Home / Romansa / The Bad Life / Hampir Usai

Share

Hampir Usai

Author: Hanabelle
last update Last Updated: 2021-06-15 00:01:16

Selesai ujian nasional, aku menunggu hasil dengan melakukan berbagai aktivitas bersama bunda dan adik-adik dirumah. Pagi hari aku memandikan adik dan menyiapkan alat sekolah adik. Setelah itu langsung mengantarkan mereka.

Beberapa hari lagi sudah menmasuki bulan puasa! Aku bunda dan adik-adik sangat senang sekali dan mempersiapkan banyak bahan makanan dan membersihkan rumah sebelum Buan Ramadhan tiba. Tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya karena sudah tidak ada kakek. Namun, nenek selalu mengatakan bahwa kita tidak boleh sedih terlalu lama karena kakek tetap akan menjaga kita semua dari atas sana.

Pada hari pertama melakukan sahur, mata ini sangat sulit untuk membuka karena belum terbiasa. Mata yang sulit membuka ini langsung bangun ketika aroma masakan bunda masuk ke dalam kamarku. Sumpah, aromanya sangat waww! Aku pun langsung bangun dan pergi menuju dapur.

“Bunda masak apa ini enak banget kayanyaa!”

“Cuci muka dulu kali kak, terus ambil piring.” Aku pun mengikuti perintah bunda dan langsung mengambil makanan tadi.

“Bunda bangunin ayah dulu, abis gitu ikutan sahur sama kamu disini. Okay?” Katanya sambil mencium dahiku dan pergi meninggalkanku.

Ayah pun datang ke dapur dan melihat masakan bunda.

“Mau yang mana yah? Ada....”

Plak.

“Masak opo kon iku? Lapo masak daging? Aku pengen udang malah daging.” (masak apa kamu itu? ngapain masak daging? Aku pingin udang malah daging.

Mangan nak njobo ae aku, nduwe bojo kok gaisok masak ngene. Goblok kok terus.” (makan diluar ajalah aku, punya istri kok gabisa masak gini)

Bunda terlihat sakit hati dengan perkataan ayah barusan, tetapi bunda langsung bersikap bodo amat terhadap pembicaraan ayah dan makan bersamaku.

“Eh, enak ya emang. Padahal gapake resep, ngasal aja. Takut kelamaan keburuh subuh lagi.”

“Emang enakk! Masakan bunda gapernah gagal.” Kemudian aku mencuci piring dan memanggil Mbak Jar untuk sahur dan aku menggantikan Mbak Jar untuk menjaga adik.

Menjelang imsak, ayah pulang dan meminta bunda untuk membuatkannya teh hangat. Setelah bunda membuatkan teh untuknya, sepertinya gelas tersebut jatuh. Entah dilempar oleh ayah atau apa, aku tidak mengerti.

Plak. Plak. Plak. Suara tamparan terdengar keras sekali, Mbak Jar yang ada di dapur langsung menghampiri jendela kamar adik yang kebetulan terhubung dengan dapur.

“Kak, bundamu.”

“Iya, gaberani keluar. Mbak aja pura-pura dari dapur mau ke sini.” Mbak Jar pun mengiyakan dan tak lama ayah sepertinya masuk ke dalam dapur.

Sebelumnya, aku mendengar pembicaraan ayah terhadap bunda.

Iki panas, aku njaluk iku anget. Otakmu error ta saiki? Opo kupingmu seng buntu?” (Ini panas, aku minta itu hangat. Otakmu sekarang error? Apa telingamu yang buntu?)

Ketika itu bunda hanya meminta maaf. Setelah mendengar ayah masuk ke dalam kamar, aku dan Mbak Jar menghampiri bunda dan membantunya membesihkan percahan-pecahan gelas. Mbak Jar pun berbisik kepada bunda dan aku untuk segera kembali ke kamar. Bunda pun memeluk Mbak Jar dan berterima kasih lalu pergi menuju kamar adik. Begitu juga aku yang langsung kembali ke kamarku.

