Akhirnya tugas-tugas ini selesai semua, batinku. Kemudian aku merebahkan badanku ke kasur. Enak banget! Selanjutnya aku memeriksa ponselku.
“Ra, lagi ngapain?
“Ra, sibuk nugas ye?”
“Ra,”
“Hoi!”
“Ngapain sih?”
“Jadi manusia tuh agak sante dikit gitu lo!”
“Yaudalah, jawab ya kalo dah ga sibuk. Thx.”
“Baru selese, napa?”
“Eh, akhirnya. Dah keluar dari goa lo?”
“Paansih, gajelas.”
Keesokan harinya, aku datang sangat pagi sebelum banyak yang datang karena bunda harus berangkat lebih pagi. Beberapa saat setelah aku datang, Lana datang.
“Eh Ra, kayanya kamu lagi dideketin Fian deh.”
“Iya kayanya, tapi yaudah biasa aja. Kenapa emang?”
“Ati-ati. Tapi, nanti aku bakalan ada terus di pihakmu. Oke?”
“Hah?” tanyaku keheranan saat itu
Notifikasi yang membuatku hampir tidak bisa tidur dengan tenang adalah pesan yang dikirimkan Fian dan Nana. Ketika melihat waktu pesan diterima, mereka mengirim pesan disaat yang sama. Fian mencariku, bertanya beberapa materi yang tidak ia pahami dan menanyakan tugas yang harus dikumpulkan hari ini. Namun, bukan Fian namanya jika mengirimkan pesan tanpa pesan beruntun. Berbeda dengan Nana yang mengirimkan pesan dengan nada mengancam dan menyakitkan.Aku yang baru saja selesai mandi hanya duduk termenung melihat pesan yang dikirimkan oleh Nana. Nana mengatakan bahwa aku adalah perebut lelakinya. Lah? Yang kirim pesan duluan, yang saring cari perhatian juga siapa? Kok aku yang disalahin. Dasar aneh. Ingin rasanya menjawab pesan Nana seperti itu, tetapi aku hanya diam dan tidak membaca pesannya. Aku hanya membanya melalui notifikasi.Ketika sampai di sekolah, Nana menghampiriku dan berkata,“Halo genit, yang doyan caper sama cowok orang..” Katanya sambi
Nana yang tidak bisa meluapkan amarahnya sedari tadi. Akhirnya bisa menumpahkan ketika Fian, Lana dan anak laki yang lain meninggalkan kelas untuk bermain basket."Berani-beraninya sih deket-deket sama Fian? Maumu tuh apa? Kaya gaada cowok lain aja?!?" Kata Nana sambil mendobrak mejaku. Sontak aku yang sedang tidur langsung terbangun."Gausa sok polos deh jadi orang!" Lalu ia langsung menjambakku kembali.Teman-teman ku berusaha memisahkan Nana dariku. Aku yang sedari tadi masih berusaha untuk menahan akhirnya tidak kuasa lagi.Aku langsung berdiri dan berusaha melepaskan tangannya dari kerudungku. Kerudungku yang terlihat berantakan langsung ku rapikan sebelum akhirnya ia menjambakku lagi. Plak. Ia langsung menamparku begitu saja. Rasa sabarku sudah tidak ada ketika ia menamparku."Maumu itu apa sih? Aku gaada rasa buat Fian! Sama sekali aku gapunya niatan buat deketin Fian!" Kataku sambil berteriak.Nana yang terkejut dengan perka
Setelah “resmi” menjadi kekasih Fian, berita tersebut tersebar ke satu angkatan. Pada awalnya, semua erfikir ini adalah kisah yang “uwu” dan selalu berkata bahwa yang dilakukan Fian “berlebihan” dalam hal mencintai. Namun, sebenarnya itu adalah hal yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih. Entahlah.“Yan, kenapa sih sama Rara? Kenapa ga sama Nana aja?” tanya Aurum dengan sinis melihat penampilanku.Aku hanya terdiam dan berkata “bacot” dalam hati sambil tersenyum.“Ceritamu sama Nana tuh gimana, sih? Kenapa dia sampe kelitan tergila-gila sama kamu? Pake pelet ya lu?”“Pelet-pelet, makan ikan kali ah!” jawabnya dengan sinis“Serius-serius, gimana?”Lalu Fian pun menjelaskan. Pada awalnya, ialah yang mengejar-ngejar Nana dari kelas satu SMP. Fian yang saat itu merasa masih sangat cupu dan culun hanya bisa melihat dan mengagumi dari jauh. Namu, pad
