menciptakan suasana panik yang merebak kental di antara mereka. Darah langsung mengucur deras dari sana. Saga otomatis mundur dengan terhuyung akibat kerasnya hantaman.“Cukup, Adam! Hentikan sekarang juga!” pekik Angelina yang spontan menjadi histeris setelah melihat kondisi Saga.“Apa hanya itu yang kau punya?” tantang Adam yang memilih untuk mengabaikan peringatan.Detik berikutnya, Saga
“Tidak ada yang harus kujelaskan,” sanggah Angelina yang masih bersikukuh dengan pendiriannya untuk menyembunyikan identitas Arthur.“Orang buta sekali pun akan tahu bahwa dia lebih mirip denganku. Bukan dengan pria itu. Aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu,” sahut Adam yang nadanya seketika berubah menjadi parau.“Aku tidak ingin berdebat denganmu la—”“Kau bukan tidak ingin, tetapi takut!” sela Adam yang langsung menyambar kesempatan itu untuk menekan Angelina.“Takut? Denganmu?”“Kau takut rahasia yang telah kau simpan selama bertahun-tahun akan terbongkar sekarang.”“Itu sama sekali tidak benar, Adam. Kau membuat asumsi yang—”“Aku ingin tes DNA. Se-ka-rang,” tegas Adam yang mengunci tatapan pada wajah Angelina.“Tes DNA? Kau sangat lucu.”“Lucu katamu? Aku ingin kau bersumpah demi dirin
Kesiap ngeri dari orang-orang yang ada di sana serentak mengudara. Angelina mendadak syok pada pemandangan yang dia lihat sekarang. Dia melirik ke arah Arthur yang raut wajahnya juga sama takutnya dengan mereka semua—terlalu pias malah, sampai-sampai sorot mata kecilnya membelalak lebar.‘Sejauh mana Arthur mampu memahami kejadian yang sedang berlangsung di depannya?’ batin Angelina. Adam pun melonggarkan cengkeramannya dan berbalik menghadapi Saga dengan sikap tenang. Namun, perilakunya yang kelewat biasa-biasa saja justru membuat wanita itu sangat khawatir.“Kubilang, lepaskan Angelina.”“Sa-Saga? Sejak kapan kau punya pistol? Aku tidak pernah melihatmu memegang benda seperti itu,” bisik Angelina sambil berharap Saga akan menyimpannya lagi di tempat yang aman.Ekor mata Saga kemudian berpindah pada wajah cantik Angelina yang berubah kalut dan dia membalas, “Apa itu akan membuat perbedaan?”&ld
“Cepatlah, Dad. Kita akan terlambat,” gerutu Arthur yang tengah memakai kaos kakinya dengan terburu-buru.“Kau memintaku untuk bergerak cepat, tetapi kau sendiri belum selesai bersiap-siap sejak dua puluh menit yang lalu.”“Mom akan membunuh kita. Hari ini merupakan hari penting bagi Paman Saga. Dia tidak ingin melewatkan satu momen pun,” balas Arthur yang kini memasang sepatu pantofelnya.“Dia tidak akan membunuhku, Nak. Dia sangat mencintaiku—oh, astaga! Di mana dasiku?”“Bukankah Mom meletakkannya di atas ranjang?”“Tidak ada di sana.”“Entah, Dad. Kau harus bertanya padanya lagi.”“Dia sudah menyiapkan semuanya tadi. Jika aku kembali menanyakan tentang itu, maka dia akan membunuhku.”“Kau bilang, Mom sangat mencintaimu,” seloroh bocah itu dengan nada yang dibuat-buat.“Ya, tetapi untuk yang satu itu, aku dapat memastikan dia akan melakukannya. Ibumu cende