Pagi harinya aku beraktivitas seperti hari-hari sebelumnya, membantu bunda meawat adik, memandikannya dan mengantarkannya sekolah. Setelah itu aku menonton film di kamar atau memasak apapun yang ada di dapur dengan tujuan agar aku tidak menganggur sambil menunggu hasil ujian.

Tiiiiin. Terdengar suara klakson motor yang amat bising di depan rumah. Kami semua mengira bahwa itu adalah tetangga dan tidak terpikirkan bahwa itu ayah yang ingin dibukakan pager. Klakson tersebut terus berbunyi hingga akhirnya aku pun memastikan sebenarnya apa yang terjadi. Ternyata itu adalah ayah. Aku pun langsung membukakan pagar untuknya.

Ayah langsung memasukkan motornya dan sengaja menabrakku dan ketika aku jatuh ayah langsung menyuruhku minggir dan kemudian ayah sengaja menginjak badanku yang masih berada di pinggir teras. Ya, aku masih merasa tidak mampu untuk berdiri, sehingga aku memutuskan untuk di pinggir dulu. Namun ternyata diinjak oleh ayah yang masih menggunakan sepatu boots untuk proyek. Rasanya sangat menyakitkan sehingga membuatku berteriak dan kemudian bunda menyusulku ke depan.

“Astaghfirullah ayah! Ngapain!”

LEK ONOK WONG NGEBEL IKU DIBUKAK. AKU MOLEH IKU PAGER BUKANO. MOSOK KUDU DIKANDANI SEK HAH!” (kalau ada orang ngebel tuh dibuka. aku pulang it pagar bukain. masa harus dikasih tau dulu, hah?)Katanya sambil mendekatkan wajah ke bunda dan menyebabkan bunda ketakutan

Kemudian bunda membopongku untuk masuk ke kamar dan menyuruhku untuk istirahat sambil menunggu adzan maghrib.

Buko opo saiki?” (buka apa sekarang)

Arek-arek wes tuku. Sampeyan gelem opo, timbangane ngkok salah neh.” (anak-anak sudah beli. kamu mau apa, daripada nanti salah lagi)

Kemudian bunda pergi ke pasar dadakan di gang sebelah yang hanya ada di bulan Ramadhan saja, untuk membelikan buka untuk ayah. Lalu tidak lama setelah bunda berpamitan kepadaku, ayah langsung masuk ke kamarku dan kemudian menjambakku.

“Jadi anak jangan sok jadi jagoan. Gausa sok jadi raja, yang jadi raja itu cuma ayah. Kamu gausa semena-mena. Masa bukain pager aja gamau? Sok banget.”

“Gausa sok lemah, bangun. Ke dapur, bersih-bersih.”

Aku pun langsung turun dari kasur dan pergi ke dapur sambil menahan sakit di bagian perut. Padahal, sebelumnya ayah tidak pernah dibukakan pagarnya dan memang selalu membuka sendiri tanpa meng-klakson seperti tadi. Sebenarnya ayah hanya mencari-cari masalah.

Hari pengumuman hasil ujian nasional pun tiba, kala itu aku merasa risau dan tidak tenang. Namun, bunda selalu menguatkanku dan mengatakan bahwa semua akan berjalan dengan baik. Benar saja, aku mendapatkan nilai yang menurutku sangat memuaskan dan bisa digunakan untuk mendaftar SMA favorit di kota. Bunda pun langsung memberi kabar kepada ayah dan ayah sangat gembira kala itu.

Sesampainya di rumah, ayah langsung menghajarku habis-habisan. Aku yang sedang senang dengan hasil yang kuperoleh dibuat heran dengan perilaku ayah. Ternyata, anak teman dari ayah mendapatkan nilai yang lebih tinggi di atasku. Sebenarnya tidak terlalu jauh, tetapi ayah tetap saja tidak terima kalah dengan temannya.

Hampir sebulan puasa, kira-kira kurang tiga hari menuju lebaran, bunda menangis di setiap sholatnya. Aku pun tidak akan bertanya apa alasannya menangis. Ayah selama satu bulan itu sudah bertindak kejauhan, satu bulan tidak henti-hentinya menyakitiku dan bunda lebih parah dari sebelum kakek meninggal.