Sesampainya di rumah, seperti basanya aku langsung bersih diri dan beristirahat sejenak sambil membuka handphone. Tidak lama, ada notifikasi line dari Fian!“Ra, yang diomong Putri tadi emang bener?”“Hah, ngga kok. Beneran deh.”“Lah?”“Aku aja tau dari Diah, tapi aku gapernah bilang apapun tentang Nana. Kenapa emang?”“Nana tuh ga penyakitan. Yang lagi sakit sekarang tuh kembarannya. Si Naya.”“Lah aku aja baru tau kalo Nana punya kembaran. Gatau tentang Nana dan gamau tau. Sumpah deh.”“Iya, aku percaya kamu kok.”Setelah itu, aku pun ketiduran. Ketika bangun tidur aku terkejut karena notifikasi line ku sangat banyak. Tidak seperti biasanya dan? Astaga!“Eh, Ra! Maksudmu apa sih?”“Kenapa tiba-tiba kamu ngomongin yang ngga-ngga tentang aku sih?”“Segitunya ngerasa t
“Mas Raja?” Ucap Putri sambil terkejut melihat Mas Raja ada di sebelah Nana.“Apa? Udah ngerasa superior?” Tanya Mas Raja sambil membuang tangan Nana.Tidak lama kemudian terlihat Fian yang tergesa-gesa menghampiriku.“Ra? Kamu gapapa?” tanyanya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Kemudian aku hanya mengangguk untuk menandakan bahwa aku baik-baik saja.“Lah? Ngapain disini?” tanya Fian kepada Mas Raja yang masih saja berdiri di sebelah Nana.“Lewat, terus ngeliat Rara mau ditampar Nana, jadi mampir sini dulu. Yuk basketan bro!” jawabnya sambil menepuk pundak Fian dan tidak lama Mas Raja keluar dari kelas.Tentu saja setelah Mas Raja pergi, siswa perempuan di kelasku langsung membicarakan hal tersebut dan tindakan yang hampir saja dilakukan oleh Nana. \“Lain kali jangan di kelas sendirian lah Ra. Ke Manda kek, atau kemana gitu yang penting jangan sendirian,” kat
Aku pun mengikuti wali kelasku menuju ruang guru. Sepanjang perjalanan menuju ruang guru, wali kelasku tidak terlihat galak, tetapi sebaliknya ia terlihat sangat baik.Sesampainya di ruang guru, wali kelasku mengajak ke dalam ruangan kecil yang ada di ruang guru. Di dalam ruangan itu ada seorang wanita paruh baya dengan wajah yang sangat menenangkan. Siapa dia? Batinku di dalam hati.“Oh, ini Rara ya?” tanyanya dengan suara yang sangat lembut. Kemudian aku pun mengangguk.“Saya mama dari Nana.”Deg. Ngapain ini mamanya? Mau ikutan marahin juga? Aku sudah panik pada saat itu, tetapi wali kelasku, Bu Tika langsung menyaut.“Ini mamanya mau minta maaf sama perlakuannya Nana ke kamu selama ini. Saya tinggal dulu ya, bu. Nanti bisa panggil saya di depan.” Kata Bu Tika sambil meninggalkan kami berdua.Beberapa menit kami tidak saling bertatap dan tidak berbicara sama sekali. Kemudian mama Nana