“Saga? Apa kau sudah mengirim undangan untuk teman-temanmu? Semuanya?” tanya Ruby sambil menyesap kopinya yang setengah dingin.“Uh-huh.”“Bagaimana dengan Adam dan Angelina?”“Tentu saja. Mereka juga sudah kukirimi minggu kemarin,” sahut Saga yang masih enggan melepaskan pandangannya dari layar laptop.“Aku harus mengecek ulang tentang daftar orang-orang yang belum kita kirimi. Aku tidak ingin membuat kesalahan dengan melewatkan satu-dua orang yang terlupakan untuk hari penting kita,” keluh Ruby yang kemudian memijit ruang di antara kedua alisnya.“Tenanglah, kau tidak perlu merasa setegang itu.”“Tidak. Aku tidak merasa tegang,” kilah wanita itu sambil mengedikkan bahunya.“Kau menyeruput kopimu berkali-kali. Kau juga menyentuh keningmu tanpa henti. Caramu duduk pun mencerminkan isi hatimu.”“Apa kau memperhatikanku?”“Ya, Ruby. Mengapa kau pikir aku tidak
“Apa kau yakin itu garis dua?”“Tentu saja. Aku sudah mencobanya empat kali dan hasilnya tetap positif,” sahut Angelina yang netranya berkaca-kaca sekarang.Adam seketika menyambar alat uji kehamilan tersebut dari genggaman Angelina dan memandanginya lekat-lekat. Pria itu kemudian menjatuhkan benda yang semula dia pegang—kedua tangannya terulur menarik pinggang ramping sang istri. Kepalanya pun turun—membuat posisi sejajar dengan perut agar dapat memberi kecupan di sana.“Bayiku sedang tumbuh di dalam,” bisik Adam dengan nada memuja.“Dia akan membuat kita jauh lebih lengkap lagi.”Adam sontak mengalihkan tatapan dan beranjak memeluk tubuh Angelina dengan perasaan haru yang menjejali dadanya. Mereka saling mendekap erat satu sama lain. Tenggelam dalam ledakan euforia yang menghujani pikiran masing-masing.Berita tentang kehadiran calon anggota keluarga baru dalam hidup mereka
“Apa kau yakin kau tidak akan ikut bersama kami?”Saga serentak menoleh pada James Ambrose dan Seth O’Connor—rekannya, kemudian mengangguk dengan mantap. Dia kembali mengalihkan pandangan ke layar komputer yang masih menyala di depannya. Berjuang untuk memfokuskan pikirannya yang sedang kacau.“Kami akan mengenalkanmu pada wanita-wanita cantik di sana,” bujuk James sambil menyandarkan kedua sikunya ke atas meja kerja Saga.“Jawabannya tetap tidak.”“Aku kenal satu yang sesuai dengan tipemu.”“Tidak, James.”“Dia pirang, dia juga bermata biru. Ada banyak yang punya ciri-ciri fisik serupa, tetapi aku tahu Barbara sangat pas untukmu.”“Tutup mulutmu atau aku akan menjahitnya tanpa anestesi.”“Ada apa denganmu, Bung? Kau berubah menjadi Saga yang pemarah sekarang,” timpal Seth yang menanggapi lirikan tajam Saga pada mer
Lima pekan berlalu dalam gelombang tenang yang membuat Arthur bahagia untuk keluarga lengkapnya. Pun dengan Adam dan Angelina yang sedang mempersiapkan dokumen kepindahan bagi pendidikan Arthur serta acara pernikahan kedua mereka. Sesuatu yang sakral itu akan berlangsung esok.Angelina siap untuk menjadi pengantin—berdiri mengikat janji pada Adam dalam balutan gaun megar yang memesona—dengan melepaskan semua masa lalunya. Berjalan sebagai sosok yang baru. Angelina Wilson Ford yang telah mendapatkan cintanya lagi.Bersama Adam, Angelina merasa utuh. Bersama pria itu, dia merasa sempurna. Adam seperti kepingan puzzle yang sudah lama hilang, lantas ditemukan kembali olehnya lewat perjalanan panjang.Esok akan menjadi hari yang paling istimewa untuk mereka. Masa yang akan membuat Angelina enggan membiarkan waktu berganti kelewat cepat. Dia ingin mengabadikan segenap momen itu dalam pikirannya.Merekam seluruh prosesinya dengan bentuk memori luar b