“Kakak, kalau bunda cerai sama ayah, gapapa ya? Bunda sudah gakuat lagi, kasian adik sama kakak juga kalau bunda terus maksain terlihat kuat sama ayah, padahal nyatanya ngga sebegitu kuat.”

“Iya bunda, gapapa. Selama bunda seneng, kakak juga seneng kok.” Kemudian aku memeluk bunda sangat kencang.

Related chapters

  • The Bad Life   Benar-Benar Usai

    Ketika hari lebaran tiba, ayah masih saja membuat masalah dengan memaksakan nenek dan bibi untuk harus pergi ke desa ayah terlebih dahulu. Namun, nenek menolak dan tetap ingin segera bertemu saudara yang berasal dari kakek. Sepanjang perjalanan, bunda dan ayah hanya diam dan tidak berbicara. Namun, nenek dan bibi yang tidak tahu apa yang sedang terjadi tetap bercengkrama kepadaku dan adik-adik. Ketika sampai di sana, ayah langsung mengasingkan diri dan tidak mau bertemu dengan saudara kakek. Padahal, saudara dari kakek mencarinya dan bunda beralasan bahwa ayah sedang berada di kamar mandi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami sore langsung pulang dan mengantarkan nenek serta bibi ke rumah. Seolah mengerti apa yang akan terjadi, adik langsung menangis dan tidak ingin membiarkan nenek dan bibi pulang. Benar saja, diperjalanan menuju desa ayah, ayah tidak ada henti-hentinya mengomel kepada bunda. Mulai dari mengapa bunda tidak bisa membujuk nenek untuk mau ke de

    Last Updated : 2021-06-15
  • The Bad Life   Bebas

    Setelah aku, bunda dan adik-adik pindah ke rumah nenek, kami merasa lebih bebas dan lebih merasa hidup. Aku yang sudah lama terkungkung di rumah langsung keluar rumah terus menerus. Selama tujuh belas tahun hidup, baru kali ini aku benar-benar merasakan bebas.Ketika tahun ajaran baru segera dimulai, aku dan bunda berbelanja alat tulis untuk keperluan sekolah, menjahit seragam baru dan peralatan sekolah lainnya.Bunda kala itu juga merasa sangat bebas, kami berempat bisa makan di luar dengan tenang, bisa berbicara dan bercanda tanpa takut dimarah oleh siapapun. “Kakak, mau apa lagi abis gini?”“Mau makan pizza gak?”“Mauuu!”Setelah itu, kami pergi ke restoran pizza terdekat, dan menikmati berbagai makanan yang telah dipesan oleh bunda.“Kak, adik, bunda abis gini kerja lagi ya. Gabisa temenin seharian full kaya sebelumnya.”“Loh, nda boleee.” Kata adik sambil m

    Last Updated : 2021-06-15
  • The Bad Life   Berusaha

    Akhirnya tugas-tugas ini selesai semua, batinku. Kemudian aku merebahkan badanku ke kasur. Enak banget! Selanjutnya aku memeriksa ponselku.“Ra, lagi ngapain?“Ra, sibuk nugas ye?”“Ra,”“Hoi!”“Ngapain sih?”“Jadi manusia tuh agak sante dikit gitu lo!”“Yaudalah, jawab ya kalo dah ga sibuk. Thx.”“Baru selese, napa?”“Eh, akhirnya. Dah keluar dari goa lo?”“Paansih, gajelas.”Keesokan harinya, aku datang sangat pagi sebelum banyak yang datang karena bunda harus berangkat lebih pagi. Beberapa saat setelah aku datang, Lana datang.“Eh Ra, kayanya kamu lagi dideketin Fian deh.”“Iya kayanya, tapi yaudah biasa aja. Kenapa emang?”“Ati-ati. Tapi, nanti aku bakalan ada terus di pihakmu. Oke?”“Hah?” tanyaku keheranan saat itu