Perempuan itu adalah Nana, ia meminta maaf kepadaku dan aku menyambutnya dengan senyum.“Boleh ngomong berdua aja ngga?”“Iya boleh, kemana?”“Di taman belakang sana. Nanti kita izin telat aja ke Bu Oni.” Aku pun menegiyakan permintaannya. Namun, aku berbicara kepada Mei agar kembali ke kelas terlebih dahulu dan kalau Bu Oni ada di kelass, aku meminta tolog untuk menghubungiku.Setelah itu aku pergi ke taman belakang bersama Nana.“Ra, maaf ya. Pasti kamu udah denger semua dari mama kan ya?” tanyanya dengan wajahnya yang sangat lembut. Berbeda dari biasanya.“Iya, mamamu udah cerita semua. Udah dimaafin kok.”“Aku masih boleh deket sama Fian kan?”“Iya, gapapa. Aku gapernah ngelarang kamu buat deket sama Fian lagi. Santai aja.”“Makasih ya, Ra. Sekali lagi aku minta maaf.”Kemudian kami berdua kembali ke kelas, tetapi d
Ujian yang berlangsung selama satu minggu itu akhirnya selesai juga. Aku, Mei, Lana dan Fian memutuskan untuk pergi ke salah satu mall di kotaku. Kami berempat memutuskan untuk memesan mobil melalui aplikasi ojol. “Eh, itu mobilnya udah sampe,” kata Mei sambil memastikan bahwa plat nomor mobil yang sudah sampai sesuai dengan di aplikasi. Kami berempat langsung masuk ke mobil dengan Lana di depan, aku, Mei dan Fian ada di kursi tengah dengan aku diantara Mei dan Fian. Kami berempat berencana untuk menonon film, makan dan berkeliling di mall itu. Sesampainya di mall itu, kami langsung menuju bioskop dan membeli tiket dan popcorn. Aku dan Mei bagian membeli popcorn dan minuman yang akan diambil nanti ketika akan mulai nonton. “Main yuk,” kata Lana kepada kami bertiga. “Ayo, skalian latihan buat class meeting hari Senin,” ujar Fian. “Oiya, Senin class meeting ya?” tanya Mei. “Hooh, kalian basket aja,” jawab Fian.
Tanpa sepengetahuanku, ternyata Fian masih saja kembali ke sekolah melalui pintu belakang yang sudah tidak dijaga oleh satpam. Aku yang sudah merasa tenang karena ia tidak ada di sekolah, tidak membuka ponsel sama sekali. Untungnya, waktu itu aku membuka ponsel karena akan mengabari bunda bahwa hari ini aku pulang agak terlambat karena Mas Raja masih ada urusan di sekolah."Lana ngapain telfon?" tanyaku dalam hati."Halo? Lan?" tanyaku ketika Lana sudah mengangkat telfonnya."ARA! FIAN BALIK KE SEKOLAH!" ucapnya sambil teriak.Seketika itu aku langsung berlari menuju ruang guru dimana Mas Raja ternyata sudah tidak ada disana. Aku langsung berlari dan menghampiri satpam untuk membantuku mencari dimana Fian dan Mas Raja.Tiba-tiba Lana menghubungiku,"Lan? Fian sama Mas Raja gatau dimana" ucapku."Aku otw sana. Di jalan kecil belakang ruang komputer," ujarnya. Lalu aku segera berlari kesana, setelah memastikan disana ada mereka, aku pun
Keesokan harinya, aku sudah berencana bertemu dengan seseorang yang dapat menjadi kunci penyelesaian masalahku dengan Fian.“Minta tolong ya, mas,” ucapku kepadanya.“Iya. Arabella, semangat ya!” ujar lelaki tersebut.Setelah itu aku baru masuk ke kelas. Kalia seperti terkejut melihatku datang lebih siang daripada biasanya.“Mas Raja jemputnya telat, Ra?” tanyanya.“Engga kok,” jawabku sambil tersenyum.“Terus kenapa? Ada masalah kah?” tanya Kalia.“Hmmm.. gini” jawabku kemudian menjelaskan apa yang akan terjadi.“Lah. Kamu mau gimana?” tanya Kalia.Pertama, menurut Lana aku harus bertemu dengan beberapa orang yang akan dihasut Fian untuk bergabung bersamanya. Aku sudah bertemu satu diantara enam yang akan diajak Fian. Orang tersebut adalah Mas Fajar, ia tidak diterima bukan karena Mas Raja yang terlalu bagus, justru menurutnya Raja adala