“Aku akan kembali kemari esok, Mom.” “Ya, Sayang. Pulanglah bersama Paman Sam dan istirahat. Mom tidak ingin kau kelelahan, kemudian jatuh sakit.” Arthur spontan mengangguk pada ibunya, lantas meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Detik berikutnya, bocah itu menguap lebar hingga sepasang iris abu-abunya berair. Angelina yang menyaksikan tingkah sang putra pun tersenyum dan menanggapi, “Hari yang panjang, hm?” “Sangat amat panjang, tetapi aku mendapatkan hadiah terbaikku juga. Jadi, kupikir itu sepadan.” “Hadiah terbaik?” Arthur pun menoleh pada sosok dominan yang sedang melamun memandang ke luar jendela. Angelina yang mengikuti arah pandangan Arthur seketika paham dengan maksudnya. Adam menjadi kado terindah bagi mereka. Aneh? Angelina juga merasa demikian. Namun, takdir bekerja seperti sihir—ajaib dan tanpa batas. Keadaan bertukar hanya dalam waktu sekejap. Kemarin, dia bersikeras untuk mengenyahkan seluruh luka lamanya. Kini, dia ju
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Adam pada Angelina yang baru saja sadar setelah wanita itu dipindahkan dari ruang transisi ke ruang perawatan untuk pemulihan.“Aku akan selalu ada bersamamu. Kau tidak perlu khawatir tentang apa pun,” lanjutnya lagi.Angelina menyunggingkan senyumnya, lantas menganggukkan kepala tanpa menyahut. Sepasang matanya beralih ke arah lain—mencari sosok Arthur—di sana. Namun, yang dia temukan hanya lah dinding dengan dominasi cat putih dan dua buah nakas kecil di sekitar jendela.“Di mana putraku?” bisik Angelina dengan suara parau.“Dia sedang bicara bersama seseorang di luar.”“Seseorang?”“Saga,” sahut Adam dengan nada enggan.“Apa Saga baik-baik saja?”Kedua alis Adam spontan bertaut pada ekspresi khawatir di wajah Angelina dan membalas, “Pertanyaan itu seharusnya untukmu. Bukan dia.”&ld
“Apa Mom akan baik-baik saja?” tanya Arthur sambil memandangi pintu bangsal ICU yang baru saja ditutup.Adam seketika melayangkan tatapan muram pada Arthur. Dia juga berharap Angelina akan baik-baik saja seperti yang mereka inginkan. Namun, satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan hanya menunggu para tim medis selesai bekerja dan membiarkan sedikit keajaiban datang.“Angelina wanita yang kuat. Satu luka tembak tidak akan membuatnya menyerah.”Arthur spontan menoleh dan balas menatap pada Adam. Dua pasang iris dengan warna persis itu saling beradu dalam rasa cemas yang menggantung kental di benak mereka masing-masing. Adam kemudian memalingkan wajahnya sambil mendengus canggung.“Jadi, kau adalah Ayahku?”“Kau boleh memanggilku Dad atau sebutan apa saja yang kau suka.”“Apa yang terjadi pada kalian? Mengapa Ayah Saga sangat marah dan ingin menembakmu?” selidik Arthur yang penasaran
“Caramu salah. Itu tidak akan menghentikan pendarahannya. Minggirlah, biar aku yang melakukannya,” ucap Saga setelah dia tersadar dari syok yang sempat menggulung dirinya.“Diam di sana atau aku akan melemparmu ke dalam penjara sekarang juga!”“Tidak ada waktu untuk bertengkar. Nyawa Angelina dalam bahaya.”“Kaulah yang melukainya!” teriak Adam dengan sorot mata penuh dendam.“Ber-berhentilah berkelahi, kumohon. A-aku tidak apa-apa. Ha-hanya se-sedikit sesak,” ungkap Angelina selepas menyaksikan ketegangan yang lagi-lagi menggantung di antara mereka.“Posisikan tubuhnya lebih tinggi lagi. Dia harus tetap terjaga sampai tim medis datang. Ajaklah dia bicara tentang apa saja,” pinta Saga sambil meraba tekanan detak nadi di salah satu pergelangan tangan Angelina.Adam menurut—memosisikan tubuh Angelina sesuai dengan instruksi, lantas mengecup lembut kening Angelina yan