    Last Updated : 2021-06-16
  • The Bad Life   Berusaha Lagi

    Notifikasi yang membuatku hampir tidak bisa tidur dengan tenang adalah pesan yang dikirimkan Fian dan Nana. Ketika melihat waktu pesan diterima, mereka mengirim pesan disaat yang sama. Fian mencariku, bertanya beberapa materi yang tidak ia pahami dan menanyakan tugas yang harus dikumpulkan hari ini. Namun, bukan Fian namanya jika mengirimkan pesan tanpa pesan beruntun. Berbeda dengan Nana yang mengirimkan pesan dengan nada mengancam dan menyakitkan.Aku yang baru saja selesai mandi hanya duduk termenung melihat pesan yang dikirimkan oleh Nana. Nana mengatakan bahwa aku adalah perebut lelakinya. Lah? Yang kirim pesan duluan, yang saring cari perhatian juga siapa? Kok aku yang disalahin. Dasar aneh. Ingin rasanya menjawab pesan Nana seperti itu, tetapi aku hanya diam dan tidak membaca pesannya. Aku hanya membanya melalui notifikasi.Ketika sampai di sekolah, Nana menghampiriku dan berkata,“Halo genit, yang doyan caper sama cowok orang..” Katanya sambi

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Bad Life   Memulai Kembali

    Nana yang tidak bisa meluapkan amarahnya sedari tadi. Akhirnya bisa menumpahkan ketika Fian, Lana dan anak laki yang lain meninggalkan kelas untuk bermain basket."Berani-beraninya sih deket-deket sama Fian? Maumu tuh apa? Kaya gaada cowok lain aja?!?" Kata Nana sambil mendobrak mejaku. Sontak aku yang sedang tidur langsung terbangun."Gausa sok polos deh jadi orang!" Lalu ia langsung menjambakku kembali.Teman-teman ku berusaha memisahkan Nana dariku. Aku yang sedari tadi masih berusaha untuk menahan akhirnya tidak kuasa lagi.Aku langsung berdiri dan berusaha melepaskan tangannya dari kerudungku. Kerudungku yang terlihat berantakan langsung ku rapikan sebelum akhirnya ia menjambakku lagi. Plak. Ia langsung menamparku begitu saja. Rasa sabarku sudah tidak ada ketika ia menamparku."Maumu itu apa sih? Aku gaada rasa buat Fian! Sama sekali aku gapunya niatan buat deketin Fian!" Kataku sambil berteriak.Nana yang terkejut dengan perka

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Bad Life   Setelah Itu

    Setelah “resmi” menjadi kekasih Fian, berita tersebut tersebar ke satu angkatan. Pada awalnya, semua erfikir ini adalah kisah yang “uwu” dan selalu berkata bahwa yang dilakukan Fian “berlebihan” dalam hal mencintai. Namun, sebenarnya itu adalah hal yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih. Entahlah.“Yan, kenapa sih sama Rara? Kenapa ga sama Nana aja?” tanya Aurum dengan sinis melihat penampilanku.Aku hanya terdiam dan berkata “bacot” dalam hati sambil tersenyum.“Ceritamu sama Nana tuh gimana, sih? Kenapa dia sampe kelitan tergila-gila sama kamu? Pake pelet ya lu?”“Pelet-pelet, makan ikan kali ah!” jawabnya dengan sinis“Serius-serius, gimana?”Lalu Fian pun menjelaskan. Pada awalnya, ialah yang mengejar-ngejar Nana dari kelas satu SMP. Fian yang saat itu merasa masih sangat cupu dan culun hanya bisa melihat dan mengagumi dari jauh. Namu, pad

    Last Updated : 2021-07-02
  • The Bad Life   Sendiri

    Sesampainya di rumah, seperti basanya aku langsung bersih diri dan beristirahat sejenak sambil membuka handphone. Tidak lama, ada notifikasi line dari Fian!“Ra, yang diomong Putri tadi emang bener?”“Hah, ngga kok. Beneran deh.”“Lah?”“Aku aja tau dari Diah, tapi aku gapernah bilang apapun tentang Nana. Kenapa emang?”“Nana tuh ga penyakitan. Yang lagi sakit sekarang tuh kembarannya. Si Naya.”“Lah aku aja baru tau kalo Nana punya kembaran. Gatau tentang Nana dan gamau tau. Sumpah deh.”“Iya, aku percaya kamu kok.”Setelah itu, aku pun ketiduran. Ketika bangun tidur aku terkejut karena notifikasi line ku sangat banyak. Tidak seperti biasanya dan? Astaga!“Eh, Ra! Maksudmu apa sih?”“Kenapa tiba-tiba kamu ngomongin yang ngga-ngga tentang aku sih?”“Segitunya ngerasa t