Aku yang mengetahui sumber suara tersebut langsung menghampiri dan menyeretnya keluar dari tribun.Sesampainya di luar, ia tidak terima karena aku menyeretnya keluar.“Apa maksudmu ngomong kaya gitu, hah?” tanyaku.“Gaterima?” tanyanya.“Ya engga lah! Berani-berani ngehujat, emang kamu bisa kaya dia?” tanyaku.Kemudian ia terdiam dan aku langsung bergegas kembali ke dalam barisan tribun bersama teman-temanku. Untungnya saat aku kembali, lagu untuk merayakan kemenangan itu baru saja diputar.Teman-temanku langsung bertanya kepadaku kemana Fian setelah kuseret keluar. Aku pun hanya mengatakan tidak tahu karena aku hanya menegurnya lalu aku kembali takut ketika Mas Raja mencariku ternyata aku tidak ada disana.Setelah pertandingan tersebut selesai, kami memutuskan untuk membeli makan di salah satu restoran cepat saji, tetapi ternyata disana sangat ramai sehingga kami memutuskan untuk makan di salah sat
Aku yang terkejut langsung menarik Mas Raja kembali masuk ke dalam bioskop.“Mana sih, Ra?” tanya Mas Raja.“Itu loh!” jawabku dengan suara yang bergetar.“Ara, bukan,” ucapnya sambil mengelus kepalaku.“Bukan ayahmu itu. Cuma mirip aja,” imbuhnya.Aku pun menghela nafas panjang dan kami pun berjalan keluar dari bioskop. Ketika akan pulang, aku dan Mas Raja mampir ke salah satu restoran yang menjual makanan korea. Untungnya, Mas Raja bukan tipe pemilih dan dia mau-mau saja kuajak makan disana. Kamipun segera memesan makanan.Setelah selesai makan, aku dan Mas Raja pun segera kembali karena sore ini Mas Raja ada tambahan pelajaran. Di perjalanan, Mas Raja bertanya kepadaku tentang latihannya kemarin.“Latihanku gimana, Ra?” tanyanya.“Udah bagus. Tim nya juga udah mendingan daripada latihan sebelumnya. Gatau lagi, sih,” ucapku.“Iya emang aku ju
Ketika pelajaran di sekolah hari ini usai, Mei langsung menghampiriku dan mengajakku untuk segera pergi ke GOR. Namun, Mei mengajakku keluar untuk membeli makanan terlebih dahulu karena ia sudah bosan membeli makanan di kantin.“Nah kita beli ini pake apa?” tanyaku.“Pake mobil Kafi,” katanya sambil menunjukkan kunci mobil.“Eh, aku belum kabarin Mas Raja. Takutnya nanti dicari sama Mas Raja,” ucapku.“Aku udah kabarin Kafi. Santai,” ucapnya sambil mengajakku masuk ke dalam mobil Mas Kafi.Setelah itu aku dan Mei pun keluar dari sekolah dan membeli makanan khas Jepang yang tidak jauh dari sekolah. Mei pun memesan banyak makanan yang katanya nanti dibagikan kepada tim basket saat istirahat.“Saya mau yang paket A dua ya mas,” ucapku kepada kasir tersebut.“Loh Ra gausa,” ucap Mei.“Aku uda pesen buat semua kok, kamu juga udah,” ujarnya.&l