    Last Updated : 2021-07-02
  • The Bad Life   Terbiasa

    “Mas Raja?” Ucap Putri sambil terkejut melihat Mas Raja ada di sebelah Nana.“Apa? Udah ngerasa superior?” Tanya Mas Raja sambil membuang tangan Nana.Tidak lama kemudian terlihat Fian yang tergesa-gesa menghampiriku.“Ra? Kamu gapapa?” tanyanya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Kemudian aku hanya mengangguk untuk menandakan bahwa aku baik-baik saja.“Lah? Ngapain disini?” tanya Fian kepada Mas Raja yang masih saja berdiri di sebelah Nana.“Lewat, terus ngeliat Rara mau ditampar Nana, jadi mampir sini dulu. Yuk basketan bro!” jawabnya sambil menepuk pundak Fian dan tidak lama Mas Raja keluar dari kelas.Tentu saja setelah Mas Raja pergi, siswa perempuan di kelasku langsung membicarakan hal tersebut dan tindakan yang hampir saja dilakukan oleh Nana. \“Lain kali jangan di kelas sendirian lah Ra. Ke Manda kek, atau kemana gitu yang penting jangan sendirian,” kat

    Last Updated : 2021-07-02

Latest chapter

  • The Bad Life   The War is Over

    Tanpa sepengetahuanku, ternyata Fian masih saja kembali ke sekolah melalui pintu belakang yang sudah tidak dijaga oleh satpam. Aku yang sudah merasa tenang karena ia tidak ada di sekolah, tidak membuka ponsel sama sekali. Untungnya, waktu itu aku membuka ponsel karena akan mengabari bunda bahwa hari ini aku pulang agak terlambat karena Mas Raja masih ada urusan di sekolah."Lana ngapain telfon?" tanyaku dalam hati."Halo? Lan?" tanyaku ketika Lana sudah mengangkat telfonnya."ARA! FIAN BALIK KE SEKOLAH!" ucapnya sambil teriak.Seketika itu aku langsung berlari menuju ruang guru dimana Mas Raja ternyata sudah tidak ada disana. Aku langsung berlari dan menghampiri satpam untuk membantuku mencari dimana Fian dan Mas Raja.Tiba-tiba Lana menghubungiku,"Lan? Fian sama Mas Raja gatau dimana" ucapku."Aku otw sana. Di jalan kecil belakang ruang komputer," ujarnya. Lalu aku segera berlari kesana, setelah memastikan disana ada mereka, aku pun

  • The Bad Life   The War Has Just Begin

    Keesokan harinya, aku sudah berencana bertemu dengan seseorang yang dapat menjadi kunci penyelesaian masalahku dengan Fian.“Minta tolong ya, mas,” ucapku kepadanya.“Iya. Arabella, semangat ya!” ujar lelaki tersebut.Setelah itu aku baru masuk ke kelas. Kalia seperti terkejut melihatku datang lebih siang daripada biasanya.“Mas Raja jemputnya telat, Ra?” tanyanya.“Engga kok,” jawabku sambil tersenyum.“Terus kenapa? Ada masalah kah?” tanya Kalia.“Hmmm.. gini” jawabku kemudian menjelaskan apa yang akan terjadi.“Lah. Kamu mau gimana?” tanya Kalia.Pertama, menurut Lana aku harus bertemu dengan beberapa orang yang akan dihasut Fian untuk bergabung bersamanya. Aku sudah bertemu satu diantara enam yang akan diajak Fian. Orang tersebut adalah Mas Fajar, ia tidak diterima bukan karena Mas Raja yang terlalu bagus, justru menurutnya Raja adala