Tidak lama kemudian, guru pengajar mata pelajaran selanjutnya datang.Sial. Aku tidak bisa menghampiri Mas Raja.Ting! Mas Kafi mengabariku bahwa guru kesiswaan sudah pergi dari sana.“Kal, aku ke UKS ya. Mau ke Mas Raja,” ucapku kepada Kalia dengan pelan.“Iya. Ati-ati,” ujarnya.“Kalo ada apa-apa kabarin ya, Kal. Makasih,” ucapku.Setelah itu aku izin ke guru pengajar untuk ke kamar mandi, tetapi aku berlari turun dan segera bergegas ke UKS untuk menghampiri Mas Raja.Sesampainya disana ada empat pasang sepatu. Ternyata di dalamnya ada Mas Kafi, Mas Raja dan Fian. Satu diantaranya adalah sepatu perempuan. Benar saja, disana ada Nana yang menemani Fian. Ketika aku melihat Mas Raja tergeletak dan ada beberapa luka di wajahnya sangat membuatku terkejut dan aku langsung menghampirinya.“Mas....” ucapku lirih dan tidak sadar aku menitikkan air mata.“Lo
Aku yang baru saja membuka ponsel setelah bersenang-senang dengan Raja langsung down ketika membaca pesan dari Mei.“Ra, Fian berulah lagi,” ujar Mei dengan mengirimkan screenshot sebuah video ayah yang hampir saja menamparku karena Mas Raja sudah menahan tangan ayah. Keterangan video yang sudah dipublikasikan oleh Fian adalah “Waw, kapten basket sekarang jadi jagoan juga ya? Eh tunggu dulu, itu pacarnya kan ya? Kok bisa sih sama cewek yang ayahnya kaya preman?”Aku yang tidak bisa berkata apapun hanya bisa membaca pesan yang dikirimkan oleh Mei.“Ra? Kenapa?” tanya Mas Raja ketika melihat wajahku yang terkejut.Aku masih belum bisa menjawab pertanyaannya hingga ia mengambil paksa ponsel yang sedang kugenggam.“ANJING YA ORANG INI!” ucapnya sambil emosi.“Ara, tenangin dirimu ya. Abis sholat isya langsung tidur ya,” ucapnya sambil memelukku.Pelukan yang dib
Mas Raja merasakan bahwa aku sedang memikirkan sesuatu sehingga bertanya kepadaku.“Kenapa, Ra?” tanyanya sambil menengok kepadaku.“Gapapa, mas,” jawabku.“Kalo gapapa juga ga diem aja kali. Biasanya langsung tanya ke aku boleh apa ngga nyalain radio. Sekarang kok engga?” tanyanya penasaran.“Iya kenapa-kenapa tapi nanti aja kasih taunya. Kalo timingnya udah pas,” jawabku.“Boleh nyalain radio, ngga mas?” imbuhku.Setelah itu, radio pun sudah dinyalakan Mas Raja dan kami langsung bernyanyi bersama karena lagu yang dipopulerkan Jaz ini sangat menggambarkan kami berdua.“Kalo ada apa-apa langsung kabarin ya, Ra,” ucap Mas Raja.“Jangan ditahan-tahan. Aku pasti pasti pasti bakal mendengarkan dan sebisa mungkin bantu kamu. Okay?” imbuhnya.Aku pun mengangguk sambil tersenyum.Setelah itu Mas Raja bercerita bahwa ia tadi menungguku di
Di perjalanan, aku dan Mas Raja seperti biasanya. Mendengarkan radio dan bernyanyi bersama.“Mau beli cemilan dulu gak?” tanyanya.“Mauuu!” jawabku dengan semangat.Setelah itu, mobil pun berjalan dengan sangat kencang. Mas Raja dan aku pergi ke salah satu supermarket.Sesampainya disana, Mas Raja mengambil troli belanjaan.“Lah ngapain ambil ini mas?” tanyaku.“Ya kan biar gausa bawa-bawa, Ara,” jawabnya sambil menyandarkan tangannya di troli dan menengok ke arahku dengan senyumannya yang menawan.“Kaya mau belanja banyak aja,” ucapku.Aku dan Mas Raja menyusuri satu persatu lorong untuk mencari letak makanan ringan.“Ra, ini Ra,” ujarnya sambil menunjukkan sabun mandi.“Mas?” tanyaku dengan heran.“Beli aja, warna pink lo! Wanginya juga kaya wangimu,” ucapnya sambil mencium aroma dari sabun tersebut. Aku hanya