  • The Bad Life   Before The War Begin

    Aku yang mengetahui sumber suara tersebut langsung menghampiri dan menyeretnya keluar dari tribun.Sesampainya di luar, ia tidak terima karena aku menyeretnya keluar.“Apa maksudmu ngomong kaya gitu, hah?” tanyaku.“Gaterima?” tanyanya.“Ya engga lah! Berani-berani ngehujat, emang kamu bisa kaya dia?” tanyaku.Kemudian ia terdiam dan aku langsung bergegas kembali ke dalam barisan tribun bersama teman-temanku. Untungnya saat aku kembali, lagu untuk merayakan kemenangan itu baru saja diputar.Teman-temanku langsung bertanya kepadaku kemana Fian setelah kuseret keluar. Aku pun hanya mengatakan tidak tahu karena aku hanya menegurnya lalu aku kembali takut ketika Mas Raja mencariku ternyata aku tidak ada disana.Setelah pertandingan tersebut selesai, kami memutuskan untuk membeli makan di salah satu restoran cepat saji, tetapi ternyata disana sangat ramai sehingga kami memutuskan untuk makan di salah sat

  • The Bad Life   Pertandingan Pertama

    Aku yang terkejut langsung menarik Mas Raja kembali masuk ke dalam bioskop.“Mana sih, Ra?” tanya Mas Raja.“Itu loh!” jawabku dengan suara yang bergetar.“Ara, bukan,” ucapnya sambil mengelus kepalaku.“Bukan ayahmu itu. Cuma mirip aja,” imbuhnya.Aku pun menghela nafas panjang dan kami pun berjalan keluar dari bioskop. Ketika akan pulang, aku dan Mas Raja mampir ke salah satu restoran yang menjual makanan korea. Untungnya, Mas Raja bukan tipe pemilih dan dia mau-mau saja kuajak makan disana. Kamipun segera memesan makanan.Setelah selesai makan, aku dan Mas Raja pun segera kembali karena sore ini Mas Raja ada tambahan pelajaran. Di perjalanan, Mas Raja bertanya kepadaku tentang latihannya kemarin.“Latihanku gimana, Ra?” tanyanya.“Udah bagus. Tim nya juga udah mendingan daripada latihan sebelumnya. Gatau lagi, sih,” ucapku.“Iya emang aku ju

  • The Bad Life   Pengobatan

    Ketika pelajaran di sekolah hari ini usai, Mei langsung menghampiriku dan mengajakku untuk segera pergi ke GOR. Namun, Mei mengajakku keluar untuk membeli makanan terlebih dahulu karena ia sudah bosan membeli makanan di kantin.“Nah kita beli ini pake apa?” tanyaku.“Pake mobil Kafi,” katanya sambil menunjukkan kunci mobil.“Eh, aku belum kabarin Mas Raja. Takutnya nanti dicari sama Mas Raja,” ucapku.“Aku udah kabarin Kafi. Santai,” ucapnya sambil mengajakku masuk ke dalam mobil Mas Kafi.Setelah itu aku dan Mei pun keluar dari sekolah dan membeli makanan khas Jepang yang tidak jauh dari sekolah. Mei pun memesan banyak makanan yang katanya nanti dibagikan kepada tim basket saat istirahat.“Saya mau yang paket A dua ya mas,” ucapku kepada kasir tersebut.“Loh Ra gausa,” ucap Mei.“Aku uda pesen buat semua kok, kamu juga udah,” ujarnya.&l

  • The Bad Life   Healing

    Tidak lama kemudian, guru pengajar mata pelajaran selanjutnya datang.Sial. Aku tidak bisa menghampiri Mas Raja.Ting! Mas Kafi mengabariku bahwa guru kesiswaan sudah pergi dari sana.“Kal, aku ke UKS ya. Mau ke Mas Raja,” ucapku kepada Kalia dengan pelan.“Iya. Ati-ati,” ujarnya.“Kalo ada apa-apa kabarin ya, Kal. Makasih,” ucapku.Setelah itu aku izin ke guru pengajar untuk ke kamar mandi, tetapi aku berlari turun dan segera bergegas ke UKS untuk menghampiri Mas Raja.Sesampainya disana ada empat pasang sepatu. Ternyata di dalamnya ada Mas Kafi, Mas Raja dan Fian. Satu diantaranya adalah sepatu perempuan. Benar saja, disana ada Nana yang menemani Fian. Ketika aku melihat Mas Raja tergeletak dan ada beberapa luka di wajahnya sangat membuatku terkejut dan aku langsung menghampirinya.“Mas....” ucapku lirih dan tidak sadar aku menitikkan air mata.“Lo

  • The Bad Life   Raja Vs Fian

    Aku yang baru saja membuka ponsel setelah bersenang-senang dengan Raja langsung down ketika membaca pesan dari Mei.“Ra, Fian berulah lagi,” ujar Mei dengan mengirimkan screenshot sebuah video ayah yang hampir saja menamparku karena Mas Raja sudah menahan tangan ayah. Keterangan video yang sudah dipublikasikan oleh Fian adalah “Waw, kapten basket sekarang jadi jagoan juga ya? Eh tunggu dulu, itu pacarnya kan ya? Kok bisa sih sama cewek yang ayahnya kaya preman?”Aku yang tidak bisa berkata apapun hanya bisa membaca pesan yang dikirimkan oleh Mei.“Ra? Kenapa?” tanya Mas Raja ketika melihat wajahku yang terkejut.Aku masih belum bisa menjawab pertanyaannya hingga ia mengambil paksa ponsel yang sedang kugenggam.“ANJING YA ORANG INI!” ucapnya sambil emosi.“Ara, tenangin dirimu ya. Abis sholat isya langsung tidur ya,” ucapnya sambil memelukku.Pelukan yang dib

  • The Bad Life   One Fine Day (2)

    Mas Raja merasakan bahwa aku sedang memikirkan sesuatu sehingga bertanya kepadaku.“Kenapa, Ra?” tanyanya sambil menengok kepadaku.“Gapapa, mas,” jawabku.“Kalo gapapa juga ga diem aja kali. Biasanya langsung tanya ke aku boleh apa ngga nyalain radio. Sekarang kok engga?” tanyanya penasaran.“Iya kenapa-kenapa tapi nanti aja kasih taunya. Kalo timingnya udah pas,” jawabku.“Boleh nyalain radio, ngga mas?” imbuhku.Setelah itu, radio pun sudah dinyalakan Mas Raja dan kami langsung bernyanyi bersama karena lagu yang dipopulerkan Jaz ini sangat menggambarkan kami berdua.“Kalo ada apa-apa langsung kabarin ya, Ra,” ucap Mas Raja.“Jangan ditahan-tahan. Aku pasti pasti pasti bakal mendengarkan dan sebisa mungkin bantu kamu. Okay?” imbuhnya.Aku pun mengangguk sambil tersenyum.Setelah itu Mas Raja bercerita bahwa ia tadi menungguku di

  • The Bad Life   One Fine Day

    Di perjalanan, aku dan Mas Raja seperti biasanya. Mendengarkan radio dan bernyanyi bersama.“Mau beli cemilan dulu gak?” tanyanya.“Mauuu!” jawabku dengan semangat.Setelah itu, mobil pun berjalan dengan sangat kencang. Mas Raja dan aku pergi ke salah satu supermarket.Sesampainya disana, Mas Raja mengambil troli belanjaan.“Lah ngapain ambil ini mas?” tanyaku.“Ya kan biar gausa bawa-bawa, Ara,” jawabnya sambil menyandarkan tangannya di troli dan menengok ke arahku dengan senyumannya yang menawan.“Kaya mau belanja banyak aja,” ucapku.Aku dan Mas Raja menyusuri satu persatu lorong untuk mencari letak makanan ringan.“Ra, ini Ra,” ujarnya sambil menunjukkan sabun mandi.“Mas?” tanyaku dengan heran.“Beli aja, warna pink lo! Wanginya juga kaya wangimu,” ucapnya sambil mencium aroma dari sabun tersebut. Aku hanya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status